"Ugh..."
Lay Calandra baru saja bangun tidur siang di sore hari, dan masih menguap karena menyesuaikan keadaan terlebih dahulu.
Dia menggeliat dan menggerakkan lehernya agar tidak terasa kaku, kemudian meregangkan otot-otot terlebih dahulu sebelum turun dari tempat tidur.
"Darling..."
"Felisia Sayang... di mana Kamu?"
Suami dan anaknya ternyata tidak ada di rumah. Padahal hari sudah sore, dan keduanya tadi juga tidur siang bersama dengannya. Tapi ternyata sekarang sudah tidak lagi ada di rumah.
"Emh, apa mereka sedang di luar rumah? berkeliling-keliling desa mungkin. Atau sedang mencari burung-burung di pinggir hutan?"
Lay Calandra menebak-nebak, apa yang dikerjakan oleh suami dan anaknya di luar rumah.
Mereka sekeluarga baru menempati rumah dinas ini dua minggu yang lalu, dan Felisia sangat menyukai burung-burung yang banyak ditemukan di pinggir hutan yang ada di ujung desa.
Jika Andreas ada di rumah, Felisia selalu meminta pada papanya itu untuk berkeliling desa ataupun melihat burung burung yang memang banyak jenisnya di sana.
Clek
Lay Calandra membuka pintu rumah untuk melihat keberadaan suami dan anaknya. Tapi ternyata keduanya tidak tampak di sekitar halaman rumah.
Bunga-bunga yang bermekaran di sore hari, membuat rumah dinas ini tampak lebih asri dan semarak. Tapi bukan itu yang menjadi pusat perhatian Lay Calandra, sebab dia melihat seorang wanita yang sedang duduk bersama dengan suami dan anaknya, di taman desa seberang rumah.
Rumah dinas ini memang dikelola oleh desa setempat, dengan adanya beberapa fasilitas umum yang biasa digunakan untuk keperluan keluarga pekerja dinas, termasuk juga dengan masyarakat sekitar. Termasuk taman yang ada di depan rumah mereka.
Itulah sebabnya, anak mereka yang baru berusia 3 tahun, Felisia, sangat menyukai suasana di rumah ini. Yang membuat Lay Calandra akhirnya merasa betah juga, karena tidak seperti yang ada di dalam bayangannya.
Mereka harus pindah ke desa ini, karena suaminya yang seorang petugas kesehatan mendapatkan surat pindah tugas.
Awalnya Lay Calandra tidak setuju, karena tidak bisa meninggalkan kehidupan kota. Dia berpikir bahwa, kehidupan barunya di desa nanti pasti akan kesepian karena tidak ada Mall, tempat hiburan dan sebagainya.
Ternyata kehidupan di desa baru, tempat dinas kesehatan Andreas masih begitu asri, membuat Lay Calandra merasa betah. Dengan adanya kemudahan-kemudahan yang bisa didapatkan, karena posisi rumah mereka yang strategis.
"Siapa ya?" tanya Lay dengan berjalan mendekat ke arah taman. Dia ingin tahu, siapa wanita tersebut.
"Darling," sapa Lay pada Andreas, suaminya.
Kedatangan Lay membuat Andreas terkejut, karena tidak pernah menyangka bahwa Lay akan datang dan mendapati dirinya bersama dengan seorang wanita.
"Mama."
Felisia menengadahkan tangannya, meminta supaya Lay menggendongnya. Dan... "hup!"
Lay dengan sigap menggendong Felisia, dengan diiringi tatapan mata yang aneh dari wanita tersebut. Tapi semua itu tidak di pedulikan oleh Lay.
"Kok gak bilang-bilang kalau mau ke sini?"
Pertanyaan yang diajukan oleh Lay mengandung sindiran untuk suaminya, karena tidak membangunkan dan ijin saat pergi. Sedangkan sekarang ini ada seorang wanita yang bersamanya, tapi belum diperkenalkan pada Lay.
"Oh, tadi... Felisia yang minta ke sini. Iya kan Sayang?" Andreas mengalihkan perhatian Lay dengan bertanya pada anaknya.
Lirikan mata Lay tertuju pada wanita yang masih duduk dengan gelisah, seakan-akan canggung karena ketahuan Lay. Istri dari dokter Andreas.
"Ini Birdella. Dia tenaga kesehatan dan baru datang menempati rumah yang ada di sebelah sana!"
