“Olivia? Kamu di mana sayang? Olivia?” teriak Ayu yang mencari-cari keberadaan anaknya Olivia.
“Mas gimana ini mas, kok Via gak ada?” sambung Ayu.
“Sabar sayang, Mas yakin Olivia masih di sekitar sini,” ucap Dimas.
Sekitar setengah jam Ayu akhirnya menemukan anaknya yang kerap disapa Via itu, Via terlihat berada di depan pohon besar yang ada di taman.
“Mas, Itu Olivia mas. Via!” pekik Ayu.
“Bunda.”
“Ya Tuhan kamu kemana Nak, Bunda sama yah nyariin kamu,” ucap Ayu seraya mengusap lembut kepala anaknya.
“Tadi waktu ayah sama Bunda ngobrol sama teman ayah, ada yang manggil Via.”
“Siapa yang panggil Via?” ucap Dimas yang berjongkok mengimbangi tinggi anaknya.
“Ada Tante cantik banget yah, dia manggil Via terus ajak Via jalan ke sini.”
“Via masih ingat Tantenya bagaimana ciri-cirinya?” tanya Ayu.
“Emmm ... Tante cantik terus rambutnya panjang dia pakai gaun warna merah sambi bawa bunga mawar merah,” tuturnya dengan polos.
Mendengar penjelasan dari mulut mungil putrinya itu, Dimas dan Ayu terdiam dan saling memandang satu sama lain.
“Bunda sama Ayah kok diam sih?” tanya Via.
“Via lain kali kalau lihat tante itu hiraukan aja ya, jangan di ikuti mengeri?” ucap Ayu berusaha memberi nasihat kepada Via.
“Kenapa? Tante itu baik kok Bunda.”
“Via, Tante itu orang yang tidak kita kenal. Nanti Via bisa bahaya. Mulai sekarang Via ingat ya pesan dari Ayah dan Bunda.”
“Iya Ayah.”
“Ya udah kita pulang yuk, nanti Ayah ajak jalan-jalan lagi.”
“Asyik,” seru Via dengan senang.
Mereka pun masuk ke dalam mobil, Dimas memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Dalam perjalanan Ayu membahas perihal wanita bergaun merah itu.
“Mas, aku kepikiran dengan apa yang Via bilang,” ucap Ayu duduk menyamping menghadap suaminya.
“Apa ... Arwah wanita yang ada di dalam lukisan itu kembali lagi?” sambung Ayu.
“Entahlah sayang. Semoga saya yang dilihat Via itu adalah manusia, bukan Arwah wanita gaun merah.”
17 tahun kemudian.
“Wah Pak, lukisan ini bagus banget. Bapak baru beli?” tanya salah satu staf hotel.
“Enggak, ini dari Papa saya. Pak Damar.”
“Lukisanya seperti hidup, wanita yang ada di lukisan ini juga sangat cantik,” ucapnya.
“Iya aku juga terpesona dengan lukisan ini, di tambah lukisan ini ternya umurnya sudah tua lihat saja tanggal yang ada di pojok bawah lukisan ini,” ucap Wisnu.
Wisnu Pradipta Damar, anak dari Damar Bakti pemilik perusahaan konfeksi yang cukup terkenal dimana perusahaan ini menjadi tempat kerja bagi Ayu istri dari Dimas sebagai desainer.
Selain konfeksi atau garmen, Damar juga memiliki beberapa bisnis lain salah satunya adalah hotel yang di kelola oleh anaknya yang bernama Wisnu.
Hotel berbintang 4 dengan nama Pesona Hotel, Hotel ini menduduki rate paling di favoritkan oleh banyak orang karena kualitas pelayanan serta fasilitas yang lengkap.
Wisnu mendapatkan sebuah lukisan dengan wanita bergaun merah di dalamnya, wanita yang ada di dalam lukisan itu memegangi setangkai bunga mawar dari Damar.
Damar memberikan lukisan itu dengan alasan untuk menjadi pajangan di hotelnya.
Wisnu pun memajang lukisan itu di lantai 2 tepatnya di area lantai 2 karena di area itu ada banyak fasilitas seperti fitnes center, Spa, salon kecantikan, Bar, serta restoran.
Hotel itu juga menjadi tempat kerja Olivia atau kerap disapa Via.
Via kini menjabat sebagai executive housekeeper dalam housekeeping department.
