Di sebuah desa yang tampak damai, hiduplah seorang pengusaha kaya dan sukses. Alex Colton, dia adalah seorang pengusaha yang memiliki sebuah bisnis besar di desa itu. Orang-orang sangat mengenal Alex Colton dengan baik, karena Alex sosok yang dermawan dan senang membantu sesama penduduk desa saat mereka mengalami kesulitan.
Tahun berganti tahun, Alex Colton kini kehilangan nama dan ketenarannya. Perusahaan yang dia rintis dan dia kembangkan sejak lama, hancur sudah. Tidak ada lagi Colton Coorp yang berdiri dengan megah di desa itu.
"Pah, uang kita semakin menipis, apa yang harus kita lakukan?" tanya Lilian Colton, istri dari Alex Colton. Wanita itu telah kehilangan kemewahannya tetapi kecantikan masih terpahat dengan jelas di wajahnya.
Alex menghisap cerutunya dan menghembuskannya panjang. Segera saja asap keluar dari alat hisap itu. "Aku sudah mencoba melamar kerja di mana-mana. Tapi belum ada panggilan. Sialan juga orang-orang ini! Saat mereka susah, aku selalu membantu mereka. Sekarang, tidak ada yang membantuku!"
Seorang gadis cantik dengan gaun panjang dan pita menghiasi rambut panjangnya datang dan menyajikan dua cangkir teh di hadapan pasangan Colton. "Sebentar lagi aku akan berangkat kerja. Ini teh untuk menenangkan pikiran kalian, doakan saja supaya aku bisa membawa banyak uang hari ini,"
"Anakku Sayang, seharusnya kamu tidak mengotori tanganmu dengan bekerja, tapi apa boleh buat, kalau tidak ada kamu, kita tidak akan bisa bertahan hidup, Sayang," ucap Lilian, dia menarik tangan gadis itu dengan lembut dan menyisir rambut panjangnya dengan penuh kasih.
"Tanyakan lagi kepada Tuan Rufus, apakah dia tidak tertarik untuk memperkerjakanku?" tanya Alex.
Gadis itu mengangguk patuh. "Nanti akan aku tanyakan. Aku berangkat dulu,"
"Mia, berhati-hatilah di jalan," sahut Lilian.
Gadis yang bernama Mia itu tersenyum dan melambaikan tangan kepada orang tuanya.
Mia Colton, putri dari pasangan Colton. Begitu dia mendengar kalau ayahnya sudah tidak memiliki pekerjaan, gadis itu berinisiatif untuk membantu orang tuanya bekerja. Beruntunglah Tuan Rufus, seorang tetangga yang memiliki berhektar-hektar tanah di desa itu menawari Mia pekerjaan untuk memetik buah-buahan hasil panennya.
Namun tetap saja, pendapatan Mia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Suatu hari, Alex Colton mendengar bahwa ada seseorang dari kota yang selalu datang ke desa itu untuk menawarkan pinjaman modal dengan bunga.
"Temui saja James Arthur. Pinjam modal kepadanya dan bangunlah usahamu lagi, Alex. Anak muda jaman sekarang sudah pindah ke kota semua dan mencari kerja di sana. Kita, para tetua yang tetap bertahan di desa, kesulitan untuk membangun usaha, karena di kota lebih menjanjikan," ucap Rufus saat Alex hendak menjemput Mia dari ladang tetangganya itu.
"Kamu pernah meminjam darinya?" tanya Alex. Dia tak ingin percaya begitu saja perihal James ini.
Ibu jari Rufus mengarah ke belakang. "Itu hasilnya, Alex! Hahaha, darimana aku bisa dapat modal untuk membeli tanah dan ladang berhektar-hektar seperti itu? Itu semua berkat James,"
Alex mengangguk-angguk dan kembali berpikir. "Nanti akan kupikirkan. Kalau aku setuju, belum tentu Lilian setuju,"
"Huh! Wanita seperti Lilian pasti setuju. Dia pernah hidup di atas, pasti dia juga ingin segala kemasyhuran dan kemewahannya kembali padanya," rayu Rufus.
Mia pun datang dan berpamitan kepada Rufus. "Sampai jumpa besok, Tuan,"
"Mia, upahmu. Aku lebihkan, belilah pakaian yang bagus untukmu dan untuk ibumu. Hahaha," ujar Rufus, tertawa congkak.
