Acara pesta ulangtahun pangeran Wilder ditutupi dengan acara dansa, dimana para putri kerajaan yang saat ini sedang menunggu kesempatan untuk berdansa dengan pangeran tampan kerajaan besar di Skotlandia.
Pangeran Wilder adalah pria tampan yang memiliki kekuatan warisan dari leluhurnya berupa sihir.
Terlahir dengan sejuta pesona dengan kekuatan sebagai kesempurnaan kharisma nya membuat sang prince menjadi buah bibir di kalangan istana dan rakyatnya.
Wajahnya yang tidak pernah terlihat oleh rakyatnya karena saat melintas semua rakyatnya, harus menunduk hormat pada sang pangeran.
Hanya seorang gadis cantik berpakaian sederhana yang tidak tunduk hormat kepadanya dengan berani menatap wajah tampan prince Wilder.
Para pengawal kerajaan tidak berani memerintah gadis itu karena ia adalah putri bangsawan yang sudah di singkirkan dari istana karena dirinya terlahir dari seorang selir yang seharusnya tidak boleh melahirkan anak dari seorang raja.
Bagi para selir raja, mereka hanya melayani birahinya raja bukan mengandung anaknya.
Raja yang sangat mencintai selirnya Isabel membuang obat herbal kontrasepsi setiap kali pelayan membawa untuk wanitanya.
"Aku ingin memiliki anak darimu karena semua anakku dari ratu adalah laki-laki. Aku menginginkan seorang anak perempuan agar ada kerajaan yang datang melamarnya padaku, dan itu suatu kebanggaan bagiku." Ucap raja Louis pada selirnya, Isabel.
Saat mengetahui selir itu hamil, keluarga kerajaan begitu marah dan mengusir selir itu dari istana.
Selir melahirkan putrinya di kerajaan lain karena permintaan raja Louis pada sahabatnya itu untuk menerima selirnya di kerajaannya yang sekarang menjadi ayahnya pangeran Wilder.
Ratu Amora yang tidak menyukai selir dari raja Louis tinggal di istananya karena merasa cemburu, mengusir selir Isabel untuk tinggal di luar istana namun tetap di lindungi oleh kerajaan.
Pangeran Wilder yang melewati jalanan itu dengan kuda putihnya memperhatikan wajah cantik Reina yang terlihat datar menatapnya angkuh.
"Berhenti...!"
Pinta prince Wilder pada para pengawalnya agar ia bisa menatap lebih lama gadis yang berparas bak Dewi Yunani itu.
"Tuan kita harus segera tiba di istana sebelum matahari terbenam." Ucap pengawal Ziro.
"Jangan menggangguku bodoh...!" Bentak pangeran Wilder.
"Maaf prince...!"
"Siapa gadis itu yang ada di....-"
Gadis cantik itu tiba-tiba menghilang dari pandangannya dan itu sangat membuat pangeran Wilder risau.
"Gadis yang mana prince?"
"Gadis yang menatapku tanpa mau menundukkan wajahnya."
Ucap pangeran Wilder sambil menelisik pandangannya di sekitar jalanan itu.
"Dia adalah putri dari selir Isabel yang diusir dari istana." Ucap pengawal Ziro.
"Berikan gaun terindah untuknya dan bawa dia ke istana saat aku merayakan ulang tahunku Minggu depan!"
Titah pangeran Wilder pada pengawalnya lalu memacu lagi kudanya menuju istana.
"Astaga ...! Bagaimana ini ..? Ratu tidak akan menyukai putri Reina datang ke istananya." Gumam Ziro mendengus kesal.
Kini pangeran Wilder menatap wajah setiap putri bangsawan yang sudah berdiri di hadapannya untuk diajak berdansa.
Wajah Reina tidak tampak diantara putri bangsawan itu membuat pangeran Wilder begitu murka. Ia menatap pengawal seakan bertanya di mana gadisku itu.
Ziro mendekati sang pangeran lalu berbisik." Maaf tuan dia menolak untuk di undang di istana ini." Ucap Ziro.
"Siapkan kudaku. Aku akan menjemputnya sendiri." Ucap pangeran Wilder.
"Baik prince."
Pangeran meninggalkan pesta ulang tahunnya dengan dalih kurang sehat karena ingin kembali ke kediamannya di kastil di luar istana.
