NovelToon NovelToon

ANAK-ANAK WEREWOLF

ANAK-ANAK WEREWOLF

Pertumbuhan anak-anak WEREWOLF dan manusia sangat lah berbeda.  Ketiganya tumbuh dengan cepat dalam beberapa hari saja. 

Mereka akan berhenti tumbuh ketika mereka berusia 17 tahun dan tak bisa menua. 

***

"Daddy, buat saja mommy menjadi seperti kita.  Supaya mommy bisa hidup abadi dan tak sakit."

"Tak bertambah tua dan selamanya dengan kita Daddy."

"Iya.  Please, Daddy.  I want mom."

Ketiganya sudah masuk ke dunia manusia.   Gabriel akan sesekali ke hutan dan kastil WEREWOLF kalau ada masalah saja. 

Tapi mereka memutuskan membeli rumah.  Hidup layaknya manusia dan menetap di salah satu rumah.  Tak jauh dari rumah keluarga Aurora, rumah mama dan papanya Chelsea. 

Mereka ada di dalam rumah.  Sedang duduk saja di ruang tengah sambil menonton film WEREWOLF bersama dan makan pop corn. 

Keduanya kini sudah berusia 10 tahun.  Layaknya manusia, mereka juga masuk sekolah.   Mereka hanya makan daging mentah, minum layaknya seperti manusia. 

Gabriel mengajari mereka dengan sangat keras.  Sampai pernah dikurung di kastil. 

10 bulan dalam dunia manusia berarti 10 tahun di dunia WEREWOLF.  Dalam usia manusia WEREWOLF. 

Aurora sudah lulus kuliah.  Dia masih tinggal dengan om dan tantenya, juga Chelsea yang masih suka menyuruh dan kasar kepada dia.  Tapi kalau tidak Gabriel atau ketiga anaknya, mereka akan menolong dan membuat Chelsea jadi tak berbuat kasar kepada mama mereka. 

Entah dengan menghentikan waktu atau pun mengancam dalam keadaan Chelsea dan kedua orang tuanya tak sadar.  Seperti melihat hantu. 

"Mama juga sudah lulus kuliah kan dad."

"Daddy bilang, mommy dulu ingin menyelesaikan kuliahnya bukan?"

"Sekarang akan sudah."

Ketiganya tak henti protes kepada Gabriel.  Sampai kepalanya sakit mendengar itu. 

"Baiklah, kalian yang mencari cara Bagaimana membawa mama kalian kembali.  Tanpa kekerasan dan kekuatan kalian ok!"

Gabriel pergi dari sana.  Ada orangnya datang.  Sebagai manusia, dia mendirikan perusahaan properti untuk mendapat uang dll. 

"Daddy kan ada perusahaan."

"Mommy sedang mencari kerja."

Aurora sempat bekerja di rumah itu.. tapi karena satu bulan itu mereka tumbuh dengan cepat, setiap bulannya, mereka harus menghapus ingatan Aurora.  Sampai detik ini, dia tak ingat dengan mereka. 

Arasy pernah menawari Aurora untuk menjadi baby sister lagi.  Tapi dia menolak.  Dia punya cita-cita dan ingin bekerja di perusahaan. 

Arasy tak mau memaksa mamanya itu.  Dia terlihat sangat bahagia ketika mengatakan itu. 

"Bagaimana kalau bekerja di perusahaan Daddy, ya dad?"

"Tapi mama harus diterima, ok?"

"Janji sama kita."

Arasy yang awalnya punya ide.  Lalu didukung oleh kedua kakaknya.  Gabriel setuju.  Dia mengangguk. 

"Daddy, nanti buat adik bayi lagi ok dengan mama."

"Supaya mama mau sama Daddy, plis."

"Kalau itu harus Daddy yang melalukannya.  Bukan kita, apa Daddy sangat tidak sayang dengan mama."

