NovelToon NovelToon

Wanita Tawanan Tuan Muda Sean

Awal datang nya derita

Segerombolan orang masuk ke dalam ruang inap Viona. Pria berbadan besar berdiri di depan ruangan tersebut, berdiri di sisi kanan dan kiri pintu ruangan tersebut, dengan memakai kacamata hitam dan juga pakaian serba hitam.

Tentu saja kedatangan mereka mengundang banyak perhatian orang lain. Terutama Brian, dokter yang bertanggung jawab atas pasien yang bernama Viona. Brian juga salah satu sahabat Viona, keduanya telah bersahabat sejak di sekolah menengah atas, hingga keduanya bekerja di salah satu rumah sakit swasta.

Mengetahui ruangan Viona di datangi oleh orang asing, Brian bergegas pergi untuk melihatnya. Tetapi, tiba Brian disana, dua orang pengawal yang berjaga di depan pintu, tidak memperbolehkan siapapun masuk ke dalam.

"Anda tidak diperbolehkan untuk masuk!" pengawal itu melarang Brian untuk masuk.

"Kenapa? saya dokter disini, dan saya yang bertanggung jawab kepada pasien!" tukas Brian.

Namun, siapa sangka jika pemilik rumah sakit ada di dalam ruangan inap Viona, kedua pengawal itu saling pandang satu sama lain, tidak menggubris ucapan Brian.

Di dalam ruangan, Viona yang didatangi oleh pria asing tentu saja membuat dia terkejut, apalagi hari ini baru saja dia siuman dari tidur panjangnya selama satu minggu berada di rumah sakit.

"Ikut aku! dan menikah dengan ku!" tegas pria itu, netra Viona membulat dan memelototi pria tersebut, seakan - akan netra Viona keluar dari tempatnya.

"Tuan, apa yang anda katakan, saya tidak mengenal Anda?"

"Kamu tidak perlu tahu, siapa aku. Kamu hanya perlu tunduk pada perkataan ku!" ucap Pria itu lagi dengan dingin.

Viona terus saja berpikir apa yang telah terjadi, tiba-tiba seorang pangeran datang dan mengajaknya untuk menikah. Tentu saja hal itu membuat Viona harus memutarkan otaknya untuk mengingat apa yang sebenarnya telah terjadi selama satu minggu yang lalu.

Flashback !

Pagi itu, Viona merasakan sesak yang sangat luar biasa. Mahendra telah pergi ke kantor sejak pagi, dan meninggalkan Viona seorang diri di rumah.

Sebelum berangkat kerja, Brian sang sahabat Viona terlebih dulu menjemput Viona di rumah, lalu keduanya akan pergi bekerja bersama-sama.

Suara ketukan pintu kamar terdengar dari luar.

"Vi, Vivi!" teriak Brian dari luar, mendengar tidak ada jawaban dari dalam, Brian 'pun mencoba memegang handle pintu tersebut, dan ternyata pintunya tidak di kunci dari dalam.

"Nggak dikunci?" gumam Brian, yang langsung masuk, dia melihat sekitar tempat tersebut yang sepi, tidak ada siapapun disana.

"Vivi!" teriak Brian, memanggil wanita itu, rumah dengan lantai dua, suara Brian belum cukup keras, dan dia memanggilnya sekali lagi.

"Vivi!" teriaknya lagi.

"Bri..." lirih Viona dari arah kamar, dengan suara yang sedikit berat, Brian mendengarnya samar-samar, dan tahu sesuatu telah terjadi, dia 'pun bergegas berlari menaiki tangga rumah Viona.

Memiliki jantung yang istimewa, membuat Viona sulit mendapatkan donor jantung yang cocok, bahkan Brian sudah berusaha begitu keras untuk mendapatkan nya. Namun, dia belum berhasil sampai sekarang, besarnya rasa peduli dan sayang Brian kepada Viona, membuat dia tidak ingin kehilangan sahabatnya itu.

Ceklek !

Brian langsung membuka pintu kamar Viona, dan mendapati Viona yang tergeletak di lantai kamarnya.

"Vivi!" teriak Brian, yang langsung masuk ke dalam kamar tersebut. Viona sudah tak sadarkan diri, mengetahui apa yang telah terjadi kepada sahabatnya itu, Brian segera mengangkat tubuh Viona dan membawanya keluar dari kamar.