Pangeran Wilder memang tidak suka tinggal di istana sebelum dinobatkan dirinya menjadi seorang raja. Itu adalah prinsipnya.
Ia sengaja melakukan itu agar tidak ada para penjilat kerajaan yang ingin mendekatinya untuk memperkuat jabatan mereka sebagai menteri di istana di saat ia dinobatkan sebagai raja.
...----------------...
Sebenarnya Reina sudah berdandan cantik dengan gaun pemberian pangeran. Hanya saja nyonya Isabel melarang putrinya untuk berhubungan dengan pangeran karena akan membuat putrinya terluka.
"Apakah kamu ingin bernasib sama seperti mommy yang tidak akan di akui keluarga istana?" Tanya nyonya Isabel dengan suara lantang.
"Mommy....! Yang mengundangku adalah prince sendiri bukan kemauanku.
Dia belum tentu juga pangeran Wilder jatuh cinta kepadaku karena statusku hanya sebagai putri dari seorang selir walaupun darahku mengalir darah dari seorang Raja." Ucap Reina.
"Tapi lambat laun kau akan jatuh cinta padanya dan itu akan membuatmu sakit jika pangeran tidak mencintaimu." Sahut nyonya Isabel.
"Apakah orang seperti kita boleh menuntut keadilan cinta dari seorang pria seperti pangeran Wilder, mommy?" Tanya Reina dengan suara lirih.
Mendengar perkataan Reina membuat dada pangeran Wilder begitu sesak. Ia mengepalkan kedua tangannya menahan emosinya karena tidak tega pada nasib Reina dan ibunya di terlantarkan oleh dua kerajaan karena campur tangan politik dalam istana.
Pintu itu di gedor oleh pangeran Wilder dengan kencang membuat ibu dan anak ini tersentak.
Wajah nyonya Isabel spontan tegang melihat pangeran Wilder bertamu ke rumahnya.
"Hamba pantas mati tuan!"
Ucap nyonya Isabel yang langsung berlutut dengan kepala tertunduk.
"Bangunlah nyonya...! Aku datang untuk menjemput calon istriku. Aku akan menjadikan putrimu menjadi ratuku suatu hari nanti." Ucap pangeran.
"Tapi pangeran...! Putriku akan di bunuh jika kamu menjadikannya seorang ratu.
Istana akan mencari cara untuk membunuh putriku. Dia hanya milikku satu-satunya yang menjadi alasan ku untuk bertahan hidup.
Aku rela di depak dari istana asalkan bisa hidup berdua dengan putriku dan melihatnya menikah dengan lelaki baik-baik."
Ucap nyonya Isabel yang tidak ingin putrinya terlibat dengan keluarga kerajaan.
"Aku tidak akan membiarkan wanitaku di sakiti oleh siapapun nyonya. Ijinkan aku membawa pergi putrimu." Ucap pangeran Wilder.
"Aku tidak akan pergi denganmu." Tolak Reina.
"Apakah kamu tidak yakin kalau aku mencintaimu, Reina?"
"Bukan karena itu. Tapi aku tidak mau hidup terpisah dengan mommy ku." Ucap Reina.
Pangeran Wilder menatap Ziro untuk mengurus semuanya. Ziro memahami tatapan tuannya.
Akhirnya Reina dan ibunya di bawa ke kastil milik pangeran Wilder.
Karena pangeran Wilder memiliki kekuatan sihir, ia mampu membuka jalan rahasia agar tiba di kastil tanpa terlihat oleh mata-mata istana.
Rupanya putri Reina memiliki kekuatan yang sama dengan pangeran Wilder, hanya saja gadis ini tidak berani memperlihatkannya.
Walaupun begitu, gadis ini memiliki kelemahan yaitu tidak boleh meminum ramuan teh herbal yang dicampur dengan kembang melati.
Pangeran Wilder begitu bahagia karena tidak sulit untuk membawa wanita pujaannya ke istananya yang terletak di tengah danau.
Nyonya Isabel merasakan lagi kehidupan mewah di dalam kastil setelah dua puluh tahun tinggal di luar istana bersama rakyat jelata.
Di dalam kamar pangeran yang belum sempat menikmati kecantikan kekasihnya dengan gaun indah yang diberikannya, mengajak sang putri berdansa di kamarnya.
