Sella bingung pada saat semua kebutuhan dapur habis. Gas, minyak, serta bumbu dapur dan lain sebagainya habis. Ia pun dengan rasa takut menghampiri suaminya yang sedang bersantai membaca surat kabar.
Dengan penuh rasa iba dan takut, Sella meminta uang pada Dody. Tetapi bukannya di beri, Sella mendapat bentakan kasar dari Dody.
"Minta uang lagi? bukannya tiga minggu yang lalu sudah aku kasih satu juta? masa iya uang satu juta kok sudah habis sih? biasakan hidup hemat, irit! karena cari duit itu sulit!" bentak Dody ketus.
"Mas, kemarin sudah aku belanjakan untuk keperluan sekolah Putra. Untuk membeli tas, sepatu, seragam sekolah, dan buku-buku. Itu kan butuh banyak uang. Bahkan nota harga masih aku simpan."
Sejenak Sella melangkah meraih nota pemberian semua kebutuhan sekolah Putra dan menyerahkannya pada, Dody.
Sella juga mengatakan bahwa uangnya di pinjam ibunya seratus ribu serta buat jajan Putra. Selalu saja begini jika Sella meminta uang pada Dody yang bekerja sebagai seorang direktur di sebuah perusahaan.
"Sella, bulan lalu saja aku hanya memberimu enam ratus ribu saja cukup? kenapa sekarang kok jadi kurang seperti ini?" sangkal Dody mengerutkan keningnya.
"Kan bulan lalu itu aku bekerja cuci setrika dan juga bantu Ibu Dadang di warung nasi padangnya, jadi ada tambahan untuk makan kita. Lagian gaji Mas sebagai seorang direktur itu satu bulannya nggak satu juta bukan? tetapi lebih dari itu?"
"Kenapa sih, mas itu pelit sekali sama istri?"
Perkataan Sella membuat Dody naik pitam dan rahangnya mengeras. Ia begitu marah dengan perkataan dari Sella.
"Apa kamu bilang, pelit? memangnya aku kerja hanya untuk di berikan padamu? kamu itu jadi istri kurang bersyukur sekali sih? banyak di luaran sana seorang janda bekerja keras banting tulang mencari nafkah seorang diri. Kamu di beri tempat tinggal enak, tidur enak tapi masih saja seperti ini! apa kamu mau, aku buang biar tahu rasa hah!"
Mendengar ucapan dari Dody, yang mengatakan dirinya kurang bersyukur membuat Sella tak bisa lagi memendam rasa marahnya. Selama ini ia selalu saja menahan rasa amarah dan kecewanya pada, Dody. Ia masih bertahan hingga detik ini karena ada sosok Putra.
Putra adalah anak kandung Dody, dari hasil pernikahan dirinya dengan istrinya yang pertama. Putra di rawat oleh Sella dari masih menjadi bayi merah, karena istrinya pergi begitu saja setelah melahirkan. Ia minggat dengan pria kaya.
Sementara Sella adalah anak dari sahabat baik ayahhya Dody. Kedua orang tua sepakat menjodohkan Dody dan Sella. Karena kedua orang tua ingin supaya hubungan persahabatan mereka semakin terjalin erat. Walaupun orang tua Sella tinggal di sebuah perkampungan.
Tetapi jasa baik ayah Sella tidak pernah di lupakan oleh ayah Dody. Dimana dulu di saat orang tua Dody butuh uang, dan belum sekaya ini.
Ayah Sella rela menjual tanah sawah untuk membantu ayah Dody. Karena Ayahnya Dody sudah pernah meminta pertolongan kesana kemari bahkan ke beberapa saudara tetapi tidak ada yang mau membantu.
Justru Ayah Sella yang rela menjual segala harta bendanya untuk membantunya.
Pernikahan yang tak di dasari rasa cinta ini, membuat Dody suka sekali semena-mena terhadap Sella.
Gajinya yang terbilang besar sebagai direktur, ia simpan sendiri tanpa mau memberikan lebih pada Sella. Dody merasa jika Sella di beri terlalu banyak, ia akan meminta lebih dan melunjak.
