NovelToon NovelToon

Mencintai Wanita Yang Sama

Cuplikan Singkat

Jully Gu dan Leon Gu, anak kembar dari pasangan Lea dan Willy.

Para pria tampan keturunan keluarga Gu.

Sama-sama mencintai seorang gadis cantik yang bernama Michelle Sun.

Berawal dari sebuah pertemuan yang tidak di sengaja antara Jully dan Michelle di Paris tempat Jully dan Leon menimba ilmu.

Pertemuan Jully dan Michelle tanpa di ketahui oleh Leon. Dari pandangan pertama, Jully sudah menaruh hati kepada gadis cantik tersebut.

Sampai kembalinya mereka ke dalam negeri.

Tanpa di sengaja, Leon bertemu dengan Michelle di sebuah pesta ulang tahun temannya, di salah satu hotel ternama di kota A.

Leon yang sedikit genit, melihat gadis cantik langsung tertarik dan mendekat.

Michelle terkejut tatkala melihat pria tampan yang pernah ia temui di Paris.

Apa itu Jully? gumam Michelle dalam hati.

Ia tidak tahu bahwa Jully dan Leon adalah dua pria yang berbeda.

Bagaimana kisah selanjutnya?

Si Biang Rusuh

Pukul 21.00.

Di rumah besar keluarga Gu, Leon—pemuda berusia 23 tahun yang sudah berpakaian rapi, keluar dari dalam kamar dan berjalan menuruni anak tangga. Dengan langkah besar, ia berjalan menuju ruang keluarga.

Malam ini Leon mengenakan pakaian formal berwarna abu tua dipasangkan dengan sepatu hitam yang mengkilat. Gaya rambut yang tersisir rapi ke samping kiri, membuat tampilannya terlihat semakin keren. Di tubuh tinggi dan tegapnya, tercium aroma parfum yang khas, membuat siapa saja yang menciumnya akan merasa nyaman.

Di ruang keluarga, selain ada ibu, ayah, kakek dan neneknya yang sedang berbincang, ada juga Jully—kembarannya—yang sedang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.

Melihat Jully yang acuh dan hanya duduk santai, Leon pun tidak tahan segera bertanya, "Jully, kau belum bersiap juga? Sudah jam berapa ini? Kita sudah hampir terlambat!"

Padahal, Jully sudah tahu akan acara malam ini sejak kemarin siang. Tapi sekarang, dia sama sekali belum bersiap.

"Apa kau mau kita datang terlambat dan menerima hukuman dari Wika? Bukankah di dalam surat undangan itu tertulis 'Tamu yang datang terlambat, harus siap menerima hukuman.' Apa kau mau kita dipermalukan di sana?" Leon berkata dengan lantang dan tegas, membuat Jully yang kalem sedikit merasa tidak nyaman.

Wajah tampan Jully sedikit terangkat, ia menatap Leon, lalu meletakkan ponselnya di sofa. Jully berdiri dan segera berjalan menghampiri Leon.

"Kau pergi saja sendiri, aku tidak ikut!" ucap Jully dengan acuh.

"Kenapa? Bukankah Wika mengundang my juga? Bahkan dia mengundang semua alumni University of Paris 1 Pantheon-Sorbonne, angkatan kita?"

Leon merasa heran. Ia menambahkan, "Mungkin saja, teman-teman dari Paris juga akan hadir di sana! Kita bisa sekalian reunian, kan?"

Secara, Wika ini merupakan teman sekolah Jully dan Leon dulu, ketika mereka menimba ilmu di Paris. Sengaja mengadakan pesta ulang tahun di hotel Montus kota A, dan mengundang semua teman-temannya. Berharap, mereka bisa datang ke kota A. Biar bisa sekalian reunian juga.

Mendengar semua penjelasan dari Leon, Jully sama sekali tidak bergeming.

Ia masih dengan acuhnya menjawab, "Kau pergi saja sendiri. Aku malas menghadiri pesta anak perempuan! Sungguh tidak mengasyikan!"

"Haha ...." Leon tertawa mengejek mendengar ucapan dari kembarannya.