"Selamat ulang tahun pangeran. Aku mohon maaf tidak bisa memenuhi undangan mu di istana.
Hadiah apa yang kamu inginkan dariku pangeran?"
"Jiwa ragamu."
Deggggg...
Mengetahui putra mahkota akan menikahi seorang putri dari selir Raja, Louis membuat ratu Amora begitu murka.
"Hancurkan gadis itu sebelum ia di sahkan oleh prince menjadi seorang ratu. Aku tidak ingin darah wanita selir mengotori singgasana raja."
Titah ratu Amora yang masih menyimpan kecemburuannya pada selir raja Louis.
"Baik yang mulia." Ucap menteri urusan dalam istana dengan penuh kelicikan.
Sementara itu, pangeran Wilder yang saat ini sudah tinggal bersama dengan sang kekasih menikmati kehidupan percintaan mereka hampir setiap saat.
"Ayo bersiaplah sayang! Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." Ucap Wilder ketika keduanya usai mandi bersama.
"Kita mau ke mana...?"
"Itu sebuah kejutan. Aku ingin kamu memakai gaun yang sangat indah untuk mendampingiku hari ini." Pinta Wilder.
"Baiklah yang mulia." Goda Reina.
Sekitar setengah jam kemudian, Reina sudah keluar dengan penampilan yang begitu memukau membuat sang pangeran hanya bisa berdecak kagum.
Keduanya berangkat dengan jalur cepat tentunya jalan yang mereka lalui dengan ilmu sihir pangeran Wilder.
Keduanya naik kereta kencana menuju sebuah gereja di mana sudah ada pastor yang menunggu untuk menikahi keduanya.
Reina tampak bahagia karena sang pangeran tidak mengingkari janjinya.
"Apakah kamu ingin.....-"
"Iya sayang. Aku akan menikahimu karena kau adalah ratu di negeri ini." Ucap Wilder.
"Tapi bagaimana dengan istana? mereka akan menentang mu." Ucap Reina cemas.
"Mereka adalah urusanku. Urusanmu adalah saat ini harus menjadi milikku." Ucap Wilder.
Reina tersenyum sambil menganggukkan kepalanya menyetujui pernikahan ini.
Dengan sumpah ikrar pernikahan di ucapkan keduanya sebagai pasangan suami-istri.
Cincin pernikahan di sematkan oleh pasangan ini diikuti ciuman sesaat lalu memberi hormat pada pastor yang telah menikahkan mereka.
Keduanya kembali lagi ke kastil dengan perasaan bahagia. Dalam perjalanan keduanya tidak segan untuk berciuman di atas kereta kencana hingga keduanya tiba lagi di istana.
Walaupun sudah bercinta sebelumnya, bagi pasangan ini tidak ada jenuhnya dengan percintaan panas mereka.
Baru saja pergulatan itu di mulai, gedoran pintu dari luar sana menganggu ritual percintaan panas pasangan ini.
Prince menyihir manusia di luar sana menjadi kaku hingga bisa menuntaskan hasratnya pada sang istri.
Reina mengulum senyumnya melihat tingkah suaminya yang tidak bisa terganggu dengan hal sekecil apapun.
"Sayang...! Bagaimana kalau itu penting?"
"Kamu lebih penting daripada urusan tidak jelas diluar sana. Aku sedang menikmati milikmu yang tidak bisa menghentikan aku begitu saja.
Di dalam sini terus menerus menarik milikku. Dan aku sulit untuk melepaskannya." Ucap Wilder apa adanya namun istrinya merasa bahwa itu hanya candaan.
Usai menuntaskan hasratnya, Wilder menemui Ziro yang masih kaku di tempatnya. Wilder membebaskan pengawalnya itu dan menanyakan keperluannya.
"Prince....! Anda di minta untuk istana untuk menerima penobatan sebagai raja. Raja Piter dan ratu Amora sedang menanti anda di istana."
Ucap Ziro sambil menyerahkan surat perintah untuk prince.
"Jangan pernah membawa wanita mu ke istana karena ayah dan ibumu tidak mengakui wanita itu sebagai istrimu apa lagi menjadikan dia sebagai ratu di negeri ini."
Tulis raja Piter dalam surat itu namun tidak di indahkan sana sekali oleh Wilder.
