NovelToon NovelToon

Pesona Gadis Desa

Bab 1 - Pertemuan Pertama

Alvaro Galen Wijaya baru berusia 28 tahun, akan tetapi sudah terkenal sukses dan ditakuti dalam dunia bisnis. Ketegasan dan kecerdikan Alvaro justru membuat pria itu memiliki banyak musuh dari berbagai kalangan.

Malam ini Alvaro seharusnya mengadakan pertemuan dengan rekan bisnisnya yang berasal dari Jepang. Namun, Alvaro justru dijebak oleh salah satu orang yang berada di dekatnya.

"Aku sudah merasa ada yang tidak beres. Kepalaku sakit sekali, aku harus bertahan atau aku akan berakhir dengan menyedihkan." Gumam Alvaro yang terus berusaha untuk mempertahankan kesadarannya.

Dengan pandangan yang mulai kabur Alvaro melihat sekitarnya yang tampak asing. Di depan mobil Alvaro melihat sekelompok orang sedang berbicara dengan serius. Jumlah mereka banyak dan dengan kondisinya yang sekarang tentu saja Alvaro tidak bisa melawan.

"Aku harus kabur sebelum mereka kembali bergerak!" Alvaro memaksakan dirinya untuk bisa bangun dan keluar dari mobil dengan cepat.

Dengan perlahan Alvaro membuka pintu mobil tanpa diketahui oleh para musuhnya. Dengan langkah tertatih Alvaro kabur masuk ke dalam hutan yang cukup lebat.

Ketika Alvaro dalam pelariannya, para musuh langsung menyadari bahwa Alvaro berhasil kabur.

"Cepat cari dia, temukan hidup atau mati. Bawa dia ke hadapanku!" perintah itu datang dari seorang pria yang terlihat seperti dalang di balik rencana pembunuhan Alvaro.

Mereka segera berpencar, hari sudah larut dan mereka harus segera menemukan Alvaro atau hidup mereka yang dalam bahaya.

Di sisi lain, Alvaro terus memaksakan kakinya melangkah jauh, kepala dan seluruh tubuhnya sakit. Dengan sisa kesadaran Alvaro melepas jas, kemeja, dompet serta jam tangan miliknya. Dia ingin membuang identitasnya untuk sementara.

Alvaro tidak tahu berada di mana, tubuhnya sudah tidak sanggup untuk berlari lagi. Dengan pasrah dia mendudukan diri di jalan sepi. Tidak ada siapapun, perlahan dia menutup mata. Sebelum kesadarannya terenggut, dia mendengar suara lembut yang berusaha menyadarkannya.

"Mas ... bangun Mas! Astagfirullah, bagaimana ini?" hanya suara lembut itu disertai guncangan kecil yang terakhir Alvaro rasakan sebelum akhrinya semua gelap.

...****************...

Pukul 11 malam ketika Zahra memutuskan untuk pulang setelah toko kue miliknya bersih. Toko kue milik Zahra berada di pinggir kota, perbatasan antara kota dengan Desa Cempaka.

Saat di perjalanan Zahra seorang pria yang bersandar di pintu masuk Desa Cempaka. Awalnya Zahra takut mendekat karena bisa saja pria itu adalah orang jahat yang berasal dari kota.

Namun, melihat wajah pucat dan penampilan acak-acakan membuat Zahra merasa iba. Dengan berani Zahra mendekat dan berusaha menyadarkan pria pucat tersebut.

"Mas ... bangun Mas! Astagfirullah bagaimana ini?" Zahra bergetar takut ketika melihat pria asing itu tika sadarkan diri.

Wajahnya pucat dan banyak luka ditubub pria tersebut. Zahra takut jika pria ini korban perampokan.

Saat Zahra dengan panik mencari bantuan, suatu kebetulan kepala Desa Cempaka melintas. Pemimpin Desa Cempaka itu segera mendekat dan berniat membantu.

