NovelToon NovelToon

Aku Tidak Cacat, Mas

Chapter 01

"Tidak, aku tidak mau menikahi perempuan cacat dan buruk rupa seperti dia." Tolak Devanio dengan suara lantang memenuhi seisi ruangan.

"Deva...!" Sergah bu Resti sambil menggebrak meja. "Mama berhutang budi dengan Kemala. Kau harus menikahi dia sebagai rasa terimakasih kita kepada Mala." Ucap Bu Resti yang kekeh pada keputusannya.

Deva membuang nafas kasar, pria ini mengatur emosinya untuk bicara dengan sang mamah yang terus memaksanya untuk menikahi seorang perempuan yang sudah menyelamatkan mamahnya dari kebakaran salon satu bulan yang lalu.

"Ma, kita bisa mengirim dia ke luar negeri untuk melakukan operasi plastik. Masih ada cara lain, kenapa aku harus menikahi perempuan buruk rupa seperti itu?"

"Menikah atau semua harta termasuk perusahaan akan mama hibahkan ke yayasan?" Ancam bu Resti seketika membuat Deva merasa sangat lesu.

Deva mengusap wajahnya kasar, pria ini tidak bisa menentang keputusan mamanya sekarang.

"Ma, tolong jangan bercanda!"

"Mama nggak bercanda, Deva. Semua perempuan itu cantik, Mala itu cantik, dia seperti itu karena dia menolong mama yang hendak ditimpa reruntuhan. Kalau kamu nggak mau menuruti permintaan mama, lebih baik kamu nggak usah anggap mama sebagai orang tua kamu lagi."

Dengan sangat terpaksa Deva menerima pernikahan ini meskipun hatinya menolak begitu keras. Bahkan kakak laki-laki Deva yang bernama David hanya bisa diam tak mengeluarkan suara sepatah katapun.

"Kenapa tidak kau saja yang menikahi perempuan itu, kak?"

"Andai kakak belum menikah, kakak bersedia menikahi perempuan itu sebab dia kita masih punya mama sampai sekarang." Jawab David kemudian berlalu pergi.

Deva hanya bisa terduduk lemas, berulang kali pria ini mengajak rambutnya frustasi. Bagaimana dengan Amelia, kekasih Deva yang sudah ia beri janji untuk segera menikahinya.

Singkat cerita, keesokan harinya terjadilah pernikahan yang tidak diinginkan ini. Pernikahan yang sangat sederhana yang hanya dihadiri oleh pihak keluarga saja.

Selesai acara pernikahan tersebut, Deva langsung mengajak Mala pulang ku rumah yang sudah dipersiapkan bu Resti sejak satu minggu yang lalu. Rumah yang cukup mewah tapi belum memiliki asisten rumah tangga.

"Perempuan menjijikan...!" Hardik Deva dengan sorot mata tajam. "Kau memanfaatkan kebaikanmu agar bisa menikah dengan aku." Tuduhnya seketika membuat hati Mala terasa sangat sakit.

"Aku sudah menolak, tapi mama -mu selalu memaksaku." Jawab Mala.

Cuih.... Deva membuang ludah tepat di bawah kaki Mala.

"Jangan pernah bermimpi untuk menjadi istriku. Aku tidak sudi memiliki istri cacat dan buruk rupa sepertimu!" Ucap Deva begitu kejamnya.

Mala hanya diam saja, rasanya enggan sekali untuk berdebat dengan pria yang sudah resmi menjadi suaminya ini.

"Apa pun itu, jangan pernah berharap nafkah dariku. Aku tidak akan mencarikan asisten rumah tangga untuk rumah ini sedangkan kau sendiri jauh lebih rendah dari pada seorang pembantu." Ucap Deva benar-benar melukai perasaan Mala.

Deva berlalu begitu saja, pria ini naik ke lantai dua karena memang kamarnya ada di sana sedangkan Kamar Mala ada di lantai bawah.

Mala hanya bisa menangis, meratapi nasib yang sudah tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Wanita menatap wajahnya dari pantulan cermin, separo dari wajah cantik putih mulusnya kini telah berubah menjadi luka bakar mengerikan.

