NovelToon NovelToon

Gadis Manis Ternyata Suhu

Kepergian Orang Terkasih

Di sebuah taman bermain, seorang anak kecil yang usianya baru 10 tahun sedang asyik bermain bersama dengan boneka kesayangannya di temani oleh Ayah dan Bundanya yang tengah memperhatikan di kursi tak jauh dari tempat ia duduk dan bermain. Gadis kecil itu sangat bahagia, terlihat dari senyuman dan tawa yang terus tersungging dari bibir mungilnya. Sesekali ia melirik ke arah orang tuanya yang juga bahagia melihat satu satunya anak mereka sedang tertawa lepas di hadapan mereka...

"Ayah, Bunda main sama Lana.." teriak Gadis bernama Lana ke arah orang tuanya yang segera beranjak dari tempat mereka dan hendak berjalan ke arah putri mereka sambil terus bergandengan tangan. Lana hanya tersenyum menatap ke arah Ayah dan Bunda yang sedang menuju ke arahnya, dengan senyuman yang terus ia tunjukkan sambil memegang boneka taddy bear kesayangannya yang selalu di bawa kemanapun ia pergi.

Sepersekian menit berikutnya, senyuman indah nan manis Lana menghilang seketika tat kala melihat kedua orang tuanya yang tiba tiba saja di tembaki beberapa orang tak di kenal dari arah belakan kedua orang tuanya hingga membuat Bunda Lana langsung terjatuh dan genggaman tangannya dengan Ayah Lana terlepas saat ia sudah terbaring di tanah, Bunda Lana mendapat dua kali tembakan dan mengenai dadanya juga bagian kepalanya. Detik detik terakhir sang Bunda menatap putrinya yang berlari ke arahnya dengan air mata membasahi seluruh wajah gadis kecil itu. Lana berlari sekuat yang ia bisa, karena rasa keterkejutan membuat gadis kecil itu sangat takut bahkan boneka yang selalu ia peluk, kini di tinggalkannya.

"Lana, a..nakku..." lirih Bunda memegang pipi anaknya yang sudah basah dengan air mata dan menghembuskan nafas terakhirnya...

"Bundaa, bangun jangan tinggalin Lana..." teriak Lana saat ia melihat darah yang semakin banyak membasahi kepala dan dada sang Bunda dan kini Bundanya sudah menutup mata.

"Ayah..." panggil Lana menatap sang Ayah yang menatap sedih istrinya yang kini tak bernyawa di hadapannya, namun sekarang bukan saatnya untuk berduka karena ia harus menyelamatkan nyawa anaknya. Dengan air mata yang juga sudah membasahi pipinya, Ayah Lana segera menggendong putrinya yang memberontak tak ingin meninggalkan Bundanya yang sudah tak bernyawa. Lana terus memberontak, ia menangis dan berteriak memanggil sang Bunda.

"Kita harus pergi sayang..." ucap Ayah memeluk putrinya dan terus berlari dan bersembunyi saat menemukan pohon cukup besar di taman itu.

Ayah dengan gesit membalas tembakan dari orang orang yang telah membunuh istrinya, beberpa bahkan sudah ia tumbangkan namun jumlah mereka yang terlalu banyak membuat Ayah sedikit kewalahan. Lana terus bersembunyi di balik punggung Ayahnya, setiap ada suara tembakan maka ia akan memejamkan mata dan menutup telinga karena takut serta trauma saat melihat Bundanya tadi.

"A..yah Lana takut..." ucap Lana menangis memeluk Ayah dari belakang. Ayah Lana berbalik dan menenangkan anaknya.

"Lana, jangan dengarkan suara ini ya, Lana fikirkan kita sedang liburan bersama." ucap Ayah mencoba menahan tangisnya saat menyuruh putrinya memikirkan hal yang tak mungkin terjadi..

"Hmm.." ucap Lana tanpa membantah, ia mengikuti perintah Ayahnya dan memejamkan mata. Ayah melihat senyuman di bibir putrinya sambil memanggil Bundanya yang sudah tiada.

"Bunda, Lana datang.." ucapnya pelan kembali menyunggingkan senyum manisnya.

