NovelToon NovelToon

Pesona Kimora Si Gadis Desa

1. Awal mula.

Di siang hari yang sangat terik, aku sudah mundur - mandir, ke sana, kemari mencari pekerjaan, dan hasilnya selalu nihil, sementara uang bekal ku dari kampung makin hari makin berkurang, aku di Jakarta tinggal dengan keluarga bibi ku yang punya banyak beban hidup, di tambah dengan kehadiran ku, membuat kehidupan mereka makin sulit.

Sesungguhnya aku merasa tidak enak hati harus menumpang tempat tinggal bersama mereka, apa lagi harus lama-lama menumpang di rumah mereka.

Kini Aku sudah merasa putus asa, karena sudah hampir tiga bulan lamanya aku di kota Jakarta, belum juga mendapatkan pekerjaan, jangan kan bekerja jadi pegawai staf di perusahaan besar sesuai impian, yaitu aku ingin kerja kantoran.

Untuk jadi cleaning service saja rasanya sulit sekali bagiku.

Dan akhirnya aku sampai memutuskan akan kembali ke kampung daripada menambah beban bagi Bibi ku.

"Huuh cita-cita ku ingin jadi orang sukses akan pupus sudah,,, maaf kan anak mu ni ya Bu! aku sudah menyerah,,, dari pada aku jadi beban orang lain dan jadi gelandangan, mending aku pulang ya Bu! mending aku ikut ibu bertani aja lah, kalau seperti ini jadinya!" aku bicara sendiri sambil berjalan gontai sudah tak punya semangat lagi.

Tapi aku juga tidak mau menikah dengan Bandot tua itu. yang memaksa ingin menikahi ku, nya aku bisa terdampar di sini.

Tiba-tiba di depan gerbang proyek, langkah ku terhenti, aku melihat mesin molen tergantung dan aku malah mengamatinya karena merasa curiga dan penasaran.

Lalu benar saja kecurigaan ku, tentang tali selling yang sedikit lagi akan putus, aku pun melihat ada beberapa orang di bawahnya.

Tanpa berpikir panjang, aku berlari sekuat tenaga dan berteriak, untuk memberi aba-aba agar semua orang yang di sana bubar atau mundur, karena tali selling mesin molen yang tepat berada di atas kepala mereka akan putus.

Sungguh jeli penglihatan ku, pikirku!.

Tapi semua orang yang di sana malah merasa heran menatap ke arah ku.

Saat aku mulai mendekat ke arah mereka, beberapa orang pun mulai menyadari aba-aba dari ku, dan menyelamatkan diri mereka masing-masing.

Sementara ada satu orang yang tidak mendengar aba-aba dari ku karena ia terlalu fokus dengan pekerjaannya ( mungkin), dan dengan cekatan aku mendorong tubuhnya, dan tubuh ku pun ikut ku hempaskan bersama orang itu, karena aku pun takut tertimpa mesin molen itu.

Dan selang beberapa detik setelah aku dan orang itu terhempas karena dorongan dari ku, mesin molen itu pun benar-benar terjatuh.

"BBRRAAKKK...." Suaranya mesin molen itu terjatuh dan menggema di sekitar tempat itu.

Semua orang di tempat itu terperangah menyaksikan kejadian itu, terutama orang yang aku dorong sampai-sampai ia tidak bisa berkata apa pun, dalam beberapa menit ia sama sekali tidak bergeming sedikitpun, ia mematung karena syok menyadari kejadian itu.

Karena ia merasa tidak yakin ia sampai berucap, "Apa aku masih hidup?" gumamnya tidak percaya bahwa ia bisa selamat dari kejadian itu.

Sebab jika aku telat beberapa detik saja tidak mendorongnya, sudah pasti dia telah tewas saat itu juga.

Setelah mereka tersadar dari rasa syoknya, mereka semua malah menatap ku dengan tatapan yang sulit di artikan.

Setelah itu aku di giring ke kantor pos scurity, di sana aku malah di interogasi.

Kenapa aku bisa ada di sana? siap aku? tanya mereka kepada ku.

Aku merasa seperti penjahat yang sedang di curigai.

"Dasar orang-orang tidak tahu terimakasih,,, bukannya berterimakasih kepada ku, karena aku telah menyelamatkan nyawa kalian, aku malah di curigai seperti ini." Ucap ku kesal kepada orang-orang itu.