Gadis ini hanya sebatang kara, hidup tanpa keluarga kerena memang ia dibesarkan di panti asuhan. Sejak lulus sekolah menengah atas, Mala mencoba mencari keberuntungannya sendiri dengan bekerja di salah satu salon.

Sejak satu bulan yang lalu, jika Mala hendak pergi, wanita ini menggunakan masker dengan sebagian rambut ia biarkan tergerai untuk menutupi wajah buruk rupanya.

Beberapa hari kemudian, kehidupan rumah tangga Mala dan Deva berjalan sangat hambar bahkan sejak hari pernikahan, Mala belum melihat Deva. Gadis ini tidak peduli, ia harus pergi sekarang untuk mencari pekerjaan karena memang Deva tidak akan memberinya uang nafkah.

"Dengan keadaan wajahku seperti ini, siapa yang sudi memberi aku pekerjaan?" Batin Mala yang nyaris putus asa.

Gadis ini terus mengayuh sepedanya, memasuki setiap cafe maupun rumah makan yang sudi memberinya pekerjaan. Hingga pada akhirnya, ada salah satu restoran yang memberi Mala pekerjaan sebagai tukang sapu halaman dan buang sampah di restoran tersebut.

"Tidak apa-apa, setidaknya aku memiliki pekerjaan." Ucap Mala dalam hati.

Gadis ini tersenyum getir, kehidupan sejak ia kecil sampai sekarang sungguh sangat berat sekali.

Sementara Deva saat ini tengah merayu sang kekasih hati yang sedang menangis karena ia tidak menyangka jika laki-laki yang sangat Melia cintai sudah menikah dengan perempuan lain.

Begitu sakit tangis Melia hingga membuat hati Deva penuh dengan rasa kebencian pada Mala.

"Sayang, aku berjanji padamu. Dalam waktu satu tahun aku akan menceraikan perempuan buruk rupa itu. Bersabarlah, ini hanya masalah waktu." Ucap Deva menenangkan.

"Padahal mama-mu tahu jika kita akan bertunangan, tapi kenapa mama-mu tega melakukan hal ini kepada kita?"

Deva memeluk Melia, wanita yang sangat ia cintai. Entah kenapa Bu Resti tidak pernah menyetujui hubungan Deva dan Melia.

Malam hari di rumah, langkah Mala yang hendak masuk ke dalam kamar terhenti saat ia mendengar suara Deva. Buru-bu gadis dua puluh empat tahun ini menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya.

"Akan aku berikan kau pernikahan seperti di neraka hingga kau merasa trauma pada pernikahan." Ucap Deva dengan wajah dingin dan suara beratnya.

"Aku tidak memiliki salah apa pun padamu, kenapa kau bersikap seolah aku ini seorang pendosa yang menjijikan?"

"Ya, kau sangat menjijikan. Kau itu cacat dan buruk rupa. Aku muak, aku benci padamu, kau sudah menjadi penghalang dalam hubunganku dengan kekasihku." Ucap Deva dengan nada tinggi.

"Aku tidak cacat, mas! Semua bukan kehendakku, andai aku mampu menghindar dari kebakaran itu, sudah pasti kita tidak akan seperti ini. Andai aku tidak menolong mama-mu tidak akan mungkin wajahku seperti ini."

Tiba-tiba saja Deva menghampiri Mala lalu menjambak rambut istrinya.

"Kau, sudah pasti kau yang menghasut mama-ku untuk menikahimu. Perempuan miskin dan rendahan sepertimu sudah pasti memiliki tujuan tertentu." Tuduh Deva membuat hati Mala terasa sakit sekali.

Tanpa menunggu jawaban dari Mala, pria ini pun mendorong tubuh Mala hingga membuatnya jatuh menghantam sudut pintu.

Mala merintih kesakitan, luka bakar di wajahnya terasa sedikit nyeri.

Melihat Mala yang kesakitan, Deva hanya menertawakan bahkan pria ini terus melontarkan kata-kata kasar tak pantas kepada Mala.

Mala masuk ke dalam kamarnya, gadis ini menangis. Begitu sakit penderitaan yang ia jalani di dunia ini. Terlahir tanpa mengenal siapa kedua orang tuanya? Hidup susah di panti asuhan dan sekarang menjadi seorang istri yang tidak pernah diinginkan.

