NovelToon NovelToon

Dendam & Cinta sang Bos Mafia

Keenan Arshaka Ravindra

Di sebuah ruangan yang sangat luas, dengan sebuah lampu temaram seorang laki-laki yang bertubuh tegap dengan balutan setelan jas mahal nya tengah berdiri dengan sorot mata tajam, menatap lurus sebuah foto berukuran besar yang menempel kokoh di dinding ruangan tersebut.

Pranggggg....

Sebuah benda yang terbuat dari kaca dilemparnya hingga pecah berserakan, menyentuh lantai.

"Aku pasti menemukanmu." ucapnya nyaris seperti berteriak.

"Akan ku kejar kau meski sampai ke ujung dunia sekalipun." lanjut nya dengan kedua tangan yang terkepal erat, hingga buku-buku jarinya tampak memutih, bahkan gigi nya terdengar bergemelatuk.

Sreett.. ia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya, sebuah benda berwarna hitam yang menjadi teman setianya selama beberapa tahun terakhir.

Dorrrr!

Suara tembakan dari sebuah pistol yang digenggamnya menciptakan bunyi yang menggelegar, menggema disetiap sudut ruangan itu, bahkan hingga terdengar ke bagian ruangan lainnya.

Tap.. tap.. tap..

Bunyi sepatu yang beradu dengan lantai tampak saling bersahutan, beriringan menghampiri ruangan tersebut, mereka tidak lain adalah beberapa pengawal serta beberapa anak buah dari Kenaan Arshaka Ravindra yang merupakan pimpinan dari kelompok mafia The Devil's King.

Mereka berdiri tegap didepan pintu, berjaga-jaga jika sang bos melakukan sesuatu diluar nalar, seperti yang sering dilakukannya selama ini.

"Brengsek!" lagi-lagi sebuah umpatan keluar dari mulut nya.

Namun, di menit berikutnya ia terduduk dengan keadaan terkulai lemas, menundukan wajahnya dalam-dalam, ia tak sanggup mengingatnya, namun hal tersebut seolah menghantuinya setiap saat, setiap waktu, setiap detik, setiap menit, bahkan ketika ia sedang dalam keadaan tertidur sekalipun.

Bagi seorang Keenan Arshaka Ravindra kejadian yang sudah berjalan selama lima belas tahun silam itu seolah baru saja terjadi di hari kemarin, begitu jelas dan terlihat nyata juga menyesakkan.

Dan yang lebih membuatnya marah adalah, sampai saat ini ia belum menemukan titik terang dari dalang pembunuhan sadis yang menimpa kedua orangtuanya.

*

#Flashback on..

"Ma, pa?" Keenan yang baru saja pulang sekolah menengah pertama disuguhkan dengan pemandangan yang mengejutkan sekaligus membuatnya tak bisa melupakannya begitu saja.

"Apa yang terjadi?" tanyanya pada dua orang yang tergeletak bersimbah darah, dua orang yang tak lain adalah kedua orang tuanya, dua orang yang begitu ia cintai dan ia hormati.

Dilihatnya di bagian pojok kiri seorang gadis kecil yang Keenan perkirakan berumur sekitar lima tahunan tengah menangis tersedu-sedu, sembari memegangi kedua lututnya dengan wajah tertunduk.

Kejadian tragis yang menewaskan dua nyawa itu membuat seluruh tetangga perumahan Kuda putih menjadi riuh, karena hal ini terjadi untuk pertama kalinya di perumahan tersebut.

*

Setelah kedua orang tuanya dikebumikan dengan layak, dan seluruh para tamu serta tetangga yang ikut menghadiri untuk memberikan penghormatan terakhir untuk sepasang suami istri itu telah pergi.

Keenan pun menutup seluruh pintu nya rapat-rapat, melangkah dengan sedikit berlari menghampiri sebuah kamar tempat ia menyekap gadis kecil yang ditemuinya saat kejadian yang menewaskan kedua orang tuanya tadi pagi.

Keenan mengepalkan kedua tangannya berusaha untuk meredam emosi yang begitu meluap-luap, ia bersumpah akan melakukan hal sama terhadap orang-orang yang sudah melenyapkan nyawa kedua orang tuanya.

