Sean William
Anara Kejora
Diva William
Jullian William
Jennifer William
James
Rika
Andy
Luna
Leon
dokter Erick
Clare
Anara Kejora biasa di sapa Ana, dia adalah gadis yang baik, penyayang, pintar dan ramah pada siapapun. Dia seorang yatim piatu, papa dan mama nya meninggal sejak ia berusia 10 tahun karena kecelakaan.
la saat ini hidup dengan keluarga paman dan bibinya. Bibinya merupakan kakak dari sang papa. Namun sayangnya, keluarga bibinya tidak menyukai kehadiran Anara. Mereka menganggap Anara sebagai benalu dalam keluarganya.
Meskipun keluarga paman dan bibinya adalah orang berada, mereka tidak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk Anara. Anara hanya bisa bersekolah hingga SMA, selama ini dia bekerja paruh waktu untuk bertahan.
Anara selalu mendapatkan perilaku buruk dari keluarga bibinya. Tapi, Anara tidak bisa membenci mereka. Karena hanya mereka keluarga satu-satunya yang ia punya.
Hari sudah sore, Anara segera membereskan rumah yang begitu berantakan. Mulai dari menyapu, mengepel menyetrika pakaian dan masih banyak lagi.
"Anara, ambilkan aku kacang lagi," perintah Lita. Lita merupakan kakak sepupu dari Anara..
"Maaf kakak, tapi kakak sudah memakan kacang banyak sekali. Kulitnya berserakan di lantai, kakak tolong buang sampahnya ke tempat yang sudah aku siapkan," terang Anara dengan memelas pada Lita.
"Kau mau menceramahi ku, hah!" Bentak Lita sangat lantang.
"Ada apa ini?" Suara bibi terdengar saat baru menuruni tangga.
"Aku menyuruhnya untuk mengambil kacang untukku tapi malah menceramahi ku, ma." Adu Lita pada hal mamanya.
"Kau mau membantah?" Bentak bibi.
"Tapi bibi, kak Lita membuang sampah sembarangan. Aku kan sudah membersihkannya, bi" ujar Anara tertunduk.
"Tinggal kau bersihkan saja lagi kenapa susah sekali. Cepat ambil sana," titah bibi.
Anara pun menurut saja apa yang di perintahkan padanya.
Selesai bebersih, Anara menyiapkan makan malam untuk keluarga bibinya. Dan seperti biasa, Anara selalu berdiri di sebelah meja saat mereka makan. Anara menunggu mereka hingga selesai makan meskipun ia sendiri sedang kelaparan.
Keluarga bibinya memperlakukan dirinya layaknya pembantu, bukan seperti keponakan.
"Ciihh...kenapa asin begini, hah? Kau mau meracuni kami?" Bentak bibinya
"Tidak mungkin bibi. Tadi, Anara sudah mencicipinya kok," jawab Anara jujur.
"Kau coba saja ini," ucap bibi mencengkram pipi Anara dengan keras sambil menyuapkan makanan yang ia muntah kan tadi.
"Gimana? Enak?" Tanya bibinya dengan nada suara yang tinggi.
"Tapi bibi, tadi rasanya sudah pas kok," jawab Anara.
"Masih menyangkal kamu ya, dasar tidak becus," bentak bibi sambil menjambak rambut Anara.
Lita yang melihat Anara tersiksa merasa puas. Karena ini yang ia inginkan. Lita jugalah yang sudah mencampurkan banyak garam tadi saat Anara meninggalkan masakannya karena keburu ke toilet.
Anara hanya meringis mendapat jambakan dari sang bibi.
"Kau makan sampah itu," ujar bibi melepaskan tangannya dari rambut Anara.
"Kita makan di luar saja, aku sudah tidak selera," ajak bibi pada Lita dan suaminya.
"Rasakan itu," Anara melenggang pergi mengikuti langkah ibunya dengan tersenyum sinis menatap Anara.
Anara yang mengetahui itu hanya diam saja dan tertunduk menahan air mata hampir terjatuh.
Saat mereka sudah keluar, isak tangis Anara terdengar pilu. "Hiks... hikss... kenapa paman, bibi dan kak yuna jahat padaku? Apa salahku?" Lirih Anara membereskan semua makanan yang ada di meja.
"Mama... papa...kenapa kalian meninggalkan Ana sendiri disini? Hiks... hiks..."