Gabriel menggeleng.  Dia sangat sayang kepada Aurora.  Tapi tak mau memaksa dan membuat dia sedih. 

"Ok, deal! Daddy akan melalukan bagian Daddy dan kalian lakukan bagian kalian."

"Siap dad."

Ketiganya kembali ke kamar.  Mereka harus berangkat ke sekolah.  Di depan sudah ada supir.  Gabriel berangkat ke kantor.  Ketiganya mengganti pakaian mereka dengan pakaian seragam sekolah dan berangkat. 

"Paman, lewat rumah mama ya."

Supir mereka juga werewolf.  Dia tahu semua ceritanya.  Termasuk orang kepercayaan Gabriel juga. 

Mobilnya lewat di depan rumah Aurora.  Tapi mereka tak melihat mamanya keluar. 

"Mungkin mama sedang masak."  Arasy melihat ke rumah mamanya.  Sepi, gerbang ditutup. 

"Sedang melayani orang tiga yang menyebalkan itu?" Kata Arka dengan kesal dari dalam mobil. 

Arthur duduk di depan.  Dia diam saja Menatap rumah itu.   "Jalan paman.  Nanti kita terlambat.  Urusan mama, coba setelah pulang sekolah." Kata Arthur kepada supirnya. 

"Baik den."

Supir itu mengangguk.  Dia menjalankan mobilnya pergi dari depan rumah itu.  Mereka menuju ke sekolah. 

Sesampainya di sekolah, sudah banyak anak yang menunggu mereka.  Arthur yang paling kesal dengan ini.  Kalau Arka suka.  Arasy juga. 

"Ini kado untuk kamu."

"Ini untuk kamu, karena kamu cantik."

"Ini untuk kakak."

"Ahh," yang terakhir untuk Arthur, tapi dia malah mendengus kesal.  Hampir saja mata merahnya serigala keluar.  Tapi langsung ditahan oleh Arasy. 

Arasy menggunakan kekuatan dia untuk menghentikan waktu, memutar waktu, dan mereka kembali seperti biasa.  Tak ingat dengan ketiganya. 

"Kenapa sih kak, tadi itu seru tahu.  Kita dikasih banyak kado."

"Iya."

Arasy dan Arka protes kepada Arthur.  Arthur menatap keduanya dengan kesal.  Mata merah dia muncul.  Retina mata keduanya jadi ikut berubah.  Milik Arasy hijau setengah biru, milik Arka biru. Merah milik Arthur, karena dia yang paling pemarah. Tapi keduanya selalu bisa meredam amarah saudara tertua mereka.

Ketiganya pun masuk ke ruang kelas.

***

"Om, Tante, ini kan sudah semua. Aku izin pergi ya. Aku mau lamar kerja."

Karena omnya yang tak bisa mengelola perusahaan, perusahaan yang harusnya milik Aurora malah bangkrut. Mereka jatuh miskin.

Omnya harus menjadi bawahan di sebuah perusahaan kecil. Tantenya harus jualan, entah kue, atau apa saja. Bahkan bisa menipu.

Chelsea lebih memilih tinggal di kostan dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Kadang pulang kalau butuh sesuatu.

"Iya. Cari kerja yang bener. Gajinya yang gede. Kamu itu berhutang Budi banyak ke kita." Kata tantenya Aurora.

"Iya Tante."

Aurora pamit, dia mau cium tangan tapi malah diusir. Dia jalan begitu saja. Dia baru jalan. Di depan ada pengumuman lowongan kerja.

Aurora mengambil kertas iklan itu. Dia ke perusahaan yang tertera di sana. Itu perusahaan milik Gabriel.

Dia datang ke saja dan memberikan surat lamarannya. Gabriel melihat dari ruangan dia. Dari atas.

Dari atas dia mengangguk kepada HRD kantor yang ada dibawah.

"Akan saya hubungi kembali nona kalau nona diterima." Kata sang HRD kepada Aurora.

"Terima kasih pak. Saya permisi kalau begitu."