"Pak Adam, tolong Pak! Pria ini pingsan di jalan, saya takut dia dalam bahaya." Zahra berkata dengan panik saat Pak Adam sudah berdiri di depannya.

"Astagfirullah, Neng Zahra? Kenapa Neng bisa ada di sini?" Pak Adam yang mengenal Zahra langsung bertanya dengan panik, dia takut gadis itu juga terluka.

"Saya baru pulang dari toko kue Pak, saya nggak sengaja melihat pria ini. Tolong bantu bawa ke rumah Pak, biar Nenek Narsih yang merawat untuk sementara."

Pak Adam menganggu setuju, kemudian keduanya segera membawa Alvaro menuju rumah milik Nenek Nasih yang juga merupakan Nenek kandung Zahra. Beruntung malam ini Pak Adam menggunakan mobil pick upnya sehingga mereka tidak terlalu repot.

Hari yang sudah malam menguntungkan Zahra dan Pak Adam dalam membawa Alvaro. Mereka tidak harus berhadapan dengan warga yang biasanya banyak bertanya. Setidaknya malam ini mereka aman.

"Assalamu’alaikum, Nek." Zahra mengucap salam sambil mengetuk pelan pintu rumah. Tidak lama Nenek Narsih membukakan pintu.

"Waalaikumsalam ... loh ada Pak Adam juga. Ada apa ya, Pak?" tanya Nenek Narsih dengan ramah.

"Nanti Zahra jelaskan, sekarang bantu Zahra mengobati seseorang. Orangnya ada di mobil, biar Zahra dan Pak Adam yang membawa masuk." Zahra menujuk mobil pick up Pak Adam dan terlihat seorang pria asing sedang terbaring lemah.

"Astagfirullah, ayo cepat bawa masuk. Nenek tunggu di dalam ya, kalian pelan-pelan saja." Nenek Narsih membuka pintu lebih lebar dan segera masuk untuk menyiapkan peralatannya.

Dengan hati-hati Zahra dan Pak Adam membawa Alvaro ke dalam rumah. Setelah mengobati luka pria itu, Nenek Narsih langsung menagih penjelasan.

"Jadi, siapa pria tadi? Kamu nggak melakukan sesuatu 'kan, nduk?" tanya Nenek pada Zahra yang langsung menggeleng.

"Nggak, Nek. Zahra nggak sengaja menemukan pria tadi di pinggir jalan, Zahra nggak tega melihat kondisinya dan kebetulan Pak Adam lewat." Ujar Zahra menjelaskan peristiwa yang sebenarnya.

"Benar, saya tadi kebetulan baru pulang dari kota dan nggak sengaja bertemu Zahra. Nek, untuk sementara biarkan pria itu tinggal di sini sampai dia sadar dan bisa dimintai keterangan. Nanti biar saya yang mengurus, tapi jangan sampai warga tahu karena bisa heboh." Terang Pak Adam memberikan solusi sementara mengenai Alvaro.

"Ya sudah, saya akan ikut gimana baiknya saja. Kasihan juga pemuda itu, lukanya cukup parah dan sepertinya dia meminum obat bius."

"Astagfirullah," Zahra dan Pak Adam kompak beristighfar merasa kaget dengan kondisi pria yang bahkan tidak mereka kenali.

"Tolong dirawat ya Nek, nanti saya bantu mencari obat untuk pemulihan pemuda itu. Zahra juga bisa membantu 'kan?" tanya Pak Adam pada Zahra yang merasa tidak keberatan.

"Insya Allah bisa, Pak. Nanti saya bantu Nenek merawat pemuda itu, saya juga usahakan agar tidak ada warga yang tahu."

"Alhamdulillah, kalau begitu saya undur diri dulu. Selamat beristirahat, Assalamu’alaikum."

"Waalaikumsalam,"

Setalah Pak Adam pergi, Zahra dan Nenek Narsih saling berpandangan. Mereka tidak bisa berbohong jika sama-sama merasa cemas. Mereka takut warga ada yang tahu dan berakhir mereka mendapat masalah. Namun, sebagai manusia tentu mengabaikan orang lain yang terluka bukanlah hal baik.

