Di tepi jalan yang begitu gelap, terlihat seorang pemuda sedang berbahagia sambil memandangi nasi bungkus di depannya yang sudah menjadi sampah untuk sebagian orang, namun dirinya tetap berbahagia karena makanan sisa seperti itu seperti berlian yang bersembunyi di dalam lumpur.
"Waah… syukurlah aku bisa makan! Sudah beberapa hari ini aku menahan rasa lapar." Dengan penuh senyuman bahagia, pemuda itu langsung melahap makanannya dengan perlahan untuk menikmati setiap kenikmatan yang terdapat di dalamnya.
Butuh waktu puluhan menit hingga akhirnya makanan sisa itu sudah ludes dimakan olehnya. Dia terus berucap syukur sambil menggulung kembali kertas nasi tersebut, kemudian dilempar olehnya kedalam tong sampah yang berada didekatnya.
Usai melakukan itu, dia menyandarkan tubuhnya di tembok untuk menunggu waktu sampai makanannya selesai dicerna dengan baik.
Tapi, saat-saat seperti itu, dirinya terkejut dan tertegun ketika melihat layar biru sedang mengambang di depannya. Dia mengucek matanya beberapa kali, namun layar tersebut tidak pernah menghilang dari pandangannya.
"... A-apa ini…?" Pemuda itu terus mengibaskan tangannya di dekat layar tersebut, namun tetap saja layarnya tak kunjung hilang.
Karena sudah lelah untuk melakukan sesuatu yang sia-sia, akhirnya dia menyerah kemudian kembali ke posisi awalnya. Dia duduk sambil memejamkan matanya dan merasakan angin malam yang berhembus santai melewati pori-porinya.
Kesunyian kota begitu sebuah berkah baginya, karena jika tidak, dia harus terus menjaga kesabaran nya dan rela untuk dihina, dicaci, diludahi, serta direndahkan oleh orang-orang yang berlalu-lalang di depannya.
Tentu saja ia berpikir itu merupakan hal wajar, karena dirinya sangat bau, dekil, jelek, dan juga kurus. Intinya, dia sangat tidak layak untuk dihormati maupun disetarakan dengan orang-orang yang hidup dengan serba tercukupi.
Peran dirinya di dunia luar hanya sebagai samsak yang cocok untuk dijadikan apapun. Bahkan dirinya bisa meredakan stres seseorang hanya dengan merelakan tubuhnya menjadi samsak tinju pelampiasan mereka.
Kembali lagi kepada pemuda itu, yang kini sudah membuka kembali matanya, dan menatap layar biru di depannya yang sudah berubah tampilan serta di dalamnya terdapat kalimat yang membingungkan baginya.
"Hmm? Apa yang dikatakan olehnya? Se… la… mat, an… da…, arghhhhh aku tidak paham dengan perkataan dia!!" Pemuda itu berteriak karena kesal tidak bisa membaca kalimat yang ditunjukkan oleh layar di depannya.
Dia kembali mencoba, namun dirinya kembali merasakan perasaan kesal karena tetap tidak bisa membaca kalimat tersebut. Hingga pada akhirnya, layar di depannya berbicara di dalam pikirannya yang membuat pemuda tersebut menjadi terkejut dan melompat hingga mengedarkan pandangannya untuk mencari sumber suara tersebut.
Namun, dirinya kembali dibuat terkejut oleh suara tersebut yang mengatakan:
[Tenang saja, Tuan. Saya berada di dalam jiwa anda, namun ketika saya berbicara, suara saya akan terkirim ke otak anda. Jadi, bisa disimpulkan jika saya sedang berbicara di dalam otak anda!]
Suara tersebut sengaja menjelaskan panjang lebar supaya pemuda yang dipanggil sebagai "Tuan" olehnya bisa memahami situasinya.
"S-siapa kamu!? Kenapa kamu berada di kepalaku! Apa kamu otakku!?" Pemuda itu terus melontarkan pertanyaan yang jelas-jelas sudah dijelaskan oleh suara sebelumnya.
[Haa… lupakan saja. Dari pada seperti itu, bagaimana jika saya mengatakan kalau anda bisa menjadi orang kaya!? Atau bisa saja menjadi orang hebat!]
