NovelToon NovelToon

Gadis Manja Yang Di Paksa Mandiri

Terlalu Manja

Di sebuah desa yang cukup ramai, bahkan layaknya sudah seperti perkotaan. Hidup seorang gadis belia berumur dua puluh dua tahun. Dia bernama, Cloe.

Cloe adalah anak bungsu dari pasangan suami istri bernama Oscar dan Elizabeth. Ia memiliki dua orang kakak yakni Caroline dan Octava yang masing-masing sudah berkeluarga.

Sejak kecil Cloe sangat di manja oleh kedua orang tuanya. Segala apa yang di butuhkan nya selalu saja di turuti. Hingga ia tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat manja dan pemalas.

Cara mendidik orang tuanya kepada kedua kakaknya dengan cara didik mereka ke Cloe sangat jauh berbeda. Pada saat kedua kakaknya masih kecil, mereka dididik layaknya seperti anak seorang militer.

Oscar begitu keras dalam mendidik Caroline dan Octava. Mereka pun terbiasa mandiri dari kecil, dari mereka baru masuk Sekolah Dasar. Berbeda dengan Cloe yang dididik secara lemah lembut. Hingga sudah dewasa cara berpikir masih saja seperti anak kecil.

"Cloe, bangun nak. Sudah siang masih saja tidur, ini sudah hampir jam sebelas siang loh," teriak Elizabeth membangunkan anak bungsunya.

Tetapi tidak ada jawaban sama sekali dari dalam kamarnya. Hingga terpaksa Elizabeth beralih dari dapur menuju ke kamar Cloe.

Dia pun lantas mengetuk pintu kamar tersebut. Hingga terdengar langkah kaki yang di paksakan untuk membuka pintu kamarnya.

"Mah, kenapa sih. Selalu saja mengganggu waktu tidurku? aku itu masih ngantuk, mamah!"

Cloe duduk di tepi ranjang, dengan mata masih terpejam.

"Astaga, Cloe. Apa kamu semalam begadang lagi? mentang-mentang kamu ini libur kuliah lantas bangun seenaknya. Kamu ini seorang perempuan, Cloe. Jangan dibiasakan hidup seperti ini," tegur Elizabeth.

Terdengar langkah kaki, Oscar menuju ke kamar Cloe. Ia pun menegur istrinya dan meminta supaya tidak membangunkan Cloe.

"Mah, biar saja sih kenapa? kasihan loh, Cloe masih ngantuk karena ia tidur pagi. Apa salahnya ia bangun siang, dari pada ia keluyuran tak jelas. Mending buat tidur," ucap Oscar yang memang selalu saja membela anak bungsunya.

Bahkan ia juga yang selama ini begitu memanjakan Cloe. Cloe juga lebih condong dekat pada Oscar dari pada ke Elizabeth. Tidak dengan Caroline anak sulung mereka yang lebih dekat pada, Elizabeth.

"Cakep....kau memang papahku yang sangat perhatian dan baik hatinya," puji Cloe terhadap Papahnya seraya mengacungkan kedua ibu jarinya dan tertawa renyah.

Hingga pada akhirnya, Elizabeth yang kalah. Ia pun berlalu pergi dari kamar Cloe, di ikuti oleh Oscar yang sembari menutup pintu kamar Cloe.

Cloe tidur kembali hingga menjelang pukul dua siang, ia baru bangun.

"Mah, masak apa sih? aku sudah lapar...."

Teriak Cloe dari arah kamarnya seraya asik berbaring sembari memainkan ponselnya.

Elizabeth yang sedang sibuk dengan dagangan kuenya di bantu oleh menantu perempuannya yakni Clara istri dari Octava. Tak menghiraukan teriakan Cloe. Justru Caroline yang sedang asik bermain dengan anaknya yang masih balita, ia yang berkata.

"Bangun kenapa, Cloe. Tengok sendiri mamah masak apa?"

Tetapi Cloe yang memang sangat malas, ia tak mendengarkan apa yang barusan di katakan oleh Caroline. Justru bia mengulang kembali apa yang ia tanyakan pada Mamahnya. Hingga pada akhirnya, Elizabeth mengatakan apa yang ia masak hari ini.