Zahra dan Nenek Narsih sama berdoa untuk kesembuhan pemuda yang tidak diketahui namanya. Mereka juga berdoa semua warga tidak ada yang menyadari keberadaan pria asing di rumah Nenek Narsih.

...****************...

"Bagaimana?" tanya pria asing yang hanya terlihat punggungnya saja.

"Maaf Bos kami tidak berhasil menemukan Tuan Alvaro. Kami hanya menemukan barang-barang Tuan Alvaro yang tergeletak di dalam hutan." Ucap salah satu anak buah yang bertugas mencari kebenaran Alvaro.

Pria asing yang enggan menampakkan wajahnya itu berteriak marah dan membanting barang. Rencana yang dia susun sekian lama gagal total. Dia gagal menyingkirkan Alvaro padahal kesempatan emas itu ada di depan mata.

"Cari sampai ketemu, bahkan mayatnya sekalipun harus tetap kalian temukan!" perintah dengan nada marah.

Jujur saja dia takut jika Alvaro masih hidup dan kembali lagi. Posisinya terancam dan dia akan kehilangan kekuasaannya jika Alvaro kembali lagi.

Dia harus menemukan Alvaro dalam keadaan apapun. Dia harus memastikan kedudukannya tetap dan tidak tergeses.

《Bersambung 》

Bab 2 - Secantik Bidadari

Alvaro terbangun dengan rasa sakit dibeberapa bagian tubuhnya. Matanya mengerjap pelan kemudian menatap sekeliling yang terlihat asing.

Dia berada di sebuah ruangan dengan nuansa kayu tradisional. Saat ingin bangun terdengar suara pintu terbuka, Alvaro pikir dia adalah orang yang berniat membunuhnnya.

"Alhamdulilah Aa sudah sadar." Ucap Zahra penuh syukur saat melihat Alvaro yang sudah sadar.

"Siapa kamu?" tanya Alvaro bingung karena di hadapannya ini seorang gadis cantik yang tidak terlihat seperti orang jahat.

"Saya Zahra, kemarin malam Aa pingsan di jalan dan Zahra yang membawa Aa ke sini. Ini rumah Nenek Narsih, sebentar biar saya panggilkan Nenek." Zahra berlalu begitu saja sebelum Alvaro kembali membuka suara.

Tidak lama Nenek Narsih datang dengan beberapa obat ditangannya. Wanita tua itu memang mantan Dokter yang kini hidup sederhana di Desa Cempaka.

"Apapun yang kamu mau tanyakan simpan dulu, biar Nenek obati lukamu lebih dulu." Nenek Nasih segera menyela ketika melihat Alvaro siap bertanya padanya.

DIbantu oleh Zahra akhirnya Nenek Narsih mengobati luka-luka ditubuh Alvaro. Pria itu hanya duduk diam tanpa ekpresi kesakitan, padahal luka pria itu sangat dalam.

"Siapa namamu?" tanya Nenek Narsih setelah selesai mengobati luka Alvaro.

Cukup lama Alvaro terdiam seolah menimbang-nimbang untuk berkata dengan jujur atau tidak.

"Saya Al," jawab Alvaro singkat.

"Cucu Nenek yang menemukan kamu, kamu terluka parah dan Nenek yakin kamu juga meminum obat bius. Bisa ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, Nenek cuma nggak mau nantinya akan ada salah paham."

Melihat wajah-wajah di hadapannya membuat Alvaro yakin mereka adalah orang baik. Namun, Alvaro tidak bisa berkata jujur mengenai siapa dirinya karena bisa saja para pengkhianat itu mengejarnya sampai sini.

Alvaro tidak mau melibatkan orang lain dan untuk sementara dia akan berada di tempat asing ini sampai kondisnya membaik.

"Saya ditipu teman-teman saya yang berada di kota, mereka menjebak saya dan beruntung saya bisa kabur." Ucap Alvaro yang tidak sepenuhnya berbohong karena pada kenyataannya dia memang dijebak dan beruntung bisa kabur.