Terkadang jika mertuanya datang. Orang tua Sella yang ada di ujung desa, kadang sering berkunjung ke rumahnya membuat Dody risih dengan kedatangan mereka.
Menurut Dody hanya akan menambah pengeluaran saja, karena ia harus memberikan ongkos untuk pulang mertuanya. Bahkan kerap kali orang tua Sella berhari-hari menginap di rumah.
"Aku muak sekali jika kedatangan orang tua Sella kerumah. Sudah miskin pula. Yang lebih membuatku tidak habis pikir, kok mamah dan papah memintaku untuk menikah dengan anak orang miskin seperti Sella?"
"Sudah bentuk tubuhnya jelek, kurus dan ahhh... tidak enak sekali di lihatnya. Sella sama sekali bukan tipe wanita yang aku suka. Hanya saja lumayan untuk mengurus Putra yang waktu itu baru lahir sudah di tinggal oleh ibunya."
Terus saja Dody mengerutu sendiri. Ia sebenarnya memang sudah dari awal ingi sekali menolak perjodohan itu. Tapi dirinya sama sekali tidak kuasa melawan kehendak Papahnya.
Dody tidak tahu tentang jasa baik yang pernah di berikan oleh ayahnya Sella. Karena dia keluarga sudah sepakat untuk tidak mengatakan apapun tentang masa lalu orang tua Dody yang sangat memprihatikan.
Dody sama sekali tak pernah berselera melihat bentuk tubuh Sella. Bahkan sejak mereka menikah bisa di hitung dengan jari, berapa kali mereka melakukan hubungan intim. Bahkan Dody meminta Sella untuk memasang alat kontrasepsi karena ia tak ingin Sella hamil.
Dody merogoh saku celananya, dan meraih dompetnya. Ia mengambil uang satu lembar ratusan ribu dan di letakkannya di meja.
"Ini buat beli minyak atau gas terserah kamu, kalau tak cukup ya pakai kayu bakar. Kamu kan nggak ngapa-ngapain di rumah."
Dody pun berlalu pergi, Sella melirik ke atas meja di mana di letakkan uang seratus ribu tersebut dengan nelangsa.
"Jahat kamu, Mas. Jika saja bukan karena aku kasihan sama Putra, aku tiga akan bertahan tinggal dengan lelaki sekeji kamu," batin Sella.
Pernah Sella kabur dari rumah karena sudah tak tahan menghadapi sifat Dody, tetapi tak lama kemudian mertuanya menelpon meminta Sella untuk segera kembali karena Putra sakit.
Sella pun tak tega dan ia iba, hingga badan akhirnya ia kembali ke rumah suaminya dan kembali merawat Putra layaknya anak kandungnya sendiri.
Apa lagi Sella merawat Putra dari bayi merah, hingga Putra tahunya Sella adalah ibu kandungnya.
Sella segera membawa uang itu ke warung untuk di belanjakan di warung. Walaupun kadang kala ia malu, karena membelinya begitu irit. Ia lakukan hal itu karena tak ingin di cap boros oleh Dody.
Padahal jika di telusuri, finansial Dody tergolong orang yang mampu. Rumah saja mewah, mobil mewah. Tetapi untuk masalah uang, Dody pelit sekali pada Sella.
Bahkan Sella kadang kala harus bekerja sendiri untuk bisa menutup kekurangan uang yang di berikan oleh Dody.
"Hidup kok seperti ini ya Allah, punya suami kaya tapi pelitnya minta ampun. Bahkan aku harus mencatat pengeluaran setiap harinya. Itupun kerap kali diayak percaya. Padahal gaji dia sebagai seorang direktur terbilang besar. Masa iya memberikan jatah setiap bulannya hanya satu juta saja," gerutu Sella di dalam hatinya.
Sella hanya sekejap saja dalam menggerutu.
Kekesalan Sella tidak sampai di sini saja, pada saat ia baru pulang dari warung. Ia mendapati Putra menunggunya di depan teras halaman.