Pagi hari pukul 08.00 Via beserta para staffnya mengadakan kegiatan rutin setiap pagi yaitu breafing pagi.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” ucap Via.
“Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatu,” sahut staff serentak.
“Selamat pagi, gimana kabarnya pagi ini sehat?”
“Sehat.”
“Alhamdulillah, hari ini sepertinya ada beberapa tamu yang akan check-out ya di lantai 5, Mas Baim tolong langsung di cek aja mini barnya, Mas Izam dapat giliran di lantai 5 ya, nanti langsung di cek aja ya.”
“Lalu di lantai 8 ada tamu yang minta extra bed, ada yang extend (memperpanjang waktu menginap) juga, di lantai 8 ada Bang Toni ya.”
“Dan jangan lupa laundry bagnya di cek ya di setiap kamar.”
“Lalu untuk oder taker hari ini Mbak Lidya ya. Selamat bergabung di department housekeeping.”
“Oke. sepertinya cuma itu aja, karena ini low season jadi tidak terlalu banyak kamar yang terisi. Jika ada pertanyaan bisa ajukan aja.”
“Apa ada pertanyaan?”
Terdengar semua hening ada juga yang bilang tidak dan sudah mengerti.
“Baik. Kita berdoa dulu sebelum mulai bekerja. Berdoa dimulai.”
Semua staff berdoa menurut keyakinannya masing-masing. Usai berdoa mereka serentak menyorakkan semangat.
Mereka saling menumpuk telapak tangan dan bersama sama menyerukan sesuatu.
“Housekeeping semangat!” seru mereka serentak.
Usai menyerukan semangat mereka semua mulai bekerja di lantai masing-masing.
Waktu telah menunjukkan pukul 21.20, para room boy juga bersiap untuk pergantian shift. Namun tidak untuk Via, ia harus tetap mengontrol beberapa area lagi.
Biasanya Via akan mengontrol kinerja staff setiap jam 10 pagi, jam 3 sore serta jam 10 malam. Via juga harus mengontrol persediaan amenities (perlengkapan untuk tamu di dalam kamar) yang ada di pantry (ruangan khusus penyimpanan bahan makanan, minuman alat dan bahan pembersih) serta persediaan linen yang ada.
Via keluar dari ruang kerjanya sambil mengaitkan handy talkie (alat komunikasi 2 arah) atau biasa disebut HT ke pinggangnya.
Sahutan-sahutan dari para room boy masih terdengar di HT yang Via bawa.
“Mas Reza, saya naik ke atas dulu ya, nanti kalau Faisal datang Mas Reza langsung pulang aja. Biar saya yang cek barang di pantry,” ucap Via.
“Siap Bu,” sahut Reza yang tengah duduk santai di dalam ruang Linen.
Via berjalan keluar ruang departmentnya, terlihat beberapa lampu di koridor sudah mulai di matikan. Ruangan accounting serta marketing pun telah gelap petanda sudah tidak ada orang lagi di dalamnya.
Via menekan tombol lift, kali ini Via menggunakan lift khusus karyawan karena lebih dekat dan lebih cepat ketimbang harus menggunakan lift tamu.
Via menekan tombol lantai 2 terlebih dahulu, butuh beberapa detik saja untuk sampai ke lantai 2.
Pintu lift terbuka, Via lantas berjalan untuk mengontrol hasil keraja para staff nya.
Via mengitari ruangan luas dengan jejeran fasilitas itu sambil memperhatikan setiap jengkal lantai, dinding serta pintu-pintu kaca, tidak lupa Via juga memperhatikan bak sampah karena setiap jam 10 semua bak sampah yang ada di hotel harus bersih.
Via mulai memerika area fitness center terlebih dulu, lalu ke area salon, spa hingga Via sampai ke area Bar.
Via masuk dan memeriksa area bar tersebut, karena kebetulan ini adalah malam jumat, tidak banyak tamu yang masuk ke bar.
“Wah belum pulang Bu Via?” tanya Yogi salah satu bartender.
“Belum, masih ada yang harus di cek. Gimana ada kendala gak di sini?” tanya Via.
“Aman Bu. Mau satu gelas dulu gak? Saya bikin menu baru nih,” ucapnya menawarkan Via.
“Gak lah. Nanti kapten oleng gak bisa pulang,” sahut Via.