"Lalu kenapa kamu nekad menolong saya, padahal nyawa kamu pun bisa dalam bahaya " Kata orang yang aku dorong.

"Ya karena rasa kemanusiaan!" Jawab ku

Sebab aku sendiri sebenarnya tidak tahu kalau nyawa ku bisa jadi taruhannya, kalau tubuh ku tidak ikut terhempas, ya sudah pasti aku yang tertimpa, dan menjadi korbannya. TAMAT LAH NYAWAKU.

[Eeh baru aja mau mulai ceritanya dah mau tamat aja! gimana sih neng Kim ini!!! 🤭]

Aku merasa sangat kesel dengan kelakuan mereka yang mengintrogasi ku, tanpa berterimakasih kepada ku.

Dan menyuruh satpam menahan ku, sedangkan mereka pergi untuk di mintai keterangan oleh pihak kepolisian yang datang untuk meninjau kejadian itu.

"Apa-apaan ini!" Pikir ku, aku merasa seperti sandra pelaku kejahatan.

Dan ketika semua scurity lengah, aku bergegas pergi dan kabur dari tempat itu.

"Selamat " Ucap ku saat berhasil kabur.

"Yang bener saja mereka! sudah aku selamatkan, malah aku di curiga dan di jadikan tawanan, dasar orang-orang tidak tau berterima kasih." Gumam ku, saat perjalanan pulang ke rumah Bibiku.

...Awal mulai...

Kimora berasal dari sebuah desa yang terletak di pegunungan dengan susana alam yang masih asri, jauh dari polusi.

Sebut saja desa Kabayan, di sana Kimora tinggal di sebuah rumah sederhana bersama sang ibu, ayah Kimora sudah lama meninggal.

Setelah kepergian sang ayah, sang ibu lah yang memenuhi kebutuhan Kimora putri semata wayangnya, dari hasil bertani.

Ya, mata pencaharian mereka sehari-hari yaitu bercocok tanam, memanfaatkan lahan yang mereka punya untuk menyambung hidup.

Kimora gadis desa yang sangat cantik, berkulit putih bersih, berambut ikal, bermata bulat, bulu mata lentik, bibir tipis, hidung mancung, dan berbodi bak gitar spanyol. pokoknya aduhaaaai cantiknya.

Sehingga banyak pria atau pemuda yang mengenal Kimora tergila-gila padanya.

Pak Hasan juragan sayur, atau juga sebagai tengkulak yang biasa membeli hasil-hasil panen para petani, Sampai tergila-gila kepada Kimora.

Hampir setiap hari, Pak Hasan berkunjung ke rumah Bu Inah, yaitu Ibu Kimora, hanya untuk melihat Kimora.

Sesungguhnya Bu Inah dan Kimora sangatlah risih dengan kedatangan Pak Hasan setiap hari ke rumah mereka, pasalnya Pak Hasan sudah berkeluarga dan memiliki banyak anak, bahkan anak sulungnya bernama Darman teman sekelas Kimora.

Ibu Inah memiliki hutang kepada Pak Hasan untuk berobat almarhum suaminya sebelum meninggal.

Bu Inah membayarnya dengan mencicil setiap setelah menjual hasil panennya, Bu Inah memberikan separuhnya kepada Pak Hasan untuk membayar hutang.

Pak Hasan selalu menolak untuk menerima uang cicilan bayar hutang dari Bu Inah, karena Pak Hasan ingin Bu Inah menikahkan Kimora putri Bu Inah dengannya.

Tapi tentu saja Bu Inah menolaknya, dan Tetap membayarkan cicilan hutangnya.

Dengan alasan Kimora masih sekolah.

Tapi setelah Kimora menyelesaikan pendidikan menengah atasnya.

Pak Hasan makin gencar berkunjung ke rumah mereka, belum lagi para pemuda lain yang berdatangan ingin melamar Kimora jadi istri mereka.

Tapi Kimora sendiri belum ingin menikah, dan bercita-cita ingin membahagiakan Ibunya, dengan ia bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri lalu mewujudkan semua keinginan lbunya, terutama melunasi sisa hutangnya kepada Pak Hasan.

2. Kepergian Kimora.

Di suatu malam selepas magrib, Darman putra dari pak Hasan sekaligus sahabat Kimora, diam-diam datang ke rumah Bu Inah untuk menemui Bu Inah dan Kimora memberi informasi penting tentang bapaknya yaitu Pak Hasan.