Anara membereskan semua makanan tadi dengan air mata yang bercucuran sangat deras. Setelah itu, dia memutuskan untuk tidur karena merasa lelah.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Di sisi seberang...
Door...
Dor...
Dor...
Suara tembakan saling bersahutan. Dua kubu itu saling beradu kekuatan dan beradu senjata tanpa ada yang mau mengalah.
"Bersiaplah untuk hancur hari ini," ucap pria itu dengan penuh penekanan terhadap musuhnya.
"Aku tidak akan membiarkanmu bisa mengalahkan ku," jawab musuh dari pria tersebut.
Perkelahian kembali terjadi,
Bugh..
Bugh...
Tubuhnya terpental jauh dan dara segar muncrat dari bibirnya karena tendangan yang sangat kuat.
Pria itu mendekat ke arah musuhnya yang terkapar
lemah tidak berdaya.
"Bukankah sudah aku katakan, jangan pernah bermain-main denganku." Ucapnya tegas dengan sorot mata yang tajam.
Seketika pria itu berdiri dan melayangkan timah panas itu pada musuhnya.
Dor..
Dor...
Dor...
Timah panas itu bersarang tepat di kepala dan dada. Orang yang terkena tembakan itu pun seketika tewas tak bernyawa.
"Permisi tuan, semua anak buah dari pihak musuh sudah habis tidak tersisa," lapor salah satu anak buahnya.
"kau bereskan semua kekacauan ini, dan bakar hingga tidak tersisa, aku akan pulang terlebih dulu. Jangan lupa, ambil semua senjata mereka." Ucapnya dengan nada dingin. Ia pun melangkahkan kakinya pergi dan anak buahnya tadi menundukkan badannya memberi hormat pada sang pemimpin.
Tempat yang tadinya megah dan apik sekarang menjadi lautan darah dengan bau anyir yang menyengat.
Pria itu adalah Sean William. Dia adalah seorang laki-laki berparas tampan, memiliki bentuk tubuh yang sempurna membuat setiap kaum hawa yang melihatnya terkesima. Namun, dia adalah pria yang dingin, kejam, tegas dan tidak tersentuh. la sangat sulit untuk di dekati, apalagi dengan seorang wanita.
Namun siapa sangka, di balik ketampanannya dia adalah pimpinan mafia terkejam yang cukup terkenal di berbagai negara. Terutama di belahan Eropa. Selain menjadi pimpinan mafia, dia juga adalah CEO dari perusahaan nomer satu di Eropa.
Saat ini, ia tengah membantai para musuh. Awalnya, mafia itu bekerjasama dengan mafia milik Sean. Setelah mafia itu sudah di ambang kesuksesan, ia pun mengkhianati Sean. Sean yang merasa dirinya di permainkan dan hanya di manfaatkan secara diam-diam membuatnya murka dan tidak terima. Tanpa pikir panjang, ia menyerang dan menghabisi semuanya tanpa tersisa.
la pun melajukan mobilnya menuju mension pribadinya. Ia tidak ingin, jika keponakan kecilnya mencari saat dia terbangun nanti.
Sesampainya di mension, Sean melangkahkan kakinya masuk ke dalam untuk melihat sang keponakan yang sudah tertidur sejak tadi.
Di lihatnya tubuh mungil yang memeluk boneka teddy bear dengan ukuran yang sangat besar. la mengecup singkat kening sang keponakan sambil tersenyum.
Setelah itu, ia kembali ke kamarnya dan segera tidur.
Pagi-pagi buta, Anara sudah terbangun dari tidurnya. la sudah terbiasa bangun di waktu pagi buta, Anara segera bergegas mencuci muka dan membereskan rumah seperti biasa.
Anara memilih mencuci baju milik keluarga bibinya terlebih dahulu. Setelah itu, ia memasak untuk sarapan pagi.
Sarapan sudah di hidangkan, keluarga paman dan bibinya menuju ruang makan.
"Kau tidak meracuninya, kan?" Ucap bibi dengan tatapan intimidasi nya.
"Tidak bibi. Ana mana mungkin meracuni makanan itu," jawab Anara.
Mereka semua makan dengan lahap kecuali Anara. Selesai sarapan, mereka semua pergi ke luar. Sang paman, pergi ke perusahaan miliknya, bibi pergi bersama teman-teman arisannya. Dan Lita, ia pergi ke kampus yang cukup ternama untuk melanjutkan studinya.