Chapter 02

"Kenapa kamu kerja, Mala?" Tanya Bu Resti sedikit menekan. "Apa Deva tidak memberimu uang?"

Mala menggelengkan kepalanya, wanita ini mengatakan tidak.

"Mas Deva kasih aku uang, tapi aku merasa bosan saja di rumah makanya aku kerja." Jawab Mala yang berbohong.

Bu Resti menghela nafas pelan, sebenarnya ia tahu jika Deva tidak memberi nafkah untuk Mala.

"Ambil uang ini untuk kamu, setiap bulan mama akan kasih kamu uang. Masalah kamu kerja atau enggak, itu hak kamu dan mama nggak bisa melarang kamu."

"Terimakasih, ma!" Ucap Mala.

"Pandai-pandai mengambil hati suamimu. Mama dan David sedang mencari rumah sakit terbaik yang bisa mempercantik wajahmu kelak."

"Kalau pun ada, sudah pasti butuh biaya yang sangat besar. Iya kan, ma? Apa lagi Dokter bilang jika kedalaman luka bakar di wajahku hampir sembilan puluh persen dan bahkan tulang pipi saja nyaris terlihat."

"Jangan bicara seperti itu, Mala. Setiap penyakit ada obatnya, masalah uang jangan dipikirkan." Ujar bu Resti yang berusaha menyakinkan. "Apa yang kamu lakukan untuk mama tidak sebanding dengan nyawa yang kamu pertaruhkan."

Mala tersenyum mendengarnya, sejak wajahnya rusak, gadis ini tak pernah lagi mengangkat wajahnya. Bu Resti pun pamit pulang, meskipun caranya salah, tapi sesuatu yang sedang bu Resti sembunyikan.

Mala melirik jam yang yang menempel di dinding, gadis ini bergegas berangkat kerja. Selain menjadi tukang sapu, Mala juga bekerja sebagai pencuci piring. Gadis ini tidak memilik teman, sejak wajahnya rusak semua orang menjauhi dirinya.

Sedangkan Deva hanya sibuk dengan kekasihnya, wanita yang begitu manja dan selalu menuntut ini dan itu pada Deva. Bahkan saat bekerja saja, Melia selalu ada di dalam ruangan Deva.

David masuk ke dalam ruangan adiknya, pria ini memasang wajah yang sangat dingin bahkan tak membalas sapaan dari Melia.

"Sebenarnya apa kepentinganmu di kantor ini?" Tanya David pada Melia.

Melia bingung ingin menjawab apa? Wanita ini melirik Deva untuk meminta pembelaan.

"Mas, jangan ganggu dia." Tegur Deva.

"Ingat Deva, kau sudah menikah. Tidak baik jika seorang laki-laki beristri menjalin hubungan dengan wanita lain." Ucap David memperingati. "Mulai besok dan seterusnya, aku tidak ingin melihat dia ada di kantor atau pun berkeliaran tidak jelas di perusahaan ini."

David pun keluar dari ruangan adiknya. Setelah David keluar, barulah Melia berani marah-marah bahkan wanita ini berani melempar gelas tepat di hadapan Deva.

"Kau menikah belum ada satu bulan, aku sudah tidak tahan lagi. Cepat ceraikan perempuan cacat itu...!" Pinta Melia dengan nada tinggi.

"Aku tidak akan menceraikan dia sampai mamaku mengeluarkan pembagian ahli waris. Sabarlah, sayang. Aku akan membuat perempuan itu yang angkat kaki dari pernikahan ini." Ucap Deva yang berusaha menyakinkan.

Melia menghela nafas pelan, ia tidak mungkin melepaskan Devanio yang terkenal dari keluarga kaya raya. Deva pun mengantar Melia pulang ke apartemennya setelah itu barulah dia kembali ke kantor.

Sekali lagi Deva harus berhadapan dengan kakaknya. Pria ini sebenarnya merasa sangat malas sekali.

"Kau sudah dewasa, Deva. Usiamu sudah dua puluh delapan tahun. Jangan bertingkah seperti anak kecil."

"Berhenti menasehatiku, mas. Aku menjadi seperti ini karena mama!"