"Mah, dari mana?" tanya Putra memicingkan alisnya.
"Dari warung beli gas dan minyak. Memangnya ada apa?" Sella balik bertanya.
Putra bercerita pada Sella jika barusan neneknya datang. Yakni ibu dari Dody, yang rumahnya tak begitu jauh dari rumah Sella. Hanya selisih beberapa rumah saja.
Sella memicingkan alisnya pada saat mengetahui dari Putra tentang kedatangan ibu mertuanya yang hanya sekejap saja. Selagi ia berpikir tentang ibu mertuanya, datanglah seorang yang tak lain adalah tetangganya yang berjualan ketoprak.
"Sella, ini pesanan ketoprak dan es campur, Bu Budi. Tadi udah di bawa satu bungkus dengan es campurnya juga satu bungkus. Yang ini katanya untuk Putra."
Mba Am memberikan kantung kresek berisikan satu bungkus es campur dan satu bungkus ketoprak.
"Oh iya, Mba Am. Terimakasih ya?"
Pada saat Sella menerima bungkusan tersebut, Mba Am meminta uang padanya. Karena makanan dan es yang di pesan oleh Bu Budi sama sekali belum di bayar. Beliau malah meminta Mba Am untuk menagih pada Sella.
"Memang kamu nggak tahu jika ibu mertuamu pesan ketoprak sama es?" tanya Mba Am.
"Sama sekali nggak tahu, mba. Sudah terbiasa mamah buat surprise padaku. Apa lagi tadi di rumah hanya ada Putra saja, mba. Aku barusan dari warung beli gas dan kebutuhan dapur yang lain. Mungkin mamah tahu aku nggak masak karena gas habis, jadi ia pesankan untuk Putra."
Selalu Sella menutupi keburukan dari Mamah mertuanya. Ia pun lantas membayar ketoprak dan es campur tersebut. Walaupun sebenarnya di dalam hatinya tidak ikhlas. Karena ia sengaja berhemat dan sisa uang belanja akan di tabung, tetapi malah untuk membayar makanan yang di pesan oleh mamah mertuanya.
"Selalu saja seperti ini, suka sekali pesan ini dan itu tetapi aku yang bayar. Bukan aku tak rela tetapi aku di beri uang sama Mas Dody hanya sedikit saja."
"Jika aku tidak bekerja sendiri mencari penghasilan tambahan, pasti akan lebih bingung."
Batin Sella menggerutu sendiri.
Lantas ia membawa ketoprak dan es campur tersebut ke ruang makan. Sella meletakkan ketoprak di meja dan di tutup dengan tudung saji. Sementara ia memberikan es campur tersebut pada Putra, karena dari tadi anak kecil ini merengek meminta es campurnya.
Setelah itu, Sella melangkah ke dapur meletakkan semua belanjaannya dan segera memasang Gas. Tanpa ia tahu, ada seseorang sedang asik makan ketoprak yang ada di meja makan.
"Mba Sella, aku minta minumnya dong."
Datang seorang pemuda tinggi kurus ke dapur untuk mengambil air minum dingin di kulkas.
Sella merasa kesal jika kedatangan si Dodo adik kandung Dody yang pengangguran tersebut. Ia hanya diam saja menatap Dodo yang asik meminum air putih tersebut.
"Mba, terima kasih ya ketopraknya. Sayangnya nggak pedas jadi kurang enak," ucap Dodo.
"Apa, jadi kamu habis makan ketoprak yang ada di meja makan? memangnya mamah nggak masak?" tanya Sella heran.
"Nggak, mba. Makanya aku datang kemari, bisanya kan Mba Sella pagi benar sudah memasak. Eh tadi aku lihat adanya ketoprak ya sudah aku makan saja karena aku sudah sangat lapar."
Setelah mengatakan hal itu, Dodo berlalu pergi begitu saja. Sedangkan Sella hanya bisa menarik napas panjang.