"Syukur kamu bisa melarikan diri dan cepat ditemukan oleh Zahra, jika tidak Nenek tidak tahu bagaimana nasib kamu. Untuk sementara tinggalah di sini sampai kondisimu membaik." Ucap Nenek Narsih yang disetujui oleh Alvaro karena bagaimanapun dia membutuhkan tempat untuk memulihkan diri sambil mencari tahu siapa dalang di balik rencana ini.

Mata Alvaro beralih pada sosok Zahra yang sejak tadi memilih diam. Jujur saja Alvaro terpesona pada wajah cantik Zahra yang menurutnya sangat cantik, secantik bidadari.

"Saya Zahra, Aa." Ucap Zahra lembut sembari mengulurkan tangannya pada Alvaro yang menyambut uluran tangan itu.

Seperti Alvaro terpesona pada kecantikan dan kelembutan Zahra, si bidadari Desa Cempaka.

...****************...

Setelah Pak Adam tahu keadaan Alvaro akhirnya Pak Adam memutuskan untuk mengizinkan Alvaro tinggal di Desa. Pak Adam juga menyediakan sebuah rumah sederhana yang berada tepat di samping rumah Nenek Narsih agar memudahkan perawatan Alvaro.

Warga yang melihat Alvaro bertanya-tanya siapa pria asing itu. Mereka takut jika Alvaro adalah pendatang yang berniat jahat pada warga Desa Cempaka.

"Neng Zahra, siapa pemuda itu?" tanya salah satu warga saat melihat Zahra mengantarkan makan siang untuk Alvaro.

"Namanya Al, dia baru saja kena musibah tertipu teman sendiri karena itu Nenek berniat membantunya. Kasihan dia Buk seorang diri dan tertipu teman sendiri." Jawab Zahra sedikit melebihkan situasi agar warga merasa iba dengan kondisi Alvaro.

"Astagfirullah, kasihan sekali." Beberapa warga serentak merasa kasihan dengan nasib buruk Alvaro, sayangnya beberapa warga yang lain justru tidak percaya begitu saja.

"Hati-hati Neng, jangan sampai kebaikan Neng Zahra malah disalah gunakan. Bisa saja dia berbohong dan berniat jahat sama Neng Zahra." Perkataan itu datang dari Mpok Ipeh yang terkenal suka bergosip.

"Insya Allah nggak Mpok, Pak Adam juga ikut membantu. Kalau begitu saya permisi ya." Zahra segera pamit sebelum pembicaraan ini semakin melebar karena dia mengenal betul seperti sosok Mpok Ipeh.

"Neng Zahra ini polos sekali, saya nggak yakin pemuda itu baik. Pasti dia menginginkan sesuatu, bisa saja dia suka sama Neng Zahra dan berniat buruk." Mpok Ipeh melanjutkan asumsinya yang sedikit memengaruhi warga lain.

"Apa yang dikatakan Mpok Ipeh ada benarnya juga. Jangan sampai tuh pemuda punya niat jahat sama warga di sini."

"Sudah kita usir saja, lebih baik diusir sekarang daripada sudah terlanjur ada peristiwa tidak diinginkan!" Mpok Ipeh kembali bersuara menghasut para warga untuk segera mengambil tindakan.

"Bener tuh, ayo kita usir dia!" sahut warga yang lain.

Selanjutnya para warga segera mendatangi rumah yang di tempati oleh Alvaro. Mereka berteriak untuk mengusir paksa Alvaro dari Desa Cempaka.

Alvaro yang sedang beristirahat terkejut mendengar teriakan warga di depan rumah yang dia tempati.

"Astagfirullah ... ada apa ini Bapak-Bapak, Ibu-Ibu?" tanya Nenek Narsih yang juga terkejut mendengar teriakan warga.