"Lebih baik kau menikah dengan perempuan cacat dari pada kau harus menikah dengan Melia. Kau tahu sendiri jika mama tidak akan pernah merestui hubungan kalian."

"Terserah apa kata kalian, aku tidak peduli. Bagiku Melia adalah wanita yang paling aku cintai dan dia adalah perempuan baik-baik." Ucap Deva kemudian keluar dari ruangannya sendiri.

David membuang nafas kasar, harus bagaimana lagi caranya agar Deva membuka mata agar ia bisa melihat siapa Melia yang sebenarnya?

Siang telah berganti malam, tepat pukul delapan malam Mala pulang. Seperti biasa ia akan menggunakan sepeda yang selama ini selalu setia menemani dirinya. Tiba-tiba saja.....

Tiiiiiit...... suara klakson yang begitu nyaring membuat Mala terkejut hingga membuat dirinya kehilangan keseimbangan lalu jatuh. Mala merintih kesakitan, tapi ia mendengar suara gelak tawa dari dalam mobil. Dia lah Deva, pria ini merasa sangat puas sudah mengerjai Mala.

"Rasain tuh. Emang enak? Mati aja sana sekalian." Ucap Deva dengan kata-kata kasarnya.

Mala hanya diam, bukan tak ingin melawan, hanya saja gadis ini malas untuk berdebat. Mala mendirikan sepedanya kemudian pulang sambil menuntun sepeda sedangkan Deva sudah melajukan mobilnya sampai ke rumah.

Sesampainya di rumah, Mala melihat Deva yang sedang berdiri di ambang pintu sambil melipat kedua tanganya di dada.

"Aku memperingatimu, awas saja jika kau mengaku sebagai istriku. Sekali pun kita berpapasan di luar sana, jangan pernah menegurku. Hai perempuan cacat, aku jijik melihatmu. Apa kau mengerti?"

"Ya, aku sangat mengerti...!!" Jawab Mala.

"Satu lagi, jangan pernah mengadu apa pun pada mama dan mas David. Jika tidak, kau akan tahu akibatnya." Ucap Deva memperingati.

"Ya. Aku mengerti...!" Jawab Mala yang sudah tidak tahu lagi ingin menjawab apa.

Devan yang merasa geram justru menjorokkan Mala hingga membuat gadis ini jatuh ke lantai. Sekali lagi Deva tertawa, baginya Mala sangat pantas untuk di siksa.

Malam telah berganti pagi, Deva yang baru saja bangun merasa perutnya keroncongan saat ia mencium aroma masakan yang sangat menggugah selera. Pria ini pun bergegas turun ke lantai bawah untuk melihat siapa yang memasak.

Tapi, saat Deva memasuki ruang makan, hanya ada beberapa makanan yang terhindang tiada satu orang pun di sana. Deva manggut-manggut, pria ini mencicipi makanan tersebut.

"Perempuan cacat itu ternyata bisa masak juga." Ucap Deva setengah tertawa.

Tanpa berpikir panjang Deva langsung melahap makanan tersebut. Ia tahu jika Mala yang memasak, selama tidak melihat wajah Mala, maka ia akan memakannya.

Mala mengintip dari dapur, gadis ini tersenyum tipis. Meskipun hubungannya dengan Deva sangat buruk, setidaknya Deva masih mau makan masakan darinya.

Selesai makan, Deva kembali ke kamarnya untuk mandi setelah itu berangkat ke kantor. Pria ini memang seperti anak kecil karena sejak kecil sudah biasa dimanja oleh almarhum papa-nya.

"Sayang....!!" Panggil Melia dengan nada pelan hingga membuat Deva merasa sangat terkejut.

"Astaga sayang. Ngapain sembunyi di situ?"

"Kupikir kakakmu, makanya aku sembunyi di sini."

Hidup Melia bak benalu, wanita selalu menempel pada Deva. Bahkan untuk biaya sewa apartemen dan makan sehari-hari pun di tanggung oleh Deva.

Wanita ini enggan untuk bekerja padahal ia sendiri lulusan sarjana. Sarjana pun dibantu oleh Deva karena memang latar belakang Melia berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Chapter 03

"Mau sampai kapan sikapmu ini kekanakan, Deva?"