Tangan Andreas menunjuk ke arah rumah dinas, yang berada di antara dua rumah dinas dari rumah mereka. Jadi Birdella ini adalah tetangga baru mereka.
"Kenapa harus gang dua rumah? padahal dua rumah itu juga kosong," tanya Lay dengan mengerutkan kening.
Tapi Andreas tidak bisa memberikan jawaban begitu juga dengan Birdella, sebab ketentuan penempatan rumah dinas juga ditentukan oleh pihak desa. Jadi mereka yang mau menempati rumah tersebut tidak bisa memilih kecuali ada sesuatu di dalam rumah dinas tersebut.
"Maaf, Saya belum sempat berkunjung karena baru saja tiba tadi siang."
Birdella menyalami tangan Lay, mengatakan alasannya sehingga belum sempat berkenalan dengan keluarga mereka. Dia juga memberikan penjelasan, bahwa tadinya hanya keluar rumah, kemudian melihat taman dan ada anak kecil sehingga dia tertarik untuk datang ke taman ini.
"Ternyata dokter Andreas juga dokter dinas di rumah sakit yang sama seperti saya nanti."
Penjelasan yang diberikan oleh Birdella terakhir ini, membuat Lay menyipitkan matanya. Dia memperhatikan bagaimana mimik wajah dari Birdella, yang seakan-akan mengutarakan perasaannya, bahwa Birdella ini senang berada di satu rumah sakit bersama dengan Andreas.
'Ah, ini hanya perasaanku saja. Aku tidak boleh berburuk sangka.' batin Lay, yang mencoba untuk membuang perasaan yang tidak nyaman di dalam hatinya.
"Ayo kita pulang," ajak Andreas dengan menarik tangan Lay, supaya tidak lagi berbincang dengan Birdella.
'Kenapa dengan Andreas ini?'
***
Satu bulan sudah Birdella menjadi tetangga, dan selama itu pula semuanya baik-baik saja.
Di saat ada kesempatan dan waktu libur, Lay datang ke rumah Birdella bersama dengan Felisia. Begitu juga sebaliknya, Birdella juga sering datang berkunjung ke rumah Lay.
Mereka berdua sering membicarakan tentang hal-hal umum, yang disukai para wanita.
Menurut Lay, Birdella termasuk wanita yang supel dan modis. Hal ini karena beberapa kaki Lay melihat penampilan Birdella yang perfeksionis, dan tidak mencerminkan seorang tenaga medis biasa.
Tapi dua hari ini Lay merasa tidak nyaman dengan kebersamaan Birdella, yang selalu menumpang di mobil Andreas saat berangkat dan pulang kerja.
Birdella beralasan bahwa, mobilnya sedang bermasalah pada mesin dan dia belum sempat membawanya ke bengkel. Sedangkan pihak bengkel belum ada yang punya waktu untuk datang atau menderek mobilnya.
Awalnya Lay tidak mempermasalahkan hal tersebut, tapi malam ini kecurigaannya semakin besar.
"Ini apa Darling?"
Lay menemukan bekas pengaman k0nd0m, yang masih basah, sehingga kemungkinan besar itu baru saja digunakan.
Andreas gugup dan tidak bisa memberikan penjelasan secara detail, sehingga dia hanya dapat menjawab dengan asal.
"Aku, Aku tidak tahu Honey. Mungkin... itu tadi ada anak-anak muda yang iseng di parkiran."
Lay bukan anak kecil yang bisa dengan mudah untuk dibodohi. Dia tahu betul, bagaimana lendir kenikmatan yang sudah lama atau dengan yang baru.
Tapi karena hari sudah malam dan Felisia belum tidur, Lay tidak melanjutkan pembicaraan mereka ini.
"Darling sudah makan?" tanya Lay ingin tahu.
Dia mencoba untuk mengetes suaminya, apakah tadi sedang makan malam bersama seseorang atau tidak.
"Aku sudah makan di kantor."
Deg
Lay kaget dengan jawaban suaminya itu. Ini adalah tanda-tanda yang menunjukkan adanya ketidakberesan pada tingkah laku suaminya. Sebab Andreas tidak pernah melewatkan makan malam bersamanya, sejak pernikahan mereka.
"Tidak..."
"Bukan. Dia suamiku!"
Lay teriak-teriak dengan menggelengkan kepalanya, karena ada seorang wanita yang mengaku bahwa Andreas adalah suaminya.
"Darling, Honey!"
"Bangun Honey!"
"Ugh... hahhh... hahhh..."