"Maafkan Ayah Nak!" lirih Ayah Lana menatap sedih putrinya.

Beberapa menit mereka bersembunyi dari balik pohon, terdengar suara yang sangat di kenali Ayah Lana dan berbalik menatap orang di belakang mereka.

"Kak..." ujar orang itu sambil ikut bersembunyi membantu Ayah Lana yang ia panggil Kakak menembaki orang orang yang terus bertambah.

"Doni..." ucap Ayah Lana tersenyum menatap adiknya yang sudah datang.

"Lana..." panggil Ayah menatap anaknya dengan sedih. Lana membuka matanya yang sejak tadi ia tutup atas perintah sang Ayah.

"Lana, kau harus membalas kematian Bunda.."

"Ayah akan selalu melindungi Lana.." lanjut Ayah memberikan sebuah liontin dan memasangkannya ke leher Lana yang kembali menangis.

"Ayah, jangan tinggalin Lana seperti Bunda..." lirih Lana seolah mengerti dengan perkataan Ayahnya.

"Ayah akan selalu ada di sini bersama Bunda.." ucap Ayah memegang liontin yang kini sudah berada di lehernya. Lana menggelengkan kepalanya dan terus memegang lengan Ayahnya erat.

"Lana, harus jadi orang yang hebat dan kuat." lanjut Ayah melepaskan pelukan Lana yang semakin menangis.

"Don, tolong bawak Lana sejauh mungkin. Jagalah Lana seperti anakmu sendiri."

"Didik dia menjadi kuat." lanjut Ayah Lana menatap anaknya.

"Tidak Kak, biarkan aku yang menghadang mereka Kakak bisa pergi bersama Lana sejauh mungkin." jawab Doni tak setuju dengan ucapan sang Kakak.

"Dengar, aku harus mengakhiri ini meski nyawaku harus di korbankan setidaknya aku pergi bersama Vivi, istriku sudah menungguku Don. Tolong bawak Lana sejauh mungkin kalian bersembunyilah di tempat rahasia kita.." ucap Ayah Lana dengan penuh keyakinan, ia begitu sedih saat melihat tubuh istrinya yang sudah tak bernayawa.

"Kak, ku mohon bertahanlah.."

"Pergilah Don, mereka semakin bertambah. Ku mohon selamatkan Lana!" pinta Kakaknya.

"Kak..." Doni menggendong Lana yang langsung memberontak tak ingin pergi dan meninggalkan Ayahnya seperti ia meninggalkan Bundanya.

"Ayahhh..." teriak Lana histeris saat melihat salah satu tangan Ayah nya yang terkena tembakan.

"Akhhh..." lirih Ayah Lana memegang lengannya yang terluka.

"Don, pergi lah..." bentak Ayah Lana

"Kak..." lirih Doni menatap Kakaknya, iapun pergi membawa Lana keponakannya yang terus menangis memanggil Ayah dan Bundanya.

Doni juga sudah menghubungi polisi, namun butuh waktu cukup lama untuk sampai ke tempat Ayah Lana sekarang berjuang..

Ayah Lana terus membalas tembakan orang orang yang telah membunuh istrinya, setengah jam ia masih bertahan dengan luka yang juga ia dapatkan.

"Semoga Doni sudah membawa Lana pergi jauh, karena aku sudah tak sanggup menaham mereka." lirihnya menatap tajam ke arah orang orang yang berpakaian serba hitam dengan penutup wajah.

"Maafkan Ayah Lana.." lanjutnya terus berusaha bertahan.

"Vivi sayang, maaf aku tak bisa menyelamatkanmu.." lirihnya lagi mengingat wajah cantik sang istri.

"Takkan ku biarkan kalian mendapatkan apa yang kalian inginkan dariku.." ucapnya penuh amarah..

Tinggal beberapa lagi semua akan selesai, dan kemungkinan dirinya bisa bertemu kembali dengan anaknya.

Dorrr....

Satu tembakan dan mengenai tepat di dada kirinya dan mengenai jantungnya.

"Akhhh..." pekik Ayah Lana merasa sakit dan memegang dadanya yang terkena tembakan. Ia menoleh ke arah belakang dan terkejut siapa orang yang telah menembaknya adalah orang yang begitu ia percaya dan sayangi.