Dengan sangat hati-hati Brian, mulai menuruni satu persatu anak tangga. Tidak ada pelayan di rumah Viona, semenjak perusahaan orang tuanya mengalami krisis, hal itu terjadi saat sang ibu meninggal, Mahendra terpaksa memberhentikan semua pelayan yang telah berjasa kepada mereka. Bahkan, Mahendra menjual beberapa mobil miliknya untuk membayar gaji terakhir para pelayan, salah satunya adalah mobil milik Viona.

Brian, membanting pintu mobil, setelah dia membaringkan Viona di kursi penumpang.

Pintu mobil telah tertutup rapat, Brian segera masuk ke dalam mobil, dan mengemudi mobil tersebut dengan sangat kencang, agar segera tiba di rumah sakit Quarta, rumah sakit milik keluarga Jixong. Viona ataupun Brian telah bekerja di sana selama dua tahun. Atasannya terkenal cukup ramah.

Brian segera mematikan mesin, dan dia segera turun, membawa Viona masuk ke dalam rumah rumah sakit.

"Tolong, bawakan hospital bed!" teriak Brian, begitu dia telah tiba di lorong rumah sakit. Beberapa perawat berlarian ke arah Brian, dan Brian membaringkan tubuh Viona di atas hospital bed. Brian segera mendorongnya ke arah UGD, dengan dibantu oleh dua orang perawat.

Di dalam ruangan, Brian sangat panik, inilah alasan kenapa Brian memilih menjadi seorang dokter bagian organ dalam, karena dia ingin menjadi orang pertama yang membantu Viona dalam masalah penyakit bawaannya sejak lahir.

"Bantu saya ambilkan alat medis!"

Perawat 'pun berlari untuk mengambil alat medis yang diminta oleh Brian, terlihat semua orang begitu panik. Detak jantung melemah, denyut nadi 'pun begitu juga. Nafas Viona sesekali berhenti, dan tentu saja membuat Brian semakin cemas dan khawatir.

Brian meminta teman perawatnya untuk menghubungi Mahendra.

Di waktu yang sama, seseorang juga di larikan ke rumah sakit, dia adalah korban kecelakaan tunggal di jalan tikungan tajam, dan dikonfirmasi jika korban telah meninggal di TKP.

"Dokter Brian, ada pasien yang membutuhkan bantuan Anda! mohon segera ke ruang Operasi!"

Setelah memastikan kondisi Viona telah membaik, Brian 'pun dengan berat hati meninggalkan Viona di dalam ruangan UGD bersama dengan perawat lain. Brian meninggalkan ruangan tersebut dengan tubuh Viona yang dipenuhi alat medis, dan dia belum sadarkan diri.

"Dok, tolong ada pasien yang membutuhkan pertolongan Anda!" seorang perawat menarik tangan Brian ke arah ruang operasi.

Begitu tiba di dalam ruangan itu, Brian langsung memberitahu perawat di sana, jika korban telah meninggal satu jam yang lalu.

"Hubungi keluarganya, kita harus mengurus akta kematian!" titah Brian, sebagai dokter senior tentu saja Brian sudah terbiasa dengan hal itu.

Setelah mendengar perintah dari Brian, perawat tersebut segera keluar dan pergi untuk menghubungi keluarga pasien.

Tanpa sepengetahuan orang lain, Brian memeriksa kecocokan jantung korban dengan jantung milik Viona, dan dia berharap kali ini cocok, dan Viona bisa diselamatkan.

Pintu ruangan operasi kembali terbuka, Brian menoleh dan melihat jika perawat yang tadi keluar sudah kembali lagi, dengan membawa akta kematian yang telah di urus, lalu menyerahkan kertas tersebut kepada Brian, untuk di tanda tangan.

Setelah mengambil kertas tersebut, Brian melihatnya, sembari membaca nama yang tertulis di sana.Brian tersenyum saat mengetahui jika pasien adalah seorang anak yatim piatu.

Flashback masih

"Dok, adik dari pasien akan tiba di sini dalam waktu satu jam, diketahui dia baru saja kembali dari New York!"

"Baik, aku akan mengurus semuanya, kita bisa mengirimkannya ke rumah duka"

Mereka berdua keluar dari ruangan itu, dan membawa akta kematian bersama dengan  Brian, untuk mengurus persetujuan dari atasannya.