Jujur saja, Anara iri dengan sang kakak yang bisa melanjutkan pendidikannya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Anara juga sebenarnya sudah tidak kuat lagi dengan perlakuan keluarga bibinya . Tapi dia bingung, jika ingin pergi, dia mau pergi kemana lagi? pikirnya.
Anara segera membereskan sisa makanan tadi.
Mension pribadi Sean....
Sean sudah selesai bersiap-siap untuk datang ke kantor hari ini.
la tinggal sendiri di mension pribadinya bersama keponakan kesayangannya dan para maid.
"Diva hari ini dengan kak Jesica, ya." Ujar Sean pada keponakan kecilnya.
Keponakan kecil Sean bernama Diva Putri William, ia berusia 4 tahun. Papa dan mamanya meninggal karena kecelakaan mobil. Waktu itu, hanya Diva lah yang selamat.
Diva hanya bisa nyaman dengan Sean sang uncle sejak kedua orang tuanya tiada. Dengan grandma dan grandpa nya lebih banyak diam. Dari situ, Sean memutuskan untuk membawa Diva ke mension pribadinya.
Dalam kecelakaan itu, Sean merasa ada unsur
kesengajaan yang di lakukan. Hingga sampai sekarang, Sean masih terus menyelidiki bersama semua anak buahnya.
"Uncle cepat pulang, ya." Jawab Diva yang seperti tidak ingin berlama-lama di tinggalkan oleh Sean.
"Aku titipkan Ola padamu, ya." Pamit Sean pada Jesica.
"Kau tenang saja, Diva aman bersamaku," jawab Jesica dengan ramah.
Jesica Audrey merupakan anak konglomerat di Eropa. Tepi,dibanding dengan Sean, ia masih di bawah. Jesica merupakan teman baik Sean. Sean hanya menganggap Jesica sebagai teman sekaligus adik baginya. Namun, beda lagi bagi Jesica, ia memendam rasa pada Sean.
Mereka sudah berteman sejak lama, jadi Sean mempercayakan Diva pada Jesica.
Sean pun melangkahkan keluar rumah dan masuk kedalam mobil. la melajukan mobilnya membelah. jalanan kota Berlin di pagi hari.
Melihat jika Sean sudah pergi, Jesica yang ramah
dan anggun mengeluarkan sisi sebenarnya yang ia sembunyikan pada Sean selama ini.
"Heh, anak kecil. Ambilkan aku cemilan," bentaknya pada Diva.
"Tapi, Diva tidak bisa mengambilnya kak. Kenapa kakak tidak menyuruh maid di sini saja," jawab Diva.
"Kau mau membantahku, hah!" bentaknya lagi dengan mata melotot, ia juga mencengkram lengan Diva dengan kuat hingga Diva meringis kesakitan.
"Aduh... sakit kak." Ringis Diva. Jesica masih belum melepaskan rintihan Diva.
"Cepat ambil sana." Ucap Jesica pada Diva. Tubuh Diva sedikit terdorong oleh Jesica. Mau tidak mau, Diva mengambil cemilan untuk Jesica.
"Benarkah itu nona kecil?" Tanyanya sedikit merasa ragu dengan ucapan Jesica.
Jesica menatap Diva melotot hingga membuat Diva takut.
"Iya bi. Bibi lanjutkan saja pekerjaan bibi," ucap Diva. Maid itu pun mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya.
"Awas saja kalau kau mengatakannya pada Sean dan lainnya. Akan aku buat dirimu sengsara." Ancamnya pada Diva. Diva hanya bisa diam tidak menyahuti ucapan Jesica.
William Company....
William Company merupakan perusahaan di bidang IT dan property terbesar se Eropa. Banyak dari semua kalangan mengetahui perusahaan tersebut. Perusahaan tersebut selalu berhasil membuat siapa saja takjub akan hasilnya karena memang tidak sembarang orang bisa di terima di sana.
Semenjak Sean yang menjadi CEO, perusahaan itu semakin merambah pesat hingga bisa menjadi nomer satu di Eropa.
Sean turun dari mobil mewahnya saat tiba di depan gedung megah dan menjulang tinggi itu. Setiap karyawan menunduk hormat pada Sean. Sean terus saja melangkahkan kakinya menuju lift yang di gunakan khusus untuknya.
Sesampainya di ruangan miliknya, Sean menanggalkan jas mahalnya dan duduk di atas kursi kebesarannya.