Devanio hanya diam saat mamanya bertanya. Rasanya sudah muak, bukan sekali atau dua kali ini saja sang mama menasehati dirinya.

"Aku punya hak untuk mengatur kehidupanku, ma. Menikah dengan perempuan itu sudah aku lakukan. Lantas, apa lagi yang kurang?"

Bh Resti mengangkat wajahnya, wanita paruh baya ini tidak menyangka jika Deva akan melawan dirinya.

"Sebenarnya, apa yang kau mau, Deva?" Tanya bu Resti dengan nada yang sangat dingin.

Ia menatap anaknya dengan tatapan marah, melihat sikap mama-nya berubah, David hanya bisa menghela nafas.

"Biarkan aku menceraikan perempuan cacat itu dan aku akan menikahi Melia." Ujar Deva yang sangat keras kepala.

"Apa yang kau lihat dari perempuan manja dan sudah banyak memakan uang kita itu? Bahkan orang tuanya saja berani meminta uang kepadamu!"

"Ayo lah ma, kita tidak akan kehabisan uang sekalipun kita menolong Melia, keluarganya yang akan menjadi keluargaku juga." Ucap Deva dengan bodohnya.

"Ya, kalau begitu silahkan kau bekerja sendiri. Kamu pilih Mala atau Melia?" Tanya bu Resti yang memberikan dua pilihan.

Deva tertawa, pria ini seolah meremehkan perkataan mamanya.

"Ma, sudah pasti aku akan memilih Melia. Dia perempuan berpendidikan dan cantik. Ngapain aku milih perempuan cacat seperti itu?"

Sekali lagi Deva menertawakan.

"Baiklah, kalau begitu mulai sekarang mama akan menarik semua fasilitas kamu, rumah, mobil, pekerjaan, rumah dan semua kartu akan mama bekukan. Jika kau ingin menafkahi keluarga Melia, silahkan kamu kerja dari hasil keringat dan pemikiranmu sendiri." Ucap Bu Resti dengan tegas hingga membuat Deva terperanjat.

Sama halnya dengan David, pria ini sangat terkejut saat mendengar keputusan mama-nya yang sangat mengejutkan ini.

"Ma, tidak bisa seperti ini dong!" Protes Deva. "Aku anak mama, bukan perempuan cacat itu...!!''

Davin menghela nafas panjang, pria ini menatap adiknya yang sangat keras kepala ini.

"Deva, jangan panggil dia perempuan cacat. Ingatlah baik-baik jika dia seperti itu karena menolong nyawa mama." Ucap David mengingatkan.

"Diam mas!" Sergah Deva. "Jangan ikut campur. Kau sepertinya senang jika aku dalam masalah."

"Deva....!!" Sentak bu Resti yang tidak terima jika anaknya ini menjadi pembangkang. "Serahkan semua kartu dan kunci mobil. Cepat...!!"

"Ma....!"

"Cepat! Atau kau mau mama coret dari keluarga ini?" Ancam bu Resti yang sudah tidak tahan lagi pada kelakuan anaknya.

Dengan sangat terpaksa Deva menyerahkan semua kartu dan kunci mobil kepada mamanya.

"Pergi...!" Usir Bu Resti. "Jangan pernah kamu injakan kaki di rumah ini selama kamu tidak bisa menerima Mala sebagai istri kamu."

Deva sudah tak bisa berkata-kata lagi, pria ini langsung di seret keluar dengan penjaga rumah mamanya.

Aaaaaargh...... "Sialan! Brengsek! Semua gara-gara perempuan cacat itu."

Sumpah serapah Deva terdengar sampai ke dalam rumah. Bu Resti dan David hanya bisa mengelus dada mereka.

Sambil berjalan kaki, Deva menunggu ojek online yang baru saja di pesannya.

Satu jam kemudian, Deva pun sampai di rumah, hari sudah gelap, Mala baru saja pulang kerja. Namun, saat ia hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba saja Deva menjambak rambut gadis ini lalu memukulnya berulang kali.

"Perempuan sialan!" Umpat Deva dengan nada tinggi. "Kenapa kau tidak mati saja? Semua salahmu!" Teriak Deva memenuhi seisi rumah.