Suara tersebut kembali menjelaskan dengan riang.
Mendengar itu, pemuda tersebut kembali duduk, kemudian merenungi makna dari ucapan tersebut. Dengan jari tak berhenti untuk mengelus dagunya, dia memejamkan matanya secara paksa sambil berpikir keras. Hingga pada akhirnya dia mendapatkan titik cerah dan memahami ucapan sebelumnya.
"Apa aku bisa menjadi orang kaya?"
[Tentu saja!]
"Apa aku bisa menjadi orang hebat?"
[Tentu saja!]
"Apa aku bisa menghapus suaramu?"
[Tentu saja!]
"Baiklah, jelaskan bagaimana caranya?"
[E-eh, tunggu Tuan! Bukan seperti itu maksud saya! Anda tidak bisa menghapus suara saya dengan seenaknya!!]
Suara tersebut terkejut serta panik ketika mendengar permintaan Tuannya yang ingin menghapus suaranya atau bisa dibilang menghapus keberadaannya.
"Kamu ini ya… mana mungkin aku bisa menjadi orang kaya yang selalu mempunyai uang, dan aku juga tidak bisa menjadi orang hebat karena tubuhku sangat kurus untuk memukul…" Pemuda tersebut berucap dengan sedih.
[Tapi Tuan, anda bisa melakukan semua itu dan bahkan bisa menjadi orang hebat diantara orang hebat lainnya!]
Jelas suara tersebut membujuk.
"Tapi bagaimana caranya? Aku membaca saja tidak bisa, dan jangankan untuk menjadi orang hebat, keseharian ku saja selalu terkena pukulan di kepala. Mereka melakukan seperti ini dan boom! Tubuhku langsung berubah menjadi ungu. Mereka sangat hebat bisa merubah kulitku yang semula hitam menjadi ungu seperti itu… tapi… itu sangat menyakitkan…" Pemuda itu menceritakan pengalamannya sambil memperagakan saat dirinya dihajar oleh para preman.
Meskipun suara tersebut tidak diprogram untuk mempunyai perasaan, namun saat mendengar cerita itu, dirinya merasa iba dan tak kuasa untuk mengabaikan situasi tersebut.
[Tapi, apakah anda ingin menjadi seperti mereka?]
Suara tersebut bertanya dengan nada lebih rendah.
Pemuda itu langsung menghentikan gerakan anehnya saat mendengar suara di kepalanya, dia kembali duduk, namun kali ini dirinya bersila dengan tangan menekan betisnya.
"Ya… aku ingin seperti mereka, tapi aku ingin menjadi orang yang selalu bahagia, tidak seperti mereka yang selalu terlihat penuh amarah dan beban pikiran yang banyak. Aku hanya ingin hidup bahagia dan juga makan sesuatu yang lebih enak dari nasi putih…" Ucap pemuda tersebut sambil menggoyangkan tubuhnya ke kiri dan kanan.
Merasa rencananya sudah hampir berhasil, suara tersebut langsung melancarkan serangan terkahirnya.
[Saya bisa mengabulkan semua keinginan anda.]
Pernyataan suara tersebut membuat pemuda itu menjadi terkejut seolah tak percaya. Tapi setelah itu dirinya kembali tersenyum dan merasa jika suara asing itu hanya ingin menghiburnya. Meski begitu dia tetap mengikuti alur perbincangan dengan sangat baik.
"Kalau seperti itu, baiklah." Pemuda itu akhirnya setuju hingga membuat suara asing menjadi bahagia.
[Itu jawaban yang saya nantikan! Baiklah, jika anda ingin menjadi seperti itu, maka silahkan tekan tombol "Y" dan "A" untuk menerima persyaratannya! Anda tahu dengan yang saya maksud, bukan?]
Suara asing tersebut menjelaskannya dan memerintahkan dia untuk menekan tombol "Ya".
"Tentu saja aku mengerti maksudmu."
Setelah mengatakan itu, pemuda tersebut langsung mencari tombol yang dimaksud dengan teliti dan mengabaikan tulisan panjang lebar yang merupakan sebuah penjelasan.
