NovelToon NovelToon

Cinta Gadis Tomboi

Bab 1. Aira

Perkenalkan. Namaku Aira Salsabila Raharja, umurku tujuh belas tahun. Kalau di rumah keluargaku biasa panggil aku dengan Salsa. Tapi kalau di sekolah aku biasa di panggil Aira.

Aku anaknya cantik lah. Menurutku sih. Aku memang tidak begitu pintar, tapi peringkatku di kelas lumayanlah. Selama kelas satu dan kelas dua aku menduduki peringkat tiga. Yah! Hanya segitulah pencapaianku.

Penampilanku Oke-oke aja kok. Aku bisa dibilang tomboy. Untuk penampilanku aku tidak suka yang muluk-muluk ribet kayak cewek. Makanya aku lebih suka pakai kaos belel dan juga celana Levis sebagai style ku sehari-hari.

Dan segala jenis make up beserta kawan-kawannya itu bukanlah sahabatku. Aku sudah lama tidak berteman dengan mereka. Terakhir kali aku memakai bedak itu saat aku sedang wisuda di SMP dua tahun lalu. Itupun karena paksaan dari Mami ku tercinta.

Papiku bernama Andra Dwi Raharja, sama papi aku kurang dekat. Yaah karena aku tidak bisa menjadi yang papi mau. Aku tidak pernah mencapai target yang ditentukan oleh papi. Yang benar saja! Target papi itu adalah satu kata yaitu, SEMPURNA. Mana ada di dunia ini yang sempurna?

Tapi seorang Safna Tsania Raharja bisa mencapai target Papiku. Dia adalah kakakku satu-satunya. Ya, kami dua bersaudara yang bertolak belakang.

Kakakku itu bisa dikatakan seseorang yang perfect. Dia cantik dengan Body yang aduhai bak gitar Itali, kecerdasannya masih belum tertandingi, dia selalu menjadi juara umum dimanapun dia menempuh pendidikannya. Dan sekarang dia sudah mendapatkan kepercayaan untuk menempati posisi sebagai CEO di salah satu perusahaan papi.

Sifat kakakku yang lemah lembut juga menjadi daya tarik tersendiri. Dia selalu bisa menyelamatkanku dari amarah papi hanya dengan mengeluarkan sedikit suara lembutnya disertai senyum manis yang membingkai bibirnya.

Mamiku bernama Amira Permatasari. Mamiku itu mempunyai wajah yang awet muda. Mami orang yang kalem dan sangat penyayang. Walaupun kadang aku merasa jika kasih sayang yang mamiku berikan padaku berbeda dengan kasih sayang yang diberikannya pada kak Safna. Tapi ya, sudahlah. Memang seperti itulah hidupku. Selalu nomer dua. Tapi tidak dengan para sahabatku yang selalu saling menyayangi. Hehehe

Kebanyakan sahabatku cowok. Ada Ridwan Junaidi yang ganteng tapi playboy cap ikan teri. Wildan Adipati yang paling dewasa di antara kami. Arjuna Andipa Diwangka yang paling cakep diantara ketiga teman laki-lakiku. Dia merupakan kapten tim basket sekolahku dan menjadi incaran para Awewe disini. Tapi sikap dinginnya pada cewek membuatnya menjadi jomblo abadi. Sama kayak aku sih. Hehehe

Nah aku juga punya sahabat cewek. Namanya Mikaila Ananta, dia pacarnya Wildan. Mikaila punya sifat yang serba kebalikan dari sifatku. Entahlah bagaimana awalnya aku bisa berteman dengannya. Tapi selama dua tahun aku sekolah di SMA Bakti Nusa ini, dialah satu-satunya teman cewek yang aku punya.

Pasti penasaran kan gimana sikap temanku Mikaila yang merupakan sisi yang bertolak belakang denganku?

Dia itu cakep, feminim, tutur katanya lembut, menjunjung tinggi yang namanya sopan santun, rajin dalam segala hal dan paling bisa menghargai waktu.