"Silakan."

Aurora pergi dari sana. Dia tak sengaja menoleh ke atas. Batinnya, seperti ada yang mengawasi dia.

Gabriel langsung bersembunyi. Dia tersenyum. Apa hati aurora masih ada sedikit tempat untuk dia. Bahkan dia tahu dilihat dari atas.

***

Anak-anak pulang sekolah. Gabriel memberitahu anak-anak, kalau mamanya datang ke kantor. Dia memberitahu supirnya.

"Halo paman, nanti ke supermarket ya paman. Mau beli ice cream." Pinta Arasy yang masuk pertama Kali di mobil.

"Baik nona."

Lalu Arka masuk dan arthur. Supirnya memberitahu kalau mamanya sudah ke kantor sang papa.

"Ini rekaman Vidionya den, nona."

Dia memberikan ponselnya. Gabriel mengirimkan rekaman sebagai buktinya.

"Ada pulsanya kan paman? Pinjam ya?" Tanya Arasy memegang ponsel supirnya. Supirnya mengangguk.

Arasy mencoba menelpon papanya. Gabriel masih di ruangan dia. Menandatangani beberapa file.

"Halo Daddy, thank you so much Daddy. I love you."

Gabriel mendapatkan kiss jauh dari Arasy.

KANTOR GABRIEL

Gabriel merekam dan mengirimkan rekamannya kepada sang supir, yang kemudian ditunjukkan dengan ketika anaknya.

"Thanks Daddy, i Relly love you, so much." Arasy yang mengatakan itu di telepon.

"Too, honey. Cantiknya Daddy. Makan yang banyak, sekolah yang pinter and be happy. Ok."

"Ok Daddy."

"Ok, Daddy mau balik kerja lagi."

"Ok Daddy, bye. Emuah."

Arasy kembali memberikan kiss bye lewat telepon kepada daddynya itu. Setelah sambungan teleponnya terputus, dia mengembalikannya kepada sang supir.

"Paman ini, thank you paman."

"Sama-sama nona."

Arthur yang mengambilkannya karena supir mereka sedang menyetir. Baru dia memberikannya kepada sang supir.

Arthur paling senang kalau melihat adik-adiknya itu senang. Terlebih Arasy. Sesuai permintaan Arasy, mereka berhenti di supermarket.

"Kakak turun gak usah?" Tanya Arthur kepada Arasy.

"Turun kak." Katanya, dia baru mau turun.

"Kan ada kak Arka." Arthur menoleh ke belakang.

"Gak apa-apa, kan keren, dikawal dua kakak cowok, kalau kakak gak mau sih, gak apa-apa juga."

Akhirnya Arasy turun. Dari sisi lain, Arka turun dari mobil. Tadinya Arthur tak mau. Setelah keduanya masuk ke dalam supermarket, dia malah turun.

Arasy mengambil keranjang dorongnya. Dia mengambil ice cream dan beberapa jajan yang lain. Arka yang mendorongnya.

"Sini biar Kakak aja."

Arthur mengambil alih. Arasy menoleh dan tersenyum menatap kakaknya itu. Dia tahu kalau Arthur itu jutek, cuek, tapi perhatian.

"Makasih kak. Aku mau ambil mainan ya kak." Kata Arka kepada Arasy.

Dia mengangguk. Arka tadinya yang memegang tas dan kartunya yang diberikan oleh papanya untuk belanja.

"Ini pegangin kak. Kan aku suka ceroboh." Arka suka, bahkan sudah banyak menghilangkan kartu yang diberikan oleh Gabriel.

Arthur mengangguk saja. Dia mengambil tas selempang kecil di dada dan mengalungkan ke dada dia.

Arka sibuk mengambil barang-barang kerusakan dia. Mainan dan cemilan. Begitu juga Arasy. Arthur hanya diam dan mendorong keranjang itu mengikat Arasy.

Keduanya balapan memasukkan barang yang mereka ambil.