"Kau.." ucap nya menatap tak percaya ke arah orang yang tersenyum ke arahnya karena telah berhasil menyingkirkan dirinya.

"Kenapa?" tanya nya saat orang yang begitu ia kenal berada di hadapannya yang sudah terjatuh ke tanah sambil memegang bagian dadanya.

"Oh, maaf.." ucapnya memasang wajah tak bersalah

"Aku terlalu sakit hati padamu dan juga kesuksesanmu.." lanjutnya penuh dengan kebencian, kemudian ia tersenyum saat melihat orang yang sudah ia habisi menutup matanya dengan air mata.

"Pergilah dengan tenang dan menyusul istri tercintamu, akan aku pastikan aku akan mendapatkan putrimu.." ucapnya kemudian beranjak dari sana dan meninggalkan Ayah Lana.

Polisi datang setelah semua sudah selesai, dan Ayah serta Bunda Lana yang sudah tak terselamatkan karena meninggal di tempat kejadian akibat luka tembakan yang sangat mematikan.

Doni dan Lana yang berada di gendongannya masih bersembunyi dari kejauhan, namun mereka masih bisa melihat apa yang baru saja terjadi. Doni sangat menyesal karena menghubungi orang yang salah, seharusnya ia tak menghubungi orang itu.

"Akan aku pastika, kalian semua akan merasakan sakit yang Kakakku dan Kakak ipar rasakan.." ucapnya menatap tajam ke arah orang yang telah menghabisi Kakaknya.

Lana hanya terdiam, ia terus memandangi jasat kedua orang tuanya yang sudah di evakuasi polisi dan memasukkannya ke dalam mobil.

"Ayah, Bunda..." lirihnya namun masih bisa di dengar oleh Doni yang langsung memeluknya.

"Kita pasti akan membalaskan kematian Ayah dan Bunda Lana.." ucap Doni dan segera di anggukan kepala oleh Lana yang kini kembali menangis dalam pelukan Doni.

Mohon dukungannya ya buat karya aku yang satu ini

Makasih orang baik...

🙏🙏

Tempat Persembunyian

Doni membawa Lana ke suatu tempat rahasia dan hanya dia juga Kakanya yang tahu. Doni yakin bahwa orang yang sudah menghabisi Kakaknya pasti akan mencari mereka ke kediaman milik keluarga Lana karena kini Lana akan menjadi halangan terbesar bagi mereka.

"Om..." panggil Lana menatap Doni yang terus fokus menatap ke arah depan hingga memasuki hutan yang cukup lebat membuat dirinya sedikit kesulitan saat berjalan apa. lagi ia harus menggendong Lana yang tak mungkin berjalan sendiri.

"Hmm.."

"Kita mau kemana! kenapa gak pulang ke rumah?" tanya Lana penasaran. Gadis kecil itu terus saja bertanya, mengapa! kenapa? dan segala hal.

"Diam dan lihat saja, sebentar lagi kita akan samapi." jawab Doni terus berjalan memasuki hutan terdalam. Hampir lebih dari tiga jam mereka menelusuri hutan, tibalah mereka di sebuah Villa yang megah di dalam hutan...

"Wahhh..." Lana sangat takjub dengan apa yang ia lihat di hadapannya. Bunga dengan segala warna dan bentuk menghiasi halaman Villa, belum lagi buah buahan dengan berbagai jenis yang tumbuh subur di perkebunan di samping Villa itu sendiri, menambah keindiahan tempat yang akan menjadi tempat tinggal Lana dan Doni. Lana segera turun dari gendongan Doni dan berlari ke arah bunga yang mulai bermekaran.

"Om, ini rumah siapa? kenapa sepi sekali?" tanya Lana heran karena tempat seindah ini tak ada siapapun.

"Ini semua milik Ayah serta Bunda, dan sekarang menjadi milik Lana.." jawab Doni menatap keponakannya yang tersenyum bahagia memandangi bunga bunga di hadapannya yang bermekaran.

"Lana suka?" tanya Doni berjongkok agar sejajar dengan keponakannya yang langsung mengangguk.