Tidak saat ini, tapi suatu hari Nanti, janjinya.

Perlahan ia membuka pintu kamarnya, kemudian melangkah pelan menghampiri gadis kecil itu yang kini terlihat lemah, dan sudah kelelahan menangis.

Bagaimana keadaan nya tidak lemah, sejak pagi tadi gadis itu disekapnya, kedua tangan dan kakinya ia ikat di sebuah kursi dengan mulutnya yang ditutupi lakban hitam rapat-rapat.

Gadis itu menggeleng kecil saat Keenan hendak menyentuh lakban di mulutnya, sedikit mundur dengan tubuh yang terlihat gemetar ketakutan.

Membuat Keenan mendesah, dan menghela napasnya pelan, dan membulatkan tekad untuk membuat gadis kecil dihadapannya itu tidak takut lagi padanya, Keenan akan memanfaatkan gadis kecil itu sebagai jalan untuk membalaskan dendam nya.

"Jangan takut ya, kakak nggak jahat kok dek, kakak kurung kamu disini karena diluar banyak sekali orang jahat yang ingin mencelakai kita." ucapnya lembut, namun tetap saja tidak membuat gadis itu luluh.

Gadis itu terlalu dini untuk mengerti dengan keadaan, ia hanya bisa menangis tanpa mengucapkan Satu patah katapun.

Namun, seiring berjalannya waktu gadis itu mulai terbiasa dengan Keenan dan keadaan disekelilingnya, bukan hanya itu saja pada akhirnya ia pun mulai memberanikan diri untuk berbicara, dan memperkenalkan dirinya.

"Namaku Aruna kak." jawab nya jujur, saat Keenan bertanya siapa namanya.

"Kamu lihat kan apa yang terjadi kemarin, beri tahu kakak siapa yang melakukan ini?" tanyanya sembari memegangi bahu Aruna, dan tanpa ia sadari sudah menekan kuat bahu milik gadis kecil tersebut, membuatnya meringis dan kembali merasa ketakutan.

"Maaf, maafkan aku, kakak tidak bermaksud menyakitimu."

Aruna menggeleng, "Aruna takut kak." tubuhnya gemetar, terlihat ketakutan dan seperti nya merasa trauma dengan kejadian itu.

Sementara Keenan terus menatap instens Aruna, yang ia yakini adalah salah satu anak yang ditinggalkan oleh salah satu pem bunuh kejam kedua orang tuanya.

Keenan menyunggingkan senyum tipis, saat beberapa rencana busuk melintas dikepalanya.

"Lihat saja, aku pasti akan menemukan kalian, tidak sekarang! tapi suatu saat nanti." gumam Keenan, yang hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri.

"Brengsek, lemah!" umpatan-umpatan kasar yang kerap kali diucapkan Keenan ketika ia kembali dikuasai emosi saat melihat para penjaga rumahnya yang saat kejadian itu keseluruhannya tergeletak pingsan.

Bahkan saat enam penjaga di rumahnya itu baru saja sadar Keenan dengan berani memukuli mereka, mengatainya dengan berbagai macam kata-kata yang menyakitkan.

Keenan yang lembut dan penuh perhatian, kini telah lenyap! berubah menjadi sosok Keenan yang arogan dan menyeramkan.

Setelah meminta izin selama satu minggu untuk tidak masuk sekolah, yang dimaklumi oleh para guru nya, hari ini Keenan pun mulai kembali sekolah seperti biasa.

Keenan membulatkan tekad agar bisa menjadi seseorang yang pintar dalam berbagai hal, dengan begitu semua rencana nya ia yakini pasti akan berjalan sebagai mana mestinya.

Terlebih kedua orang tuanya memiliki harta yang begitu banyak saat meninggalkannya, dan ia pun bertekad untuk tetap mempertahankannya, sebagai salah satu hal untuk membantu melancarkan semua rencana nya.

#Flashback of..

*

Tok.. tok.. tok..

"Bos?" panggil seseorang dibalik pintu, suara milik seseorang yang begitu Keenan kenali, ia adalah Dave, sekertaris kepercayaannya yang sudah menemaninya selama hampir sepuluh tahun ini, tepat saat Keenan diresmikan menjadi ketua mafia The Devil's King.