"Kakak butuh sesuatu?" Tanya Arasy kepada Arthur.

"Gak ada. Ini aja sudah banyak. Nanti boleh kan kakak minta?" Tanya Arthur kepada Arasy. Adiknya mengangguk.

Selesai belanja, mereka mengantri ke kasir. Arasy dan Arka ikut. Arthur yang membayar semuanya.

"Ganteng-ganteng sama cantik-cantik banget sih dik."

Bahkan penjaga kasir memuji ketiganya. Arasy yang tersenyum dengan Arka. Arthur dengan wajah juteknya diam saja.

Ada hampir empat kantong belanjaan. Arthur dan Arka yang membawanya.

"Sini aku bantu satu kak." Kata Arasy kepada Arthur. Dia menggeleng.

"Arka aja." Katanya.

"Kak. Mau aku bantuin gak?" Tanya Arasy kepada Arka.

"Iya lah. Berat." Arka memberikan satu kantong untuk Arasy.

"Ih, kalah sama kak Arthur. Kuat, keren." Arasy menggoda Arka. Dia mengambil kembali plastik belanjaannya.

"Sini, gak jadi. Aku juga kuat kok."

Arasy hanya tertawa. Dia masuk ke dalam mobil. Dia membantu membukakan mobil untuk Arka lalu Arthur.

Arthur memasukkan belanjaannya dulu. Baru menunggu adik perempuannya untuk masuk ke mobil. Setelahnya dia yang masuk ke mobil.

"Jalan pak. Pulang ke rumah kan?" Kata Arthur, dia bertanya kepada Arasy.

"Iya. Memang mau kemana lagi. Lewat depan rumah ya paman."

"Siap non."

Ketiganya duduk diam sambil makan ice cream di dalam mobil. Arasy memberikannya kepada Arthur satu.

Mereka melihat keluar di kaca mobil. Berharap ada mamanya yang datang. Tapi tak ada juga.

"Mama kemana sih? Kenapa gak juga keluar rumah. Apa mama disiksa lagi sama om dan tantenya ya kak?" Arasy yang banyak bertanya kepada kedua kakak kembar laki-lakinya itu.

"Belum sampai kayaknya. Kakak lihat gak ada di rumah. Tadi kan baru ke kantor Daddy." Arthur memeriksa dengan kekuatan dia.

Arasy mengangguk. "Pulang pak." Dia kembali meminta supir menjalankan mobilnya setelah tadi berhenti di sana.

Mereka tak melihat Aurora lagi. Aurora sedang di angkot. Ada di jalan pulang. Dia tak henti berdoa semoga segera dapat panggilan kerja besok.

Gabriel memanggil HRD kantor dia ke ruangannya.

"Telepon dia ya. Besok suruh langsung masuk. Sebagai sekertaris pribadi saya."

Gabriel sendiri sudah punya sekertaris pribadi, ada satu wanita, dia manusia dan satu laki-laki, dia anak buahnya di dunia werewolf.

"Baik pak."

***

Aurora baru pulang. Dia sudah dilempar baju kotor.

"Cuci, masak. Kita lapar." Chelsea pulang. Aurora kaget. Kapan dia pulang. Tapi Aurora diam saja.

"Iya chel." Aurora memunguti pakaian kotor Chelsea.

Dia membawanya ke belakang dan memasukkannya ke mesin cuci. Sambil menunggu Aurora memasak. Dia mengganti pakaiannya lebih dulu.

Huh!

Aurora menghela nafas berat. Dia menunduk dan kembali tersenyum setelahnya.

"Kapan hidupku bahagia. Aku juga mau, bukan dijadikan pembantu seperti ini terus."

Dia bicara sendiri. Dia mematikan mesin cucinya dan menyelesaikan masakan lebih dulu.

Dia menyajikannya ke meja makan. Di sana sudah ada Chelsea yang marah-marah karena Aurora lama.