"Beritahu ayah dan ibuku kalau aku siap menjadi seorang raja." Ucap Wilder tegas.
"Baik prince!"
Keberangkatan prince Wilder ke istana tidak sendirian. Ia memboyong istrinya yang akan menjadi ratunya untuk bersandingan dengannya di singgasana.
...----------------...
Kedatangan putra mahkota di sambut dengan tarian dan upacara adat kerajaan.
Saat prince turun dari kereta kencana bersama dengan putri Reina, menjadi keriuhan di kalangan istana yang sedang menyaksikan kedatangannya.
Baru saja pasangan ini melangkah, keduanya di cegat oleh para pengawal istana yang berwajah bengis.
"Biarkan kami masuk!" Titah pangeran Wilder.
"Maaf prince..! Hanya anda yang diperkenankan untuk masuk ke ruang penobatan tidak dengan wanita ini." Ucap panglima kerajaan.
"Kalau begitu aku akan kembali ke kastil dan aku tidak menerima penobatan ini..!" Ancam Wilder.
"Anda tidak boleh menjadikan wanita ini sebagai ratu anda kecuali seorang selir." Ucap menteri.
"Aku sudah menikahinya dan dua adalah ratu pertama dan terakhir selama aku hidup." Ucap prince Wilder.
Semuanya terdiam. Perdebatan yang menegangkan itu membuat suasana hati Reina makin terpojok.
Pangeran Wilder mengeratkan pegangannya pada tangan istrinya seakan mengatakan tidak perlu kuatir selama aku di sisimu.
Raja dan ratu akhirnya mengalah dan meminta keduanya masuk untuk menerima penobatan.
Prince dengan gagahnya masuk dengan tatapan datar namun tidak mengurangi pesona dan kharismatik nya membuat para putri bangsawan tidak melepaskan pandangan mereka walaupun tatapan itu berangsur sinis melihat wajah cantik Reina yang lebih cantik dari semua para Putri bangsawan yang awalnya di pilih menjadi ratu negeri ini yang akan di angkat salah satu dari mereka menjadi istrinya prince Wilder atau raja Wilder.
Penobatan itu akhirnya di lakukan sesuai protokol kerajaan. Namun ada rencana besar di balik pengangkatan ratu yang akan mendampingi raja Wilder.
Saat memasuki acara makan bersama sebagai peresmian penobatan Raja, sepasang kekasih ini saling menyuapi makanan dan minuman.
"Aku telah menempati janjiku kepadamu sebagai istri dan sekaligus ratu di negeri ini ratu Reina."
Ucap Raja Wilder lalu mengajak istrinya berdansa usai menikmati hidangan tersebut.
Seakan sedang menantikan momen dramatis yang sesaat lagi akan terjadi, ibu suri Amora menatap wajah cantik menantunya itu dengan wajah tegang karena mereka ingin melihat kematian tragis ratu Reina.
Ratu Reina merasakan tubuhnya mengalami reaksi racun hingga ia jatuh dalam pelukan suaminya dengan batuk darah.
"Uhuk..uhuk ..!" Darah segar itu menyembur dari mulutnya. Lehernya seakan tercekik saat ini.
"Reinaaaa....!" Panggil raja Wilder dengan perasaan syok yang luar biasa.
"Aku mencintaimu suamiku. Aku akan menemui mu di kehidupan yang akan datang." Ucap Reina dengan suara lirih.
"Tidak...aku tidak akan membiarkan kamu pergi sendiri. Kita akan pergi bersama-sama dan cinta kita akan di Persatukan dalam mahligai pernikahan tanpa ada yang menghalangi lagi cinta kita."
Ucap Raja Wilder lalu meminum racun mematikan yang ada di kalungnya yang sudah ia siapkan sebelum berangkat ke istana karena ia sudah menduga rencana licik kedua orangtuanya yang akan mengkhianatinya.
"Tidak ada gunanya aku menjadi raja di negeri ini tanpa kamu ratuku. Keduanya berpelukan erat dan meregangkan nyawa bersamaan.
"Cepatlah selamatkan putraku....!" Teriak ratu Amora yang tidak ingin kehilangan putranya.
Seorang tabib istana memeriksa keadaan raja Wilder namun nadinya sudah tidak berdetak.
"Maaf yang mulia...! Raja Wilder sudah meninggal dunia yang Mulia...!" Ucap tabib istana membuat ratu Amora pingsan.