"Apa ... malas? Jika di sana ada wanita yang selama ini kau rindukan? Bagaimana?" Leon sedikit menggoda. "Apa kau yakiiiiin ... tidak akan menyesal?"

Leon masih ingat, enam bulan yang lalu, ketika mereka berdua masih berada di Paris, Jully berkenalan dengan seorang gadis yang asal negeri ini juga. Gadis itu sedang berlibur di Kota Paris bersama dengan keluarganya. Tapi sayang, mereka hanya bertemu satu kali dan Jully belum sempat meminta nomor ponselnya. Jadi, selain nama, Jully tidak tahu apapun lagi tentang gadis itu.

Sejak saat itu, setiap detik dan menitnya Jully selalu berkhayal tentang gadis pujaannya itu. Bahkan di setiap doanya, Jully selalu meminta kepada Tuhan, agar ia diberi kesempatan sekali lagi untuk bisa bertemu dengan gadis itu.

"Kau yakin, tidak ingin ikut?" Leon masih dengan senyum jahatnya, menggoda Jully. "Siapa tahu, si Princess-mu itu hadir di sana."

Mendengar ucapan dari Leon, wajah tampan Jully kini terlihat ada rona merah. Ia mulai salah tingkah.

Dengan cepat, Jully menepis ucapan Leon, "Ah, tidak mungkin. Princess-ku bukan teman Wika, juga. Jadi, tidak mungkin dia hadir di sana."

"Cepat, kau pergi sekarang. Katakan maafku pada Wika. Jelaskan padanya, aku tidak enak badan. Jadi, tidak bisa mengikuti pestanya malam ini." Jully mendorong punggung Leon. Berharap Leon segera pergi dan tidak lagi mengejek dirinya.

Leon dengan terpaksa melangkahkan kakinya keluar, mengikuti dorongan dari Jully. Menghiraukan panggilan semua anggota keluarganya yang saat ini menyapanya dan bertanya tentang pesta malam ini.

"Leon! Kau tidak berpamitan dulu kepada kami?" Panggilan dari Arin—neneknya—samar terdengar di telinga Leon.

Leon pun hanya berteriak sambil terus berjalan keluar, "Maaf, semua, aku berangkat sekarang, ya! Bye!"

Tiba di teras rumah, terlihat mobil sport Bugatti Veyron milik Leon sudah terparkir di halaman. Ia segera menghentikan langkah kakinya dan menatap Jully. Tapi Jully masih juga mendorongnya. Terlihat seperti kakak yang sedang mengusir adiknya keluar dari rumah.

"Iya, iya. Aku pergi sekarang! Aish ... lepaskan aku, jangan kau dorong lagi!"

Leon semakin mempercepat langkah kakinya sampai ke depan mobilnya. Ia tidak tahan terus didorong oleh Jully.

Pakaian yang sudah rapi, kini sedikit berantakan lagi. Sebelum masuk ke dalam mobil, Leon segera merapikan jasnya.

"Cepat masuk!" Jully merebut kunci mobi yang baru saja Leon ambil dari saku jasnya. Lalu Jully membuka pintu mobilnya dengan pelan. Meminta Leon untuk segera masuk.

"Jully! Kau jangan menyesal!" ucap Leon sebelum masuk ke dalam mobil.

Klik!

Pintu mobil ditutup.

"Kau tenang saja, aku tidak akan menyesali apapun. Hem!" Jully menjawab dengan yakin. Ia tersenyum lebar hingga matanya nyaris terpejam.

"Bersenang-senanglah." Jully masih dengan semangatnya melambaikan tangan kepada Leon.

Leon hanya melihat tampang bodoh Jully sekilas. Lalu menyalakan mesin mobil, dan menginjak pedal gas dengan perlahan.

Sekarang, roda kemudi mulai dia gerakkan. Leon membawa mobil sport berwarna putih-hitam itu segera menjauh meninggalkan Jully dan rumah besar keluarga Gu.

"Bye-bye ...."

Jully berteriak sambil terus melambaikan tangan melihat perginya mobil Leon.