Selesai dari sana. Dia kembali menyelesaikan cuciannya. Setelah itu menjemurnya langsung.

***

Hari sudah petang. Dia mandi dan istirahat di kamar. Makan roti yang dia beli di supermarket ketika jalan pulang tadi, sambil minum susu botol yang dia beli.

Aurora tak henti mengecek ponselnya. Dia berharap segera ada telepon dari kantor itu.

"Tadi mama gak lewat depan rumah." Ujar Arasy kepada daddynya yang baru pulang.

Dia berlari menghampiri Gabriel yang baru datang. "Uh, kasihan. Besok mama berangkat ke kantor. Mau ke kantor setelah sekolah?" Tanya Gabriel mencium kening Arasy.

Arka dan Arthur ikut menyambut papanya yang baru pulang.

"Hai, dua jagoan papa. Nangis ya Arasy sejak tadi?" Tanya Gabriel kepada keduanya. Dia tos dengan keduanya.

"Iya. Nangis."

"Lihat Vidio mama yang dikirim Daddy tadi."

"Emm. Daddy mau mandi. Wait, nonton tv atau mau jalan keluar malam ini. Siapa tahu ketemu mama? Atau mau kirim kue ke rumah mama? Gimana?"

Arasy yang paling senang. Dia setuju. Arasy membiarkan papanya mandi. Dia dan kedua kakaknya yang sudah mandi, menunggu di depan ruang tv. Menunggu papanya selesai mandi.

Tak lama Gabriel keluar. Dia mengusap kepala ketiga anaknya.

"Mau keluar sekarang? Beli kue kesukaan mama?" Tanya Gabriel kepada ketiganya.

Gabriel menyiapkan mobil. Ketiganya masuk ke dalam mobil. Arasy memilih duduk di depan kalau papanya yang menyetir.

"Aku mau beli kue coklat. Mama suka kue coklat kan pa? Yang lumer, pakai keju banyak, ada roti oreonya sama Coconya."

"Iya."

Arasy tak henti mengoceh sepanjang jalan menuju ke tempat itu. Mereka berhenti di toko kue langganan mereka semenjak jadi manusia. Pura-pura menjadi manusia.

Ke empatnya turun dari mobil dan masuk ke toko. Arasy yang memilihkan kue untuk mamanya.

KUE UNTUK MAMA

"Ini ya pa? Nanti aku yang kasih kuenya sendiri ke mama ya pa?"

Arasy menunjuk satu kue.  Gabriel mengangguk saja.  Dia membeli kue yang Arasy pilih. 

"Ada lagi? Kalian tidak mau beli untuk kalian sendiri?" Tanya Gabriel kepada kedua anak laki-lakinya. 

Mereka mengambil kue kesukaan masing-masing.  Setelahnya Gabriel baru ke kasir dan membayar semuanya sendiri. 

"Hati-hati."

Mereka kembali ke mobil. Gabriel yang membawakan kuenya.  Ada empat, satu untuk Aurora yang suka kue coklat lumer. 

Gabriel membantu membukakan pintu untuk anak perempuannya itu.  Arasy kembali duduk di depan.  Arthur dan Arka duduk di belakang.  Arasy tak henti menggerakkan kakinya, menggoyangkan kakinya karena senang mau bertemu mamanya. 

Gabriel masuk dan duduk di samping Arasy, dia ikut senang melihat Arasy yang happy. 

"Aku gak sabar mau ketemu mama.  Kapan mama bisa satu rumah sama kita pa?"

"Emm, semoga saja secepatnya."

Gabriel yang sedang menyetir kaget mendengar ucapan Arasy. 

"Daddy, kalau Daddy sama mommy punya adik kita, apa bisa bikin mommy ingat kita dan kembali ke kita."

"Iya.  Apa itu bisa?"

Arthur yang memberikan ide.  Arka dan Arasy ikut setuju. Gabriel diam.  Itu kemungkinan bisa. Tapi bagaimana dia tidur dengan Aurora? Apa harus memaksa dia?