Mala hanya bisa menangis sambil mengusap wajahnya yang terasa panas bahkan dari sudut bibir keluar darah mengalir.

"Kau boleh mengutuk ngata diriku, tapi tolong jangan pukul aku." Pinta Mala dengan isak tangisnya.

"Kau itu pantas untuk dipukul, sejak kau hadir dalam keluargaku, sekarang hidupku menjadi kacau. Dasar kau perempuan murahan!"

Sekali lagi Deva memukul Mala bahkan menendang istrinya sendiri. Kebencian Deva kepada Mala semakin dalam terasa. Pria ini memutuskan untuk kembali ke kamarnya karena mau pergi pun ia tidak memiliki kendaraan.

Semalaman Mala hanya bisa menangis, entah sampai kapan penderitaannya akan berakhir. Sejak ia dilahirkan sampai dengan hari ini, belum pernah Mala merasakan kebahagiaan.

Keesokan paginya, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Ternyata ada beberapa orang suruhan dari bu Resti yang mengusir Deva dan Mala dari rumah tersebut. Deva yang berusaha melawan, tapi tetap saja ia kalah lawan.

Mau tidak mau, Deva dan Mala keluar dari rumah tersebut. Sekali lagi, sudah pasti Mala yang akan sasaran kemarahan Deva.

Sepanjang perjalanan, Deva terus mengomel sambil menghardik Mala. Tapi, tetap saja Mala diam tidak melawan, percuma saja karena sudah pasti kemarahan Deva semakin menjadi jika ditanggapi.

"Aku tidak mau tahu, kau harus memikirkan bagaimana caranya bisa mendapatkan tempat tinggal dan kau harus memberi aku makan dan segala kebutuhanku." Ucap Deva yang tidak mau tahu.

Mala hanya diam, gadis ini terus menunduk sambil menuntun sepeda bututnya. Deva yang merasa kesal langsung memukul kepala Mala.

"Hai bodoh! Apa kau dengar?"

"Ya, aku dengar!" Jawab Mala.

Keduanya terus berjalan, Deva yang merasa lelah memutuskan untuk duduk di pinggir jalan yang tidak begitu ramai.

"Aku akan mencari kontrakan, jika kau mau, kau bisa menunggu di sini. Nanti, kalau sudah dapat, aku akan menyusulmu."

"Tidak butuh!" Seru Deva. "Aku akan tinggal di apartemen milik Melia."

Mala tidak menanggapi, gadis ini pun kembali melanjutkan langkahnya sedangkan Deva yang baru bisa menghubungi Melia, hanya bisa menunggu sampai Wanita itu datang menjemput.

Setengah jam kemudian, Melia datang menjemput, mereka pun pulang ke apartemen sedangkan Mala sudah pergi sejak tadi untuk mencari kontrakan.

"Jadi, sekarang kamu nggak punya apa-apa lagi dong?" Tanya Melia yang merasa terkejut.

"Ya, begitulah. Mama mengambil alih semuanya. Bahkan sekarang aku tidak punya uang sepeser pun."

Melia hanya diam, wanita ini mulai ragu untuk melanjutkan hubungannya dengan Deva karena tujuan utama wanita ini hanya untuk uang.

Mereka pun sampai di apartemen, Deva langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa. Meskipun mereka sering berdua, entah kenapa Deva sama sekali tidak pernah tidur apa lagi melakukan tindakan yang jauh dengan Melia.

"Sayang, terus sekarang bagaimana?"

"Apanya bagaimana? Untuk sementara waktu, aku akan tinggal di apartemen ini."

"Hah...?"

Tiba-tiba saja ekspresi wajah Melia seperti orang gugup dan takut. Tentu saja Deva merasa heran dengan sikap Melia.

"Ada apa?"

"N-nggak, nggak kenapa-kenapa. Kamu sudah makan?"

"Belum, masakin mi sana!" Titah Melia.

"Aku, masak?" Tanya Melia yang tidak percaya.

"Ya terus siapa? Kamu itu calon istri aku, wajar dong bantu aku yang sedang kesusahan ini."

Melia menelan ludahnya kasar, mau tidak mau wanita ini memasak mi instan padahal mereka bisa memesan makanan secara online.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!