Alih-alih ingin menyingkirkan menantunya malah janji cinta sejati raja Wilder dan ratu Reina sehidup semati di buktikan di hadapan para keluarga kerajaan istana dan juga rakyatnya.
Masa depan, lima abad kemudian.
Bunyi ponsel berdering kencang membuat tidur Titan terganggu. Ia meraih ponselnya yang ada di atas nakas dan melihat panggilan dari asistennya Revo.
"Apakah kamu tidak tahu saat ini pukul berapa, hah?"
Bentak Titan yang merasa mimpinya terasa aneh karena ia merasa dirinya seorang raja di dalam mimpi itu.
Di tambah lagi, asistennya Revo adalah pengawalnya dulu.
"Kenapa mimpi itu terasa nyata bagiku."
"Maaf Master....! Menganggu tidur anda. Baiklah. Besok pagi saja kita bahas." Revo menutup ponselnya buru-buru sebelum di semprot tuannya.
Titan mencoba mengingat wajah cantik gadis yang menjadi ratunya di dalam mimpi itu. Ia langsung bangkit dan melukis wajah wanita itu.
Titan memang hobi melukis dan fotografer. Walaupun sebenarnya dia adalah seorang mafia. Usai melukis wajah cantik seorang gadis dalam mimpinya, kini Titan melanjutkan lagi tidurnya.
Mimpi yang sama kembali terjadi walaupun setting sudah berbeda di mana ia dan gadis itu berada di suatu taman di penuhi bunga teratai.
Wilder meminta gadisnya untuk duduk di tepi danau yang dipenuhi bunga teratai. Ia menyihir untuk menghadirkan perlengkapan untuk melukis sang kekasih.
Dibawah lukisan itu ia menuliskan sebuah kalimat indah.
Cinta adalah misteri yang menggairahkan jiwa hingga menjangkau di setiap sudut hati yang tidak akan pernah berubah.
Kalimat yang cukup puitis. Wilder menggulung lukisan itu dan memberikannya pada Reina.
Reina menerimanya dengan senang hati. Keduanya kembali ke kastil dan Reina menyimpan lukisan itu di dalam lemarinya.
Ia tidak berani memajang lukisan itu karena gaya pakaiannya yang setengah bugil.
Tidak terasa sinar matahari pagi yang menyusup masuk di sela gorden kamar yang tidak begitu tertutup rapat, menyilaukan mata sang penghuni kamar yang enggan untuk bangun karena sedang menikmati percintaan panas dalam mimpinya.
Titan meraba di sebelah sisinya yang dikiranya masih berada di dalam mimpinya.
"Akhhhhkkk...sial..! Kenapa aku terjebak lagi dalam mimpi yang sama." Umpat Titan saat berhadapan dengan kenyataan.
Iya baru ingat semalam ia sedang melukis wajah gadis dalam mimpinya dan Titan tersenyum saat melihat lukisan itu ternyata wajah gadis cantik yang baru bercinta dengannya masih sama.
Titan menulis kata-kata yang diingatnya pada lukisannya.
"Andai saja aku bisa menemukan gadis itu, aku akan segera melamarnya. Reina... semoga mimpi itu jadi kenyataan sayang.
Aku tidak akan jatuh cinta pada gadis manapun sampai aku bisa bertemu denganmu di masa depan ini." Gumam Titan lirih.
Titan beringsut ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Pagi itu ia sudah bersiap berangkat ke perusahaannya untuk mengikuti meeting pagi ini.
Tidak lama Revo sudah datang menjemput Titan yang sedang berjalan menuju asistennya itu.
"Pagi master...!"
Revo membuka pintu mobil untuk Titan yang segera masuk ke mobilnya.
Baja hitam mengkilap itu melintas bersama mobil lainnya hingga berhenti di perempatan lampu merah.
Saat mobilnya berhenti, mobil sebelahnya berhenti beriringan dengan mobilnya.
Seorang gadis sengaja membuka jendela mobilnya dan melihat ke arah Titan yang juga menatapnya.
Sepertinya gadis itu sedang mengusap air matanya menghindari tatapan dari pria sebelahnya. Gadis memakai seragam sekolah.