Mia mengucapkan terima kasih tetapi tidak dengan Alex. Pria itu mendengus kesal dan menarik lengan anak gadisnya kasar untuk segera pergi dari sana.
Malam hari itu, Alex membicarakan niatnya untuk bertemu dengan James Arthur. "Aku akan meminjam sejumlah uang kepadanya untuk membangun usahaku kembali," jelas Alex. "Bagaimana menurutmu?"
"Berapa bunganya? Apakah kamu sanggup membayarnya nanti?" tanya Lilian.
Alex kecewa karena istrinya tak langsung menyetujui usulnya. "Kamu meragukanku? Saat perusahaanku berjaya, kamu juga yang menikmati semua hasil jerih payahku, 'kan? Pantaskah sekarang kamu meragukan kemampuanku? Pasti aku akan sanggup membayarnya,"
Melihat suaminya sangat yakin, Lilian pun setuju dengan usul Alex. "Baiklah, ayo kita temui James Arthur,"
Maka, mereka pun menunggu kedatangan James di sisa minggu itu. Sampai pada akhirnya, pasangan itu bertemu dengan James Arthur.
James Arthur, sosok pria kurus berambut klimis dan celana cutbray dengan bahan korduray. Itu saja yang selalu dia pakai kemana pun.
"Namamu?" tanya James saat melihat pasangan Colton ikut mengantri.
"Alex Colton dan Lilian Colton," jawab Alex. Pria itu tampak salah tingkah dan *******-***** topi koboinya untuk menghilangkan kegugupan.
James menulis dengan asal dan tulisannya sangat berantakan seperti ceker ayam. Entah bagaimana dia bisa mengingat daftar panjang para kliennya itu. "Berapa pinjamanmu?"
Alex menjawab tanpa berpikir. "Pinjaman tertinggi yang bisa kau berikan,"
James mengangkat wajah dekilnya. "Apa jaminanmu?"
"Rumah kami dan segala harta benda yang ada di dalamnya," jawab Lilian memastikan kalau mereka sanggup membayarnya.
Sang Pemberi Hutang itu menatap kedua mata pasangan Colton selama beberapa saat, lalu kembali menulis dan memberikan sejumlah uang dalam koper sesuai yang diminta oleh Alex. "Bunga akan dikenakan setiap bulan, usahakan bayar tepat waktu atau kalian akan segera menjadi pengemis bulan depan!"
"Ba-, baik, Tuan Arthur. Kami akan membayarnya bulan depan lengkap beserta bunganya," janji Alex dan Lilian.
Janji tinggalah janji saat usaha yang didirikan Alex sama sekali tidak mendapatkan keuntungan. Wajar saja, tetapi tidak untuk Alex yang harus sudah membayar tagihan pertamanya.
"Apa yang salah? Semua sudah kulakukan dengan benar!" kening Alex berkerut-kerut saat dia memeriksa laporan serta SOP yang telah dia lakukan bertahun-tahun lalu.
Uang pinjaman yang dipinjam oleh pasangan itu, habis hanya untuk membayar hutang. Sedangkan usaha mereka belum menampakkan hasil sama sekali.
Hingga bulan kelima, uang pinjaman mereka tidak cukup untuk membayarkan pinjaman serta bunga yang ditetapkan oleh James Arthur.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Lilian ketakutan. Dia bahkan belum menggunakan uang pinjaman itu sepeser pun untuk dirinya sendiri.
"Kita akan meminta kebijakan dari Tuan Arthur. Beliau pasti mengerti keadaan kita," harap Alex, berusaha menenangkan istrinya.
Lilian menautkan kedua tangannya seperti berdoa. "Semoga saja. Kalau dia tidak mengerti, bersiaplah untuk menjadi gelandangan. Kasihan sekali Mia,"
Alex memeluk istrinya dan berharap semua akan berjalan baik-baik saja. "Tenanglah, aku akan melakukan apa saja supaya kita tidak jadi gelandangan,"
James pun datang dan menagih hutang kepada pasangan Colton. "Kalian belum ada uang? Hah! Alasan macam apa itu!"