"Maaf mengganggu Nenek, tapi kami mau pemuda asing itu segera pergi dari kampung ini. Kami takut pemuda itu membawa hal buruk!" ujar Pak Ubay mewakili warga yang lain.

"Astagfirullah, kenapa kalian bisa berpikir buruk seperti itu? Dia pemuda yang baik, saya yang menjaminnya." Nenek Nasih mengelus dada berusaha bersabar menghadapi warga yang membuat keributan.

"Sudahlah Nek, ikuti saya kami. Kita usir pemuda itu dari Desa ini. Memangnya Nenek mau nanti Neng Zahra jadi korbannya?" ujar Mpok Ipeh dengan sengaja memanasi situasi.

"Kenapa membawa nama saya, Mpok?" tanya Zahra yang baru saja tiba.

Mpok Ipeh tidak sempat menjawab karena Alvaro yang merasa terganggu akhir keluar rumah. Pria itu terlihat mengitimidasi membuat warga sedikit takut.

"Ada apa ramai-ramai seperti ini?" tanya Alvaro dengan wajah datarnya.

Para warga tidak ada yang berani menjawab karena merasa terintimidasi dengan aura yang dipancarkan Alvaro.

"Mereka mau mengusir kamu," jawab Nenek Narsih saat merasa tidak ada yang berani menjawab.

"Astagfirullah, kenapa Bapak dan Ibu berniat jahat seperti itu?" Zahra menatap tidak percaya pada warga yang masih tidak berani membuka suara.

"Saya hanya pria yang kebetulan mendapat pertolongan dari Neng Zahra. Kalian tenang saja, saya hanya akan tinggal sementara sampai keadaan saya membaik." Ucap Alvaro pada akhirnya, dia tidak mau membuat drama di Desa orang lain.

"Saya yang menjamin Aa Al tidak berniat jahat, Bapak dan Ibu semua tenang saja. Lebih baik berpikir positif, tidak baik menuduh orang seperti itu." Zahra berkata dengan lembut yang mampu membuat warga menundukkan kepalanya merasa bersalah.

Di Desa Cempaka, Zahra memang terkenal lemah lembut dan cantik. Banyak warga yang mengidolakan Zahra karena kebaikan serta kecantikan gadis itu yang mereka bilang secantik bidadari.

Kecantikan Zahra itulah yang mampu mempesona warga Desa Cempaka dan membuat mereka selalu berpikir positif mengenai gadis itu.

Sementara itu, salah satu pemuda Desa tengah mengintai dari jauh. Dia menatap tidak suka saat melihat bagaimana Zahra membela pemuda bernama Al itu.

Pemuda Desa itu adalah Benjamin yang merupakan putra dari keluarga terkaya di Desa Cempaka. Benjamin terkenal sebagai salah satu pemuda yang mengincar Zahra untuk dijadikan istrinya.

"Aku harus membuat pria itu pergi dari Desa ini, dia tidak boleh berada di dekat bidadari." Gumam Benjamin menatap tidak suka pada Alvaro yang berdiri di samping Zahra.

《Bersambung》

Bab 3 - Menghasut Warga

Kini Alvaro bekerja di toko kue milik Zahra. Pria itu berniat membantu sebagai balasan atas kebaikan Zahra dan Nenek Narsih.

Bekerja sebagai karyawan toko tentu hal baru yang dialami oleh Alvaro, akan tetapi dia menikmatinya. Alvaro pikir hidup sederhana ternyata bisa dia nikmati juga.

"Aa, ayo makan siang dulu." Ajak Zahra membawakan satu rantang berisi makan siang untuk Alvaro.

"Terima kasih," ucap Alvaro yang merasa terpesona dengan kelembutan Zahra.

Alvaro menikmati makan siang sederhananya yang memiliki rasa luar biasa. Masakan Zahra memang tidak pernah gagal meski hanya memasak menu makan sederhana.

"Kamu nggak berniat mengembangkan toko kue ini?" tanya Alvaro setelah selesai menikmati makan siangnya.

Zahra tersenyum sebelum menjawab, "modalnya susah 'A."