Namun tiba tiba, Lana memeluk Doni dan menangis ia kembali teringat akan kematian kedua orang tuanya.

"Lana, rindu Ayah sama Bunda.." lirihnya, membuat Doni terenyuh kemudian memeluk tubuh mungil Lana dengan erat. Doni yakin keponakannya itu pasti sangat takut dan sedih karena harus melihat kematian kedua orang tuanya.

"Om janji akan jaga Lana, dan kita pasti bisa membalaskan kematian Ayah dan Bunda Lana.." ucap Doni yakin semakin memeluk Lana, namun dengan cepat Lana melepaskan pelukannya dan menatap Doni lekat.

"Janji..." ujar Lana memberikan jari kelingkingnya ke depan wajah Doni.

"Janji..." jawab Doni juga memberikan jari kelingkingnya hinga bersatu dengan jari Lana. Mereka kembali berpelukan...

"Om.." panggil Lana

"Hmm.." jawab Doni masih memeluk keponakannya

"Lana laper..." bisik Lana ke telinga Doni yang langsung tersenyum kemudian menggendong keponakannya itu masuk ke dalam Villa.

Saat masuk Villapun, Lana semakin di takjub ia bahkan tak henyi henti memuji Villa peninggalan Ayah nya itu hingga mereka sampai di meja makan.

"Lana tunggu sebentat, biar Om masakin buat Lana.." perintah Doni setelah ia menurunkan Lana dan duduk di atas kursi.

Lana hanya memperhatikan Doni yang sedang memasak, jari jari besar Doni sangat telaten saat memotong sayur dan ayam kemudian memasukkan sayuran ke dalam panci sembari menggoreng ayam yang sudah ia potong menjadi beberapa bagian, membuat Lana kagum. Butuh waktu sekita satu jam bagi Doni menyelesaikan masakannya kemudian menghidangkannya di atas meja tepat di hadapan Lana.

"Om.." panggil Lana memperhatikan satu persatu makanan yang ada di hadapannya.

"Kenapa?" tanya Doni Memperhatikan keponakannya yang hanya diam melihat masakannya yang sepertinya enak.

Ini beneran bisa di makan kan Om?" tanya Lana dengan kepolosannya. Doni menepuk jidatnya mendapat pertanyaan konyol dari sang ponakan.

"Coba dulu..." jawab Doni menaruh nasi juga lauk ke dalam piring Lana.

"Makan.." lanjut Doni, Lana hanya menurut ia menyuapkan nasi juga ayam goreng ke dalam mulutnya kemudian mengunyahnya perlahan, saat merasakan nikmat dari makanan yang ia makan, Lana melotot lalu memandangi piringnya dan menyantap makanannya hingga tak tersisa. Doni menautkan alisnya melihat kelakuan Lana, namun ia juga senang karena keponakannya itu bisa makan dengan lahap.

"Om gak. makan?" tanya Lana saat ia sudah selesai. dan melihat piring Doni yang masih penuh

"Ehh, iya.. " jawab Doni kemudian memakan makanannya hingga habis.

Setelah selesai, Doni memberesken tempat makan mereka lalu mencuci piring bekas mereka makan.

"Om.." panggil Lana menatap Doni yang masih sibuk mencuci piring.

"Om..." panggil Lana lagi karena tak mendapat jawaban dari Om Doni.

"kenapa?" tabya Doni saat ia sudah selesai dengan pekerjaannya dan duduk di samping Lana

"Ayah sama Bunda sekarang gimana?" tanya Lana kembali sedih.

"Pamah juga gak tahu, tapi untuk sementara waktu kita harus tetap berada di sini.." Doni membawa Lana ke dalam pangkuannya.

"Sampai Lana bisa menjadi kuat seperti yang Ayah bilang.." Doni mencoba memberi pengertian pada Lana, agar gadis itu tetap bisa semangat.

"Hm, Om Lana mau jadi kuat suapaya Lana bisa ketemu Ayah Sama Bunda lagi.." ujar Lana penuh keyakinan..

"Iya, pasti..." jawab Doni

"Sekarang kita harus tetap sembunyi di sini, nanti jika sudah aman barulah Lana dan Om Doni bisa keluar dan mencari orang yang sudah jahata sama Ayah dan Bunda Lana.." Doni mendekatkan wajahnya pada Lana sambil memegang bahu gadia kecil itu.