"Mah, ambilin dong..." teriaknya dari dalam kamarnya.

Caroline dan Clara hanya bisa saling bertatapan seraya keduanya menggelengkan kepalanya, heran dengan sikap Cloe. Padahal Elizabeth sedang sibuk dengan urusan dagangan kue basahnya. Tetapi Cloe main perintah saja.

Elizabeth pun terpaksa menyiapkan makanan untuk Cloe di piring. Jika tidak seperti itu, justru ia yang akan kena marah oleh Oscar. Karena Cloe adalah anak kesayangan, Oscar.

Dengan langkah malas, Elizabeth membawa nampan berisikan makanan dan air putih, sesampainya di dalam kamar, Cloe bukannya berterima kasih. Ia justru tidak cocok dengan menu masakan Elizabeth.

Cloe susah dalam hal makanan. Ia tidak begitu suka dengan sayur. Dan bahkan ia juga lebih suka pesan makanan on line.

"Yah, mah! masak kok seperti ini? aku nggak mau makanlah, biar aku pesan makanan on line saja."

Elizabeth melirik sinis pada Cloe tanpa ada satu katapun. Karena percuma saja jika ia berkata panjang lebar menasehati, Cloe. Toh yang ada, Cloe tidak menurut tetapi malah marah.

Elizabeth membawa pergi makanan tersebut dengan rasa kecewa.

*******

Kala malam menjelang, sekitar pukul tujuh malam. Caroline menyempatkan dirinya menyambangi kamar Cloe, karena kebetulan babynya sedang bermain di kamar adiknya.

"Cloe, jika waktu libur sebaiknya kamu belajar mengerjakan pekerjaan rumah. Biar nanti kalau kamu sudah menikah, tidak akan kaget. Karena semua akan terasa terbiasa jika sering di lakukan."

Cloe bukannya menanggapi dengan hal yang positif. Ia justru berkata yang membuat Caroline malas untuk menasehatinya.

"Ka, aku ini sibuk jadi tidak ada waktu luang untuk mengurus kerjaan rumah. Lagi pula kelak jika aku sudah punya suami, aku tidak akan melakukan hal itu sendiri. Yang pastinya aku akan menyewa jasa asisten rumah tangga. Smart gitu loh, ka."

Caroline menarik napas panjang," kita kan nggak tahu kedepannya akan seperti apa?"

"Apa maksud ucapan kakak? semua nasib manusia itu tergantung manusianya itu sendiri, ka. Memangnya kakak yang nggak pintar pilih suami, hingga semua urusan rumah di pegang sendiri. Aku yakin kelak suamiku itu kaya raya, hingga aku tak perlu bersusah payah mengurus kerjaan rumah tangga," ucap Cloe dengan sangat yakinnya.

"Amin, semoga saja doamu itu terkabul dan kelak tidak kaget jika sudah berumah tangga," ucap Caroline.

Sifat Cloe memang sangat keras kepala, ia susah sekali untuk menerima nasehat dari Elizabeth atau Caroline. Ia hanya mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Oscar. Itupun dulu pada saat masih kecil. Kini setelah menjadi seorang gadis, Cloe hidup dengan kehendaknya sendiri.

Begitulah kehidupan Cloe sepanjang harinya. Ia melewati hari-hari sesuka hatinya. Bahkan ia suka sekali keluyuran bersama teman-teman baiknya.

Dia sama sekali tidak pernah membantu Elizabeth. Di sela waktu luangnya sebagai seorang mahasiswi, hidupnya hanya digunakan untuk bermain kesana kemari.

Jika di beri nasehat untuk mengurangi bermainnya pasti ada saja alasannya. Yakni bosan jika di rumah terus, atau dengan alasan menikmati masa muda selagi belum berumah tangga. Jika nanti sudah punya suami pasti sudah tidak bisa bermain sesuka hati lagi.

Masa muda hanya sekali saja, jadi jangan di sia-siakan. Seperti itulah Cloe, dengan kepribadiannya yang semau gue. Tetapi di dalam bermain, Cloe masih punya etika dan batasan. Hingga ia tidak sampai terjerumus dalam pergaulan bebas.