"Akhirnya si biang rusuh itu pergi juga!" Jully bernapas dengan lega.

Ia berbicara sendiri, sambil menepuk-nepuk kedua tangannya seperti orang yang sedang membuang debu dari telapak tangannya.

Semenjak Jully dan Leon pulang kembali ke rumah besar keluarga Gu lima bulan yang lalu, entah berapa kekacauan yang sudah dibuat oleh Leon. Dari mulai perusahaan Gu, Leon menangani proyek kecil yang berakhir dengan gugatan dari pihak lawan, karena tiba-tiba Leon memutuskan kerja sama secara sepihak, dengan alasan "Keuntungan terlalu sedikit", sehingga Willy—sang ayah—marah dan meminta Jully untuk menyelesaikan kekacauan yang sudah dibuat oleh Leon.

Tidak sampai disitu saja, Leon bahkan membuat kekacauan di Soba pusat. Niat hati ingin mengubah semua sistem kerja di Soba, malah berakhir dengan demo para karyawan Soba.

Entah kebijakan apa yang sudah dibuat oleh Leon, sehingga para karyawan di sana tidak terima dan berakhir dengan demo di depan rumah besar keluarga Gu. Mereka meminta Lea—ibu Leon—selaku pemilik Soba, untuk mengubah sistem kerja ke peraturan yang lama.

Sekarang, Leon ingin memegang satu cabang Leayumi Food yang ada di negeri ini. Entah itu cabang yang ada di kota A, atau di kota C, tapi Lea masih belum menyetujuinya.

Semua orang mencemaskan Leon, takut dia akan mengacau lagi.

***

Hotel Montus.

Setibanya di hotel Montus, Leon segera berjalan masuk ke dalam gedung hotel. Ia mulai naik ke lantai empat, tempat acara digelar.

Pesta ulang tahun yang diadakan di aula lantai empat gedung hotel ini sangatlah meriah. Aula hotel yang luas, kini disulap menjadi sebuah ruangan yang sangat mewah dan indah. Lampu berwarna kuning keemasan, terpancar sempurna di tiap sudut ruangan. Meja-meja dan kursi berjajar rapi, untuk para tamu undangan agar lebih nyaman ketika mereka berada di sana.

"Leon, kami di sini!" terdengar ada seseorang yang memanggilnya sambil melambaikan tangan.

Melihat hal itu, Leon segera menghampiri dan menyapa teman-temannya. Ia ikut duduk di sana, di meja paling depan yang dekat dengan kursi sang pemilik acara, Wika Liem.

"Leon ... di mana Jully? Apa dia tidak ikut denganmu?" Wika yang melihat Leon datang sendiri, segera datang ke meja Leon dan mulai bertanya.

Wika yang belum puas, kembali bertanya, "Apa dia datang terlambat?"

"Eitssss, siap ini?" Leon membelalakkan bola matanya. Menatap penuh kagum pada sosok gadis yang mengenakan gaun cantik, yang ada di hadapannya.

"Nona!" Tiba-tiba Leon berdiri dari duduknya. Ia membungkukkan badan sambil mengulurkan satu tangan kepada Wika. "Sebuah kehormatan bagiku bisa hadir di acara malam ini."

"Leon!" Wika tersipu malu. Ia mengulurkan tangannya juga pada Leon.

Muach!

Leon mencium tangan halus Wika. Membuat semua teman-teman yang hadir, menyorakinya.

Wuuuu!!!

Wika tahu betul dengan tingkah konyol Leon selama ini. Ia sama sekali tidak menganggapnya serius. Ia hanya tersipu malu menerima perlakuan istimewa dari Leon malam ini. Itu membuat semua orang iri.

"Maaf, Nona Cantik! Sekarang Jully tidak enak badan, dia tidak bisa hadir di acaramu malam ini. Aku mewakilinya meminta maaf padamu," ucap Leon lembut.

"Iya, tidak apa-apa!" jawab Wika. Ia tidak lagi mempertanyakan kehadiran Jully lagi. Hadirnya Leon di pesta malam ini sudah lebih dari cukup bagi dirinya.