"Hm, Lana akan jadi kuat.." ucap Lana sambil mengangguk, kemufian memeluk Doni sebentar.

"Sekarang Lana tidur, karena besok Lana harus bangun pagi untuk latihan.." ucap Doni

"Selamat malam Om Doni.." ucap Lana mencium pipi kanannya. Dulu saat Lana hendak tidur, ia selalu mencium Ayah dan Bunda. Kini hanya Doni yang ia punya,karena itu Lana mencium Doni sebagai ganti orang tuanya yang sudah tiada. Doni terpaku saat mendapat kecupan dari Lana, meski masih kecil tapi tetap saja itu membuat Doni sedikit terkejut pasalnya ia sudah sangat lama tak berkomunikasi dengan keponakannya itu, bahkan terakhir kali ia bertemu dengan Lana saat masih berumur dua tahun, sedangkan sekarang Lana sudah sepuluh tahun.

"Terlalu lama menjomblo..." lirihnya menggelengkan kepala.

"Om pasti akan membuat kamu menjadi kuat, dan kita akan membalas kematian Kak Pratama juga Kak Vivi.." ujar Doni menatap kamar Lana yang sudah tertutup rapat.

"Maaf Kak, Doni datang terlambat dan tak seharusnya Doni menghubungi dia.." monolog Doni marah mengingat wajah orang yang sangat ia kenal justru mengkhianati keluarganya. Doni menggenggam erat tangannya.

"Tapi aku berjanji, aku akan mengambil apa yang seharusnya menjadi milik Lana anak Kakak.." Doni menunduk menyesali semua yang terjadi.

Dikamar, Lana tak benar benar tidur karena saat ini ia sedang menangis namun ia menahan suaranya dengan menutup wajahnya dengan bantal.

"Ayah, Bunda Lana rindu..." lirih Lana sangat pelan.

"Lana rindu kalaian...."

"Lana ingin ikut, tapi Ayah gak mau ajak Lana..." Lana masih menangis hingga sesenggukan.

"Lana janji akan jadi kuat, suapaya bisa ketemu Ayah sama Bunda lagi.." lirih Lana menjauhkan bantal dari wajahnya. Malam itu Lana tak bisa tidur karena selalu teringat dengan kedua orang tuanya bahkan ia terus menangis dalam diam hingga tengah malam ia tertidur karena kelelahan.

Doni mengecek kamar Lana dan betapa terkejutnya ia saat melihat keponakannya yang tidur di lantai dengan posisi tubuhnya yang memeluk lututunya dengan mata sembab akibat menangis semalaman.

"Lana...." ucap Doni, ia segera menggendong Lana dan memindahkannya ke kasur kemudian menyelimutinya.

"Om pasti akan menjaga Lana, hingga kita bisa berjuang bersama membalas mereka." ujar Doni menatap lekat wajah Lana yang sanagt mirip dengan Kakaknya serta bibirnya yang begitu sama dengan sang Bunda Kakak iparnya.

Doni keluar dari kamar Lana dan menutup pintu dengan pelan agar tak mengganggu tidur keponakannya yang terlihat begitu lelah.

"Selamat malam sayangnya Om.." ucap Doni pelan menatap Lana yang tidur dengan pulas. Doni segera kembali ke kamarnya dan istirahat guna melepas penat karena selama berjam jam ia harus berjalan memasuki hutan belantara sambil menggendong Lana yang sedikit agak berat dan lebih besar dari terakhir kali mereka bertemu.

Makasih yang udah mampir baca, jangan. lupa. likenya.

Makasih orang baik...

🙏🙏🙏

Pelatihan Pertama

Seperti yang di katakan Doni kemarin, ia membangunkan Lana pagi pagi sekali membuat gadi kecil itu terpaksa membuka matanya yang terasa berat karena ia tidur cukup larut semalam.

"Lana, bangu kita akan mualai pelatihan hari ini." ucap Doni membangunkan Lana yang hanya menggeliyat kemudian melanjutkan tidurnya.