[Sistem Kebalikan telah memilih anda sebagai Tuannya. Karena itu, anda dipastikan akan mendapatkan sesuatu yang menguntungkan dan menjamin bahwa kehidupan anda akan menjadi lebih baik jika menerima persyaratan tersebut;
1, Sistem akan mengirim jiwa anda ke dunia paralel. Di dunia itu anda akan memasuki tubuh seorang pemuda yang tidak lain adalah salinan anda sendiri.
2, Setelah tahapan satu sudah dilaksanakan, anda akan mendapatkan ingatan, dan kepribadian dari pemilik tubuh aslinya. Namun, anda juga akan tetap membawa ingatan asli anda.
3, Tugas akan terus berjalan, tapi memiliki jadwal yang pasti. Setiap tugas yang sudah anda tuntaskan terdapat hadiah acak yang tentunya sangat menguntungkan bagi anda.
4, Seiring berjalannya waktu kepribadian anda perlahan akan semakin berubah mengikuti kepribadian kedua.
5, Sistem akan melekat terus di jiwa anda dan akan terhapus keberadaannya jika jiwa anda sudah hancur sepenuhnya. Namun, jika jiwa anda tetap bertahan meski tubuh anda sudah mati, maka terdapat kesempatan untuk bereinkarnasi ke dunia selanjutnya.
Apa anda ingin menerima semua persyaratan ini?
Ya/Tidak ]
Pemuda itu terus menatap teliti hingga pada akhirnya dirinya menemukan tombol yang dimaksud, dan tanpa pikir panjang pemuda itu langsung menekan tombol tersebut.
Setelah menekan tombol tersebut, tubuh pemuda itu mendadak mengeluarkan secerah cahaya yang begitu menyilaukan, namun hangat bagi tubuhnya.
Dia tercengang melihat kejadian itu, apalagi dengan perasaan yang menyelimuti tubuhnya, baru pertamakali dirinya merasakan hal tersebut. Dengan ekspresi yang masih menahan ketidakpercayaan, dia berkata, "Wooaah… apa, apa ini?" Ucap dia.
Merasa rencananya telah berjalan sempurna, Sistem merasa berbangga diri dan menjawab pertanyaan pemuda tersebut dengan suara yang riang.
[Heuheuh! Tubuh anda sedang dalam tahap pertama, mohon tunggu sebentar dan bersiaplah untuk menahan tekanan dari penarikan jiwa secara paksa.]
Sistem mengatakan sesuatu yang membuat pemuda itu bingung, namun ketika dirinya hendak bertanya, jiwa dia terasa sedang melepaskan diri dari tubuhnya sendiri sehingga membuatnya merasakan perasaan aneh.
"A-apa lagi ini!?"
Pemuda itu seolah tidak percaya ketika melihat tubuhnya sudah tergeletak tidak berdaya di tepi jalan. Sekarang, tubuh itu telah menjadi cangkir kosong yang dimana airnya sudah dipindahkan ke galon.
Belum mendapatkan jawaban, pemuda tersebut tiba-tiba melesat cepat melintasi ruang aneh yang sebelumnya terbuka di udara kosong. Saat sedang melintasinya, pemuda itu tampak tercengang, dia mengedarkan pandangannya namun tak melihat sesuatu yang dikenalnya.
"Dimana ini…?"
Pemuda itu tampak masih tidak percaya. Sebelumnya dia masih memiliki tubuh padat, tapi sekarang dia hanyalah jiwa yang sedang terbang melintasi ruang dimensi dengan tubuh yang transparan.
Tak selang beberapa waktu, dirinya sudah mencapai titik luar yang dimana sekarang pemuda tersebut sedang berada di hutan, dan masih dengan jiwa yang bergerak sendiri, dirinya melesat ke arah perkotaan tanpa bisa diketahui arah tujuannya.
Terbang di langit lepas, dia bisa melihat pemandangan perkotaan yang sedang ramai meskipun hari sudah gelap. Lampu-lampu menyinari dan memeriahkan malam itu, suara klakson kendaraan saling sahut menyahut.