Ternyata Lay sedang bermimpi, dan mendapati dirinya tidur bersama dengan suaminya sendiri di rumah.
Grep!
Andreas memeluk Lay, mencoba untuk menenangkan istrinya, yang sepertinya baru saja mengalami mimpi buruk.
"Aku... Aku..."
"Sudah, tenang ya! Aku ada di sini," potong Andreas, sebelum Lay menyelesaikan kalimatnya.
Mimpi yang dialami Lay Calandra seperti kenyataan, apalagi mimpi seperti ini tidak hanya satu kali tapi sudah dua kali ini dialaminya. Membuat Lay akhirnya memiliki prasangka yang buruk pada suaminya sendiri.
Dia berpikir jika Andreas ada main di belakangnya, karena beberapa malam terakhir ini Andreas juga malas untuk bercinta dengannya.
Lay ingin bertanya tentang hal ini, tapi Andreas selalu bisa mengalihkan perhatiannya sehingga tidak jadi bertanya.
Sejak awal Lay sadar, bahwa pernikahan mereka berdua memang tidak seharusnya terjadi. Tapi karena ulah Lay sendiri, yang mengakibatkan pernikahannya dengan Andreas harus segera dilaksanakan.
Andreas yang seorang duda, 2 tahun sudah ditinggal oleh istrinya. Dia frustasi dan sering keluar masuk ke klub malam, hanya untuk sekedar minum demi menenangkan pikirannya.
Tapi Lay yang sudah jatuh hati sejak awal pertemuannya dengan dokter Andreas di rumah sakit, saat berobat, akhirnya memiliki kesempatan untuk mendekati dokter tersebut.
Dia menggunakan cara licik untuk bisa menjebak Andreas, supaya mau bertanggung jawab dan menikahinya. Dan baru enam bulan kemarin itulah Lay menjadi istrinya Andreas.
Namun Lay sangat menyayangi Felisia, anak Andreas dari istri pertamanya yang menghilang dan tidak ada kabarnya.
Felisia sendiri mau menerima Lay, dan langsung bisa akrab dengan memanggil dan menganggap Lay sebagai mamanya.
Jadi Lay tidak pernah menganggap Felisia sebagai anak tiri, dan tetap memperlakukan gadis kecil tersebut layaknya anak kandung. Apalagi dia juga belum ada tanda-tanda akan memiliki momongan. Padahal percintaannya dengan Andreas juga sehat dan bisa dikatakan hot.
Tapi entah kenapa sudah 6 bulan Lay belum ada tanda-tanda akan hamil.
***
"Lihatlah mereka!"
Dukun Lena kembali hadir di dalam mimpi Lay. Memberikan penglihatan kepadanya, bahwa suaminya sedang berada di rumah Birdella. Tetangganya sendiri.
Tadi siang suaminya memang menghubungi, dan ijin untuk tidak pulang malam ini. Ada satu pasien yang harus dia tangani, sebab kondisinya kritis.
Lay tidak menaruh curiga apapun, sampai dia mau pergi tidur. Sebab rumah Birdella sudah terang. Itu artinya Birdella sudah ada di rumah dan tidak ikut lembur bersama dengan suaminya di rumah sakit.
Tapi mimpinya ini memberikan gambaran yang lain, karena dukun Lena memperlihatkan kejadian yang pernah menjadi pikiran buruknya Lay.
Di tempat tidur Birdella, dia melihat Andreas yang sedang bergumul dengan panasnya bersama dengan wanita tersebut. Bahkan suara dari hasil permainan mereka, lenguhan dan ******* keduanya sangat nyata di telinga Lay Calandra.
"Tidak! Ini hanya mimpikan?"
Lay tidak mempercayai semua penglihatan dan pendengarannya, karena dia sangat yakin bahwa ini hanyalah mimpi.
Dia sadar betul bahwa tadi baru saja pergi tidur, setelah melihat keadaan Felisia di kamarnya sendiri. Anaknya itu sudah tertidur dengan memeluk boneka beruangnya.
"Apa Kamu bodoh!"
"Andreas bukan milikmu!" Dukun Lena berusaha untuk menyadarkan Lay, jika Andreas bukanlah jodohnya.
Meskipun yang dikatakan oleh dukun Lena bukan perihal jodoh, tapi Lay bisa mengartikan kalimat "bukan milikmu" sama dengan jodoh.
"Apa mereka sudah lama berselingkuh?"