Nah! Pasti sudah tau kan sifatku itu bagaimana sekarang? Ya. Semuanya kebalikan dari sahabatku itu. Aku tuh ya udah tomboy, kata-kata ku kasar, kadang aku juga kurang sopan sih, hehehe, terus aku paling males kalau berurusan dengan kegiatan kewanitaan seperti memasak, berdandan atau apalah dan yang paling parah adalah aku paling sering telat datang ke sekolah.

Dan sifatku yang juga berkebalikan dengan sifat kakakku lah yang membuatku sering kena omel dari papi dan mami. Mereka selalu menginginkan kalau aku jadi seperti kakakku yang serba perfect. Tapi kan aku beda dengan kakakku. Aku bukan bayangannya.

Dan karena itulah aku tidak begitu betah berada di rumah. Aku lebih sering menghabiskan waktuku dengan nongkrong bareng teman-temanku di warung sederhana dekat sekolahku.

Tapi tenang, semua yang ada padaku nggak semuanya buruk kok. Aku dan teman-temanku walaupun kami termasuk anak-anak yang lumayan menguras tenaga para guru di sekolah, kami ini juga merupakan guru yabg baik bagi banyak anak jalanan yang tinggal di salah satu kolong jembatan di daerah sekitar sekolah kami.

Aku dan teman-temanku mendirikan rumah baca di pinggir sungai disana. Kami sering mencari donatur untuk mendanai rumah baca Bintang yang sudah setahun lebih kami dirikan. Ada sekitar dua puluh anak jalanan yang menjadi pengunjung setia dan mereka juga setia mendengarkan pembelajaran sederhana dari kami Siswa-siswi yang di sekolah kami termasuk siswa dengan prestasi pas-pasan.

"Mika waktunya lo yang ngajar anak-anak." kata Juna saat dia telah selesai memberikan pengajarannya pada Mika yang sedang duduk bersantai denganku dan juga Wildan di pos pinggir sungai.

"Siap Bos!" Mikaila segera bangun dari duduknya dan berjalan ke arah rumah petak sederhana yang kami sebut dengan rumah baca Bintang.

"Buku anak-anak banyak yang kena air hujan. Banyak atap yang bocor." kata Juna setelah kepergian Mikaila.

""Heem. Tapi dana kita nipis Bro." jawab Wildan selaku bendahara rumah baca kami.

"Kalo gitu sementara kita tutup pake plastik dulu gimana?" usulku. Ini juga tanggal tua, jadi kami pun sedang seret dana.

"Oke! Kalo untuk itu ada dananya."

"Jun lo lergi sama Ridwan beli plastik." kataku pada Juna.

"Bareng lo aja ya. Capek gue kalo bareng playboy cap ikan teri itu." kata Juna. Juna sudah hafal gimana kelakuan Ridwan di luar sana. Dia pasti akan menggoda para gadis yang ada. Dan tentu saja Arjuna akan terkena imbas dari kegiatan tepe-tepe teman playboynya itu.

"Ck. Lo itu emang nggak bisa diajak seneng-seneng Jun. Percuma lo punya tampang cakep kalo cuma buat pajangan." 8

Tanpa membalas perkataan Ridwan serta menunggu jawaban dariku, Arjuna langsung mengambil uang yang diangsurkan Wildan lalu menarik tanganku.

Setelah aku dan Arjuna mendapatkan plastik yang kami butuhkan, Aku dan teman-temanku langsung melancarkan aksi kami untuk menutupi setiap rak buku agar buku-buku yang kami dapat dengan susah payah dapat terselamatkan dari ganasnya air hujan. Bukankah bagi sebuah buku air adalah salah satu musuhnya setelah api?

Rumah petak yang kami manfaatkan untuk rumah baca itu luasnya empat kali tujuh meter yang kami bagi menjadi dua. Satu bagian kami gunakan untuk tempat membaca dan juga tempat kami membagi sedikit ilmu kami. Dan sebagian lagi kami gunakan untuk tempat rak-rak buku yang kami dapat dari sumbangan para donatur.

Ya. Setiap akhir pekan, aku dan ke empat sahabatku akan pergi ke rumah baca. Jika hari-hari biasanya kami hanya sesekali jika ada sesuatu yang perlu diurus ataupun ketika kami ada waktu senggang. Setiap satu bulan sekali kami akan menemui beberapa donatur untuk meminta sedikit dana untuk mengelola rumah baca kami.