"Benar, Tuan Arthur. Kami mohon, mengertilah. Usaha kami belum mendapatkan keuntungan dan bahkan tidak ada yang tertarik untuk membeli sesuatu di tempat kami. Maafkan kami, Tuan Arthur," Alex dan Lilian bersimpuh di bawah kaki James dan memohon belas kasihan dari pria kurus itu.
"Hei! Ambil semua barang-barang yang ada di rumah ini! Bawa semuanya dan jangan ada yang disisakan!" titah James. Dia menyelipkan cerutu Alex di mulutnya.
Pasangan Colton menangis dan menahan kaki James untuk memberikan keringanan kepada mereka. Para warga di desa itu segera saja memadati rumah Colton dan berbisik-bisik tentang mereka.
"Kasihan sekali, yah," tukas salah seorang warga.
"Harusnya ada yang memberitahukan kepada mereka bagaimana berhutang pada James. Dia tidak mengenal belas kasihan," ujar yang lain lagi.
Di tengah kerumunan itu, seorang gadis berusaha menerobos dan menyeruak kerumunan yang memenuhi rumahnya. Kabar tentang pasangan Colton yang berhutang dan ditagih oleh James akhirnya sampai di telinganya.
"Hei, Tuan!" Mia menarik baju James. "Apa yang kau lakukan kepada orang tuaku? Dan, apa-apaan ini? Kenapa orang-orang ini mengambil semua barang kita? Ayah, apa yang terjadi?"
Mia berusaha mengambil kembali barang-barang yang dibawa oleh anak buah James. Tarik-tarikan pun terjadi, tapi tenaga para pria itu lebih besar dari Mia, sehingga gadis mungil itu pun jatuh tersungkur.
James melihat Mia dengan tatapan tertarik. "Tunggu! Ini anakmu?"
Kedua manik Mia memandang tajam James, dia tidak takut dengan James Arthur atau siapa pun!
"Ya, itu anak kami, Tuan," jawab Lilian masih bersimpuh.
James menyentak kedua kakinya sehingga pasangan Colton terjungkal. "Ayah! Ibu!" pekik Mia. Dia segera berlari dan menghampiri orang tuanya.
"Hehehe, cantik juga. Baiklah, aku akan melunaskan hutangmu, dengan syarat, anakmu yang cantik ini aku ambil," ucap James. Sambil bersiul, pria itu mengitari Mia dan memandangnya dengan liar. "Aku akan menjual putri kalian dengan harga tinggi, jika harganya sesuai dengan hutang kalian, maka aku akan menghapus hutang kalian beserta bunganya. Tapi, kalau dia tidak laku, aku akan menuntut kalian! Hahaha, tapi aku yakin sekali, anak gadis ini akan laris manis," James mencium pipi Mia.
"Ayah, ibu, apa maksud pria ini?" suara Mia bergetar, dia mulai ketakutan.
"Ikutlah bersamanya, Mia! Maafkan kami," kata Lilian tanpa berani memandang wajah putrinya.
Dengan kasar, James menyeret Mia. Gadis itu tak tinggal diam, dia berteriak meminta tolong kepada kedua orang tuanya. Namun, seakan tulis, baik Alex maupun Lilian tidak menghiraukan tangisan serta teriakan Mia.
"Aku akan menjualmu sesuai dengan hutang yang ada pada orang tuamu," kata James keesokan harinya.
Dia memakaikan gaun cantik pada Mia serta mahkota bunga untk rambut bronzenya yang terurai panjang. "Kamu sangat cantik, aku yakin banyak yang akan menawarmu, hehehe,"
Namun, bayangan James melesat jauh. Ketika hari mulai petang, hanya Mia yang masih berada di Pasar Budak. James memasang harga terlalu tinggi sehingga orang yang menginginkan Mia tidak bisa menawar gadis cantik tersebut.
Tak patah arang, James menghubungi seorang kawan lama. "Tuan Walter, hahaha. Apa kabar? Aku ingin menawarkan barang bagus kepada Anda. Lihatlah pesan yang kukirimkan, apakah Anda berminat?"
Terdengar suara bass yang sedang membalas tawa James dari seberang. ("Hahaha, aku baik, Arthur. Tunggu aku lihat, wow! Darimana kau dapatkan barang ini, hah? Hahaha, luar biasa. Berapa kau buka harga untuk gadis ini?")