"Kamu bisa melihat bagaimana cara mereka bermain bukan?" dukun Lena justru balik bertanya, dan bukannya memberikan jawaban serta kata-kata yang menenangkan.
"Tapi siapa sebenarnya Birdella? Kenapa dia menyebut Andreas sebagai suami?"
"Apa Andreas lupa, jika Aku lah istrinya?"
Pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan oleh Lay, tentu saja tidak dijawab oleh Andreas. Bahkan Lay melihat bagaimana Andreas yang mengeram dengan rasa puas, saat pelepasannya yang bersamaan dengan Birdella.
"Kamu selalu memuaskan my wife."
"Kamu juga selalu perkasa Sayang."
Lay ingin muntah mendengar percakapan mereka berdua, karena terasa sangat nyata di telinganya. Dia ingin memukul 2 orang yang masih berpacu dengan nafas dan tidak mengetahui keberadaannya. Tapi setiap pukulan yang diberikannya selalu tidak bisa mengenai sasaran.
"Agrhhh... ini mimpi. Ini bukan nyata!"
"Kamu menipuku kan?!"
Lay menuding dukun Lena, dengan amarahnya yang memuncak.
Mata Lay berubah menjadi merah, sedangkan rambutnya acak-acakan. Ini bukan sosok Lay yang biasanya, dan tidak pernah disadari oleh Lay sendiri.
"Ada yang sudah menunggumu Lay."
"Dia sudah bertahun-tahun yang lalu menunggumu, bahkan beribu-ribu tahun."
Mendengar perkataan dukun Lena, Lay menggeleng dan tidak mempercayai semua ucapan dari dukun mimpi tersebut.
Tapi dengan adanya dukun Lena juga, yang memberinya banyak petunjuk tentang kelakuan Andreas, membuat Lay mengerutkan keningnya mengenai gambaran tentang jodohnya yang sebenarnya.
Lay Calandra tidak mempercayai mimpinya dengan mudah, karena dia beranggapan bahwa itu semua hanya perasaannya yang tidak nyaman, sebab sering ditinggal suaminya dinas.
"Tidak!"
Dengan berteriak keras, Lay berlari keluar dari rumah Birdella. Dia tidak menghiraukan dukun Lena, yang ikut menyusulnya di belakang.
***
"Huhfff..."
Lay bangun dari tidur, saat sadar dari mimpinya.
"Syukurlah... semua hanya mimpi."
Saat Lay meraih ponsel yang ada di atas nakas, dia melihat jika saat ini baru saja pukul setengah satu malam. Dia ingin tidur lagi, tapi pesan dari Birdella membuatnya mengurungkan niatnya untuk segera kembali tidur.
Pesan tersebut di kirim pada pukul 11.00 malam, dan pastinya Lay sudah tertidur.
Di dalam pesan tersebut, Birdella meminta padanya untuk datang ke rumahnya di jam 10.00 pagi, sebab dia sedang libur dan tidak ada tugas di rumah sakit.
"Hemmm... apa dia mau menunjukkan kepuasannya setelah bercinta dengan suamiku tadi?" tanya Lay bergumam.
Dia meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, kemudian berniat untuk kembali tidur. Tapi Lay cukup terkejut dengan adanya sesosok bayangan di luar jendela kamar, di tambah lagi tak lama kemudian lampu mati.
Preppp
"Eh..."
Lay ingin turun dari tempat tidur untuk menyalakan lilin, tapi dia tiba-tiba tidak bisa bergerak.
Tangan dan kakinya seakan-akan ada yang memegangi sehingga tidak bisa digerakkan sama sekali. Dia juga melihat sesosok hitam yang berada di atas tubuhnya.
Keadaan malam yang gelap dan tidak adanya cahaya lampu dari manapun, membuat Lay tidak bisa melihat sosok tersebut.
"Emhhh... fffppp..."
Lay tidak bisa mengeluarkan suaranya, karena seakan-akan mulutnya juga ditutup dan tidak bisa digerakkan.
'Siapa Kamu?' Lay bertanya dalam hati.
"Aku akan melepas mu, tapi janji Kamu tidak akan berteriak."
Lay segera mengangguk mengiyakan permintaan sosok hitam tersebut.
"Bagus Sayang. Aku merindukan saat-saat seperti ini," ucap sosok hitam yang tidak pernah diketahui siapa, dan dari mana datangnya.
Pagi ini Lay bangun tidur dengan nyaman, karena bisa tidur dengan nyenyak.
"Ehhh!"
Rasa kaget tidak bisa dihindari oleh Lay, saat mendapati bagian intinya yang terasa lecet.