Kami bisa mendirikan rumah baca disini juga mendapat dukungan dari warga sekitar dan dengan sepengetahuan para preman disini. Kami dulu pernah berdebat dengan para preman dan akhirnya kami bisa mendirikan rumah baca Bintang dengan catatan kami akan memberi mereka uang keamanan sebesar dua ratus ribu setiap minggunya pada mereka. Itu sebagai ganti rugi karena anak didik kami adalah anak buah mereka yang akan libur setiap akhir pekan.

Yah, walaupun kami harus membayar untuk itu kami dengan senang hati melakukannya.

Walaupun banyak orang yang mengetahui Kegiatan kami ini, namun nyatanya keluarga kami sendiri tidak ada yang tahu. Jadi sering kami disangka yang macam-macam oleh keluarga kami. Miris.

~♡Aira_1♡~

*

*

*

...Jangan jadi pembaca gaib 👻 ya Reader...😊...

Bab 2. Aku Anak Siapa?

✳️Keluarga adalah dimana kita merasa nyaman akan kehadirannya. Saling mengasihi dan menyayangi adalah yang paling utama dalam suatu keluarga✳️

Pagi ini Aira sudah siap untuk berangkat sekolah. Rambut yang dikuncir kuda, lengkap dengan topi yang sengaja di arahkan ke belakang. Ranselnya juga sudah dia pakai di balik punggungnya.

Aira bersenandung sambil menuruni anak tangga untuk berkumpul dengan keluarganya yang sedang sarapan.

"Pagi Mam." sapa Aira sambil mencium pipi Amira.

"Pagi sayang."

"Pagi Pih." Aira mencium pipi Andra.

"Hem."

"Pagi kak." Aira mencium pipi Safna.

"Pagi dek. Sini sarapan dulu."

"Oke kak. Mam hari ini Salsa sarapan roti aja. Udah telat nih." kata Aira sambil mengambil roti isi yang ada piring.

"Ini masih pukul setengah tujuh dek. Masih ada waktu." Kata Safna setelah melihat arloji mahal yang melingkar di tangannya.

"Iya kak. Hari ini Salsa lupa belum nyalin catatan kemaren. Jadi harus berangkat pagi. Karena... "

"Itu akibat kamu terlalu malas. Contohlah kakak kamu. Mana pernah dia ceroboh dan menghabiskan waktu sia-sia." Andra memotong perkataan Aira. Padahal Aira mau menjelaskan bahwa dia tidak mencatat kemarin karena dialah yang menulis di papan tulis, karena guru mapelnya rapat dan sekretaris kelas tidak masuk.

"Tapi Pi itu kemarin Salsa... "

"Kebanyakan alasan! Sudah! Papi jadi tidak nafsu makan." kata Andra, lalu Andra meninggalkan meja makan dengan menyentakkan sendoknya pada piring sehingga menghasilkan bunyi yang keras.

"Mam. Salsa juga selesai." Aira segera meletakkan separuh roti isinya ke atas priringnya, kemudian mengambil tas yang tadi dia letakkan di kursi kosong sebelahnya. Lalu mencium tangan Amira.

"Rotinya dihabiskan dulu sayang"

"Maaf mam. Rotinya hambar" kata sambil Aira berlalu. Sungguh roti isinya seperti tidak ada rasanya pagi itu.

"Salsa, Hati-hati nak."

"Ya Mam."

Kemudian Aira keluar dari rumahnya menuju garasi yang berada d sebelah rumah. Ketika mengetahui Aira menuju garasi, Pak Bowo supir Andra segera mengeluarkan sepeda motor Ninja yang biasa digunakan Aira.

"Terima kasih pak Bowo." kata Aira setelah motor itu berada di depannya.

"Sama-sama Non."

Dinaikinya motor besar berwarna hijau itu. Kemudian Aira langsung menyalakan motor kebanggaannya itu. Aira mendapatkan motor itu dengan susah payah. Awalnya dia akan dibelikan mobil oleh Andra. Tapi dia menolak dan memilih motor. Namun Andra menolak dan tetap membelikan Aira mobil.

Mobil yang merupakan hadiah ulang tahun Aira yang ke enam belas tahun itu malah nganggur di garasi karena Aira menolaknya dan lebih memilih naik angkutan umum.