“Lemon squash aja gimana?” Yogi menawarkan lagi.
“Nah kalo itu boleh dah biar melek,” ucap Via.
Yogi pun langsung mengambil gelas tinggi khusus mocktail, tangannya dengan piawai menakar simple Syrup serta memeras buah lemon ke dalam gelas lalu menuangkan air soda ke dalamnya.
“Nih Bos,” ucapnya sembari memberikan minumanku.
“Saya bawa ya, nanti pas pulang saya balikin,” ucap Via sambil menyedot minuman soda itu.
“Siap, besok juga gak apa-apa.”
Via pun keluar dari bar tersebut sambil menenteng gelas berisi minuman soda, hingga langkahnya terhenti karena sebuah lukisan yang terpajang di dinding.
“Lukisan baru ya,” ucapnya sambil memperhatikan sejenak.
Via menyenyitkan alisnya, ia seakan tak asing dengan wanita yang ada di dalam lukisan tersebut.
Lukisan itu seperti menghipnotis mata Via, ia tanpa sadar terus memperhatikan lukisan tersebut.
Hingga bunyi kemeresek serta sahutan-sahutan dari room boy yang memberi kode untuk pulang menyadarkan Via.
“Yuk pulang yuk,” terdengar dari HT.
“Siap 86,” terdengar lagi sahutan dari yang lain.
Via pun mengambil HT dari pinggangnya. “Mas Reza masuk,” ucap Via.
“Hadir,” sahutnya.
“Mas Reza, Faisan sudah datang belum?”
“Belum Bu.”
“Mas Reza pulang aja, udah waktunya pulang soalnya,” ucap Via.
“Siap bu dicopy!” sahut Reza.
Via kembali mengaitkan HT tersebut ke pinggangnya dan berbalik untuk pergi memeriksa tempat lain.
“Olivia,” terdengar suara wanita memanggilnya dengan suara serak namun pelan.
Via spontan berbalik dan mencari sumber suara tersebut, namun nyatanya tidak ada siapa pun di sana.
‘Aneh padahal dengan jelas aku dengar suara itu,' batin Via.
Via bergegas berbalik lalu berjalan menuju arah lift, Via naik ke lantai selanjutnya hingga ia sampai ke lantai 10.
Lantai ini adalah lantai khusus untuk jenis delux room, karena masih dalam masa liburan atau low season maka bagian lantai ini semua kamarnya berstatus kosong namun telah siap jual.
Via berjalana menyusuri lorong yang sepi tanpa ada seorang pun ada di sana, setelah selesai Via berniat untuk turun.
Kali ini Via lebih memilih menggunakan lift tamu, Via menekan tombol dan pintu lift pun terbuka.
Saat pintu lift itu terbuka, di dalamnya ternyata ada seorang wanita. Via pun masuk, dan menempelkan master key nya ke arah layar yang ada di lift.
“Maaf Mbak nya mau lantai berapa?” tanya Via.
Wanita itu hanya diam sambil tatapannya lurus ke depan.
Usai menepelkan kartu, Via pun menekan tombol angka 1 karena kantornya berada di lantai 1.
Selama di dalam lift wanita itu hanya diam, namun ada yang aneh pada wanita itu.
Pantulan tubuhnya tidak terlihat di area dinding lift. Seketika Via sadar jika yang di sampingnya bukan lah manusia.
Wanita cantik bergaun merah itu hanya diam tanpa berkata apa pun sampai Via turun di lantai 1.
Via pun langsung keluar dari lift dan berjalan ke area belakang lobi dan menuju ruangannya.
Halo gaes, terima kasih telah membaca Novel ini.
Novel “Kembalinya Si Gaun Merah” ini adalah season ke-2 dari novel Author yang berjudul “Misteri Lukisan Tua”
Yang belum sempat baca bisa mampir ke season pertamanya ya.
Jangan lupa dukungan seikhlasnya, karena 1 dukungan dari kalian saja itu sangat berharga bagi Author.
Nantikan episode selanjutnya ya.
Via dan staff yang lain turun ke basemen menggunakan lift, jam sudah menunjukkan pukul 22.30.
Situasi basemen pun cukup sepi, Via masuk ke dalam mobilnya dan melaju menuju rumah.
Dalam perjalanan ponselnya berdering, terlihat dari layar tertulis nama bunda, yang tidak lain adalah Ayu.