Gabriel juga ingin Aurora segera kembali dengan mereka.  Tapi rencana itu?

"Kalau nanti mama malah membenci Daddy, bagaiamana?"

"Ahh, iya."

Ketiganya mengangguk.  Tak lama mobil mereka sampai di depan rumah  Aurora.   Gabriel turun lebih dulu.  Setelah itu dia membukakan pintu untuk Arasy, Arthur dan Arka turun sendiri. 

"Jangan lari."

Arka yang lari.   Gabriel memberitahu.  Takut jatuh atau kelepasan dengan kekuatan dia. 

"Iya dad, sorry."

Arka pun jalan.  Arthur dan Arasy juga.  Gabriel menggandeng Arasy.  Dia menemui satpam rumah itu.

"Siapa ya?" Tanya satpam di sana. 

"Saya tetangga depan pak."

Rumahnya ada di depan, beberapa rumah dari rumah tantenya Aurora.   Dia menunjukkan kue yang mereka bawa. 

"Saya mau kasih kue, sebagai perkenalan tetangga baru saja pak." Kata Gabriel lagi. 

Yang keluar malah Chelsea.  Dia melihat Gabriel yang tampan.  Dengan centilnya Chelsea langsung mendekati Gabriel. 

"Ada apa ya?" Dia bicara dengan manis kepada ke empatnya.

"Saya tetangga baru, Gabriel.  Ini anak-anak saya, Arthur, Arka dan Arasy."

"Saya Chelsea anak pemilik rumah."

Dia menjabat tangan Gabriel.  Tapi Arasy menepis tangan daddynya itu.  Arasy menatap kesal ke arah Chelsea.  Dia tahu kalau wanita itu selalu kasar dengan mamanya.

"Arasy, jangan seperti itu." Gabriel mencoba menasehati.  Tapi dia diam saja. 

"Gak apa-apa kok.  Namanya juga anak-anak.  Baru kenal.  Mereka kembar ya? Lucu, cantik dan ganteng-ganteng.  Kayak papanya."

"Iya, kembar tiga."

"Mamanya mana?"

"Mamanya?"

Gabriel bingung mau jawab apa.  Arka dan Arthur yang mau diusap kepalanya memilih mundur.  Tak mau disentuh oleh Chelsea. 

Mamanya datang, Aurora keluar.  Dia mau membuang sampah.  Aurora menatap ke empatnya.  Walau lupa, tapi hatinya tak bisa bohong.

"Tante, ini buat Tante.  Tante masih ingat aku dan mereka." Arasy malah menghampiri Aurora. 

Aurora menaruh sampahnya, dia mengangguk.  Dia menepuk-nepuk tangannya untuk membersihkan tangannya.  "Iya, yang di depan ya? Pernah ketemu. Ada apa? Ini apa?" Aurora menerim bingkisan dari Arasy. 

"Ini kue.  Buat tante. Tante suka kue coklat kan?"

"Iya.  Kok tahu."

Aurora bingung melihat arasy.  Gabriel mendekati sang anak.  Takut Arasy keceplosan. 

"Maaf, hanya menebak saja.  Salam kenal, saya daddynya mereka.  Gabriel, mereka sering cerita soal anda."

Gabriel mengulurkan tangan kepada Aurora.  Aurora mengangguk dan menjabat tangan gabriel. 

"Aurora. Salam kenal juga."

"Tante, boleh ikut masuk ke rumahnya gak.  Mau makan di sini sama minta air putih, haus tadi gak sempet minum."

Arka maju.  Gabriel bingung melihat sikap anak-anaknya itu.  Tapi Chelsea mengizinkan.  Dia menggunakan kesempatan itu untuk berbaik hati kepada ke empatnya.  Karena dia suka dengan Gabriel yang tampan. 

"Masuk saja, yuk.  Haus ya pasti."