Akhirnya Andra pun membelikan Aira motor sesuai keinginannya.

Setelah mesin cukup panas, Aira segera memasang helm teropongnya. Membuka kacanya agar memudahkannya bicara pada pak Bowo dan pak Udin yang berjaga di gerbang.

"Pak Bowo. Salsa berangkat dulu ya."

"oke non. Hati-hati non."

Aira tidak menjawab. Dia hanya mengangkat jempolnya sekilas sebagai jawaban sebelum melajukan motornya. Di depan gerbang dia tak lupa menyapa pak Udin sebelum motor itu benar-benar melaju di jalan raya.

'huh. Punya papi, tapi pamitnya pada sopirnya. Sebenarnya siapa Papiku kalau setiap hari aku pamitnya sama pak Bowo dan pak Udin.' Batin Aira.

Memang Aira sudah lama tidak pamit pada Andra saat berangkat sekolah. Karena ada saja masalah yang terjadi. Entah itu Andra yang pergi lebih dulu atau sebaliknya. Safna dan Amira sudah hafal dengan semua itu.

****

Kini Aira sudah sampai di sekolahnya. Motornya segera ia parkirkan. Disana hanya ada beberapa mobil dan motor. Ini memang masih terlalu pagi. Jadi belum banyak siswa yang datang.

Aira segera menuju ke kelasnya untuk mencatat pelajaran kemarin.

"Tumben lo udah disini aja Ra." kata Juna sambil duduk di sebelah Aira.

"Kemarin gue belum nyatet pelajaran. Lupa mau pinjam Lo. Untung aja belum dihapus." jawab Aira tanpa menghentikan aktifitasnya menyalin tulisan di papan tulis ke dalam bukunya.

"Yaelah. Kan bisa nanti juga Ra. Ini kan bukan pelajaran hari ini juga."

"Kalo nggak bisa bantu diem Lo!"

"Ck. Judes amat sih. Ya udah gue dikte aja biar cepat. Sampek mana?" Juna melirik buku Aira. Kemudian mendektekan kalimat yang harus ditulis oleh Aira.

Dengan bantuan Juna, akhirnya tulisan Aira selesai. Dia meregangkan Jari-jari tangannya yang sedikit sakit karena menulis dengan cepat.

"Makasih Na." kata Aira sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Sama-sama." Juna kemudian bangun dari duduknya dan pindah ke kursi di belakangnya. Tempat Juna memang disana. Duduk bersama Wildan. Sedangkan Aira duduk bersama Mikaila.

Tak lama kemudian kelas sudah penuh dengan siswa. Guru pelajaranpun masuk untuk memberi pelajarannya. Dia sedikit memicing melihat ke arah Aira.

"Aira! Memangnya ini di lapangan sampai kamu memakai topi disini!"

"maaf pak. Saya lupa." Aira segera melepas topinya dan menyimpannya di tas.

"Kenapa lo nggak bilang sih Mik kalo gue masih pake topi?"

"Sorry. Gue kan juga baru dateng tadi. Gue juga masih panik."

"Huft. Untung topi gue nggak kesita."

"Udah diam. Dari pada kena tegur lagi sama Pak Bobi" kata Juna langsung menghentikan perbincangan Aira dan Mikaila. Guru yang berada di depan kelas itu sangat tidak menyukai siswa yang mengobrol saat jam pelajarannya.

*****

Di kantin sekolah....

"Eh Rid pesenin gue sekalian dong." kata Juna pada Ridwan yang akan pergi ke kasir.

"Oke!"

"Eh Ra lo sekalian nggak? Keliatan nggak bertenaga gitu. Lo sakit?" Ridwan menyentuh dahi Aira.

Aira sedang badmood hari ini. Dia melipat tangannya di atas meja kantin dan meletakkan kepalanya disana.

"Gue nggak sakit! Ish... jangan pegang-pegang!" Aira menepis tangan Ridwan yang menyentuh dahinya.

"Lo kenapa lagi?" tanya Mikaila. Dia hafal jika sudah seperti itu, Aira pasti sedang ada masalah.

"Emang gue seburuk itu ya?" Aira mengangkat kepalanya dan memandang teman-temannya.