Hati James bersorak girang. "Murah saja, Tuan Walter. Akan kuantarkan sore ini, supaya kau bisa cepat bermain dengannya. Bagaimana, Tuan?"
Lagi-lagi suara tawa kegirangan terdengar dari sebrang. ("Hahaha, kau selalu tau yang kumau, Arthur. Bawalah kepadaku, aku akan menikahinya dan akan kupamerkan kepada orang-orang kalau aku mempunyai istri cantik yang kubeli darimu, hahaha!")
"Hahaha, jadi Anda ingin menikahinya? Luar biasa sekali, bergerak cepat bagai seekor cheetah yang mengejar mangsanya, hahaha! Aku suka itu. Baiklah, akan kuantarkan sekarang," jawab James dan mengakhiri panggilannya.
"Hei, Cantik! Beruntunglah, ada yang ingin membelimu. Kalau tidak, nasib orang tuamu akan habis malam ini tapi mereka beruntung. Kau tidak hanya dibeli tapi pria kaya itu ingin menikahimu juga, hahaha! Nikmatilah dia, Cantik!"
Mia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Tidak! Aku tidak mau!"
Namun kesadarannya perlahan menghilang, saat James menutup mulutnya dengan sehelai saputangan.
"Aku tidak mau menikah," batin Mia dalam hati.
...----------------...
Di malam saat James menawarkan Mia, Finn tertarik dengan Mia hanya dari gambar yang dikirimkan oleh James kepadanya dan saat mereka bertemu, Finn lebih tertarik lagi.
Bagaimana tidak? Mia masih sangat muda dan cantik. "Aku senang kepadamu, menikahlah denganku. Besok, aku meminta kepada James untuk mendatangkan kedua orang tuamu kesini," sahut Finn saat mereka Mia baru saja menginjakkan kakinya di rumah Finn.
"Aku tidak mau menikah denganmu! Aku menolak! Aku tidak mencintaimu, bahkan mengenalmu saja tidak!" sentak Mia.
Finn mendekati Mia dan memperkecil jarak di antara mereka. Pria itu merendahkan tubuhnya dan berbisik di telinga Mia, "Ingat hutang kedua orang tuamu. James memberitahuku kalau kamu adalah jaminan. Turuti kemauanku, maka orang tuamu akan selamat,"
Jantung Mia seakan berhenti berdetak. Seketika itu juga dia tersenyum manis sekali kepada Finn. "Baik, Tuan. Saya senang sekali bisa menikah dengan Anda,"
"Hahahaha! Gadis Baik, aku suka itu. Besok, kita akan memanggil orang tuamu untuk datang ke sini," ucap Finn seraya merangkul pinggang Mia.
Tak lupa, Finn meminta kepada pelayannya untuk menyiapkan kamar bagi James yang akan menginap malam itu.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Finn meminta James untuk menjemput Alex serta Lilian Colton. James yang sudah mendapatkan bayaran dari Finn pun dengan senang hati menuruti permintaan saudagar kaya raya itu setelah sebelumnya dia meminta ongkos jalan kepada Finn.
Begitu bertemu dengan Alex serta Lilian, ayah Mia itu terkejut. "A-, apa? Tuan Finn ingin menikahi putri kami?" tanya Alex. Dia tidak mengenal siapa itu Finn Walter tetapi dari cerita James dapat digambarkan kalau Finn Walter adalah sosok pria yang berkuasa.
James bercerita kepada pasangan Colton tentang Finn Walter. Finn adalah seorang saudagar kaya raya yang masih muda dan sukses. Dia memiliki banyak pelayan dan pengawal yang selalu siap membantunya kapan pun dia membutuhkan bantuan.
"Banyak wanita yang ingin bersanding dengan tuan Walter. Betapa beruntungnya kalian, tuan Walter tertarik dengan Mia. Seorang anak dari keluarga miskin yang memiliki banyak hutang. Berbaik hatilah kepada tuan Walter nanti karena hutang kalian sudah dihapuskan!" jelas James panjang.
Alex dan Lilian saling berpegangan tangan dan bersitatap penuh haru. Ini seperti mimpi, hutang mereka yang sedemikan besar terhapus begitu saja karena mereka memberikan Mia untuk dijual.