"Ya ampun anak ini.." kesal Doni, ia mengguncang tunmbuh Lana hingga anak itu terbangun dan merengek layaknya anak kecil pada umumnya.

"Ayah, masih pagi Lana masih ngantuk.." ujar Lana lupa jika saat ini ia sudah menjadi yatim piatu.

"Lana..." panggil Doni mendengar perkataan Lana yang belum menyadari ucapannya sendiri dan justru ia malah kembali memejamkan matanya. Seketika Lana membuka matanya lebar dan mendapati Om Doni yang berdiri di samping tempat tidur bukan Ayahnya apa lagi Bundanya. Mata Lana kembali berkaca kaca menatap Doni yang juga menatap ke arahnya.

"Bangun kita harus latihan.." ucap Doni memecah keheningan karena ucapan Lana.

"Tapi kan masih pagi Om.." jawab Lana setelah bangun dan duduk.

"Ingat tujuan Lana!" ujar Doni

"Lana ingin jadi kuat agar bisa membalas orang yang sudah jahat sama Ayah dan Bunda..." jawab Lana semangat, iapun segera turun dari kasur berlari ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Doni hanya tersenyum melihat semangat yang berkobar dalam diri keponakannya. Ia segera keluar kamar Lana dan menuju meja makan menunggu Lana untuk sarapan bersama.

"Lana siap?" tanya Doni saat mereka sudah di ruang terbuka dekat taman bunga di Villa.

"Hmm.." Lana mengangguk kemudian bersiap dengan latihan yang akan di berikan Om Doni padanya.

Lana terus berlatih mengikuti gerakan yang Doni praktekan padanya, meski tubuhnya mulai lelah namun ia tak berhenti dan terus mengulang setiap gerakan yang Doni berikan sampai ia benar benar hafal dan menguasinya, hingga siang hari Lana terus berlatih.

"Lana..." panggil Doni membawa makan siang untuk Lana. Mendengar namanaya di panggil, Lana segera menghampiri Om Doni dan duduk di sampingnya.

"Makan dulu, setelah itu kembali berlatih hingga kamu benar benar menguasi gerakannya.." ujar Doni langsung di anggukan kepala oleh Lana, ia segera menyantap makan siangnya dengan lahap hingga tuntas, kemudian kembali berlatih sesuai dengan perintah Om Doni.

"Bagus Lana, ya seperti itu..." ujar Doni mengawasi Lana yang sedang berlatih. Jika Lana salah, Doni tak segan untuk memberi tahu dengan memukulnya menggunakan ranting kecil yang selalu ia bawa, namun pukulan itu bukan untuk menyakiti melainkan agar Lana bisa fokus dengan setiap gerakan yang sudah ia praktekan sebelumnya..

"Besok bangun lebih awal, hari ini cukup sampai sini.." ucap Doni lebih dulu masuk ke dalam Villa untuk membersihkan tubuhnya kemudian memasak makan malam untuk mereka berdua. Lanapun segera kembali ke kamarnya untuk bersi bersih karena tubuhnya yang kotor akibat sering berguling guling di rumput saat berlatih keseimbangan tubuh, dan itu cukup sulit untuk tubuhnya yang agak berisi.

Setelah selesai makan malam, Lana langsung kembali ke kamarnya. Tidak seperti kemarin, kali ini Lana tidak mencium Doni dan hanya mengucapkan selamat malam.

"Ayah, Bunda tunggu Lana..." ucap Lana membuka liontin yang ada di kalungnya menampakkan foto kedua orng tuanya yang sedang tersenyum bahagia sambil memeluk anak kecil yang tak lain adalah dirinya.

"Lana rindu sekali..." lirih Lana menangis namun dengan cepat ia hapus.

"Lana harus jadi kuat secepatnya.." mata Lana menatap foto di tangannya dengan semangat yang membara. Kemudian ia tidur sambil memeluk liontin pemberian dari Ayahnya.

Doni kembali mengecek keponakannya di kamar dan melihat Lana yang sudah tertidur dengan memegang sebuah benda yang ia tahu jika itu adalah pembiaran dari Kakaknya untuk Lana. Doni hanya membenarkan selimut Lana kemudian ia kembali keluar, tak lupa ia mematikan lampu kamar dan penutup pintu dengan pelan...