Brian, menghela nafas sebelum dia mengetuk pintu ruangan milik atasannya.

"Masuk!"

Pintu terbuka, Brian 'pun melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut, dimana seorang pria yang sedang sibuk dengan laptop di depannya.

"Pak, ini akta kematian yang perlu anda tanda tangan!"

"Baik!" karena sedang sibuk dengan pemeriksaan berkas di depannya, Willi  tidak sempat membaca siapa nama pasien.

"Apa anda tidak membacanya lebih dulu!" tanya Brian,

"Tidak perlu, aku percaya ini padamu, kamu sudah melakukan pekerjaanmu selama ini dengan baik!" setelah mendapatkan tanda tangan dari Willi sang atasan, Brian 'pun pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Pada malam hari, dimana Brian datang untuk memeriksa keadaan Viona. Namun, terlihat tidak ada pergerakan dari Viona, wanita itu menjadi koma setelah mendapat pertolongan pertama.

"Jika dalam dua hari tidak mendapatkan donor jantung, Aku tahu Viona tidak akan bisa diselamatkan!" Ucap perawat, mereka juga teman Viona, telah bekerja selama dua tahun di rumah sakit tersebut.

"Aku sudah menemukan donor jantung yang cocok, besok pagi kita sudah dapat melakukan operasi untuk Viona!" tegas Brian, dengan penuh keyakinan, kalau dia bisa menyelamatkan hidup Viona.

"Donor jantung? akhirnya ada keajaiban juga bisa mendapatkan donor jantung yang cocok setelah sekian tahun menunggunya. Aku yakin kali ini kamu akan bisa terus bersama dengannya. Brian, kapan kamu akan mengungkapkan perasaanmu kepada Viona, kau telah berjuang begitu banyak untuknya!"

"Saat ini bukan waktunya membahas perasaan, aku tidak bersikap egois di depan Viona. Biarkan semuanya berjalan begitu indah, tanpa ada yang harus merasa tidak nyaman. Jika aku memaksa untuk bersama dengan Viona, aku takut kehilangan dua orang sekaligus, kehilangan Viona sebagai kekasih, dan kehilangan Viona sebagai sahabat. Mira kamu tahu, aku belum siap untuk itu!"

"Kamu pria yang baik, aku yakin Tuhan telah mentakdirkan Viona untuk selalu berada disisi Viona, menjaga dan merawatnya, kamu sudah melakukan hal yang baik!" Mira menepuk pelan punggung Brian, pria itu hanya tersenyum menanggapi ucapan Mira.

*

*

*

Hari ini jenazah korban kecelakaan yang meninggal kemarin atas nama Fonna Calista Dewi, akan diantarkan ke kediamannya tepat di jam 10:50, pagi. Setelah jadwal operasi Viona selesai, Brian baru bisa ikut mengantarkan jenazah tersebut.

"Dok, semuanya sudah siap!"

"Baik, aku akan segera pergi ke parkiran. Mira, setelah satu jam disini, tolong pindahkan Viona keruangan inapnya" titah Brian,

"Baik dok, serahkan semuanya kepada ku" Brian 'pun keluar dari ruangan operasi dan pergi menuju tempat parkiran.

Di dalam surat Akta kematian, juga terdapat surat izin donor jantung yang telah diurus oleh Brian. Tentu saja, pasien tersebut dikirim ke Villa milik keluarga Jixong, karena Fonna adalah calon menantu keluarga tersebut, dan telah merencanakan pernikahan yang begitu matang. Setelah urusan dan pekerjaan pewaris tunggal keluarga Jixong selesai mereka akan segera menikah.

"Owh, Kakakku kenapa kau pergi begitu cepat!" teriak seseorang yang keluar dari villa, menangis begitu histeris, saat jenazah Fonna diturunkan dari dalam mobil.

"Ini barang dan akta milik korban!" Brian, menyerahkan itu semua kepada Flaura Calista Dewi, adik kandung Fonna. Namun, Flaura malah menyerahkan itu semua kepada pelayan yang berdiri di sebelahnya.

"Bi, simpan ini di kamar Fonna, aku ingin melihat jenazah!"

"Baik Non" Bibi 'pun membawa masuk barang tersebut.