"Astaghfirullah aladzim, nggak ibu nggak anaknya sama saja. Selalu membuatku geram seperti ini, dan ini entah sampai kapan. Hanya papah mertua yang selalu baik padaku," batin Sella.
Semua tetangga di kanan kiri rumah Sella sudah paham dengan tabiat Dody dan juga ibu serta adiknya. Mereka kadang merasa iba dengan Sella. Makanya kerap kali memberikan makanan pada Sella.
Atau bahkan memberikan pekerjaan pada Sella, seperti mencuci dan menyetrika. Kerap kali mereka menegur sikap Dody, tetapi yang ada nantinya yang terkena imbasnya adalah Sella dan Putra.
Hingga kini semua tetangga tak berani berkata apa-apa lagi, hanya bisa menggelengkan kepalanya pada saat melihat ulah Dody yang di rasa kejam pada Sella.
Beberapa menit kemudian...
Putra merajuk karena ingin makan ketoprak yang tadi di pesan oleh Mamah mertuanya. Kebetulan Putra anak yang sedikit susah jika di beri pengertian.
Sella sudah membujuknya untuk makan dengan telor tapi Putra tak mau. Hingga terpaksa Sella harus ke rumah Mba Am dengan menuntun Putra.
"Mba Am, apakah ketopraknya masih?" tanya Sella malu.
"Masih, Sella. Mau pesan lagi?" tanya Mba Am ramah.
"Iya mba, tapi setengah porsi saja ya? nggak pedas buat Putra. Tapi bayarnya ntar sore nggak apa-apa kan, mba? uangku sudah habis tadi buat belanja," ucap Sella merasa malu.
Mba Am merasa heran karena baru saja Bu Budi pesan dua porsi nggak pedas buat Putra, kok ini pesan lagi. Hingga Mba Am memberanikan diri bertanya pada, Sella. Dan Sella bercerita bahwa ketoprak tersebut telah di makan oleh Dodo di saat dirinya sedang ada di dapur.
Jika ia tahu Dodo datang, pasti ia akan melarangnya memakan ketoprak jatah Putra.
Mendengar cerita dari Sella, Mba Am hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia juga sudah paham dengan tabiat keluarga Dody. Hingga ia tak meragukan cerita dari Sella.
Sella selama ini selalu mengalah dengan makan seadanya saja. Bahkan kerap kali ia hanya makan dengan nasi dan kecap atau nasi dan garam saja.
Mengingat ia lebih mengutamakan suami dan Putra. Karena Putra sangat susah dalam hal makan. Walaupun sudah di ajari dari kecil untuk makan sayur dan seadanya. Tetapi selalu saja tidak mau.
Jika tidak ada lauk yang enak seperti ayam goreng atau ikan goreng. Putra tidak akan mau makan. Jika tidak di turuti yang ada Sella kena marah sama suami dan juga mamah mertuanya.
Apa lagi Dody suka sekali mengadu macam-macam pada mamahnya. Yang membuat Sella selalu saja di salahkan dan di pojokan. Hanya papah mertuanya saja yang selalu membelanya atau selalu menengahi pertikaian yang kerap kali terjadi di rumah tangga, Sella.
Sore menjelang...
Beberapa menit setelah Dody bersantai dari pulang kantor. Sella menghampirinya dan meminta uang padanya untuk membayar ketoprak yang tadi di makan oleh, Putra.
Bukannya memberikan uang yang hanya enam ribu rupiah. Karena cuma setengah porsi saja. Malah Dody marah-marah pada Sella.
"Masa uang seratus ribu tadi pagi langsung habis! astaga Sella! kenapa kamu tak bisa berhemat sih!" bentaknya kesal.
Padahal Sella sudah menjelaskan sedetail mungkin tentang uang yang seratus ribu di gunakan untuk apa saja, bahkan sudah ada rinciannya di catatan hariannya. Masih saja Dody marah-marah.
"Mas Doddy, jika tadi Mamah tak memesan ketoprak dan es kemungkinan uang juga masih. Apa lagi jatah ketoprak untuk Putra, di makan sama Dodo."