"Tok,,, tok… tok…" Suara pintu rumah Bu Inah di ketuk.

"Assalamu'alaikum… Bu!" Seru Darman Karen yang punya rumah tak kunjung membuahkan pintu.

"Bu… Bu Inah!" Darman terus saja mengetuk dan memanggil.

"Iya,,, sebentar" Seru Bu Inah, karena seperti biasa selepas magrib Bu Inah selalu melantunkan ayat suci Alquran sambil menunggu waktu isya dan langsung menunaikan ibadah sholat Isya.

Namun kali ini Bu Inah terpaksa beranjak dari ibadahnya, karena tamu yang datang terus saja mengetuk pintu.

"KRRREEET…!" Suara pintu dibuka oleh Bu Inah.

"Darman…!" Seru Bu Inah ketika melihat siapa yang datang.

Darman langsung menerobos masuk tanpa di persilahkan dahulu.

"Maaf Bu! Aku mengganggu, tapi ini gawat Bu…!" Ucap Darman panik.

Melihat Darman, Bu Inah pun ikut panik, "Ada apa Darman?" Tanya Bu Inah.

"Kikim ada gak Bu?" Darman menanyakan keberadaan Kimora.

Dan mereka semua orang terdekat Kimora memanggil Kimora dengan sebutan Kikim.

"Ada, Kikim sedang di kamarnya." Jawab Bu Inah.

" Bu sebaiknya segera bawa Kikim pergi jauh dari sini!" Perintah Darman.

"Iya tapi kenapa? Ada apa?" Bu Inah belum mengetahui apa maksud Darman.

Mendengar ada percakapan di ruang tamu Kimora merasa penasaran lalu melihatnya dan ternyata Darman sahabatnya yang datang dan sedang berbincang dengan Ibunya.

Kemudian Kimora pun segera menghampiri mereka.

"Darman…! tumben sekali kamu datang di jam segini, bisanya kalau mau datang juga abis isya." Kimora pun curiga dengan kedatangan Darman saat itu.

"Kebetulan Kamu keluar Kim!" Seru Darman.

"Ayo cepetan beresin barang-barang mu, kamu harus segera pergi dari sini!" Sambung Darman kembali menyuruh Kimora untuk pergi.

Respon Bu Inah dan Kimora hanya bengong tidak mengerti dengan maksud Darman.

Darman pun terpaku menatap satu persatu Ibu dan anak yang sedang merasa keheranan.

"Oo ya… duduk dulu!" Kemudian Darman meminta mereka semua untuk duduk.

Lalu menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh bapaknya pak Hasan.

" Jadi begini Bu, Kim… tadi aku mendengar bapak ku sedang minta izin kepada kedua istrinya untuk melamar mu dan akan segera menikahi mu, meski dengan atau tanpa restu dari mereka bapak akan tetap melakukannya." Terang Darman.

"Apa…!" Pekik Bu Inah dan Kimora secara bersamaan.

"Iya sungguh aku tidak bohong, aku mendengar dan melihat dengan mata kepala ku sendiri, makanya aku langsung ke sini untuk memberi tau kalian, dan sebaiknya kamu segera pergi dari sini sebelum bapak ku memaksa mu." Darman meyakinkan Kimora dan ibunya.

"Sebab katanya kalian punya hutang yang harus segera kalian lunasi, jika tidak mau tidak mau Kimora harus menikah dengannya." Darman memberi tau Alasan Pak Hasan.

Dan itu akan dijadikan ancam oleh Pak Hasan agar bisa menikahi Kimora.

"Ibu ku, dan Ibu kedua (istri kedua pak Hasan) sekarang sedang menangis, karena tidak rela bapak akan kawin lagi untuk yang ketiga kalinya." Darman pun menceritakan keadaan di rumahnya.

Bu Inah dan Kimora bingung harus berbuat apa sekarang.

Jujur Bu Inah tidak rela terpisah jauh dari putrinya, tapi Bu Inah juga tidak bisa meninggalkan kampung halamannya, dia malah akan di kejar-kejar oleh Pak Hasan karena dianggap kabur meninggalkan hutangnya.

"Kim…!" Seru Bu Inah

"Iya Bu …" Sahut Kimora.

"Benar kata Darman kamu harus segera pergi dari sini sebelum Pak Hasan memaksamu." Akhirnya Bu Inah mengambil keputusan agar Kimora segera pergi.