Dari salah satu meja yang ada di pojok ruangan, ada satu pasang mata indah yang terus menatap Leon dengan tajam. Wanita itu memperhatikan setiap gerak-gerik Leon tanpa berkedip, membuat orang yang ada di sampingnya merasa sedikit khawatir.

"Apa kau baik-baik saja, Michelle?"

Pandangan Pertama

...Happy birthday to you...

...Happy birthday to you ...

...Happy birthday dear Wika ...

...Happy birthday to you ... ....

Fuuuh!

Wika meniup semua lilin-lilin yang ada di atas kue ulang tahun dengan tiga kali tarikan napas.

"Yeeee ...."

Prok! Prok! Prok!

Semuanya bersorak dan bertepuk tangan dengan meriah.

"Potong kuenya ... potong kuenya ... potong kuenya sekarang juga ... sekarang ... juugaaaa ... sekarang juga ...."

Semuanya bernyanyi lagi, meminta sang pemilik acara untuk memotong kue ulang tahunnya.

Satu ... dua ... tiga.

Wika mulai memotong kue ulang tahunnya dengan perlahan, menarik pisau panjang itu dari atas hingga ke bawah. Lalu, ia memotong kue dengan ukuran kecil dan menyimpannya di atas piring kecil yang sudah disiapkan di sana.

"Ayo, mau diberikan kepada siapa, ya, potongan kue pertamanya?" ucap pembawa acara dengan nada menggoda.

"Yang pasti, harus diberikan kepada seseorang yang sangat spesial, ya!"

Wika mulai tersipu malu. Sambil membawa piring kecil berisi kue di tangannya, ia mulai berjalan dan melihat satu persatu teman-temannya yang hadir.

Tidak semua teman yang diundang oleh Wika hadir di acara ulang tahunnya malam ini. Terutama teman yang tinggal di luar negeri. Mereka hanya memberi selamat lewat media sosial dan kado ulang tahun yang dikirim melalui penyedia jasa pengiriman.

Mungkin hanya ada lima sampai enam orang saja yang terbang ke negeri ini untuk menghadiri acara ulang tahun Wika. Selebihnya adalah teman yang berasal dari dalam negeri, dan itu tidak sampai tiga puluh orang.

"Untukmu!" Tiba-tiba langkah Wika terhenti di depan Leon. Ia mengulurkan tangan, memberikan piring berisi kue itu kepada Leon.

Waw!!!

Prok! Prok! Prok!

Ternyata, Leon yang beruntung menjadi tamu spesial bagi Wika malam ini. Semuanya merasa terkejut.

Leon mematung di tempat, menatap kiri dan kanan, menyaksikan semua orang menatap dirinya dan Wika penuh dengan rasa penasaran.

Sebelum menerima kue itu dari Wika, Leon ingin memastikan, "For me?"

"Yes!" Wika mengangguk.

"Owh, thank you!"

Tanpa ragu lagi, Leon segera membuka mulutnya dengan lebar, memaksa Wika untuk segera menyuapinya.

Gigi putih dan rapinya, kini nampak terlihat. Wika segera memasukan satu potong kue menggunakan garpu ke dalam mulut Leon.

"Ammh!"

Sambil mengunyah makanan yang ada di dalam mulut, Leon mencondongkan tubuhnya ke arah Wika, berbisik di telinganya.

"Mengapa tidak kau berikan ini kepada Syam?"

Setahu Leon, Wika sangat menyukai Syam, teman sekelas ketika mereka kuliah dulu. Tapi, Wika tidak pernah mengutarakan perasaannya kepada Syam. Sehingga Syam dan teman yang lain tidak tahu akan hal itu. Dan sekarang, Syam ada di sini, di pesta ulang tahun ini.

Wika mendekati telinga Leon, lalu ia meminta Leon agar berakting dengan baik.

"Buat Syam dan yang lainnya berpikir bahwa di antara kita berdua ada sesuatu!"

"Aish .... Berakting?" Leon tertawa pelan, mengerti dengan maksud ucapan Wika

"Apa seperti ini?" Leon menggoda.