"Apa ini?" tanya Lay sambil melihat keadaan bagian intinya.
Di sana dia mendapati cairan cintanya yang sudah mengering, sehingga membuatnya berpikir keras dengan kejadian semalam.
Apa yang dia alami semuanya seperti nyata, padahal semua itu hanyalah mimpi. Termasuk dengan sosok hitam yang mencumbunya dengan mesra, setelah membuatnya terkejut saat lampu mati.
Tapi Lay tetap beranggapan bahwa sosok hitam itu hanyalah sebuah mimpi, yang tidak nyata. Itu semua terjadi karena dia yang merasa marah setelah melihat bagaimana cara suaminya yang sedang bercinta dengan Birdella. Meskipun semua itu juga mimpi, tapi bagi Lay itu semua sangat nyata. Termasuk apa yang terjadi dengannya, bersama dengan sosok hitam tersebut.
"Tapi sosok hitam itu membuatku puas."
Senyuman bahagia dan rasa puas terbit di bibirnya Lay, seakan-akan dia sudah bisa membalas kelakuannya Andreas di dalam mimpi. Lay berpikir bahwa apa yang dilakukannya juga berada di alam mimpi, sehingga tidak perlu merasa bersalah.
Lay teringat dengan pesan yang diberikan oleh Birdella, sehingga dia harus segera bersiap-siap. Dia ingin membangunkan anaknya terlebih dahulu untuk diajaknya juga.
Clek
"Good morning, selamat pagi Sayang..."
Felisia tersenyum mendengar sapaan mamanya, karena dia baru saja bangun disaat pintu kamarnya dibuka.
"Morning to Mam," sahut Felisia, saat Lay mendekat ke tempat tidurnya.
Cup cup
"Mau ikut bersama Mama?" tanya Lay, setelah mencium kedua pipi Felisia.
Dengan antusias Felisia mengangguk mengiyakan ajakan mamanya. Padahal dia belum tahu, ke mana mamanya akan pergi.
Sekarang Felisia di minta untuk mandi dan berganti pakaian, sedangkan Lay sendiri juga mau bersiap-siap.
Selama ini Felisia memang diajarkan untuk mandiri, dengan beberapa kegiatan dan aktivitas yang menyangkut hal pribadi. Termasuk mandi dan berpakaian.
Lay cukup menyediakan saja, sehingga Felisia bisa memilih dan mengenakannya sendiri.
Setelah semuanya sudah siap, Lay menggandeng tangan anaknya itu untuk keluar rumah, tepat pada jam 10.00 pagi.
Sayangnya, dari arah jalan ada mobil yang datang ke rumahnya. Dan ternyata itu adalah mobil papa mertuanya yaitu Adhya. Kakeknya Felisia, ayah dari Andreas.
"Kakek!"
Felisia berseru memanggil kakeknya, sebab selama tinggal di desa ini mereka memang belum pernah bertemu. Mereka berdua saling berpelukan, setelah sang kakek turun dari mobilnya.
"Pagi Yah," sapa Lay, setelah Felisia melepaskan pelukannya pada sang kakek.
"Mau ke mana?" tanya Adhya pada Lay.
"Mau..."
"Ayah mau mengajak Felisia jalan-jalan ke kota, apa tidak masalah?" Adhya memotong kalimat Lay yang belum selesai.
Dia mengutarakan niatnya untuk membawa cucunya itu jalan-jalan ke kota. Adhya tidak akan mengajak Lay, karena dia juga tahu bagaimana sikap Andreas jika Lay harus berada di dekat dengannya.
Lay hanya mengangguk saja, membiarkan Felisia pergi bersama dengan kakeknya.
Akhirnya Felisia ikut bersama dengan kakeknya yang datang menjemput, sedangkan Lay sendiri melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Birdella.
"Apa dia pergi karena Aku datang terlambat?"
"Atau dia sengaja menunggu untuk menceritakan kepuasannya semalam?"
"Bagaimana keadaannya pagi ini, setelah selesai bercinta dengan puas bersama dengan suamiku?"
Pertanyaan demi pertanyaan muncul di bibir Lay, saat berjalan menuju ke rumah Birdella. Dia merasa penasaran dengan keadaan wanita tersebut, setelah melihatnya di dalam mimpi semalam.
"Tapi itu kan hanya mimpi," gumam Lay lagi, membantah keyakinannya.