"Maksud lo apa Ra?" tanya Juna.

"Emang gue bodoh banget ya?"

"Bokap lo lagi?" tebak Mikaila.

"Siapa lagi." Aira memutar bola matanya jengah.

"Biarin aja lah. Lagian sejak kapan lo peduli omongan bokap lo?" perkataan Juna membuat Aira berfikir.

Aira selalu memikirkan apa yang dikatakan Andra. Namun sifat Aira yang cuek menyebabkan dia seperti tidak pernah memikirkan perkataan Andra.

Siapa yang tidak sedih jika setiap hari yang dia dengar dari papinya adalah kata-kata yang kasar dan menyudutkannya. Tanpa mau mendengar alasan ataupun pembelaan darinya, Aira selalu saja disalahkan.

Andra tidak pernah menghargai usaha Aira. Sebesar apapun usaha Aira untuk membanggakan papinya tidak pernah dianggap oleh Andra.

Aira memang tidak sepandai Safna yang selalu mendapatkan juara umum di kelas. Namun dia tergolong siswa yang berprestasi di sekolah. Dia sudah belajar dengan sungguh-sungguh, tapi apa boleh buat jika memang hasilnya hanya sebatas itu.

Dia beberapa kali memenangkan lomba silat mewakili sekolahnya dan mendapat juara. Namun itu tidak termasuk hal yang membanggakan bagi Andra.

Kadang Aira berfikir jika lebih baik dia tidak melakukan apapun. Toh apapun yang dilakukannya akan selalu salah di mata Andra.

Untung saja ada Amira dan Safna yang selalu menyemangatinya. Tapi Amira dan Safna juga tidak bisa banyak membantu bila Andra sedang dalam keadaan emosi.

~♡Aira_2♡~

Terimakasih Sudah mampir 😊

Bab 3. Terpesona

💠Jangan pernah menilai orang hanya dari tampilan luarnya.💠

"Sepertinya kita harus cari dana tambahan deh malam ini. Alat tulis anak-anak banyak yang harus segera diganti." kata Mikaila saat mereka ada di pos sebelah rumah baca.

"Ok. Setelah dari sini kita beraksi." kata Juna, yang disetujui semua temannya. Kecuali Aira yang saat itu sedang mendapat jadwal mengajar.

"Gimana dengan buku-bukunya? Plastik yang kita gunakan efektif kan?" tanya Ridwan. Ni anak yang paling males disuruh ngajar. Jadi dia kurang tahu kondisi di dalam rumah baca. Lagian dia nggak ada bakat buat jadi guru. Bisa-bisa anak-anak jalanan malah diajarin pacaran sama playboy cap ikan teri ini.

"Untuk sementara efektif. Kalau hujannya nggak deras-deras amat sih boleh tahan. Tapi kalau hujannya deras ya bahaya juga."

"Bener Wil. Tapi untuk sementara yang kita prioritaskan adalah alat tulis anak-anak."

"Apa sebaiknya kita cari tambahan donatur?"

"Idenya Mikaila bagus juga tuh. Nanti gue ajak Aira cari donatur. Tuh anak kan paling jago soal ini." kata Ridwan.

*****

Taman kota adalah lokasi yang dipilih Aira dan teman-temannya untuk mencari dana untuk menutup sementara kebutuhan rumah baca mereka. Setelah pulang dari rumah baca mereka langsung berkumpul disana.

Berbekal sebuah gitar yang dipegang Aira, sebuah Galon yang dipegang Ridwan, marakas yang dipegang Wildan dan suara merdu Juna dan Mikaila sebagai Vokalis mereka.

Ya. Malam ini mereka menjadi pengamen jalanan. Setiap malam minggu taman ini akan ramai didatangi para penikmat Malming (Malam Minggu). Ada yang datang bersama keluarga atau bersama pasangan. Ada juga yang bareng sama teman-temannya.

Mereka memulai aksinya di tengah-tengah taman yang banyak dilewati orang-orang. Kebanyakan pengunjung disana sudah hafal dengan mereka yang sesekali memang mengamen disana.