Sella mencoba menjelaskannya, supaya tidak ada lagi kesalah pahaman. Dan Dody tidak terus menyalahkan dirinya atas kesalahan yang tak dia lakukan.
"Kamu yang nggak bisa irit, kok membawa nama mamahku? mau menjelekkan nama mamah dan juga adikku? selalu saja kamu berkilah, melimpahkan kesalahan dirimu pada salah satu keluargaku!"
Belum juga Sella berkata lagi untuk membela diri. Tiba-tiba datang seorang wanita dengan suara cemprengnya.
"Sella! apa yang barusan kamu katakan pada, Dody? sini kamu!"
Sella menunduk tak berani menatap mertuanya yang sedang marah. Sedangkan Dody hanya diam saja, dia malah memilih duduk sembari memainkan ponselnya.
"Mah, duduklah. Bicara sambil duduk kan lebih nyaman," tegur Dody seraya terus memainkan ponselnya tanpa menoleh ke arah Mamahnya.
"Dody, kamu kok malah diam saja mendengar mamah dan adik kandungmu di fitnah oleh istri jelekmu itu!"
Sella tak terima jika mamah mertuanya itu memutar balikan fakta. Ia pun berusaha membela dirinya.
"Aku sama sekali nggak fitnah mamah, apa yang aku katakan benar kok. Mamah membeli ketoprak dan es campur atas namaku, hingga aku yang harus bayar. Ini terjadi juga buka sekali dua kali saja, tetapi sering kan?"
"Bahkan jatah ketoprak Putra, dimakan oleh Dodo. Itupun tanpa permisi sama sekali, tanpa bertanya sama sekali. Hanya mengatakan jika mamah tidak masak hingga ia datang kemari."
"Gara-gara ulah Dodo, Putra rewel dan terpaksa aku berhutang ketoprak itupun setengah porsi."
"Selama ini aku selalu saja diam, mah. Tapi aku sudah cape, terus saja di salahkan oleh Mas Dody. Dan dikatakan boros."
Mendengar pembelaan dari Sella, Ibu Budi merasa tidak terima. Ia pun terus saja nyolot dan tak mengakui apa yang di katakan oleh Sella. Ibu Budi terus saja berkilah, hingga Sella memutuskan untuk memanggil Mba Am datang kerumah sebagai saksi.
"Baiklah, mah. Aku akan panggil Mba Am untuk kemari, mengatakan apa yang sebenarnya pada Mas Dody."
Namun pada saat Sella akan melangkah pergi, Ibu Budi mengatakan sesuatu.
"Sella, tunggu! kamu ini ingin bikin malu, mamah? hanya permasalahan ketoprak saja sampai mau panggil penjualnya segala!"
"Loh, memangnya kenapa? mamah takut ya, jika kebenaran terungkap dan Mas Dody tahu siapa di sini yang benar dan yang salah," sindir Sella kesal.
Selama ini dia sudah cukup bersabar dengan tingkah Dody dan keluarganya. Tetapi kali ini dia tidak ingin diam saja, ketika nama baiknya di injak-injak.
Ibu Budi diam saja pada saat Sella berkata. Ia pun bingung akan berkilah apa lagi.
"Aku pikir kalian berdua ini akan bercengkrama secara baik-baik. Ternyata malah ribut, kenapa sih kalian selalu saja seperti ini saling tuduh menuduh satu sama lain? sudahlah, Sella. Tadi kamu minta uang enam ribu bukan? ini aku beri uangnya dan sana bayar hutangnya pada, Mba Am."
Dody memberikan uang lima ribuan satu dan seribuan satu pada, Sella. Sella pun menerima pemberian uang dari suaminya itu. Lantas ia berlalu pergi ke rumah Mba Am untuk membayar hutang.
'Dari tadi kek di kasih! padahal uang enam ribu ini untuk makan anak kandungnya. Harus pake drama dulu, baru di beri!" batin Sella kesal.