"Tapi Bu…!" Sepertinya Kimora enggan meninggalkan Ibunya.

"Ini untuk kebaikanmu, Ibu tidak akan rela kamu dijadikan yang ketiga oleh pak Hasan, dan dianggap sebagai pelunas hutang oleh nya." Tegas Bu Inah.

Kimora mulai terisak, "Aku harus pergi kemana Bu, dan dengan siapa? sedangkan Ibu tau sendiri aku tidak pernah pergi jauh dari desa ini, bahkan pergi ke kota saja aku jarang sekali." Kimora bingung.

"Pergilah ke kota Jakarta, temui bibi mu disana, Ibu akan memberikan alamat tempat tinggalnya." 

"Lalu aku pergi dengan siapa Bu, aku tidak berani jika harus pergi sendiri." Ujar Kimora.

Tiba-tiba Darman teringat sahabat mereka Ibrahim, yang biasa dipanggil Baim.

Sebab pamannya Ibrahim seorang supir yang biasa mengangkut sayuran ke Jakarta untuk di jual di pasar di sana.

"Kita temui si Baim dan minta bantuannya, biar Baim yang mengantarmu pergi ke Jakarta dengan naik mobil pick up bersama pamannya."

"Karena jika aku yang mengantarmu bapak ku akan curiga jika aku sekongkol dengan kalian." Ujar Darman.

"Baik Ibu percaya kepadamu Darman, aturlah sebaik mungkin."

"Kikim ayo cepetan bereskan barang-barang yang akan kamu bawa." Perintah Bu Inah

"Sekarang Bu?"

"Iya, Kim kamu harus segera pergi sekarang juga, karena bapak ku akan segera datang kemari selepas isya."

"Astaga… ayo Kimi buruan!" Ibu Inah langsung panik mendengarnya.

Kimora pun segera bergegas merapikan barang bawaannya.

Ibu Inah memberikan sejumlah uang simpanannya, untuk bekal kimora selama di Jakarta nanti.

"Ini pegang dulu segini, nanti jika Ibu ada uang lagi Ibu akan kirim lagi." Ucap Bu Inah sambil menyodorkan sejumlah uang tersebut.

"Tapi Bu…" Kimora benar-benar merasa ragu.

"Tenang nak, kamu pasti akan baik-baik saja disana, Ibu akan selalu mendoakan mu." Bu Inah menenangkan dan meyakinkan putrinya.

Kemudian Darma mengingatkan Kimora untuk segera bergegas pergi dari sana.

Baru saja Darman dan Kimora keluar dari rumah, tiba-tiba terlihat Pak Hasan dan anak buahnya akan menuju ke rumah Bu Inah.

"Gawat Kim itu bapakku dan anak buahnya sedang menuju kemari!" 

Darman langsung mengajak Kimora putar arah dan memilih lewat belakang rumah.

Tapi Kimora menahan langkahnya dan berniat mengintip apa yang akan dilakukan oleh pak Hasan kepada Ibunya, jika Pak Hasan tau Kimora sudah tidak ada di sana.

Tidak lama pak Hasan dan anak buahnya tiba di depan pintu rumah Bu Inah, mereka mengetuk pintu dan mengucap salam.

Bu Inah sudah tau jika tamu yang datang pasti Pak Hasan dan anak buahnya.

Tapi Bu Inah merasa lega karena Kimora sudah berhasil pergi dari rumah.

Bu Inah seger membuka pintu.

Lalu mempersilahkan tamunya masuk.

Seperti biasa Bu Inah memperlakukan tamu dengan sangat baik, padahal dalam hati Bu Inah ia sangat membenci Pak Hasan karena ingin memanfaatkan Putri semata wayangnya.

Bu Inah pun segera membuatkan minuman untuk para tamunya, lalu menyuguhkannya.

"Silahkan diminum." Ucap Bu Inah mempersiapkan 

"Iya terimakasih…!" Ucap para tamu.

Tidak menunggu waktu lama pak Hasan pun langsung bicara ke intinya mengutarakan maksud kedatangannya.

3. Menolak secara halus

Tidak menunggu waktu lama pak Hasan pun langsung bicara ke intinya mengutarakan maksud kedatangannya.

🖤🖤🖤

"Begini Bu, maksud kedatangan saya kemari sebenarnya saya ingin melamar putri Ibu, Kimora. dan saya akan anggap sisa hutang Bu Inah lunas setelah saya menikahi Kimora." Pak Hasan menerangkan. 