Saat pertama kali Keenan mengenal Dave adalah ketika mereka berada dilingkungan yang sama, dengan tujuan yang sama juga, yaitu ingin membalaskan dendam pada mereka yang telah membunuh bagian keluarganya.

Dan tanpa basa-basi Dave langsung menyetujui saat Keenan meminta nya menjadi sekertaris pribadinya, sekaligus orang kepercayaannya, baik dilingkungan kantornya, di The Devil's king, maupun dengan hal-hal lainnya.

*

Hallo readers tercinta, jangan lupa like, comment, serta dukungannya ya, terimakasih☺☺☺

.

.

Menemui Aruna

"Bos, saya hanya ingin memberitahukan kabar non_"

"Masuk." sela Keenan cepat, membuat Dave bergegas masuk kemudian mendekati Keenan yang masih berdiri ditempat semula.

"Katakan!"

"Kabar nona Aruna baik tuan, tetapi_" Dave menunduk menjeda ucapannya.

"Ada apa?"

"Dia ingin bertemu dengan anda tuan."

"Katakan padanya aku sibuk!"

"Maaf tuan, tapi nona Aruna bilang dia sangat merindukan anda, dan nona Aruna bilang tuan tidak harus datang untuk menemuinya, tetapi nona Aruna sendirilah yang akan menemui anda."

"Lagi pula bukankah anda sudah hampir tiga tahun ini tidak menemuinya tuan, nona Aruna sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang sangat disukai banyak pria." sambung Dave, membuat Keenan berpikir sejenak.

"Aku tidak banyak waktu untuk menemuinya."

"Maaf tuan, bukannya saya ingin berbuat lancang, tetapi nona Aruna benar-benar memohon agar di pertemukan dengan anda."

Keenan berdecak dengan sentakan napas kasar menatap kearah Dave dengan tatapan kesal.

"Baiklah, kosongkan jadwalku besok." jawabnya datar.

"Itu berarti tuan setuju untuk menemui nona Aruna."

"Hmmm."

"Nona pasti akan merasa sangat senang dengan kedatangan anda."

"Jangan Coba-coba memberi tahu dia jika aku akan datang."

"Baik tuan." Dave menunduk hormat, meski Keenan tak melihatnya, karena posisinya yang kembali membelakangi Dave, masih memandangi foto dihadapannya.

"Lalu bagaimana dengan Yosep?"

"Tuan tenang saja, kami bisa pastikan bahwa tidak lama lagi dia akan tertangkap."

"Berikan hukuman setimpal saat dia tertangkap, dan pastikan bahwa dia memohon untuk mati dibandingkan memohon untuk bertahan hidup."

"Baik tuan, ada lagi yang ingin anda sampaikan?"

"Tidak ada."

"Kalau begitu saya permisi tuan."

"Hmmm."

Setelah kepergian Dave, Keenan pun membalikan tubuhnya berjalan menuju sofa yang terletak dipojok ruangan, kemudian menjatuhkan tubuhnya disana, sebelah tangannya terulur meraih sebuah album besar yang dimana didalamnya terdapat beberapa foto orang-orang yang menjadi target berikutnya.

Plukkk!

Selembar foto jatuh mengenai kakinya, kemudian ia mengambilnya kembali, tersenyum miring menatap benda tipis dengan gambar dirinya dan Aruna, sebuah foto yang sempat diambilnya tujuh tahun lalu, ketika ia memutuskan untuk berpisah rumah dengan Aruna.

Ya, sejak Keenan mulai tumbuh menjadi sosok laki-laki dewasa dan mulai terjun kedunia gelapnya, ia memutuskan untuk tidak lagi tinggal bersama Aruna.

Bahkan hampir tiga tahun terakhir ini ia tak pernah menemui Aruna, meski gadis itu berkali-kali memintanya bertemu lewat Dave, selain itu Keenan tidak mengijinkan siapapun memberikan nomor telponnya pada Aruna, dengan alasan Aruna terlalu berisik dan banyak bicara.