Acara Lamaran

Hari-hari yang di lalui Cloe tak pernah berbeda. Selalu dan selalu hidupnya di jalani seperti itu. Ia bagaikan tak punya beban sama sekali. Ia begitu egois, sama sekali tidak membantu pekerjaan Mamahnya. Bahkan untuk pakaiannya juga, ia tak mau mencuci sendiri.

Hingga suatu hari, kakak perempuannya yang tinggal satu rumah menasehati dirinya.

"Cloe, jika kamu tidak mau membantu pekerjaan mamah. Setidaknya kamu itu jangan membebani mamah dengan menambah pekerjaan."

Cloe memicingkan alisnya pada saat mendengar apa yang dikatakan oleh, Caroline. Ia sama sekali tidak mengerti dengan maksud perkataan dari kakak sulungnya tersebut.

"Kamu ngomong apa sih, kak?" tanyanya ketus.

"Aku sedang ngomong kamu, supaya kamu rada mikir. Sudah dewasa mbok ya cucilah pakaianmu sendiri, jangan mengandalkan mamah. Kasihan mamah, sudah terlalu cape dengan urusan rumah dan juga dagangan," ucap Caroline menjelaskan apa maksud dari perkataannya.

Tapi hal ini sama sekali tidak di dengarkan olehnya. Ia justru mengatakan jika seorang anak belum berumah tangga, itu akan selalu menjadi tanggungan orang tua. Jika sudah seperti ini, Caroline sama sekali tidak bisa berkata lagi. Ia lebih suka berlalu pergi dari hadapan adik bungsunya tersebut, karena baginya percuma saja jika berlama-lama dalam memberikan nasehat padanya.

Saat ini Cloe sedang menjalin cinta dengan seorang pemuda yang usianya lebih tua selisih lima tahun. Pemuda ini berasal dari luar kota, dan bekerja sebagai seorang manager di sebuah toko khusus barang-barang elektronik.

Bahkan perkenalan yang belum lama, malah dirinya berinisiatif untuk mengajak Cloe bertunangan.

"Pah, bagaimana ya? aku pacaran sama Joan, Papah kan sudah tahu ya?"

Cloe selalu terbuka dan jujur pada Papah Oscar dari pada ke Mamah Elizabeth. Bahkan setiap dirinya sedang bertengkar dengan Joan, ia juga cerita pada Papahnya. Tidak ada yang ia sembunyikan sama sekali.

"Lantas ada apa dengan, Joan? apa kamu bertengkar lagi?" tanyanya menyelidik.

Cloe menceritakan tentang maksud dan keinginan Joan untuk melamar dirinya. Dan Papah Oscar hanya memberikan tanggapan yang positif. Tapi Cloe ragu, karena ia belum siap untuk menikah.

"Astaga, Cloe. Jadi kamu lebih suka berhubungan pacaran yang tidak jelas? dari pada di ajak serius?" tegur Papah Oscar ketus.

"Bukan begitu, Pah! aku kan masih kuliah dan belum lulus bahkan belum merasakan hasil jerih payah dalam bekerja. Mbok sudah pasti, jika lamaran tidak lama kemudian menikah."

Papah Oscar menjelaskan jika memang

Cloe berjodoh dengan Joan, ya mau bagaimana lagi. Toh, pada dasarnya manusia hidup itu untuk berpasang-pasangan. Setelah menikah kan bisa bekerja.

Cloe pun akhirnya memutuskan untuk menerima lamaran dari Joan. Dan satu bulan kemudian diadakan prosesi lamaran yang menghabiskan uang beberapa juta.

Bagi orang tua Cloe, ini sangat memberatkan. Karena Papah Oscar jarang bekerja, ia bekerja jika ada proyek bangunan saja. Kehidupan keluarga ini hanya mengandalkan hasil dagang dari Mamah Elizabeth.

Terpaksa, Mamah Elizabeth yang mencari sumber dana dengan berhutang pada salah satu tetangganya. Karena Cloe tidak mau, acara lamaran yang sederhana saja. Ia ingin acara lamaran yang seperti para pemuda lakukan pada umumnya.