Namun, arah tujuan pemuda tersebut bukan di keramaian seperti itu, karena jiwanya kembali melesat ke arah jalan besar yang sunyi dengan cahaya sedikit remang-remang.
"E-ei, ei ,ei!! Jangan-jangan!! Tidaaak!!—"
Pria itu terkejut ketika tubuhnya hendak menabrak tubuh dari seorang pria yang kini sedang duduk bersandar di tiang listrik.
Dia memasuki raga pria tersebut dan perlu waktu singkat untuk dirinya berhasil menyatu dengan sempurna. Selesai itu, perlahan dia membuka matanya, lalu mengedarkan pandangannya untuk mengecek situasi sekitar.
Namun, tiba-tiba tangannya merasakan cairan amis di perutnya. Pada saat pemuda melihat ke arah tersebut, alangkah terkejutnya dia ketika melihat perutnya mengeluarkan darah segar yang setidaknya cukup untuk membuat danau buatan.
"Astaga… apa ini? Ditusuk siapa aku? Sialan, berani-beraninya kalia—"
Tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, pemuda itu langsung kesakitan di bagian kepalanya. Perlahan-lahan pecahan ingatan mulai memasuki kepalanya, tak membutuhkan waktu lama untuk semua penderitaan itu selesai.
"Adu-duh… sakit sekali…" Rintih pemuda tersebut sambil mengelus-elus kepalanya.
Di dalam ingatannya bisa terlihat jelas jika tubuh yang dimasukinya bernama Robi, berusia 20 tahun dan hidup sebagai anak dari keluarga sederhana yang serba sederhana.
Ayahnya tiada saat dirinya masih berusia 9 tahun, selama 11 tahun ini ibunya membesarkan dia dengan sepenuh hati. Namun, bukannya menjadi anak berbakti, Robi malah selalu membentak ibunya hanya karena alasan sepele, tapi ibunya tetap sabar meskipun diperlakukan seperti itu.
Dia juga memiliki seorang kekasih yang begitu cantik, wanita itu bernama Lidya Novi. Namun, Robi dikhianati oleh kekasihnya itu meskipun dia sudah berjuang semaksimal mungkin untuk membahagiakan wanita tercintanya.
Kala itu Robi yang sedang berjalan menuju arah pulang, secara tidak sengaja menangkap wanita tercintanya sedang berselingkuh di dalam mobil mewah yang diduga milik pria selingkuhannya.
Saat itu juga Robi yang melihat hal itu langsung menghampiri mobil tersebut, kemudian memukul kacanya dengan keras, butuh sekali pukulan untuk kaca itu menjadi pecah berhamburan. Hal itu membuat kekasihnya yang sedang berselingkuh menjadi terganggu, apalagi untuk pria selingkuhannya yang langsung keluar dari mobil dan melakukan pertarungan dengan Robi.
Mereka bertarung dengan sengit, namun tiba-tiba selingkuhan Lidya mengeluarkan sebilah pisau yang kemudian digunakan untuk menusuk perut Robi. Tindakan itu membuat Robi langsung kesakitan, tapi tak cukup sekali, selingkuhan Lidya kembali menusuknya di area yang sama secara bertubi-tubi hingga membuat Robi menjadi tidak sadarkan diri, dan mati ditempat karena pendarahan yang hebat.
Namun, tubuh yang sudah menjadi mayat tersebut dijadikan sebagai wadah baru oleh pemuda sebelumnya. Kini, pemuda tersebut mau tidak mau harus menjalani kehidupan sebagai seorang Robi yang merupakan anak durhaka.
"Dia memiliki nama yang sama denganku, tapi dia memiliki sebuah keluarga, berbeda denganku yang sejak awal hanya memiliki kakek. Itu pun tidak memiliki hubungan darah... tapi pria ini malah menyia-nyiakan kesempatannya!" Geram Robi terhadap dirinya sendiri.
Saat-saat sedang seperti itu, tiba-tiba muncul kembali suara sistem yang memberikan selamat kepadanya.
[Selamat Tuan! Anda telah berhasil melakukan pergantian tubuh!]