Brian bisa mengambil jantung Fonna atas izin dari Flaura, asalkan Brian dapat merahasiakan persetujuan Flaura dari orang lain.

"Terima kasih, dok."

"Sama-sama, kami permisi dulu,"

Brian dan rekan perawat serta sopir segera pergi meninggalkan villa tersebut.

Satu minggu kemudian. . .

Pria bertubuh tinggi, badan kekar dan berotot itu berdiri di depan jendela kamar nya. Saat ini dia sedang berada di Paris untuk urusan bisnis. Pria itu adalah Sean Garvin Jixong, sang pewaris tunggal dari keluarga Jixong, calon suami Fonna.

Disaat Sean akan bertugas ke berbagai Negara, dia selalu mematikan ponsel pribadinya, dan akan menggunakan ponsel bisnis untuk hal lain, agar musuhnya tidak pernah tahu, keberadaan Sean.

Suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan, pertanda seseorang datang untuk bertemu dengan, Sean.

Sean menoleh ke arah pintu, saat mendengar ketukan itu.

"Masuk,tidak di kunci!"

"Maaf Tuan, saya telah mengganggu waktu istirahat Anda, saya mendapat kabar dari Nona Flaura, jika Nona Fonna telah mendahului Anda!"

Prang!

Gelas di tangan Sean terjatuh, bahkan itu mengenai kakinya hingga berdarah. Pengawal itu terkejut, dan berdiri gemetar di belakang Sean.

"Apa yang kamu katakan?"

"No-Nona Fonna telah mendahului Anda, Tuan."

"Siapa yang mengatakan itu pada mu!" teriak Sean, pengawal  tubuhnya semakin gemetar bahkan dia tidak berani menatap netra Sean yang memerah.

"Siapa yang berani menyentuh calon istriku, periksa semua informasi mengenai satu minggu yang lalu, kemana dan dimana terakhir kali Fonna berada. Pastikan tidak ada yang terlewatkan orang yang menyentuh Fonna tidak akan kumaafkan, sampai tubuhnya kremasi hidup-hidup!" teriak Sean sekali lagi dengan lantang.

"Saya akan memeriksa datanya, Tuan. Saya permisi,"

"Tunggu, urus kepulanganku hari ini, aku ingin kembali ke New York!"

"Ba-baik, Tuan."

Pengawal itu pergi, dengan tubuh yang masih gemetar. Sean berdiri dalam keadaan kaki terluka, dia mengepalkan tangannya. Hatinya hancur, bahkan dia merasa sangat terluka. Sean telah merawat Fonna begitu lama, setelah dia berhasil dan sesukses sekarang barulah dia berani untuk menikahi Fonna. 

Namun, ternyata takdir malah memisahkannya, Sean merasa jika Tuhan tidak adil pada hidup mereka.

"Akan ku hancurkan seseorang yang berada di balik ini semua, jika ada kelompok mafia lain yang berani bermain dengan wanitaku, akan ku pastikan mereka tidak akan melihat dunia mereka lagi!" gumam Sean, lalu berjalan ke arah kamar mandi, dengan kaki yang masih terluka.

Setelah semua kepulangan Sean diurus oleh pengawalnya, dan Sean segera pergi meninggalkan markas Dark pada malam itu juga. Bahkan, itu Sean sudah mengantongi semua informasi mengenai kematian Fonna dan juga tentang donor jantung milik Fonna kepada pasien lain.

Mengetahui rumah sakit Quarta tempat terakhir Fonna berada, tentu saja membuat Sean lebih bersemangat lagi, untuk menyelidiki kasus itu, pasalnya rumah sakit itu adalah miliknya.

Setelah mendarat, dan tiba di New York, beberapa mobil yang menjemput Sean langsung membawanya ke rumah sakit Quarta, ini lah alasan kenapa Sean ada di ruangan inap milik Viona, karena Sean telah mengetahui jika Vionalah orang yang menerima donor jantung itu.

Flashback Selesai !

Viona Siuman

Setelah satu minggu berada di atas ranjang pasien, kini Viona telah siuman. Orang pertama yang Viona lihat adalah Mahendra sang ayah.

"Vi, Viona sayang," panggil Mahendra, mengusap lembut rambut sang anak.