Setelah acara lamaran selesai, Cloe bukannya lega. Kembali ia gelisah karena sudah di tentukan sekaligus untuk tanggal pernikahan yang hanya beberapa bulan lagi.

Cloe kembali lagi mencurahkan keresahan hatinya pada Papah Oscar.

"Pah, kok cepat ya? masa iya tiga bulan lagi menikah? sementara aku lulus kuliah masih lama yakni enam bulan lagi. Terus bagaimana ini?" tanya Cloe bingung.

Datanglah Octava, kakak kedua Cloe yakni suami dari Clara.

"Cloe, kamu mau menikah? memangnya kamu sudah siap segalanya, terutama tabungan? memangnya kamu sudah punya tabungan berapa juta?" tanyanya.

Dia sebenarnya tidak setuju dengan keputusan lamaran Cloe, dan apa lagi tahu jika beberapa bulan lagi akan menikah. Bahkan Octava menyindir, bukannya mendapatkan ijasah tetapi ijabsah.

Jika sudah berhadapan dengan Octava, Cloe sudah tidak bisa berkutik sama sekali. Dia pun mengatakan jika sana sekali tidak punya tabungan, apa lagi dia belum pernah bekerja.

Melihat kesedihan kemurungan di wajah, Cloe. Papah Oscar menengahi, dan mengatakan supaya Cloe tidak usah memikirkan untuk biaya pernikahannya kelak. Itu akan menjadi urusan dirinya.

"Papah kan jarang kerja, dan setahuku juga punya angsuran bank. Lantas mau bagaimana dengan biaya pernikahannya?" tanya Oktava.

"Cloe, seharusnya kamu itu fokus dengan diri sendiri dulu. Selama ini kamu masih tergantung pada orang tua. Seharusnya setelah kamu selesai kuliah, kamu itu bekerja dulu. Menabung dulu dan menikmati masa mudamu dulu," nasehat Ocktava.

"Sudahlah, Va. Nggak usah terlalu memojokkan Cloe. Mungkin memang sudah jodohnya dekat, mau bagaimana lagi?" ucap Papah Oscar yang selalu saja membela si bungsu.

Ocktava merasa kesal dengan sikap Papahnya yang terlalu memanjakan, Cloe. Selalu saja papahnya membelanya.

Sejenak Ocktava ingatlah akan masa kecilnya bersama dengan Caroline. Gimana ia dan kakaknya tak pernah di bela di manjakan seperti Cloe.

Bahkan papah Oscar terkenal ringan tangan pada Caroline dan Ocktava. Jika salah satu dari mereka melakukan kesalahan sekecil apapun, pasti mendapatkan hukuman.

Lain halnya dengan masa kecil Cloe, tidak pernah di kasari. Justru segala apa yang Cloe minta pasti di turuti oleh Papah Oscar. Ibarat tidak ada uang sama sekali, pasti di carikan entah itu dengan jalan berhutang.

*******

Waktu berjalan cepat sekali, tak terasa satu bulan lagi waktunya untuk Cloe menikah. Tetapi orang tua sama sekali belum punya dana untuk pernikahan Cloe. Dan juga Cloe belum siap menikah.

Hingga ia membicarakan hal ini dengan calon suami, pada saat ia datang berkunjung ke rumah Cloe.

Dan Joan pun menerima saran Cloe, untuk menikah setelah ia lulus kuliah. Hati Cloe sedikit lega, begitu juga orang tuanya.

Walaupun sebetulnya mereka juga bingung mencari uang kemana. Karena Cloe tidak mau pernikahan yang sederhana. Ia ingin pernikahan mewah. Tapi sendirinya tidak punya uang sama sekali.

Sedang dana yang di janjikan yang akan diberikan oleh Joan juga menurut orang tua Cloe tidaklah cukup. Hingga orang tua Cloe juga harus mencari dana tambahan.

Mereka tidak enak jika menawar dan meminta lagi pada calon suami, Cloe. Hingga papah Oscar sudah punya rencana akan kembali mengajukan pinjaman ke bank.

Sebenarnya hal ini sangat tidak di setujui oleh Mamah Elizabeth, karena ia yang pasti akan dibebani dengan semua angsurannya.