Sistem memberikannya sebuah ucapan selamat, tapi bukannya merasa bahagia, Robi malah merasa kesal dengan keputusan dari Sistem yang membuatnya menjadi menderita.
"Kau, bukankah kau menjanjikan ku kehidupan nyaman!? Tapi kenapa aku harus menggantikan beban keluarga ini!" Pemuda itu terasa begitu marah sambil membentak-bentak Sistem yang tidak bersalah.
Masih mencoba untuk bersabar, Sistem menjawabnya dengan lembut.
[Tuan, karena anda sebelumnya tidak bisa membaca dan hanya menekan tombol persetujuan tanpa mengetahui persyaratannya. Maka yang pantas untuk disalahkan disini adalah anda sendiri.]
Jawab Sistem membuat Robi menjadi tersentak, kemudian dia mengingat-ingat kembali kejadian sebelumnya, hingga pada akhirnya dia merasa malu telah mengatakan sesuatu yang tidak tahu malu.
"Hehe... maafkan aku, ya?" Robi meminta maaf dengan malu-malu.
[Tidak apa, Tuan. Lagipula itu bukan murni kesalahan anda. Tapi, sekarang saya harap Tuan tidak mengulangi kesalahan yang sama karena sekarang anda bisa membaca, oke?]
Sistem meminta Robi untuk tidak mengulangi kesalahannya.
"Hmm... ya, kupikir itu masuk akal karena aku telah memiliki ingatan dari Robi ini, dan juga entah kenapa aku merasa seperti tidak bisa mengontrol emosi, serta mulutku jadi sering merasa gatal jika tidak mengatakan sesuatu yang tidak enak untuk didengar." Robi merasa heran dengan keadaannya, namun kekhawatiran itu langsung dihilangkan ketika mendengar penjelasan dari Sistem.
[Anda tidak perlu khawatir, itu karena jiwa anda memasuki raga seseorang yang memiliki kepribadian seperti layaknya preman. Dan juga, tubuh yang anda tempati saat ini merupakan salinan anda sendiri, tapi jika dijelaskan maka semuanya akan menjadi rumit.]
Sistem menjelaskan situasi yang Robi alami.
Merasa ingin tahu namun tidak juga, akhirnya Robi hanya mengangguk kemudian bertanya kepada Sistem, "Lupakan semua itu! Untuk sekarang aku ingin mengetahui, bagaimana caraku agar bisa pulang tanpa luka seperti ini?"
Meskipun perutnya tidak merasakan rasa sakit, tapi menurutnya sangat bahaya jika dirinya berjalan pulang dengan luka parah seperti ini. Apalagi jika ibunya mengetahui kondisinya yang sedang terluka, dia pasti akan sangat sedih, dan itu yang tidak diinginkan oleh Robi.
[Tuan tenang saja, untuk saat ini Tuan berjalan saja! Saya akan memulihkan kembali luka anda dalam waktu singkat!]
Sistem itu kembali menjelaskan dengan riang.
"Baiklah."
Merasa tidak ada salahnya untuk mempercayai perkataan Sistem, perlahan dia bangkit dari duduknya, kemudian berjalan menuju rumahnya setelah selesai menepuk-nepuk pantatnya yang sedikit kotor karena debu.
Sesampainya di depan rumah, Robi kembali melihat tubuhnya yang sebelumnya terkena tusukan. Tapi alangkah terkejutnya dia ketika melihat luka nya sudah pulih, dan juga pakaian dia yang semula terkena noda darah, kini telah kembali bersih.
Di dalam hatinya dia bersyukur sekali, dan terus berterimakasih kepada Sistem yang telah membantunya secara senang hati.
"Terimakasih Sistem, entah bagaimana aku harus membayar jasa mu!" Robi itu berterimakasih dengan suara rendah supaya tidak terdengar ke dalam rumahnya.
[Anda harus membayar jasa saya dengan kebahagiaan anda sendiri!]
Kalimat tak terduga dikeluarkan oleh Sistem, yang membuat Robi semakin bahagia serta merasa bersyukur telah memiliki partner sepertinya.