Sean berkutat dengan berkas-berkas yang menggunung di dalam ruangannya.
Tokk..
Tokk..
Tokk..
Suara pintu di ketuk dari luar. "Masuk," sahut Sean dari luar.
"Permisi tuan, pukul 9 nanti kita ada pertemuan dengan pihak Collen Coorporation di Alice Restaurant." Ucap asisten Sean.
"Apa ada lagi?" Tanya Sean.
"Tidak ada tuan."
"Lalu, bagaimana dengan jadwal interview? Kita harus mendapatkan karyawan secepatnya."
"Kita laksanakan lusa nanti, tuan." Jawabnya.
"Ya sudah. Kita berangkat sekarang," ajak Sean menuju tempat yang di digunakan untuk pertemuan dengan koleganya.
Sean Restaurant merupakan rumah makan milik mendiang mama Diva. Untuk sekarang, Sean lah yang memegang terlebih dahulu sebelum Diva beranjak dewasa.
Waktu berlalu begitu cepat, hari sudah berganti malam saat ini.
Kediaman bibi Anara....
"Cepat Anara, lelet banget sih." Bentak Lita pada
Anara.
"I-ini kak bajunya," ucap Anara memberikan baju milik Lita yang ia setrika tadi.
"Bagi uangmu, aku mau pergi keluar malam ini." "Tapi kak, aku tidak ada uang sama sekali," lirih Anara.
"Dasar pelit. Pergi sana," ujar Lita lagi. Lita mendorong tubuh Anara keluar dari kamarnya.
Anara pun keluar dan segera menyiapkan makan malam untuk keluarga bibinya. Keluarga paman bibinya selalu saja meminta uang pada dirinya, sampai-sampai Anara terpaksa berbohong pada mereka.
Padahal, keluarga bibinya orang yang berada. Entah apa yang mereka inginkan, sepertinya mereka tidak membiarkan Anara memegang uang sepeserpun.
Usai makan malam, Anara membereskan sisa-sisa makanan tadi.
"Mama... aku keluar ya," pamit Lita pada mamanya sambil menenteng tas mahalnya.
"Mau kemana kamu?" Tanya papa Tomy, papanya
Lita.
"Mau ke club' sebentar sama teman-teman. Boleh ya, ya ya?" bujuk Lita pada sang papa.
"Udah pa, ijin aja sih. Lita kan enggak sendiri." Ucap sang mama membantu Lita.
"Huhu..." helaan nafas terdengar dari papa Lita.
"Yasudah, jangan terlalu malam," akhirnya sang papa memberikan izin.
"Thank you papa." Ucap Lita girang mencium pipi mama dan papanya. Lita berlari keluar rumah, teman-temannya sudah berada di depan rumah untuk menjemputnya.
"Lama sekali kamu, Lita?" Omel salah satu teman
Lita.
"Izin dulu tadi sama papa mama. Yasudah ayo kita berangkat."
Mobil melesat di jalanan malam kota Berlin. Sesampainya di sana, mereka segera memesan minuman yang berbau menyengat itu.
Lita meminum dan menggoyang-ngoyangkan gelas yang berada di tangannya.
"Kamu kenapa, Lita?" Tanya salah satu teman Lita yang melihat Lita seperti memikirkan sesuatu.
"Aku Cuma berfikir. Bagaimana aku bisa menyingkirkan Anara dari rumah." Litaa meneguk minuman yang ia bawa.
"Wow... ternyata masih ada yang belum puas nih. Bukankah Andi sudah berada di tanganmu saat ini? Lalu apa lagi yang mau kau lakukan pada Anara?" Tanya teman yang lainnya.
"Dia belum tau jika Andi sudah berada di tanganku. Aku juga ingin dia di usir dari rumah."
Teman-teman Lita yang tidak menyukai Anara ikut memikirkan cara supaya Anara bisa di tendang dari rumah keluarga bibinya.
"Kau punya barang berharga? Seperti kalung, gelang atau apa gitu?" Tanya salah satu di antara mereka.
"Ada, memangnya kenapa?" Tanya Lita.
"Kau bisa meletakkan salah satunya di kamar Anara". Jawabnya.
Litaa yang faham arah pembicaraan itu menyeringai. "Ide yang bagus," ucap Lita menyetujui.
"Sekarang kita bersenang-senang dulu oke." Ajak
teman-teman Lita
Mereka pun bersenang-senang dan berjoget ria dengan alunan music yang begitu keras.