Karena Papah Oscar sama sekali tidak bisa diandalkan. Ia jarang sekali bekerja. Sejak ada Caroline di rumah, ini yang membuat Mamah Elizabeth terasa sedikit ringan.

Karena tanpa ada rasa sungkan, Caroline selalu memberikan jatah bulanan untuknya, dari hasil dia menjadi seorang penulis di salah satu aplikasi menulis.

Mulai Merantau

Beberapa hari sebelum masa kelulusan kuliah, Cloe di minta calon suaminya untuk bekerja di toko dimana dirinya menjadi seorang manager. Karena kebetulan, di toko elektronik yang cukup besar tersebut sedang membutuhkan seorang SPG.

Demi rasa cintanya, Cloe menuruti kemauan dari Joan. Ia pun bekerja di toko elektronik tersebut sebagai seorang SPG. Sebenarnya ia sangat sungkan karena ia sama sekali tidak pernah hidup merantau. Dan ini juga pertama kalinya baginya kerja di luar kota.

Tinggal di sebuah kontrakan, hidup sendiri dan segalanya di lakukan seorang diri. Perlahan ia baru menyadari jika semua dilakukan sendiri itu tidaklah mudah.

Cloe yang sudah terbiasa makan dengan makanan pesan secara on line, kini ia harus terbiasa masak sendiri dan mencuci baju sendiri.

"Ternyata nggak enak juga ya, hidup di rantau? semua di kerjakan seorang diri. Jadi seperti ini ya, jadi seorang wanita? selama ini aku selalu saja tak pernah peduli dengan, mamah."

Cloe perlahan ingat Mamah Elizabeth. Ia pun menangis seorang diri di dalam kontrakannya. Ia lekas menelpon Caroline karena ingin tahu kabar mamah lewat panggilan video.

"Ka, mamah sedang apa?"

"Seperti biasa, sedang sibuk buat nagasari dan arem-arem di bantu oleh, Clara."

Sejenak Caroline memberikan telpon pada Mamah Elizabeth. Belum juga, Mamahnya menyapa, Cloe sudah menangis terlebih dahulu. Membuat Mamah Elizabeth merasa heran.

"Kenapa kamu menangis? ada masalah apa?"

"Mah, nggak betah ingin pulang. Ingin tidur bangunnya siang. Di sini cape, mah. Harus masak sendiri, kalau nggak masak boros. Lah cape banget. Ternyata jadi seorang wanita cape ya mah. Cloe, minta maaf karena selama ini tidak pernah bantu mamah."

Begitulah curahan hati Cloe lewat ponselnya. Ia kini menyesal karena tidak menurut semua kata-kata mamah dan kakak perempuannya. Sekarang dia benar-benar kaget tinggal di rantau yang apa-apa harus benar-benar mandiri.

Sebagai seorang ibu, Mamah Elizabeth tidak mengejek apa yang sedang di rasakan anaknya saat ini. Ia tidak menghakimi, tetapi ia justru terus memberikan suport dan masukkan positif. Supaya Cloe tidak lagi bersedih dan dia bisa mulai mandiri.

"Cloe, itu kan awal mula seperti itu. Anggap saja itu sebagai pelatihan kamu sebelum benar-benar menikah supaya jika nanti kamu sudah menikah tidak kaget. Nanti kalau kamu sudah menikah, bukan hanya mengurus dirimu sendiri. Tetapi juga suamimu dan jika sudah punya anak, juga lebih repot lagi. Sudah jadi jalan seorang wanita melakukan itu semua."

Setelah cukup lama ngobrol di dalam panggilan via video. Cloe menyudahinya, karena ia akan membuat laporan untuk toko. Menjadi seorang SPG memang kerjanya tidak begitu repot, tetapi menurut Cloe pada saat membuat laporan yang repot.

Cloe lega setelah ngobrol dengan mamah dan juga Clara serta Caroline walaupun hanya sejenak saja.

******

Waktu tak terasa cepat sekali berlalu, Cloe pulang di temani oleh Joan. Untuk acara wisuda kelulusan kuliahnya. Setelah itu ia harus kembali lagi ke kota dimana saat ini dia bekerja.