Setelah itu dia mengumpulkan nafasnya untuk meningkatkan rasa percaya diri agar tidak merasa gugup ketika bersama dengan ibunya. Selesai itu kemudian tangannya secara perlahan membuka pintu dan berharap tidak menghasilkan suara berderit yang begitu bising, karena Robi tidak ingin menganggu tidur nyenyak ibunya.
*Ngieek...
Pintu terbuka, dan Robi langsung disambut oleh wanita yang terlihat berusia sekitar 40 tahunan, dengan rambut hitam yang sudah tercampur uban putih. Kini wanita itu sedang berjalan seperti setrika dengan wajah yang gelisah.
Tapi ketika mendengar suara pintu yang terbuka, wajahnya perlahan kembali berseri ketika melihat anaknya sudah pulang dalam keadaan baik-baik saja. Wanita itu langsung berlari ke arah Robi sambil berlinang air mata, dia bersyukur dan sangat bersyukur karena anaknya telah pulang dengan selamat.
Mendapatkan pelukan hangat yang secara tiba-tiba, membuat Robi menjadi terkesiap, tapi kemudian wajahnya mulai melemas dan menunjukkan ekspresi lembut. Saat tangannya hendak membalas pelukan ibunya, tapi tiba-tiba wanita itu langsung melompat kebelakang dengan wajah yang begitu panik.
"Ma-maafkan ibu..." Ucap wanita tersebut merasa bersalah serta takut tersirat diwajahnya.
Awalnya Robi merasa sakit hati ketika melihat reaksi ibunya, namun perlahan dia memahami alasan dibaliknya. Mengingat tindakan tidak terpuji nya di masa lalu, membuat hati Robi merasa iba ketika melihat reaksi ibunya yang begitu ketakutan.
Dia mengutuk dirinya sendiri di dalam hatinya, dan secara perlahan melebarkan kembali tangannya sambil berkata, "Ibu kenapa menjauh? Padahal anakmu ini ingin memeluk ibu sebagai ucapan selamat datang..." Robi bertanya sambil berekspresi lembut dengan senyum hangatnya.
Melihat anaknya yang tiba-tiba menjadi baik, membuat hati wanita tersebut menjadi bahagia, namun takut juga karena di masa lalu, dirinya pernah diperlakukan seperti ini tapi berujung dengan... ah lupakan.
"Tidak apa ibu, coba terima saja pelukan anakmu ini!" Seolah memahami keraguan ibunya, Robi kembali membujuk wanita tersebut sambil meyakinkan bahwa dirinya tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak.
Tentu saja, melihat kepribadian anaknya yang tiba-tiba berubah, pasti ada sedikit keraguan dalam hati. Namun, wanita tersebut masih meyakinkan dirinya bahwa anaknya telah berubah, dan karena itu dia bisa melangkah ke arah Robi dengan bermodalkan kepercayaan seorang ibu kepada anaknya.
Saat jaraknya dengan wanita tersebut mulai mendekat, Robi langsung menarik tubuh ibunya ke dalam dekapannya hingga membuat ibunya menjadi terkejut dengan mata terbelalak.
"... N-nak?" Wanita tersebut mencoba untuk bertanya, tapi dirinya tidak mendapatkan jawaban pasti dan hanya merasakan perasaan dari pelukan hangat yang perlahan mulai mengencang.
"Tolong... biarkan aku seperti ini terlebih dahulu...." Mencoba untuk tidak menangis, Robi memohon kepada ibunya meskipun suaranya terdengar begitu gemetar.
'Ish, apa yang dipikirkan olehku hingga merasa ragu dengan ketulusan anakku sendiri!' Pikir wanita tersebut ketika menyadari bahwa anaknya sedang menahan tangisannya.
Perlahan wanita tersebut mulai memeluk kembali tubuh anaknya dengan erat, sambil mengelus-elus punggung besar anaknya.
"Maafkan ibu, nak..." Ucap wanita tersebut dengan lembut, namun dibalas dengan penolakan mentah-mentah dari Robi.
"Tidak! Disinilah aku yang salah! Ibu tidak salah sama sekali! Jadi, maafkan aku... maafkan..." Jawab Robi penuh penolakan, tapi berujung dengan meminta maaf. Dia juga sudah semakin tak kuasa untuk menahan tangisannya.