Via mengoneksikan earphonenya dan mengangkat teleponnya.
“Iya bunda,” ucap Via di telepon.
“Kami kapan pulangnya?” tanya Ayu.
“Ini Via lagi di jalan, bentar lagi sampai,” sahutnya.
“Ya sudah, kamu hati-hati ya.”
“Iya Bun.”
Via menutup teleponnya dan menambah kecepatan agar segera sampai di rumah.
Saat di rumah, terlihat Ayu tengah menunggu kepulangan anak kesayangannya itu.
“Bunda belum tidur?” ucap Via sembari mencium punggung tangan Ayu.
“Belum. Kamu udah makan?” tanya Ayu.
Via menggelngkan kepalanya, “belum.”
“Ya sudah kamu makan sana, bunda udah masak buat kamu tadi.”
“Hah? Malam-malam Bunda masak?” ucap Via terkejut.
“Iya, nanti kalau dingin kam gak enak,” ucap Ayu.
“Bunda harusnya istirahat aja, ya sudah Bunda makan bareng Via ya,” ucapnya.
“Gak ah. Bunda takut gendut.”
Via tersenyum simpul, ia berjalan menuju meja makan, sidana sudah tersedia beberapa lauk serta makanan penutup.
Via langsung mengaut nasi ke dalam piringnya lalu mengambi semua lauk.
“Makan yang banyak,” ucap Ayu.
“Bun. Ayak kapan pulang?” tanya Via.
“Ayah kamu masih ada urusan kantor, katanya besok akan pulang,” tutur Ayu.
“Kenapa Bunda gak ikut ayah sih Bun, apa Bunda gak kesepian di rumah?” tanya Via sambil menyuap makanan ke mulutnya.
“Bunda masih punya anak gadis yang perlu di jaga,” sahutnya.
“Via kan udah dewasa Bunda.”
“Tetap saja kamu perempuan sayang, Bunda gak mau terjadi hal apa pun terhadap kamu.”
“Iya Bunda Via ngerti kok.”
Via menghabiskan makanannya dan membereskan piring-piring di meja makan lalu masuk ke dalam kamarnya.
Via duduk di depan meja komputernya sambil memainkan ponsel miliknya.
Saat itu Via tiba-tiba terlintas memikirkan lukisan yang ada di koridor lantai 2 tersebut.
‘Aku jadi pengen lihat lukisan itu lagi,' gumamnya.
Saat itu juga Via teringat dengan sosok wanita yang berasamannya saat di dalam lift.
‘Wanita itu mirip kaya yang di dalam lukisan. Tapi mana mungkin wanita dalam lukisan itu bisa keluar dan jadi manusia?’ pikirnya.
Waktu menunjukkan pukul 00.10, mata Via mulai terasa berat. Via pun memutuskan untuk tidur.
***
Keesokan paginya, Via melakukan tugasnya seperti biasa.
Namun Via dapat informasi dari Ismail staff room boy yang bertugas malam hari, jika ada tamu yang mendengar suara gaduh.
“Bu Via, tadi pagi sekitar jam 4, ada tamu kamar 304 komplain katanya di kamar sebelahnya berisik,” ucap Ismail.
“Kamu sudah cek ke kamarnya?” tanya Via.
“Tapi status kamarnya vacant (kosong) Bu.”
Seketika semua staff hening.
“Ya sudah nanti biar saya yang cek.”
Via sudah terbiasa dengan alasan-alasan komplain seperti itu, Via hanya menganggap si tamu dari kamar 304 itu hanya ingin pindah kamar namun dengan cara yang heboh.
Breafing morning pun berakhir, semua staff room maid dan room boy sudah mulai naik ke lantainya masing-masing.
Saat itu Via mendengar percakapan antara staff linen.
“Eh Sri katanya tadi malam di Ismail di temeni cewek,” ucapnya.
“Wah menang banyak dong si Ismail.”
“Bukan gitu Sri, tapi cewek jadi-jadian.”
“Kuntilanak maksudnya?”
“Tapi bajunya merah Sri, tadi Ismail cerita sama aku ceweknya itu cantik banget.”
Mendengar hal itu Via jadi merasa jika ada hal yang tidak beres di hotel tempatnya bekerja.
Padahal sebelumnya tidak pernah ada kejadian seperti ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!