Selepas Sella pergi, Dody memutuskan masuk ke dalam kamarnya. Ia pun tak ingin meladeni mamahnya. Hingga akhirnya Ibu Budi kembali kerumahnya sendiri.
Tak berapa lama, Sella pulang.
"Mas, mamah sudah pulang?"
Dody tidak menjawab pertanyaan, Sella. Justru ia malah mengatakan hal lain.
"Tidur sana, nggak usah berisik saja! dasar wanita pembuat masalah. Apa kamu nggak cape, tiap hari buat masalah terus!" bentak Dody.
"Kalau Mas percaya dengan apa yang aku katakan, pasti aku tidak akan begini. Heran, dech. Mas nggak pernah percaya dengan apa yang aku katakan. Tetapi hanya percaya dengan apa yang mamah katakan saja. Apa lagi kalau masalah uang, dari awal kita menikah mas itu terlalu pelit."
Mendengar kata pelit dari mulut, Sella. Tak lantas membuat Dody menjadi sadar, ia malah tersenyum sinis.
"Silahkan saja kamu katakan aku pelit hingga berkali-kali. Itu sama sekali tidak berpengaruh padaku!"
"Ya jelaslah, karena mas nggak punya hati. Soalnya hati mas terbuat dari batu. Ingat satu hal ya, mas. Rezeki aku ada padamu, karena mas adalah kepala keluarga. Tetapi selama ini Mas telah zolim pada istri. Hati-hati saja, rezeki itu titipan Allah. Bisa di ambil suatu waktu, jika tidak di gunakan dengan baik."
Setelah Sella mengatakan hal itu, ia pun menutup matanya dan tertidur pulas. Sedangkan Dody sama sekali tidak menghiraukan apa yang barusan di katakan oleh Sella. Justru ia malah asik dengan ponselnya.
Tanpa sepengetahuan Sella, Dody diam-diam menjalin hubungan dengan wanita lain.
******
Dody memang kerap tak adil dalam membagi jumlah uang, walau anak laki-laki masih bertanggung jawab penuh dengan Mamahnya, tapi Dody benar-benar sudah tidak manusiawi.
Gaji Dody begitu besar, tapi Sella hanya menerima satu juta saja setiap bulannya. Walaupun listrik dan air, Dody yang membayarnya. Tetapi Sella merasa itu tidak adil, karena mertuanya di kasih tiga juta setiap bulannya. Itupun mertuanya selalu saja mengganggu keuangan Sella. Dengan cara memesan makanan seenaknya, dan Sella yang harus membayarnya.
Jika wanita lain yang ada di posisi Sella, pasti dia akan mengambil jalan pintas yakni bercerai. Tetapi Sella tidak bisa melakukan hal itu karena ia selalu tak tega jika akan meninggalkan, Putra.
Walaupun untuk saat ini Putra masih sangat susah di atur untuk perihal makan. Tetapi Sella tak bisa pergi begitu saja, walaupun ia bukan ibu kandung Putra.
Kasih sayangnya pada Putra seperti pada anak kandungnya sendiri. Ia benar-benar sayang tulus ikhlas dari hati yang terdalam.
"Manis di awal saja, pahit setelahnya. Padahal dulu aku menolak keras perjodohanku dengan Mas Dody. Tapi orang tuaku dan orang tuanya terutama mamahnya yang menyebalkan itu meyakinkanku bahwa Mas Dody itu baik dan bertanggung jawab. Tetapi kenyataannya seperti ini."
"Aku hanya di peralat saja di rumah mewah ini hanya sebagai seorang seorang asisten rumah tangga, tapi gratisan. Dan juga sebagai baby sitter, Putra."
Setelah ijab di ikrarkan, Sella bahkan harus menikmati malam pertama yang memilukan. Dimana Dody memaksanya untuk memakai alat kontrasepsi saat melakukan hubungan badan.
Dody pintar beralasan jika dia belum siap menambah momongan. Apa lagi saat itu Putra masih sangat kecil, hingga belum saatnya memiliki seorang adik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!