Ke empatnya masuk ke rumah itu.  Chelsea menyuruh Aurora Mengambil air minum, sendok dan yang lainnya.  Persis seperti pembantu. 

"Tante, Arasy bantu ya."

Arasy malah ikut Aurora ke dapur.  Chelsea mencoba menahannya Arasy.  Tapi Arasy menatap Chelsea dengan tegas.  Dia takut melihat tatapan Arasy.  Chelsea jadi melepaskan tangannya. 

Arasy ikut ke dapur dan mengambil minum. Arthur dan Arka juga Gabriel diam di ruang tamu saja. 

"Ini silakan."

Aurora mengambilkan sendok dan minumannya.  Arasy ikutan.

"Saya permisi dulu."

Aurora mau pergi.  Tapi ditahan oleh Arasy.

"Tante disini saja."

"Hemm?"

Aurora melirik Chelsea.  Dia sih mau. Tapi pasti Chelsea tidak suka. 

"Iya.  Disini saja makan sama-sama Ra, gak apa-apa kok."

Chelsea mempersilakan Aurora.  Aurora pun mengangguk.  Dia duduk di samping Arasy. 

"Boleh minta disuapi?"

Arasy bertanya kepada Aurora.  Dia melirik semuanya.  Terutama Gabriel.  Apa boleh?

"Mau Tante aja gak yang suapi?"

Chelsea menawarkan diri.  Dia sudah mengambil sendoknya.  Mau menyuapi Arasy, tapi Arasynya menggeleng. 

"Mau sama Tante ini aja."

Arasy menolak Suapan Chelsea.  Dia hampir marah dan kehilangan kesabarannya.  Tapi dia melirik Gabriel.  Dia mencoba tersenyum kepada Gabriel. 

"Ra, suapi saja Ra." Kata Chelsea kepada Aurora.

Aurora mengangguk.  Dia akhirnya menyuapi Arasy.  Arthur dan Arka diam dan makan kuenya saja sambil melihat keduanya. 

"Mama si kembar kemana? Tadi belum jawab kan, tuan Gabriel?"

"Ada siapa ini."

Tantenya aurora datang.  Dia menghampiri gabriel.  Chelsea mengenalkan Gabriel dengan mamanya.  Dia memberi kode kepada mamanya. 

"Ma, ini Gabriel dan ketiga anak kembarnya.  Dia tetangga baru depan ma. Datang mau kasih kue perkenalan."

"Halo sayang."

Mama Chelsea bersikap manis kepada ketiganya.  Dia ikut duduk di sana dan ikut ngobrol. 

"Jadi, mamanya di kembar kemana?"  Mamanya Chelsea yang bertanya. 

Si kembar menatap Aurora.  "Sudah tidak ada." Gabriel terpaksa menjawab itu. 

Tapi Aurora malah menatap Gabriel setelah mengatakan itu.  Dia menoleh, seakan merasakan sakit karena ucapan Gabriel. 

'ada apa dengan hatiku, kenapa terasa sakit?'

Aurora membatin menatap Gabriel.  Ketika kedua pasang mata mereka saling bertemu, Aurora langsung memalingkan muka.  Tak mau dia kena marah dengan Chelsea atau mamanya kalau dia tertangkap centil dengan Gabriel. 

"Oh, kasihan."

Mamanya Chelsea yang duduk di sebelah Arthur mengusap kepala Arthur.  Mata Arthur sudah merah menahan amarah. 

Dia hampir saja kelepasan kendali.  Tapi gabriel langsung menyentuh tangan Arthur.  Mencoba menenangkan anaknya itu. 

"Sudah malam. Kami pamit pulang ya, anak-anak juga besok harus ke sekolah."

Gabriel takut Arthur lepas kendali.  Jadi dia pamit saja.  Arasy yang merasa tidak mau.  Dia menatap daddynya dengan kesal. 

Gabriel menggandeng kedua anaknya.  Arasy dan Arthur. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!