Keesokan harinya...
"Pergi kau dari sini. Dasar tidak tau di untung, susah-susah kami merawatmu, kau malah mencuri." Usir bibi dengan kasar.
"Bibi... percaya pada Ana bi. Ana tidak mecuri kalung itu ,"Anara memohon pada bibinya.
Lita tersenyum puas karen ia berhasil mengyingkirkan Anara di rumah itu. Setelah pulang dari club, Lita semalam masuk kedalam kamar Anara dan menaruh kalungnya di sana. Paginya, ia mengadu jika Anara lah yang sudah mengambilnya.
"Pergi kau. Aku sudah tidak sudi lagi melihatmu," sentak sang bibi.
"Hikss... hikss... tapi Ana tidak pernah mengambil kalung itu bibi," Anara menangis sesenggukan.
"Lalu kalung ini bisa berjalan sendiri ke kamarmu begitu?" Lita membentak Anara dengan mata melotot.
Anara hanya bisa tertunduk menangis. la meratapi nasibnya yang begitu malang, keluarga satu-satunya yang ia punya telah mengusirnya.
Tak lama kemudian pria tampan menghampiri rumah keluarga bibinya.
"Selamat siang, tante." Sapanya pada bibi Anara
Anara yang mendengar suara familiar itu mendongakkan kepalanya untuk memastikan siapa yang datang.
"Andi..." gumam Anara kaget.
"Hai sayang. Kau sudah datang," Lita menggait tangan Andi dengan mesra.
Anara kaget melihat kenyataan yang ada di depan matanya.
"Sejak kapan kalian dekat?" Tanya Anara.
"Kami, kami berpacaran sudah 1 bulan. Mulai sekarang aku dan kamu sudah tidak ada hubungan Ana." Jawab Andi yang membuat Anara semakin kaget.
"Ini tidak mungkin," gumam Anara menggelengkan kepala karena tidak percaya.
Andi adalah kekasih dari Anara. Mereka sudah menjalin hubungan selama 2 tahun. Namun, kenyataan pahit ia terima hari ini. Pria yang selama ini menjadi sandarannya telah berselingkuh dengan kakak sepupunya sendiri.
Lita tersenyum sinis melihat Anaraa. Lita selama ini iri dengan Anara karena bisa mendapatkan pria setampan dan kaya seperti Andi. Anara juga cukup terkenal semasa mereka SMA karena keramahan dan kepintarannya.
Lita selalu mendekati Andi dan menjelek-jelekkan Anara agar Andi bisa menjadi miliknya.
Keinginannya sekarang sudah tercapai. Ia sudah membuat Anara di tinggalkan kekasihnya dan di usir dari rumah.
"Tunggu apa lagi kau. Pergi dari sini," sentak bibi lagi.
"Bibi... biarkan ana mengambil barang-barang Ana dulu ."Ucap Anara lirih.
"Yasudah cepat. Aku sudah tidak sudi melihatmu berlama-lama disini."
Anar pun memasukkan barang-barang penting miliknya dan beberapa peninggalan dari mama dan papanya. Tidak lupa juga dengan ponsel usang miliknya. la sedari tadi melap air matanya yang tidak bisa berhenti.
"Aku harus pergi kemana lagi? Hiks... hiks..." lirih Anara.
Tak lama kemudian Anara turun ke bawah dan berpamitan pada keluarga bibinya. Ia tidak ingin mendapat omelan dan kata-kata kasar lagi dari kakak sepupu dan bibinya..
Anara pun berpamitan pada keluarga bibinya dengan langkah gontai.
Anara terus menyusuri jalan entah harus kemana ia sekarang. la merasa takdir tidak pernah memihaknya, ia selalu mendapat perlakuan buruk dari keluarga bibinya. Dan sekarang, ia di usir karena di tuduh sudah mencuri kalung milik Lita.
Di tambah lagi, kekasih yang menjadi sandarannya selama ini juga mengkhianatinya. Lebih sakit lagi, dia berselingkuh dengan kakak sepupunya sendiri. Bagai jatuh tertimpa tangga, hatinya merasa sangat sedih karena tidak ada lagi orang yang berada di sisinya saat ini.
Anara memutuskan untuk beristirahat sejenak di kedai es yang ada di pinggir jalan. Ia memesan 1 es jeruk untuknya.