Tiba-tiba ia menarik pinggang ramping Wika. Mendekatkan wajahnya ke wajah Wika, seolah mereka akan berciuman.

"Owh ... owh ... apa yang akan mereka lakukan?"

"Apa mereka akan melakukannya di depan kita?"

"Aaa! Ini gila! Mereka sungguh berani!"

Semua orang dibuat canggung oleh tingkah nakal Leon. Tapi sebagian orang malah ada yang menyemangatinya.

"Cium ... cium ... cium!"

Leon semakin mendekat, senyum nakalnya tidak pernah hilang dari wajahnya.

Merasakan ada bahaya di depannya, Wika segera mencubit pinggang kekar Leon. Tapi di pinggangnya tidak ada lemak sama sekali, membuat Wika kesulitan untuk mencubitnya.

"Leon! Awas saja jika kau berani melakukannya!" Wika mengancam.

"Hehehe ...." Leon tertawa kecil, masih menunduk untuk menatap Wika. "Tidak jadi berakting?"

Beberapa detik ia menatap Wika, lalu melepaskan pelukannya. Itu membuat semua orang yang mendukungnya merasa kecewa.

"Wuuuu!"

Setelah tubuh mereka terpisah, Leon segera merapikan setelan jasnya, dan menepuk-nepuk kedua bahu lebarnya. Menghiraukan suara teriakan dan sorakan untuknya.

Dirasa sudah rapi, Leon berniat mencari meja yang terdapat minuman.

Ternyata, setelah memakan kue ulang tahun tanpa minum, tenggorokannya terasa kering dan tidak enak.

Sebelum pergi, Leon berkata kepada Wika, "Aktingnya, segitu juga cukup!"

Wika hanya tersenyum melihat Leon yang mulai pergi ke belakang.

Wika pun kembali ke tempatnya dan acara kembali dimulai.

Leon duduk di meja belakang seorang diri. Ia membawa makanan dan minumannya ke meja itu dan mulai memakannya dengan santai.

Alunan musik yang ceria, dengan tarian dan keseruan para tamu yang hadir, tidak membuat Leon ingin ikut bergabung dengan mereka.

Karena, tadi Leon dan temannya yang berasal dari luar negeri sudah puas berbincang, sekarang giliran mereka untuk bersenang-senang.

Ketika Leon sedang duduk di kursinya, tiba-tiba ia melihat seorang gadis sedang berdiri di antara kerumunan orang. Gadis itu berdiri mematung di sana tanpa bergerak, tapi matanya terus melihat ke arah Leon.

"Siapa dia?"

Bukan Leon namanya, jika tidak bertindak ketika ada gadis cantik yang terus memperhatikan dirinya.

Ia segera meletakkan gelasnya, berjalan menghampiri gadis itu dan menyapa.

"Hai gadis! Apa kau sendirian?"

Gadis itu terlihat gugup ketika melihat kehadiran Leon di hadapannya. Tapi dengan cepat gadis itu segera merespon.

"Eh, tidak! Aku bersama dengan teman."

"Owh ...." Leon mengangguk, "Apa kau teman Wika, juga? Aku baru melihatmu!"

Mendengar kata-kata Leon yang terakhir "Aku baru melihatmu." seketika kening gadis itu mengkerut. Ada kekecewaan yang terlintas dari sorot matanya. Terlihat ia memalingkan muka ke sisi lain.

Melihat tidak ada jawaban dari gadis itu, Leon kembali berkata, "Aku dan Wika, teman satu jurusan di Paris. Kami baru lulus lima bulan yang lalu."

Mendengar kata "Paris" dari mulu Leon, gadis itu kembali menarik pandangannya. Ia memperhatikan wajah Leon dengan teliti, dari mulai matanya yang panjang, hidung mancungnya, hingga bibir Leon yang berwarna merah muda, terlihat bahwa Leon bukan seorang perokok. Setelah memperhatikan wajah Leon, terlihat senyum kecil dari bibir mungilnya.