Esokkan paginya, Lana sudah bangun lebih awal itupun Doni harus membangunkannya dengan segala macam cara, karena ternyata Lana sangat sulit bangun pagi..

"Hari ini kamu harus mengambil air dari danau di sana kemudian mengisinya ke dalam bak ini.." perintah Doni menunjuk sebuah danau yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Om Doni serius! Lana gak kuat Om..." rengek Lana setelah melihat jarak danau yang cukup jauh baginya belum lagi bak yang harus di isi cukup besar.

"Om gak mau tahu, pokoknya Lana harus selesai sebelum matahari terbenam.." ucap Doni serius kemudian meninggalkan Lana sendirian dengan wajah tak percaya.

"Om Doni kejam..." ucapnya namun tetap melakukan apa yang Doni perintah. Lana terus berjuang meski ia sering terjatuh karena terlalu lelah membuat pakaian yang ia kenakan sudah tak berbentuk tertutup oleh tanah yang basah akibat tumpahan dari air yang ia bawa dengan ember.

"Ahh, lelahnya..." ucap Lana saat ia sudah sampai dan menuangkan sisa air ke dalam bak yang baru terisi setengah.

"Laper, tapi baknya belum penuh.." lirih Lana memegang perutnya namun matanya menatap bak yang masih harus ia isi.

"Ayo Lan, kamu bisa..." teriaknya menyemangati dirinya sendiri. Lana kembali berjuang mengambil air dari danau kemudian membawanya ke bak secara perlahan agar tak tumpah seperti tadi, dengan susah payah ia membawa dan menuangkannya ke dalam bak..

"Hah, hah, hah..." Lana mengatur nafasnya yang sudah ngos ngosan karena sejak tadi tak istirahat, namun saat melihat bak yang sudah hampir penuh membuat senyuman di bibir mungilnya dan semangatnya kembali..

"Sedikit lagi..." ujarnya kembali mengambil air di danau. Hingga matahari hampir terbenam, Lana sudah menyelesaikan tugas yang di berikan Omnya. Lana terduduk bersandar di samping bak yang sudah terisi penuh, tubuhnya sangat lelah dan lemas apa lagi ia belum makan seharian. Doni yang sejak tadi memperhatikan Lana sebenarnya kasihan, namun ia ingat akan janjinya pada Kakak juga Lana sendiri jika ia akan menjadi kan Lana gadis yang kuat.

"Ini baru permulaan, kamu harus tetap semangat seperti itu sayang.." ucap Doni saat melihat Lana yang kelelahan dari kejauhan.

"Lana..." panggil Doni yang sudah berada di hadapan keponakannya. Lana segera berdiri dengan susah payah karena tubuhnya yang masih lemas setelah mendengar suara Om Doni yng memanggilnya.

"Hari ini cukup, sekarang pergi bersih bersih setelah itu makan malam.." ujar Doni tegas seperti seorang guru yang sedang mendidik anak muridnya.

"Baik Om.." jawab Lana segera berjalan masuk ke dalam Villa dan menuju kamarnya untuk membersihkan tubuhnya, barulah setelahnya Lana dan Doni makan malam bersama. Tidak ada pembicaraan antara keduanya, hanya terdengar suara sendok yang saling bersahutan.

"Besok Om mau Lana bangun sendiri.."

"Besok Om tunggu di dekat danau, jika Lana sampai terlambat Om akan kasih hukuman.." ujar Doni setelah selesai dengan pekerjaannya kemudian meninggalkan Lana yang masih duduk di kursi.

"Om..." panggil Lana membuat Doni berhenti dan menoleh kebelakang.

"Lana akan datang..." ujar Lana menatap Omnya dengan sungguh sunghuh. Doni tersenyum tipis hingga Lana saja tak bisa melihat senyuman itu.

"Om tunggu.." jawab Doni melanjutkan langkahnya menuju kamar. Lanapun segera beranjak dari sana dan menuju kamarnya untuk istirahat lebih awal agar besok ia bisa bangun pagi dan tak terlambat.

Lanjut....

Makasih orang baik...

🙏🙏🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!