Sebuah kardus yang diletakkan di depan mereka sedikit demi sedikit terisi oleh lembaran rupiah yang dimasukkan oleh para pengunjung yang mulai berdatangan dan berkumpul menikmati aksi musik jalanan mereka.

Walaupun mereka tidak tahu akan diapakan uang yang didapat oleh kelima remaja itu, namun mereka dengan suka rela memberikan sedikit rezekinya untuk dimasukkan ke dalam kardus.

Musik yang mereka mainkan juga tidak buruk, Walaupun terkesan dengan alat seadanya lagu mereka cukup merdu untuk dinikmati.

Kelimanya semakin semangat saat melihat banyak lembaran uang warna hijau yang dimasukkan oleh para pengunjung. Mereka rasa cukup banyak yang mereka dapat jika sewaktu-waktu ada Satpol PP yang kebetulan melintas dan membubarkan mereka.

Selama ini mereka selalu lolos dari Satpol PP karena saat menyadari adanya pasukan penertip lingkungan itu, dengan cepat mereka akan menyembunyikan kardus berisi sedekah dari para pengunjung. Jadi tak ada alasan untuk menangkap mereka jika hanya sekedar bermain musik di taman kan? Sungguh cerdik! Kita Do'akan semoga mereka selalu selamat. Aamiiin.

Tapi, malam ini mereka patut bersyukur karena hingga akhir penampilan mereka yang selesai dua jam setelahnya itu tak ada drama menyembunyikan kardus.

Mereka menghitung pendapatan mereka malam itu. Mereka berkumpul di parkiran taman.

Wildan dibantu Mikaila menghitung lembar demi lembar uang itu. Sedangkan Aira dan Juna bertengger cantik di motor mereka masing-masing. Sedangkan Ridwan sudah pergi setelah penampilan mereka selesai. Ini Malming kan, tentu saja ada jadwal apel untuknya.

"Berapa Mik?" tanya Aira setelah melihat kedua sejoli pecinta uang itu selesai menghitung uang. Juna yang dari tadi asik schroll handphone yang menampilkan medsos miliknya ikutan mengalihkan perhatian.

"Lumayan banyak, malam ini kita dapat lima ratus kurang dua puluh tiga." Mikaila menunjukkan gepokan uang yang ditata rapi yang dipisahkan menurut nominalnya.

"Cukup kan Wil?" tanya Aira.

"Cukuplah segini. Besok kita bisa belanja sebelum berangkat."

"Nih gue lengkapin biar pas lima ratus." Juna mengulurkan selembar uang berwarna hijau dan satu lembar berwarna abu.

Mikaila menerimanya dengan mata berbinar senang. Bagi mereka berapapun uang yang mereka dapatkan sangat berharga.

"Ra, lo catet besok apa saja yang perlu dibeli." Juna memberi perintah pada Aira. Di antara mereka, Aira lah yang paling teliti dan paling memperhatikan kebutuhan anak didik mereka. Walaupun dia tomboy, tapi masalah perhatian apalagi masalah anak-anak dialah jagonya.

"Siap Boss!" Aira mengangkat tangan kananya ke pelipisnya. Juna menarik topi yang dipakai oleh Aira sehingga topi itu menutupi sebagian wajah Aira.

"Parah Lo Jun! Berantakan kan rambut gue." omel Aira saat dia melepaskan topinya. Rambut panjangnya yang malam itu tidak dikuncir jadi berantakan. Karet rambut yang tadi dia gunakan jatuh di kamar mandi dan basah, sedangkan dia tidak membawa cadangan. Diapun segera merapikan rambutnya dengan tangan.

Sesaat Juna diam memperhatikan sahabatnya itu. Malam ini Aira terlihat manis dengan rambut yang digerai. Jujur, Juna terpesona. Selama ini dia bahkan tidak pernah menganggap Aira sebagai seorang gadis.

Selama ini di mata Juna, Aira tak lebih seperti teman laki-lakinya yang lain. Sifatnya yang tomboy, penampilannya yang apa adanya, dan kemandirian dan kemampuan yang dimiliki Aira membuatnya tidak cocok disebut sebagai seorang gadis.

Hari ini Juna begitu terpesona melihat Aira yang baru kali ini dia lihat dengan rambut panjang indah yang terurai. Rambut Aira memang indah. Hitam, lebat, lembut dan lurus sepunggung yang selalu dia ikat tinggi-tinggi.