"Bisa pelan-pelan, saya dengar toko kue kamu sudah cukup lama. Melihat banyak pelanggan baik dari kota maupun Desa, saya rasa itu sudah cukup menguntungkan."

"Zahra nggak punya keterampilan dalam bisnis 'A, yang Zahra punya cuma keterampilan membuat kue. Itu juga pasti kalah jauh sama toko kue yang ada di Kota."

Alvaro tidak tahu harus menjawab apa karena dia sedikit mengerti ketakutan yang dimiliki oleh Zahra. Mengembangkan bisnis bukan perkara mudah, terlebih jika tidak memiliki keberanian dalam bertindak.

"Saya bantu, nanti kamu bisa mulai dengan memasarkan lewat media sosial. Jangan takut untuk memulai, gagal dalam bisnis itu biasa asal jangan sampai putus asa."

"Insya Allah nanti Zahra coba, terima kasih untuk saran Aa." Zahra kembali tersenyum lembut, dia merasa Alvaro sangat pintar dan mengerti bisnis.

Melihat cara bicara dan pola pikir Alvaro entah mengapa membuat Zahra merasa Alvaro bukan pria biasa. Zahra tahu ada hal besar yang disembunyikan oleh Alvaro.

Keduanya kembali berbicara serius mengenai toko kue milik Zahra. Mereka tidak sadar ada seseorang yang sedang mengintai dari jauh. Dia adalah Benjamin, pria yang mengatakan sangat mencintai Zahra dan ingin menjadikan Zahra sebagai istrinya.

"Aku harus cari cara, pria itu pasti jatuh cinta sama Neng Zahra. Ini nggak bisa dibiarkan, Neng Zahra itu hanya milik Akang Benjamin seorang." Gumam Benjamin menatap tidak suka pada kedekatan Alvaro dan Zahra.

Benjamin terdiam sejenak, dia sedang memikirkan rencana untuk menjauhkan Alvaro dari Zahra. Sebuah ide terlintas dikepalanya, ide yang menurutnya akan berhasil menyingkirkan Alvaro.

...****************...

Benjamin menatap sekumpulan anak buah yang memang bekerja dengannya. Anak buah yang biasa memantau para petani yang bekerja di sawah milik keluarganya.

"Sebarkan berita kalau pria bernama Al itu seorang perampok yang kabur dari kejaran polisi di Kota. Katakan juga kalau pria itu memiliki niat buruk pada Neng Zahra dan Nenek Narsih!" perintah Benjamin pada anak buahnya yang langsung menjalankan perintah.

Benjamin tersenyum senang, beginilah enaknya menjadi orang kaya. Dia bisa melakukan apapun sesuka hatinya tanpa repot-repot mengotori tangan.

"Neng Zahra cuma milik Benjamin seorang, keturunan keluarga kaya di Desa Cempaka." Ucap Benjamin percaya diri sambil menatap foto Zahra yang dia ambil secara diam-diam.

Sementara Alvaro dan Zahra sibuk di toko kue, gosip mengenai Alvaro sudah menyebar luas di Desa. Seperti itulah kehidupan di Desa, berita sekecil apapun akan dengan cepat menyebar.

"Ada apa, sih?" pertanyaan itu datang dari Mpok Ipeh yang merasa penasaran dengan gosip yang baru beredar.

"Ituloh, pemuda yang ditolong Neng Zahra itu ternyata seorang perampok." Jawab anak buah Benjamin yang sedari tadi sibuk menyebar gosip.

"Ya ampun, benerkan dugaan saya. Sudah saya bilang, dia itu pasti bawa hal buruk ke Desa. Kalian ini pada nggak percaya omongan saya, sekarang ada berita baru pada heboh!" Mpok Ipeh berseru dengan gaya berlebihan merasa tebakannya terhadap Alvaro benar.

"Katanya dia juga punya niat jahat sama Neng Zahra dan Nenek Narsih. Kasihan sekali Neng Zahra yang polos itu."