Setelah James bercerita, Alex dan Lilian pun membawa pakaian terbaik mereka dan ikut dengan James ke kota, ke tempat Finn Walter berada.
Perjalanan dari desa ke kota membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Sesuai instruksi Finn, James diharuskan untuk berhenti di salah satu pusat perbelanjaan untuk membelikan pasangan Colton sebuah pakaian.
"Terlalu banyak yang kami terima dari Tuan Walter. Apakah tidak apa-apa?" tanya Alex sungkan sambil menerima satu set jas dari James.
"Tidak masalah." balas James tak sabar. Dia juga memberikan sehelai gaun putih cantik untuk Lilian yang menerimanya dengan senang hati.
Setibanya mereka di tempat Finn, mereka disambut dengan minuman dan makanan selamat datang. Alex dan Lilian merasa terhormat disambut seperti itu.
Tak beberapa lama kemudian, datanglah seorang pria putih pucat yang tampan dengan kemeja berwarna biru bergaris-garis putih lengkap dengan dasi kupu-kupu merah menghiasi lehernya.
Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Alex dan Lilian. "Selamat datang di gubukku."
Pasangan Colton membalas senyum Finn dan tertawa. "Ah, Anda suka merendah, Tuan Walter. Rumah Anda bagai istana, rumah kamilah yang seperti sebuah gubuk,"
"Besok aku akan menikahi putri kalian. Aku ingin kalian merestui hubungan kami. Setelah menikah nanti, aku juga ingin kalian tidak ikut campur dengan kehidupan kami, apa pun yang akan aku lakukan kepada putri Anda, itu diluar tanggung jawab kalian. Setuju?" tanya Finn dingin. Sorot matanya tajam dan tidak ramah.
Alex dan Lilian mengangguk cepat. "Kami setuju, Tuan Walter. Memang sudah seharusnya pasangan yang sudah menikah hidup sendiri-sendiri, bukan? Hahaha,"
Finn tidak tertawa, dia hanya menganggapi ucapan Akex dengan anggukan kecil. Setelah selesai berbincang-bincang, Finn mempersilahkan pasangan Colton untuk makan siang lebih dulu. Tak beberapa lama, Finn muncul bersama dengan Mia.
Mia tampak anggun dengan gaun mewah yang dipakainya. Begitu melihat Mia, pasangan Colton pun segera berlari memeluk putri mereka. "Mia, kamu cantik sekali, Nak," ujar Lilian tanpa penyesalan.
"Ibu, bawa aku pergi dari sini. Aku tidak mau menikah dengan orang itu," bisik Mia ketakutan.
Sontak saja, Lilian dan Alex melepaskan pelukan mereka. "Hahaha, Mia berkata dia sudah tidak sabar menikah dengan Anda, Tuan," ucap Alex berbohong.
Finn tersenyum dan menggandeng Mia untuk menuju ruang makan. Pria itu memaksa Mia untuk makan supaya besok dia tampil cantik di hari pernikahan mereka.
Hari pernikahan pun tiba. Tak tanggung-tanggung, Finn mengundang banyak orang. Mulai dari kolega bisnisnya, anak buah serta keluarga mereka, dan beberapa teman dekat Finn.
Finn mengaku tidak memiliki keluarga maka dia diwakilkan oleh James Arthur sebagai saksi sekaligus wali nikah mereka.
Upacara pemberkatan pun berlangsung dengan khidmat. Untuk pertama kalinya, Finn membuka veil yang menutupi wajah Mia dan mencium bibir gadis itu dengan mesra. "Tersenyumlah. Lihat wajah orang tuamu dan jangan lenyapkan senyum di wajah mereka!"
Mia pun terpaksa tersenyum dan memandang kedua orang tuanya yang hari itu tampak sangat bahagia.
Pesta pernikahan juga berjalan dengan meriah dan lancar. Hanya Mia yang tidak bahagia di hari itu dan dia memutuskan untuk melarikan diri saat Finn dan semua tamu itu lengah.
Keyakinannya untuk melarikan diri semakin bulat saat dia mendengar orang tuanya bercakap-cakap dengan Finn.