"Papa," lirih Viona, menatap Mahendra dengan senyuman manisnya.

"Aku pikir aku tidak bisa melihatmu lagi, ternyata Tuhan masih sayang kepadamu" Mahendra terlihat begitu sedih, dia sudah menunggu Viona siuman selama seminggu.

Ceklek !

Brian masuk ke dalam ruangan Viona.

"Brian, kamu sudah di sini, om titip Viona ya, om harus kembali ke kantor, hari ini om ada meeting," ujar Mahendra, yang berpamitan dengan Viona dan Brian.

"Baik Om."

Mahendra pergi meninggalkan Viona dan Brian. Setelah memeriksa Viona, Brian lalu pergi untuk mengambil cairan infus lain untuk wanita itu, serta ingin membawa kantong darah untuknya.

Brak!

Pintu terbuka begitu kasar dan mengagetkan Viona yang tengah duduk bersandar.

"Brian kamu kembali?" tanya Viona menoleh, tetapi yang datang bukan Brian melainkan Sean, calon suami Fonna, yang jantungnya ada pada Viona.

Viona menatapnya dengan heran, seketika tubuh Viona bereaksi saat melihat Sean yang berdiri di depannya, ada perasaan sedih dalam dirinya. Namun, Viona segera menepis perasaan itu.

"Ikut aku! dan menikah dengan ku!" ucap Sean tegas,netra Viona membulat dan memelototi pria itu, seakan - akan keluar dari tempatnya.

"Tuan, apa yang Anda katakan, saya tidak mengenal Anda,"

"Kamu tidak perlu tahu, siapa aku? kamu hanya perlu tunduk pada perkataan ku!" ucap pria itu lagi dengan dinginnya.

"Siapa Anda? kenapa aku harus tunduk pada perkataan Anda? kalau 'pun aku harus mati, lebih baik aku mati, kenapa aku harus ikut Anda?" tolak Viona dengan lantang, saat mengatakan itu, Viona tiba-tiba merasa sedih, dan Sean mengerutkan dahinya mendengar ucapan Viona.

"Sungguh kamu sangat berbeda!" tukas Sean, yang masih berdiri di samping Viona. Lalu Sean segera berbalik dan meninggalkan ruangan Viona.

Blam!

Pintu ruangan itu kembali tertutup. Tak lama kemudian, Brian masuk ke dalam ruangan inap milik Viona.

"Anda kembali lagi Tuan?" tanya Viona, tetapi yang datang malah Brian.

"Vi, kau tidak apa-apa 'kan? pria itu tidak macam-macam bukan?" tanya Brian khawatir.

"Aku tidak apa-apa, dan siapa mereka? Kenapa mereka datang  ke sini?"

"Kamu tidak perlu tahu siapa mereka. Vi, kita harus pergi dari rumah sakit ini, untuk sementara kamu harus tinggal di apartemenku, aku akan merawatmu hingga kesehatanmu membaik, kamu tidak apa-apa 'kan, Vi?"

"Bagaimana dengan papa?"

"Aku sudah memberitahu papamu, katanya tidak masalah, papamu juga lagi banyak pekerjaan di perusahaannya,"

"Baiklah."

Brian  membantu Viona, dan setelah Viona berganti pakaian. Brian dan Viona segera pergi meninggalkan rumah sakit tersebut, dengan keadaan Viona yang belum sembuh total.

*

*

*

Dua hari kemudian. . .

Sudah dua hari, Viona berada di apartemen Brian, apartemen barunya yang tidak semua orang tahu lokasinya.

"Brian, kamu tidak kerja? kamu sudah dua hari ini merawatku, aku tidak apa-apa, kamu pergi saja, mungkin mereka membutuhkanmu,"

"Tidak, aku sudah ambil cuti selama sebulan, aku akan merawatmu disini," Brian kembali meyakinkan Viona agar tidak lagi bertanya tentang itu.

Brian menyiapkan makan siang untuk Viona, meskipun dia tidak pernah menyatakan cintanya kepada Viona, dia senang bisa merawat dan bersama dengan Viona selalu.

Di tempat lain, di sebuah perusahaan keluarga Jixong, Sean Garvin Jixong sedang memutarkan kursi tempat duduknya dengan gelisah. Bahkan, beberapa pengawal berdiri di sampingnya.

"Jadi, wanita itu sudah pergi?"