Lay terus saja berjalan masuk ke dalam rumah Birdella, karena keadaan pintu rumahnya tidak tertutup. Dia juga sudah terbiasa dengan suasana rumah Birdella, sebab beberapa kali datang dan berbincang dengan wanita tersebut di rumah ini.
Sayangnya apa yang dia dengar setelah masuk dan selesai bergumam, membuatnya harus mempercayai semua mimpi-mimpi serta perkataan dukun Lena.
Lay Calandra membuktikan sendiri bahwa mimpi itu ternyata benar, bukan sekedar mimpi biasa. Dia menyaksikan bagaimana suaminya bercinta dengan Birdella, bahkan wanita tersebut mengeram dan mendesah kenikmatan dalam posisi duduk di meja dapur.
"Ohhh... Sayang..."
"Huhh... Ahhh..."
"Terus Sayang, ayok barengan."
"Bagaimana dengan bayi kita di dalam sini?"
"Dia akan tetap baik-baik saja Sayang."
Lay menutup mulutnya dengan tangan, agar tidak mengeluarkan suara dan membuat mereka berdua kaget dengan keberadaannya.
Dia ingin menutup kedua telinganya juga, tapi itu tidak mampu dilakukannya. Sehingga dia hanya bisa mengelengkan kepalanya beberapa kali, mendengar suara-suara percintaan suaminya dengan Birdella.
'Wanita itu... oh, dugaanku tidak salah!'
'Dukun Lena benar, dan Aku justru meragukan peringatannya.'
Lay mengeleng beberapa kali, kemudian berusaha untuk meninggalkan rumah Birdella. Dia tidak mau jika diketahui oleh mereka berdua.
Glontang
Tanpa sengaja Lay menyenggol baskom yang ada di dekatnya, sehingga keberadaannya dilihat oleh Birdella.
"Lay..."
Andreas sendiri dengan cepat melepaskan persatuan mereka, tapi Lay mengelengkan kepalanya kemudian mencegah Andreas yang ingin mendekatinya.
Dengan cepat Lay berlari keluar dari rumah Birdella. Dia menangisi keadaannya sendiri, yang ternyata telah tertipu dengan apa yang terjadi pada Andreas dan Birdella.
Pada kenyataannya Birdella telah hamil, dan itu adalah impiannya selama ini. Dia tak kunjung hamil, tapi Birdella bisa dengan cepat mengambil benih suaminya.
Akhirnya Lay Calandra pulang dalam keadaan menangis dan mendapati dirinya sangat menyedihkan. Tapi dia tidak langsung pulang ke rumahnya.
Lay terus berlari dan berjalan tak tentu arah, dan dalam keadaan seperti itu, dia merasa seperti dibayang-bayangi oleh sesosok bayangan hitam, yang tidak diketahui siapa bayangan tersebut.
Sama seperti yang terjadi pada saat Lay bermimpi. Sosok hitam tersebut terus mengikutinya, bahkan dirinya sudah pergi ke arah hutan desa. Padahal hutan tersebut adalah hutan larangan, yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun. Begitulah cerita warga desa setempat.
Tapi Lay tidak peduli dengan apapun. Dia sudah merasa sakit hati, dengan semua yang sudah dia terima atas pengkhianatan suaminya.
Lay tidak tahu, jika Birdella adalah istri dari Andreas sendiri. Mama dari Felisia yang pergi bertahun-tahun yang lalu tanpa kabar.
'Apa Aku terlalu bodoh?'
"Tidak!"
'Siapa itu?'
Sosok hitam tersebut seakan-akan menjawab pertanyaan yang diajukan Lay dalam hati. Sosok hitam tersebut bisa berkomunikasi dengan Lay, dan ini bukan di alam mimpi.
"Aku sudah menunggumu beribu-ribu tahun yang lalu Sayang." Sosok hitam tersebut menyatakan apa yang pernah dikatakan oleh dukun Lena juga.
Hal ini tentu saja membuat Lay kaget, karena kebenaran tentang keadaan mimpinya selama ini ternyata bukan hanya sekedar mimpi.
"Siapa Kamu?" tanya Lay secara langsung, tidak lagi dalam hati.
"Aku adalah belahan jiwamu. Apakah Kamu tidak menyadarinya?"
Lay mengeleng beberapa kali, mengingat kembali apa yang terjadi pada dirinya. Dia berpikir bahwa sekarang dia sudah gila, karena kejadian yang tadi dia lihat, saat Andreas secara nyata sedang bermain gila dengan Birdella.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!