"Begini, Tuan Walter. Pertama-tama, kami mengucapkan terima kasih kepada Anda karena telah bersedia meminang anak kami dan menggantinya sebagai hutang kami. Kemudian yang kedua, Mia itu masih sangat muda. Dia belum mengenal cinta. Menjalin hubungan dengan seorang pria pun bel-,"
"Katakan apa maksud Anda, Colton?" tanya Finn tak sabar.
Alex menyenggol lengan istrinya yang tampak sungkan. "Eh, begini, Tuan Walter. Kami ingin Anda tau kalau anak kami masih tersegel dengan rapi dan tentu saja ada harga yang sudah kami tetapkan untuk membuka segel tersebut,"
Kening Finn tampak berkerut-kerut. "Segel? Aaah, oke. Berapa yang kalian minta? Aku akan membayar kalian cash hari ini dengan syarat, anak kalian tidak menolak untuk berhubungan denganku."
"Aku menjaminnya, Tuan," jawab Alex. Raut mukanya tamak dan licik.
Finn meminta salah seorang anak buahnya untuk mengambil koper dan membuka isinya di hadapan pasangan Colton. "Cukup?"
Alex dan Lilian tersenyum. "Cukup, Tuan," jawab mereka bersamaan. "Kami yakin, Anda akan puas dengan putri kami,"
"Kita lihat saja nanti!" ucap Finn.
Setelah pesta selesai, Alex dan Lilian menyempatkan diri untuk berbicara kepada Mia. Dengan meminta izin kepada Finn tentu saja.
Mereka menyeret Mia ke tempat yang tidak banyak orang lalu lalang. "Dengar, Mia. Kamu harus menuruti setiap permintaan Tuan Walter! Apa pun itu! Nasib kami ada di tanganmu. Kamu tidak mau, 'kan kalau kami menjadi pasangan pengemis yang meminta-minta di jalan?"
Mia terdiam dam menunduk. Dia sudah tau hal ini pasti akan terjadi, akan tetapi dia tidak menyangka kalau ucapan itu berasal dari mulut kedua orang tuanya.
"Kamu mendengar kami, Mia? Ini malam pengantinmu, layanilah Tuan Walter. Berdandanlah yang cantik dan buat dia tergila-gila kepadamu. Mengerti?" desak Alex.
Dalam diam, Mia mengangguk lemah. Tekadnya sudah kuat, dia akan menyelinap setelah ini.
Seusai bicara dengan kedua orang tuanya, beberapa pengawal mengawal Mia untuk kembali ke kamar. Gadis itu memutar otaknya dan mencari alasan agar dia bisa melarikan diri malam itu.
"Ada yang lupa kuberikan kepada orang tuaku. Aku sudah hapal jalan ke kamarku. Bisakah aku memberikannya kepada mereka sendiri? Ini hari terakhirku bersama mereka," tutur Mia beralasan.
Pengawal itu pun mengangguk dan mempersilahkan Mia untuk menemui kedua orang tuanya kembali.
Perlahan, Mia mengendap-endap dan menjauh dari kerumunan. Para tamu undangan yang tak lain adalah para pekerja Finn masih memenuhi kediaman pria kaya itu. Gaun pengantinnya membuat Mia sulit berjalan dengan leluasa.
Mia terus mencari pintu keluar rumah yang bagai istana tersebut. Sampai dia menemukan gerbang depan dan dia pun segera berlari dengan mengangkat setengah gaun pengantinnya. Saat dia berlari, dia menabrak seseorang.
"Nyonya Walter?"
...----------------...
"Si-, siapa kamu!" tanya Mia terbata-bata. Tubuhnya mengambil posisi bertahan dan siap berlari lagi.
"Nyonya Walter, apa yang Anda lakukan?" tanya pria itu lagi tanpa menjawab pertanyaan Mia.
Mia menengok ke belakang dan kemudian dia menarik tangan pria asing itu untuk berlari bersamanya sampai mereka agak jauh dari tempat kediaman Finn.
"Namaku Mia, panggil saja Mia. Dengar, aku tidak tau siapa kamu, tapi aku membutuhkan bantuanmu," kata Mia sambil melepas kedua sepatu yang dia pakai. "Ini sepatu mahal, di mana aku bisa menukarnya?"