"Benar, Tuan. Aku sudah memeriksa rumahnya, tetapi wanita itu tidak pulang kesana,"

"Eeemmm…." Sean meraih gelas yang sudah terisi wine, lalu memutarkan isi sembari menatap minuman berwarna coklat pekat itu.

"Cari sampai wanita itu ketemu, aku tidak mau mendengar kalau kalian gagal mendapatkan lokasinya. Satu lagi, hancurkan seluruh keluarga wanita itu, serta dokter yang membantunya!" tegas Sean, dengan netra yang melotot tanpa berkedip sedikit 'pun.

"Viona hanya tinggal bersama dengan papanya. Tuan Mahendra adalah papa Nona Viona Mahendra. Saat ini, Beliau sedang menghadapi kasus korupsi, di duga Tuan Mahendra melakukan penggelapan dana sebesar 15 M,"

"Menarik,"

"Jadi, Tuan. Apa yang ingin kami lakukan untuk anda?"

"Cari bukti itu, dan jebloskan pria tua itu ke dalam penjara, aku yakin dengan begitu Viona akan datang dengan sendirinya ke hadapan kita!"

"Baik, Tuan." Dua pengawal itu 'pun pergi meninggalkan ruangan Sean.

Ceklek !

Pintu kembali terbuka, setelah tertutup baru dua menit.

"Ada apa lagi?" Sean tidak melihat siapa yang datang.

"Ada apa? Kak ipar aku baru saja datang!" ketus wanita muda itu, calon adik ipar Sean Flaura. Adiknya Fonna.

"Kamu, ada apa kemari? bagaimana dengan syutingmu?"

"Semuanya lancar, tapi Kak apa kamu sudah menemukan orang yang menyebabkan Kak Nana kecelakaan ?" tanya Flaura duduk di depan Sean,

"Kamu tidak perlu tahu, biarkan itu menjadi urusanku, Rara lakukan apa yang ingin kamu lakukan, tetapi jangan ikut campur urusanku!" tegas Sean dengan dingin, Flaura langsung mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Sean begitu dingin.

Flaura 'pun bangkit dari tempat duduknya, lalu pergi meninggalkan ruangan Sean. Di luar ruangan Flaura terlihat begitu kesal karena diperlakukan begitu dingin oleh Sean.

Sky adalah Asisten sekaligus sahabat Sean yang selama ini membantu menyusun pernikahan Sean dengan Fonna.

"Flaura, kamu disini?"

"Iya, aku datang untuk bertemu Kak ipar,"

"Apa yang kamu dapatkan? apa dia mau berbicara denganmu?"

"Tidak!" singkat Flaura, lalu pergi meninggalkan Sky di depan ruangan Sean.

"Aneh!" Sky menggelengkan kepalanya, lalu membuka pintu ruangan Sean.

"Flaura, aku tidak ingin membahas itu, apa kamu tidak mendengarnya?"

"Sejak kapan namaku ganti dari Sky menjadi Flaura?" cibir Sky, Sean yang sedang berdiri di dinding ruangannya 'pun menoleh ke arah pria yang bernama Sky itu.

"Kenapa? kau masih memikirkan Fonna?" tanya Sky,

"Eemmmm…."

"Bukankah, kau tidak pernah mencintainya? kau hanya ingin membalas kebaikannya yang telah menyelamatkan hidupmu sepuluh tahun yang lalu. Sean, apa yang kau lakukan selama ini sudah lebih dari cukup, kau tidak perlu menyiksa dirimu untuk menikahi Fonna, karena pada dasarnya kau menikahi dia hanya karena ingin balas budi!" Sean terdiam,

"Aku tahu, aku salah. Namun, siapapun orang yang terlibat dalam kecelakaan Fonna aku tidak akan melepaskannya. Aku tidak mencintainya, tetapi aku tidak ingin menyakiti dia, aku menyayangi dia seperti keluargaku!" tegas Sean, Sky mengerti itu apalagi semenjak dia kehilangan adik perempuannya waktu kecelakaan itu, membuat Sean sangat menyayangi Fonna, pasalnya keduanya hampir mirip bagaikan saudara kembar. Namun, kecelakaan itu sekali lagi memisahkan Sean dari Fonna dan itu membuat Sean terluka kedua kalinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!