"Aku harus kemana sekarang?" Gumam Anara setelah meneguk es miliknya. Ia memandang jalanan kota Berlin yang begitu ramai orang berlalu lalang.
Cukup lama Anara berdiam di sana, ia pun membayar es miliknya dan melanjutkan perjalanan.
Anara pun memutuskan untuk mencari kos-kosan atau kontrakan kecil untuk dirinya tinggal mulai dari sekarang.
"Uang tabunganku hanya ada 2 juta, apa bisa cukup ya?" Gumam Anara.
Lama Ana berkeliling, akhirnya ia mendapat tempat tinggal yang bisa terbilang murah dan layak.
"Ini kuncinya, nona. Semoga betah ya disini, biar ibu juga ada temannya nanti," ucap pemilik rumah sewa itu sambil bercanda dengan Ana.
"Terima kasih banyak ya, bu."
"Kalau ada apa-apa bilang saja ya," ujar ibu itu lagi. Ana tersenyum senang karena ia bisa menemukan tempat tinggal dan juga pemiliknya yang sangat ramah.
Ana pun masuk ke dalam untuk membersihkan dan menata barang-barang yang ia bawa.
"Hufft..." helaan nafas Ana setelah membereskan semuanya.
"Aku harus bersemangat lagi, aku harus mencari pekerjaan agar aku bisa bertahan," gumam Ana menyemangati dirinya.
Perasaannya tentu saja sedih saat ini, tapi Ana mencoba untuk terus kuat dan berjuang. Ana sudah terbiasa mendapat perilaku buruk seperti itu. Mulai Sekarang, Ana ingin membuktikan jika dirinya bisa.
Ana bertekad kuat untuk memperbaiki nasibnya agar lebih baik lagi.
Baru saja ia merebahkan dirinya di atas kasur, ponsel miliknya berbunyi menandakan jika itu ada pesan masuk untuknya.
Tiing...
Ana mengambil ponselnya dan melihat siapa yang telah mengirim pesan padanya.
Ana membuka pesan yang itu. Ia membaca perlahan-lahan.
"Waah... ini sangat bagus sekali. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku harus berusaha keras." Wajah Ana seketika merasa bahagia dan kembali bersemangat. Kesedihan yang ia alami tadi terlupakan karena melihat pesan masuk yang berada di ponselnya.
Pesan itu berisikan panggilan interview untuknya. Ana mengirim surat lamaran ke perusahaan ternama beberapa hari yang lalu saat melihat pengumuman lowongan pekerjaan.
Dan keberuntungan itu sepertinya memihaknya sekarang, ia pun tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya..
Malam harinya...
Di kediaman keluarga Litaa...
Keluarga itu terlihat sangat bahagia setelah kepergian Ana dari rumah mereka. Mereka tertawa dan menikmati makanan tanpa memikirkan keadaan bagaimana Ana saat ini di luar sana.
"Kira-kira gimana Ana sekarang?" Ucap Lita di
selah-selah canda tawa mereka.
"Buat apa sih mikirin parasit seperti dia?" Sahut mama Litaa.
"Gitu-gitu juga keponakan kamu, ma?" Ujar papa
Lita.
"Cihh... malas sekali aku. Tidak sudi aku mempunyai keponakan seperti dia." Sinis mama Lita.
"Sepertinya kalian sangat tidak suka dengan Anara?" Ucap sang papa.
"Kayak kamu tidak aja pa." Ketus mama Lita menyahuti ucapan suaminya.
"Aku sedari dulu tidak suka dengannya. Dia selalu menjadi unggul dari pada aku. Dia selalu mendapat apa yang aku inginkan, terutama Andi. Dan sekarang, aku sangat senang Andi bisa bersamaku." Sahut Lita.
Entah apa yang membuat mereka hingga sangat membenci Ana. Padahal Ana tidak pernah membuat mereka repot sama sekali.
Sedangkan di sisi Ana...
la selesai menyetrika baju yang akan di bawa untuk interview besok. Wajahnya tersenyum tidak hentinya sedari tadi.
"Aku akan berusaha semampuku. Semoga aku bisa berhasil nanti." Gumam Ana menjereng bajunya yang selesai di setrika.
"Ini adalah kesempatan emas buatku untuk bisa masuk di perusahaan terbesar itu." sambung Ana.
"Sebaiknya aku tidur. Aku tidak ingin besok terlambat." la pun melangkahkan kakinya menuju kasur dan tidur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!