Pria itu mengambil sepatu berhak tinggi dari tangan Mia dan bergegas pergi. Tak beberapa lama, dia kembali dengan membawa sepatu kets. "Pakailah. Apa yang Anda lakukan, Nyonya-, ah maksudku, Mia?"
"Aku ingin pergi dari rumah itu. Aku tidak mengenal siapa pemilik rumah itu dan tiba-tiba saja aku harus menikah dengannya dan-, dan, ...." Mia mengeluarkan seluruh emosinya yang sudah dia tahan selama beberapa hari ini. Dia menangis di hadapan pria asing. Mia sendiri tidak tahu tapi menurutnya, pria itu dapat di percaya dan dapat diandalkan.
Pria yang berada di hadapannya itu hanya mendengarkan suara tangis Mia tanpa berkutik. Sesekali pria itu menepuk punggungnya.
Setelah Mia puas menangis, pria itu memberikan sebotol air untuknya. "Minumlah dan tenangkan dirimu,"
Mia pun membuka botol itu dan meminum air yang ada di dalam botol. "Terima kasih,"
"Aku tidak mengerti apa masalahmu, Bisakah kau menceritakan dari awal apa yang terjadi? Karena kamu tiba-tiba saja menarikku dan menangis. Bagaimana aku bisa menolongmu kalau kamu tidak mengatakan apa permasalahan yang terjadi kepadamu?" tanya pria itu lagi.
Mia menjulurkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk mengecek Apakah mereka sedang diikuti atau tidak. Kemudian setelah memastikan mereka aman, Mia mengajak pria itu ke tempat yang cukup tersembunyi karena posisi mereka belum terlalu jauh dari rumah Finn.
"Baiklah, aku akan menceritakannya kepadamu. Tapi sebelumnya, Apakah kamu mengenal Finn Walter?" tanya Mia.
Pria itu mengangguk. "Namaku bukan 'kamu'. Panggil aku Josh,"
"Oke, baiklah. Kamu mengenal Finn, Halo apakah kamu akan melaporkanku kepada Finn?" tanya Mia lagi. Gadis cantik itu nggak memastikan Kalau pria yang ada di hadapannya itu ada di pihaknya.
"Tergantung apa yang akan kamu lakukan, 'kan? Tapi aku tadi mendengar kalau kamu tidak mengenal Finn tapi kamu menikah dengannya. Apakah kamu sedang berada di bawah ancaman?" tanya Josh. Pria itu melihat kalau Mia masih tampak khawatir berada di dekatnya.
Mia menimbang-nimbang jawaban apa yang harus diberikan kepada Josh. Jujur saja, saat ini dia memang sedang berada di bawah ancaman James Arthur dan kedua orang tuanya. Jika saat ini mereka mengetahui kalau Mia melarikan diri, mereka pasti akan menghukum Mia dan akan mengembalikan hutang kedua orang tuanya.
"Baiklah, aku memutuskan untuk percaya kepadamu tapi kumohon jangan laporkan aku kepada Finn atau James," pinta Mia.
Josh mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf v dan berjanji kepada Mia untuk tidak melaporkannya kepada Finn ataupun James.
"Okay, semua berawal dari kedua orang tuaku yang berhutang kepada James Arthur. Aku tidak tahu dari mana mereka mengenal James tapi suatu hari, James dan teman-temannya ke rumah kami dan mengambil semua yang kami miliki. Orang tuaku menangis dan bersimpuh memegangi kedua kaki James tapi James tetap tidak memperdulikan mereka. Sampai ketika aku datang, James tiba-tiba tertarik kepadaku," kata Mia memulai ceritanya.
"Tentu saja dia tertarik kepadamu, kamu cantik dan aku pun menyukaimu," ucap Josh lantang dan tanpa basa-basi.
Mendengar pujian dari mulut Josh, wajah Mia bersembu kemerahan. "Aku tidak secantik itu tapi terima kasih," sahutnya tersipu-sipu.
"Aku lanjutkan ceritaku, yah? Setelah James melihatku Dia menjadikanku sebagai jaminan hutang kedua orang tuaku dengan menjualku ke Pasar Budak yang berada di desa kami," lanjut Mia.
Kening jos mengerut saat mendengar dia menyebutkan pasar budak. "Apa itu pasar budak?"