"Gue pinjam gelang lo Jun. Gerah gue." Aira menarik gelang yang dipakai di lengan kiri Juna. Gelang karet hitam itu kini mengikat rambut Aira yang ditarik asal oleh pemiliknya.

"Kenapa lo liatin gue seperti itu?" tanya Aira yang sadar jika diperhatikan oleh Juna. "Ooh. Tenang besok gue balikin." lanjut Aira yang menyangka jika gelang yang dijadikan tali rambut itulah yang menjadi alasan Juna memandangnya seperti itu.

"Gue tunggu!" Jawab Juna sekenanya. Dia tidak mau jika ada yang menyadari dia terpesona oleh pesona Aira malam itu.

"Iya-iya bawel." Aira memasang kembali topinya. Kali ini posisi topi iti ia balik karena dia akan memakai helm.

"Mau kemana lo?" tanya Juna yang mengetahui Aira memasang helmnya.

"Balik. Daripada jadi nyamuk." Aira menunjuk Mikaila dan Wildan yang asik pacaran di kursi depan mereka. Saking asiknya mereka sampai tak mendengar pembicaraan antara Juna dan Aira.

"Lo bener. Gue balik juga lah. dari pada disini dikacangin." Juna ikut-ikutan memakai helmnya.

"Woy! Gue pulang duluan." teriak Aira mengagetkan dua sejoli yang dimabuk cinta itu.

"Hati-hati Ra!" teriak Mikaila karena melihat Aira yang sudah melaju. Aira mengangkat jempolnya kirinya yang berarti "OK"

"Gue juga pulang. Kenyang makan kacang gue lama-lama disini." sindir Juna Sebelum melajukan motornya.

Tapi, sindiran Juna tidak mempan pada kedua sejoli itu. Mereka bahkan tidak menyadari ekspresi Juna yang kesal dikacangin dari tadi.

*****

Motor yang dikendarai Aira akhirnya sampai di halaman rumah mewah dua lantai yang menjadi tempat tinggalnya selama tujuh belas tahun ini. Aira segera memarkirkan motor kesayangannya di garasi. Meletakkan kuncinya di gantungan kunci yang ada di dinding garasi itu.

Aira masuk rumah dengan santainya. Melangkahkan kakinya yang terbungkus sepatu kets itu ke arah dapur, mengambil sebotol air minum untuk dia bawa ke kamarnya.

"Mami kemana? sepi bener ni rumah." gumam Aira saat tak melihat mami yang dicintainya itu ada di ruang televisi. Biasanya maminya akan menunggu anggota keluarganya pulang dengan menonton acara televisi.

Aira memutuskan untuk bertanya pada ART yang bekerja dirumahnya.

"Mbak, Mami kemana kok sepi?" tanya Aira saat menemukan mbak Asih dan Mpok Ida menonton televisi di ruang belakang depan kamar pembantu.

"Nyonya istirahat Non. Tadi kecapekan setelah belanja."

"Ow. Ya sudah kalau gitu. Aira masuk dulu ya mbak, mpok." Kata Aira pada kedua perempuan yang bekerja di rumahnya itu.

Aira segera bergegas ke kamarnya. Dia pun sangat lelah hari ini. Setelah sampai di kamar rasanya pengen langsung berbaring. Namun sepertinya akan lebih nyaman jika berendam sebentar di buthup. Yah. Sepertinya itu ide yang bagus.

*

*

*

*****

Author : Cieee ada yang jatuh cinta nih! 😉

Juna : Apaan sih Lu Thor 🤫

Author : Kalau demen cepetan di dor 🔫 sebelum keduluan 😏

Juna : Berisik Lu Thor! Gue tendang tau rasa Lo 😡

Author : Jurus menghilang. Cling 🤪

*****

...Jangan lupa TINGGALIN jejak okeh 😉...

...BUDAYAKAN sentuh Like 👍 setelah membaca ya Say.... Gratis kok! 😎...

...VOTE 🤗 Rate ⭐ dan Komentar📝selalu ditunggu Author 😘...

...Love You All 💘...

...❤❤❤...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!