Titan menatap lama wajah gadis itu sambil mengingat sesuatu. Tepat lampu merah itu berganti lampu hijau, Titan baru mengingat gadis itu yang ada di dalam mobilnya.
Namun sayang mereka berbeda arah. Mobil Titan berbelok ke kiri sedangkan mobil gadis itu berbelok ke kanan.
"Revo... Revo.... Revo...!" Pinta Titan untuk menghentikan mobilnya namun permintaan Tuannya itu diabaikan karena mereka sedang melintas di persimpangan.
"Master.....! Ini sangat berbahaya karena bukan tempat penghentian mobil."
Ucap Revo santai namun tidak dengan Titan yang ingin mencatat nomor plat kendaraan gadis itu namun yang dia ingat hanya dua angka di depannya.
"Sepertinya aku tidak salah dengan penglihatan ku kalau gadis itu adalah Reina yang ada di mimpiku." Batin Titan.
"Master...! Kenapa anda meminta aku menghentikan mobil tadi di perempatan?"
"Sudahlah....! Kamu telah merusak impianku. Aku hampir mendapatkan gadis itu tapi kau malah mengacaukannya."
Titan membuang kekesalannya sambil mengalihkan wajahnya ke luar jendela.
"Maafkan aku master...! Aku hanya ingin menjadi warga negara yang baik untuk mentaati peraturan lalu lintas."
Ucap Revo membela diri.
"Tapi cintaku tidak mengenal dengan aturan itu. Aku sudah kehilangannya. Bagaimana bisa aku menemukannya lagi." Gumam Titan membuat Revo tidak mengerti.
Titan melirik jam tangannya menandai jam yang sama yang akan ia tunggu di lampu merah ini. Tapi ia juga baru ingat kalau gadis itu memakai seragam sekolah yang tidak lain adalah almamater sekolahnya dulu.
"Astaga bukan itu SMA mercusuar island yang ada di pinggir danau."
Titan tersenyum penuh kemenangan kala bisa menemukan jejak petunjuk tentang gadis cantik yang ada dalam mimpinya.
Lagi-lagi Revo dibuat bingung dengan sikap aneh masternya yang nampak sedih dan bahagia dalam waktu bersamaan.
Selama ini Master begitu sulit membentuk lekukan menawan itu di hadapan siapapun apa lagi terhadap wanita kecuali ibu dan neneknya yang bisa menikmati lekukan yang bisa memperlihatkan barisan giginya yang putih dan rapi.
Kesempurnaan wajah tampan Titan yang selalu menjadi sapaan mentari pada pada para kolega perusahaannya yang tidak lain para wanita yang tidak sedikitpun kecewa walaupun sang pangeran tidak pernah tersenyum pada mereka sama sekali.
"Apa yang membuat Master tersenyum? apakah ada hubungannya dengan wanita yang telah mencuri hatinya?"
Batin Revo sambil mengendarai mobilnya yang sesaat lagi akan memasuki area perusahaan milik Titan.
"Revo....! Atur pertemuan aku dengan kepala sekolah mercusuar island...!"
Titah Titan sambil melangkah gagah menuju pintu lift khusus untuknya dan Revo yang langsung menuju ruang kerja pribadi mereka.
"Untuk apa kita ke sana Master?" Tanya Revo.
"Ajukan persyaratan perekrutan tenaga kerja dari sekolah itu untuk perusahaan kita sebagai siswa magang."
"Tapi, bukankah dulu mereka pernah mengajukan diri sebagai tempat magang di perusahaan kita tapi anda menolaknya."
Revo menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Berikan persyaratan yang cukup tegas untuk sekolah itu untuk tidak main-main saat magang.
Kedisplinan para staff kita diterapkan juga pada mereka dan aku tidak terlalu butuh banyak siswa magang kecuali lima yang terbaik dari sekolah itu dan aku yang akan menentukan sendiri siswa yang layak untuk bekerja di perusahaan kita."
Ucap Titan menyeringai licik kala ia mendapatkan ide untuk menemukan sendiri putri Reina yang sangat mirip dengan gadis yang ia temui di perempatan lampu merah.
"Baik Master. Aku akan mengatur pertemuan anda dengan kepala sekolah alumni tempat anda sekolah dulu. Tapi kapan anda akan berkunjung ke sana?" Tanya Revo..
"Besok...!"
Duaaarrr....
"Hahhhh.....?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!