Padahal Bu Inah sendiri sudah tau akan hal itu.

"Ya pak, terimakasih sudah mau kepada anak saya, tapi masalah hutang insyaallah akan segera saya lunasi walaupun dengan cara mencicil, dan kebetulan Kimora sudah tidak ada di rumah ini, ia ingin pergi merantau ke Jakarta, dan tinggal bersama bibinya di sana." Bu Inah pun menjelaskan dan menolak secara halus.

"Kenapa harus cape pergi merantau, kan lebih baik jadi istri saya! bisa hidup senang dengan uang yang saya berikan nanti, karena Kimora akan jadi istri kesayangan saya nantinya, dan semua keinginan Ibu dan Kimora akan saya penuhi, termasuk sisa hutang Bu Inah akan saya anggap lunas " Bujuk rayu pak Hasan.

"Maaf pak saya tidak bisa memaksakan kehendak saya kepada putri saya, lagian Kimora Nya juga sudah pergi tadi sore, jadi saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi!" Bu Inah masih berusaha menolak secara halus.

"Masalah hutang Pak Hasan tenang saja, saya pasti akan melunasinya." Sambung Bu Inah.

Mendengar ucapan Bu Inah, Pak Hasan sadar betul bahwa Bu Inah sedang menolaknya, dan itu membuat Pak Hasan sangat marah.

" Dasar orang sombong, tidak tau diri, sudah miskin belagu lagi kamu Bu Inah." Pak Hasan memekik dan mengumpat Bu Inah.

Semetara Kimora dan Darman  ternyata masih berada di samping rumah untuk mengintip dan menguping, percakapan Bu Inah dan Pak Hasan.

Mendengar Ibunya di caci maki Kimora sungguh tidak tega.

Ingin sekali Kimora menghampiri dan menolong Ibunya, Tapi Darman mencegahnya.

"Ku mohon jangan Kimora, sebaiknya kita segera pergi sebelum bapakku dan anak buahnya menemukanmu, dia akan memaksamu dan akan menikahi mu malam ini juga." Darman sangat panik karena khawatir, Sebab Darman hafal betul watak ayahnya yang sangat kejam dan tidak pernah main-main dengan ucapannya.

Lalu terdengar suara Pak Hasan, "Geledah rumah ini, saya yakin Kimora masih ada di sekitar rumah ini, dan jika kalian menemukan barang berharga apa pun itu ambil saja." Pak Hasan memerintahkan anak buahnya.

"Dengar ya, Bu Inah jika anda tidak menikahkan saya dengan Kimora hutang kamu saya naikan dua kali lipat bunganya, ingat itu." Ancam Pak Hasan.

Situasi mulai genting, Darman segera menarik tangan Kimora dan menyeretnya agar segera pergi dari sana.

Dengan sangat terpaksa akhirnya Kimora mengikuti Darman melewati semak-semak menuju tempat janjian mereka dengan Ibrahim.

Karena saat Kimora berkemas Darman sempat menghubungi Ibrahim dan menjelaskan kepadanya, Tentang masalah yang sedang dihadapi Kimora dan Ibunya sebab ulah dari bapaknya sendiri.

Ibrahim pun sudah menyusun rencana untuk membawa Kimora pergi dari sana agar tidak diketahui oleh sopir yaitu pamannya Ibrahim yang bekerja untuk pak Hasan mengantar barang dagangannya ke kota Jakarta.

Maka dari itu mereka mengatur rencana agar pak Hasan tidak mengetahui kepergian Kimora dari desa itu.

"Baim…!" Teriak sopir.

"Iya mang (panggil paman di suku Sunda)…!" Sahut Baim yang dari tadi gelisah menunggu kedatangan Kimora dan Darman yang tak kunjung datang.

"Ayo buruan…! Kamu jadi ikut tidak, ini sudah kemalaman, kalau lama paman tinggal ya." Paman Baim sudah tidak sabar, sebab seharusnya sudah sedari tadi ia berangkat hanya menunggu Ibrahim saja, yang sedari tadi menghalangi keberangkatannya. Memohon ingin ikut kepada pamannya karena ingin melihat kota Jakarta, itu alasan Ibrahim.

"Jadi dong mang… tunggu sebentar lagi ya…!" Sahut Ibrahim mengulur waktu.