"Pasar budak adalah pasar di mana orang-orang yang berkuasa dan yang memiliki uang banyak dapat membawa gadis-gadis remaja seumuranku untuk diperjualbelikan di sana. Sesuai namanya, kami yang dijual akan dijadikan sebagai seorang budak atau selir," jawab Mia. "James penjualku dengan harga tinggi bahkan hargaku paling tinggi di antara yang lainnya di pasar itu. Tentu saja tidak ada yang sanggup membeliku. Mereka bilang harga yang James tawarkan untukku tidak masuk akal. Sampai pada akhirnya, James menawarku kepada Finn. Entah bagaimana pria itu setuju dan aku segera dibawa ke tempat ini," sambung Mia lagi.
" Itu semua mereka lakukan untuk membayar hutang kedua orang tuamu?" tanya Josh.
Mia mengangguk pelan. "Ya, mereka termasuk kedua orang tuaku mengancamku kalau aku tidak menuruti Finn, maka hutang orang tuaku dikembalikan beserta dengan bunganya. Saat ini status hutang kedua orang tuaku sudah dihapuskan bahkan dengan tidak tahu malunya mereka menjual keperawananku kepada Finn dengan harga yang cukup tinggi," air mata Mia kembali menetes ke pangkuannya.
Josh menatap gadis cantik itu dan entah mengapa ada sesuatu yang berdesir di dalam hatinya. Dia ingin sekali melindungi gadis itu.
"Kalau kamu mempercayaiku aku akan membantumu melarikan diri dan aku akan membayarkan seluruh hutang-hutang kedua orang tuamu sehingga kamu tidak perlu lagi hidup dalam ketakutan," kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Josh tanpa dia pikirkan sebelumnya.
Dengan mengucapkan kata-kata itu sama saja dia menantang seorang Finn Walter. Pria kaya raya yang berkuasa di seluruh penjuru kota itu.
"Benarkah? Kamu mau membantuku?" tanya Mia tak yakin. "Apa kamu bisa melawan Finn? Karena sepertinya dia seseorang yang cukup berpengaruh dan memiliki kuasa besar atas kota ini,"
"Kamu cerdas sekali dan aku tidak berpikir sampai situ. Tapi aku akan tetap berusaha untuk membantumu. Sekarang, yang harus kita lakukan adalah membuang gaun pengantin itu dan membeli sebuah baju serta celana supaya kamu lebih mudah bergerak. Ayo, ikut aku!" kata Josh. Dia mengulurkan tangannya kepada Mia.
Namun, belum saja mereka berjalan. Mereka sudah dikepung oleh James dan kawan-kawannya. "Mau ke mana?"
Mia memincingkan matanya. "Anda tidak perlu ikut campur atas apa yang aku lakukan! Bebaskan aku dan aku akan berusaha untuk membayarkan hutang kedua orang tuaku,"
James memiringkan kepalanya dan kemudian dia bersiul panjang. "Hohoho, gadis cantik Colton ini sudah berani melawanku. Bagaimana caramu membayar hutang-hutang kedua orang tuamu? Bekerja? Sampai kamu menua pun hutang orang tuamu tidak akan pernah bisa lunas," ejek pria berambut keriting itu.
Tiba-tiba saja dari belakang, seseorang dengan badan yang cukup besar mengambil tangannya dan mengikatnya. Dia melihat ke arah Josh dan ternyata ada seorang pria juga di belakang Josh yang mengikat tangannya.
James dan kawan-kawannya membawa Mia serta jos kembali ke rumah Finn. "Tuan, aku menemukan mereka hendak melarikan diri,"
Finn melirik tajam kepada Josh. "Bawa dia ke kantorku, aku akan mengurusnya nanti!"
Salah seorang anak buah James mengangguk dan menyeret Josh dengan kasar ke tempat yang telah ditunjukkan oleh Finn.
Finn menatap Mia. Jari-jarinya mengusap kening serta pipi Mia yang mulus. "Ternyata sulit juga menaklukanmu, Gadis Kecil." kata pria itu. Mia memalingkan wajahnya dan menghindari sentuhan saudagar kaya raya itu.
"Arthur, seperti biasa!" titah Finn. Untuk sepersekian detik, kesadaran Mia menghilang dan lagi-lagi semuanya menjadi gelap gulita.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!