Lalu gadis itu menjawab, "Aku dan Wika teman satu kelas di SMA. Wika melanjutkan studinya di Paris, dan aku ...." ia diam sejenak, "hanya melanjutkan studiku di Universitas Frada Wista. Jurusan Ekonomi."

"Owh, seperti itu." Leon kembali mengangguk.

"Eh, tunggu! Bukankah Universitas Frada Wista berada Jalan Utara Samola Pusat Kota A?" Leon ingat dengan nama sekolah itu.

"Enh!" Gadis itu mengiyakan.

Agar perbincangan mereka terasa nyaman, Leon mengajak gadis itu untuk duduk. Tidak nyaman rasanya jika berbincang sambil berdiri di tengah kerumunan orang yang sedang menari.

Akhirnya mereka berdua duduk di kursi yang tadi Leon tempati.

Setelah duduk, Leon sedikit menjelaskan, mengapa dirinya tahu tentang universitas itu.

"Apa kau tahu, tempat makan yang bernama Leayumi Food yang ada di dekat Universitas Frada Wista?" Leon bertanya.

"Iya, tentu saja. Itu adalah tempat makan yang sangat terkenal di sana. Bukan hanya karena tempatnya yang begitu nyaman, tapi juga karena makanannya sangatlah lezat."

"Hehe ... ya! Kau memang benar," jawab Leon sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Tidak ingin membahas hal itu lagi, Leon segera mengalihkan pembicaraan.

"Oiya, ngomong-ngomong, siapa namamu?"

Bahkan mereka lupa untuk saling memperkenalkan diri.

Gadis itu mengulurkan tangan ke arah Leon, "Michelle!"

Hah? Michelle?

Sejenak Leon terdiam. Ia merasa tidak asing dengan nama itu.

Michelle ....

Rasanya, Leon pernah mendengarnya, tapi ia tidak ingat itu kapan.

Melihat wajah cantik dan imut Michelle, Leon semakin lupa dengan hal itu, ia segera memperkenalkan diri.

Ia meraih tangan Michelle, "Leon!"

"Le-leon?" Michelle sedikit terkejut mendengar nama itu.

Seingatnya, pria yang wajahnya seperti ini, yang dia kenal di Paris enam bulan yang lalu, bukan bernama Leon Tapi—

Apa nama di luar negeri dan di dalam negeri, itu berbeda? Seperti halnya orang lain, di negaranya bernama Seo Jun, ketika berada di luar negeri diubah menjadi Stevan?

"Hey, ada apa?" Leon membuyarkan lamunan Michelle. lalu ia bertanya dengan heran, "Namaku Leon Gu! Jelek, ya?"

"Namaku mirip dengan nama ibuku, Lea! Nama kami memang seperti kembar, Leon dan Lea. Tapi nama kakakku yang seharusnya mirip denganku, malah berbeda jauh. Dia bernama Jul—"

"Ehh, tidak ... tidak!" Michelle segera memotong ucapannya. "Namamu bagus, kok! Tidak jelek sama sekali."

Michelle mulai merasa bersalah, karena mempertanyakan nama Leon. Padahal bukan itu maksudnya. Ia tadi terkejut karena nama itu bukan nama yang pernah ia dengar sebelumnya.

"Sudahlah, jangan membicarakan nama lagi. Bagaimana jika sekarang kita ke sana?" Michelle menunjuk ke arah kerumunan orang. "Kita menari bersama, bagaimana?"

Daripada terus membahas pertemuan yang sudah dilupakan olehnya, lebih baik Michelle mengajak Leon untuk menari saja. Berharap, setelah pulang nanti, Leon tidak akan melupakan pertemuan dengan Michelle lagi.

"Oke!"

Leon segera berdiri. Ia kembali merapikan pakaiannya. Lalu menarik tangan Michelle dan mulai bergabung dengan teman yang lain dan ikut menari di sana.

Malam ini menjadi malam yang indah bagi Leon. Ia belum pernah bertemu dengan wanita yang begitu agresif seperti Michelle. Seolah mereka sudah pernah bertemu sebelumnya, Michelle terus mendekatinya dan sesekali memberikan kode-kode kepada Leon. Membuat Leon tak berdaya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!