"Kemana sih ini kimora sama Darman lama banget, dihubungi gak diangkat sama sekali." Gumam Ibrahim dalam kegelisahan.

Ya, karena Darman dan Kimora sengaja menggunakan mode senyap di hp mereka, untuk berjaga-jaga hp mereka berdering ketika sedang bersembunyi.

Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya Darman dan Kimora tiba di sana, lalu segera menghampiri Ibrahim yang sedari tadi menunggu mereka.

"Ya Allah Gusti… kalian lama banget sih…!" Keluh Ibrahim.

"Udah ayo cepetan! mamang udin udah mau berangkat dari tadi." Jelas Ibrahim.

"Mang Udin tau gak kalau Kikim mau ikut?" Tanya Darman memastikan.

"Mang Udin gak tau, dah tenang aja aku udah atur semuanya." Tegas Ibrahim.

"Ayo Kim cepetan naik keburu ketahuan sama mang Udin." Ibrahim menginstruksi Kimora.

Tapi sebelum naik dan bersembunyi di antara sayuran, Kimora menitipkan Ibunya kepada Darman.

"Dar,,, titip Ibuku ya, sehabis ini kamu langsung temui Ibu dan kabari aku bagaimana keadaannya." Kimora sangat mengkhawatirkan lbunya.

"Iya kamu tenang aja, aku pasti akan jaga Ibumu, kamu hati-hati ya! disini jangan lupa kabari kami tentang keadaan kamu disana nanti!" Seru Darman.

Kimora dan Darman berpelukan sebagai pelukan perpisahan.

Ibrahim sangat kesal dibuatnya.

"Ciik..!" Ibrahim berdecak kesal.

"Ayolah buruan, gak usah drama." Sepertinya Ibrahim tidak rela Kimora berpelukan dengan Darman.

Kemudian Kimora mengurai pelukannya dan segera naik keatas mobil bak yang sudah dipenuhi muatan beragam sayuran.

"Sudah dibuat lama menunggu, harus lihat berpelukan lagi! Bikin makin panas aja hati ku."  Ibrahim ngedumel sendiri.

"Eeh sirik aja lu…!" Darman menimpali.

Tapi Ibrahim tidak membalasnya lagi, karena dia sudah ambil posisi naik ke atas mobil menyusul Kimora dan duduk bersama Kimora menemaninya.

Karena tidak mungkin Ibrahim membiarkan Kimora sendiri di belakang mobil pick up itu dan hampir tertimbun sayuran.

"Iim jadi gak nih…!" Teriak mang Udin yang sedari tadi duduk di bangku kemudi, karena sudah siap berangkat.

"Jadi mang… ayo gas poll!" Ibrahim kembali berteriak menimpali mamangnya.

"Loh kok kamu malah duduk di belakang sih Im! Bukan di sini di depan temenin mamang." Seru mang Udin, tidak menyangka Ibrahim malah memilih untuk duduk di belakang, karena mang Udin tidak tahu sama sekali kalau ada Kimora juga di belakang mobilnya.

"Iya mang aku di sini aja, lebih enak disini kok mang!" Sahut Ibrahim lagi.

"Ya Udahlah terserah kamu." Mang Udin pasrah, Lalu segera melajukan mobilnya.

Kimora melambangkan tangan ke arah Darman, tanda perpisahan.

Darman pun membalas dengan kembali melambaikan tangannya.

Sedangkan Ibrahim malah menjulurkan lidahnya ke arah Darman bermaksud meledek Darman.

Itu hal biasa yang sering Darman dan Ibrahim lakukan, berguyon untuk saling meledek.

"Selamat jalan Kimora… semoga disana kamu bisa menemukan kebahagiaanmu…" Ucap Darman lirih melepas kepergian sahabat tercantiknya.

Padahal antara Darman dan Ibrahim mereka pun menyimpan perasaan kepada Kimora, tapi mereka sudah berkomitmen tidak boleh ada rasa cinta di antara mereka, karena itu hanya akan merusak persahabatan mereka.

Dan keduanya memilih untuk memendam perasaan mereka masing-masing.

Kimora sendiri tidak pernah menunjukkan rasa untuk membalas perasaan kedua sahabatnya.

Kimora selalu bersikap sewajarnya kepada keduanya, karena Kimora memang tidak pernah menyimpan perasaan lebih kepada kedua sahabatnya selain rasa persahabatan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!