Situasi semakin memanas membuat Benjamin yang diam-diam memantau merasa senang. Rencana sedikit lagi akan berhasil.

"Jadi gimana ini? Kita harus bertindak cepat sebelum ada korban!" Mpok Ipeh kembali bersuara dengan semangat, entah apa yang membuat wanita itu begitu semangat.

"Boleh saya berpendapat?" tanya Benjamin yang kini tidak lagi menyembunyikan dirinya.

"Loh ada Aden ternyata," ucap warga terlihat kaget dengan kedatangan Benjamin.

"Aden mau berpendapat apa?" tanya Mpok Ipeh tidak sabaran.

"Saya tadi mendengar apa yang kalian bicarakan. Menurut saya, lebih baik kita mengusir pemuda itu dari Desa ini sebelum Neng Zahra dan Nenek Narsih menjadi korbannya." Ujar Benjamin dengan sok bijak yang justru disetujui oleh Mpok Ipeh.

"Saya dari kemarin sudah berniat seperti itu Den, tapi Neng Zahra dan Nenek Narsih nggak percaya ucapan saya. Sekarang lebih baik Aden membantu kami, di Desa ini Aden yang paling berkuasa." Ujar Mpok Ipeh dengan berlebihan.

Benjamin tersenyum senang merasa statusnya sangat tinggi. Kali ini dia akan menggunakan kekuasaannya untuk menyingkirkan pengganggu seperti Alvaro.

"Saya akan membantu sebisa saya. Sebenarnya, saya juga takut jika warga di sini juga menjadi korbannya. Seorang perampok itu sangat mengerikan, dia bisa saja membunuh korbannya."

Para warga bergetar ketakutan, mereka membayangkan berhadapan dengan wajah dingin Alvaro.

"Kita harus bertindak cepat, saya nggak mau jadi korbannya. Ayo, kita demo usir pemuda itu dari Desa kita ini!" Mpok Ipeh memimpin dengan penuh semangat menuju rumah yang di tempati oleh Alvaro.

Sementara itu, diam-diam Benjamin merasa senang karena tanpa disadari Mpok Ipeh membantu rencananya dengan mulus. Ternyata ada untung memiliki tetangga seperti Mpok Ipeh.

Para warga dengan serentak menuju rumah yang di tempati Alvaro. Rombongan itu tentu menarik perhatian warga yang tidak tahu menahu, contohnya saja Sri.

Sri adalah gadis Desa yang terkenal sombong dan selalu merasa Zahra adalah saingannya dalam hal kecantikan.

"Mereka mau ke mana sih?" tanya Sri pada warga yang berada di dekatnya.

"Katanya mau mengusir pemuda asing yang dibantu Neng Zahra. Ngeri, pemuda itu ternyata perampok yang kabur dari kejaran polisi."

Sri terlihat kaget mendengar informasi baru ini. Dia baru kembali dari kota dan tidak menyangka akan langsung mendapat berita seperti ini. Menurut Sri ini adalah saat yang tepat menjatuhkan Zahra.

Tanpa banyak kata Sri segera mengikuti rombongan itu, dia berniat memprovokasi warga agar ikut mengusir Zahra.

"Ada apa lagi llribut seperti ini?" tanya Nenek Narsih yang kebetulan berada di depan rumahnya.

"Kami mau mengusir pemuda itu Nek, dia seorang perampok dan tidak pantas berada di sini!" seru salah satu anak buah Benjamin.

"Astagfirullah, kalian ini masih saja suka menyebar fitnah. Sudah saya katakan, Al itu pemuda baik dan saya bisa menjamin itu." Ujar Nenek Narsih berusaha menenangkan warga.

Di tengah keributan itu, sosok Alvaro akhirnya datang bersama dengan Zahra. Sosok tampan dan mempesona dalam diri Alvaro tentu saja menarik perhatian Sri.

"Ganteng, dia harus jadi milik Sri!" gumam Sri yang menatap penuh minat pada Alvaro.

《Bersambung》

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!