Sebenarnya dia merasa lelah dan cape, karena dia tidak bisa pergi untuk jangka waktu yang cukup lama. Ia hanya diberi waktu satu hari saja, setelah itu kembali bekerja.

Dari kota dimana ia bekerja, hari Minggu pagi dan Senin pagi ia wisuda. Setelah itu langsung kembali bekerja.

********

Beberapa bulan kemudian, sudah tidak ada lagi keluhan tentang ini dan itu. Cloe sudah mulai terbiasa. Hanya saja satu yang ia keluhkan yakni sifat calon suaminya yang ternyata egois.

Pada saat waktu libur, Cloe pulang ke rumah dengan naik kereta api. Seperti biasa, dia pasti menyempatkan diri cerita dengan Papah Oscar. Tentang sifat Joan yang kerap kali menyebalkan.

"Pah, aku baru tahu sifat asli Joan. Omongannya nggak bisa di percaya!"

Papah Oscar mengerutkan keningnya," maksudnya bagaimana?"

Cloe menceritakan bagaimana ia mengeluarkan uang untuk membeli kulkas di letakkan di kontrakannya. Karena kelak jika mereka menikah, akan tinggal di kontrakan tesebut.

"Loh, katanya Joan sudah punya rumah di sebuah perumahan elite? kok kelak mau tinggal di kontrakan?"

Papah Oscar menjadi bingung dengan cerita yang tidak sinkron tersebut. Dimana dulu Joan mengatakan sendiri bahwa dia punya sebuah perumahan dan mobil.

Tetapi saat ini perumahan di tempati salah satu saudaranya. Dan nanti jika Joan telah menikah dengan Cloe, barulah rumah itu mereka yang tempati.

Cloe pun bercerita tentang hal itu.

"Ini satu lagi hal yang buat aku emosi, pah. Ternyata itu saudaranya Joan menyewa perumahan itu. Tetapi uangnya sudah di berikan pada Mamahnya. Dan mengenai mobil juga sudah di jual untuk bayar hutang orang tuanya."

Mendengar akan hal itu sebenarnya Papah Oscar sangat kecewa. Karena ia pikir anak bungsunya akan mendapatkan pria yang telah mapan. Sudah punya segalanya, ternyata malah seperti ini.

Papah Oscar hanya diam saja, tetapi di dalam hatinya mengerutu sendiri.

"Hemmm...masa manager kok kere? ternyata hanya isapan jempol semata. Tapi Cloe sudah terlanjur cinta padanya, dan sebentar lagi juga akan menikah. Nggak mungkinnya aku mengatakan rasa kecewaku kepada dirinya. Nanti yang ada malah menjadi pikiran bagi, Cloe."

Cloe heran pada saat melihat Papahnya diam saja, tak menanggapi cerita darinya. Hingga ia pun menegurnya.

"Pah, kenapa diam saja?"

"Nggak apa-apa, Cloe. Sekarang kamu harus benar-benar menjadi wanita yang seutuhnya. Tuh kulkas nantinya juga di pakai bersama bukan? kamu harus lebih bersikap dewasa, dan hilangkan sifat gampang marah-marah itu. Wanita memang harus selalu mengalah."

"Seorang pria itu sesalah apa pun anggapan dia itu benar. Seperti mamah, walaupun papah salah dan seperti ini. Ia tetap menghormati papah sebagai kepala keluarga."

"Kamu bisa melihat atau mencontoh sifat mamah dan juga sifat Clara atau Caroline. Semuanya selalu mengalah pada suaminya. Bukan berarti kalah, tetapi demi kelanggengan rumah tangga."

Cloe hanya berhooh ria pada saat mendengar apa yang barusan di katakan oleh, Papah Oscar. Walaupun di dalam hatinya seperti tidak rela jika seorang wanita harus mengalah sementara pria semaunya sendiri.

Setelah cukup lama Cloe bercengkrama dengan Papah Oscar, dia pun berpamitan untuk sejenak keluar membeli ayam bakar bersama dengan, Caroline dan keponakannya yang baru berusia tiga tahun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!