"Tidak apa nak, tidak apa..." Jawab wanita tersebut dengan hati yang penuh kebahagiaan karena anaknya sudah kembali menjadi anak yang baik.
Meskipun wanita itu bukanlah ibu aslinya, tapi Robi berpikir bahwa tidak ada salahnya untuk menganggapnya sebagai ibu aslinya. Sebab di dunia sebelumnya dia berprasangka bahwa dirinya telah dibuang oleh keluarganya sendiri, dan itu yang membuatnya tidak menganggap bahwa dirinya memiliki sebuah keluarga kecuali kakeknya sendiri.
Dan juga di dalam ingatan barunya dia bisa melihat kejahatan Robi terhadap ibunya sendiri, meskipun wanita itu sudah berusaha untuk selalu membuat anaknya bahagia. Hal itu juga yang membuat Robi yang sekarang menjadi sangat menyesal, di dalam lubuk hatinya dia sangat menaruh penyesalan yang begitu besar. Hingga pada akhir rasa penyesalan itu bisa tersampaikan dengan baik saat ini.
Momen itu berjalan hingga sepuluh menitan, setelah itu Robi yang sudah menangis hebat disuruh oleh ibunya untuk duduk di ruang makan dan makan bersama dengannya setelah sekian lama sudah tidak melakukan itu.
Dengan senang hati Robi menerimanya, tapi sebelum itu dia harus mencuci wajahnya yang sudah membengkak karena menangis.
"Hahaha, aku terlalu banyak menangis..." Ucap Robi ketika memandangi wajahnya yang terpantul dari cermin.
[Menurut saya itu sangat cocok untuk anda, Tuan!]
Tiba-tiba muncul suara Sistem yang datang untuk mengejek Robi.
"Kamu ini ya..." Robi merasa kesal namun lucu juga dengan kondisinya sendiri, jadi dia mengabaikan ejekan Sistem kepadanya.
[Terakhir kali anda menangis itu sejak kapan, Tuan?]
Tanya Sistem membuat Robi menjadi berpikir keras untuk mengingat momen terakhir kalinya dia menangis.
"Aku tidak tahu pasti, tapi kurasa saat masih kecil. Saat itu aku menangis karena merasa iri dengan anak-anak lain yang selalu bermain dengan keluarga mereka. Hanya itu yang kuingat." Robi menjawabnya dengan kurang yakin karena ingatannya sedikit samar-samar.
[Begitukah? Tapi apakah anda saat ini sudah merasa bahagia?]
"Tentu saja, aku selalu bersyukur karena Robi yang asli sudah mati, dan juga aku harus berterimakasih kepadanya karena telah mati." Robi menjawabnya dengan senyuman bahagia, tapi kebahagiaannya langsung terhenti ketika mendengar penjelasan dari Sistemnya.
[Anda keliru, Tuan. Sebenarnya Robi yang asli tidak mati, namun jiwanya di kirim ke dunia anda dan memasuki tubuh anda yang tergeletak di tepi jalan.]
Mendengar itu Robi merasa terkesiap, tapi dengan segera dia menyeringai lebar seolah sedang bahagia.
"Apakah ingatannya terbawa?" Tanya Robi sebelum melanjutkan kebahagiaannya.
[Tentu saja, karena saya tidak sempat untuk menghapus ingatan miliknya.]
Jawaban dari Sistem membuatnya semakin berbahagia, dia tersenyum lebar dan hendak untuk tertawa, tapi ibunya tiba-tiba berteriak.
"Nak, cepat makan sini!" Ucap ibunya menyuruh dia untuk segera keluar dari kamar air.
"Baik Bu!" Jawab Robi. Kemudian dirinya keluar dari kamar air dengan seringai yang sudah menghilang, tapi di dalam hatinya dia selalu bersyukur sekaligus mengutuk Robi yang asli.
'Hahaha, makanlah hidup sebagai gelandangan, wahai a-n-a-k m-a-n-j-a!' Pikir Robi sambil menarik punggung kursi untuk memulai makan malamnya bersama dengan sang ibu tersayang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!