Selain karena takut ia semakin menyayangi adik sambungnya itu, ia pun tak ingin jika sewaktu-waktu ada penyerangan besar ke mansionnya, yang kemungkinan akan menjadikan Aruna sebagai pancingan untuk musuhnya.

Itu semua tidak boleh terjadi, karena Aruna adalah satu-satunya alat untuknya membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya.

Dan sebaliknya meski Keenan menganggap Aruna sebagai senjata balas dendamnya, ia sama sekali tidak membiarkan gadis itu kekurangan suatu hal apapun, Keenan memberikan apapun yang gadis itu butuhkan, seperti tempat tinggal yang cukup mewah, disekolahkan disekolah yang terkenal cukup elit, begitupun dengan kampus tempat nya berkuliah saat ini.

Namun ada satu hal yang tidak Keenan berikan, yaitu sebuah kebebasan.

Keenan melarang keras Aruna kemanapun, termasuk untuk sekedar shopping atau main-main diluar, karena semua kebutuhannya selalu disediakan oleh beberapa anak buahnya.

*

Pagi itu Keenan tampak sudah rapi mengenakan setelan formalnya seperti biasa saat ia hendak pergi ke kantor.

Sesuai rencana yang ditetapkan, pagi ini Keenan ditemani Dave dan beberapa pengawal lainnya berangkat menuju sebuah rumah yang saat ini menjadi tempat tinggal Aruna.

"Apakah dia masih suka jajan sembarangan?" tanya Keenan, ketika kini berada di sebuah mobil mewah miliknya yang melaju menuju tempat dimana Aruna tinggal.

Suasana hening didalam mobil yang sejak tadi tercipta pun mendadak mencair, Dave menoleh dengan senyum yang menghiasi bibirnya.

"Maksud anda nona Aruna?"

"Apa perlu aku jelaskan lagi!" sentak Keenan dengan wajah datarnya.

"Baik tuan saya mengerti! jika hal itu tertuju pada nona Aruna, tidak tuan! sesuai yang tuan perintahkan, tidak ada yang berani lagi membelikan makanan yang diinginkan nona Aruna."

"Kerja bagus!"

*

Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu hingga empat puluh lima menit lamanya itu, akhirnya Keenan dan Dave sampai di sebuah rumah mewah berlantai dua yang letaknya berdampingan dengan hutan yang ditumbuhi pohon cendana.

"Kenapa tuan, apakah ada yang salah?" ujar Dave saat menyadari bahwa sejak tadi sang bos tak henti-hentinya memperhatikan sekitar.

"Tidak, aku hanya merasa tempat ini masih sama persis seperti saat terakhir aku meninggalkannya tiga tahun yang lalu."

"Tentu saja tidak ada yang berbeda tuan, karena kami selalu berusaha merawatnya sebaik mungkin," jawab Dave, yang tentu mendapat pembenaran dari Keenan, bukan hanya bentuk dan kondisi rumahnya yang tidak berubah, namun tataan tamannya pun masih sama persis seperti yang ia ingin kan beberapa tahun yang lalu.

"Kau betul, dan aku menyukai cara kerja kalian."

"Terimakasih tuan."

"Tidak perlu berterimakasih karena aku sedang tidak memujimu." ucapnya datar, dan hal tersebut tentu sangat di maklumi oleh Dave, 10 tahun menemani perjalanan hidupnya, tentu Dave sangat hafal karakter bos nya seperti apa.

"Iya tuan."

Keduanya pun melangkah menuju teras rumah tersebut yang langsung disambut penuh penghormatan oleh beberapa pengawal yang berjaga disana.

"Dimana dia?" tanya Keenan datar, ketika berpapasan dengan salah satu wanita yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah itu.

"A_"

"Maksud tuan muda, nona Aruna Bi." sela Dave, seolah mengerti dengan kebingungan wanita tersebut.

"Oh nona, nona ada tuan, dia sedang ada dikamarnya."

"Bisa bibi panggilkan dia agar turun?" lanjut Dave, yang terdengar sopan dan lembut.

"Tentu tu_"

"Tidak perlu, biar aku sendiri yang menemuinya." potong Keenan cepat.

"B-baik tuan, ada lagi yang bisa saya bantu?"

"Seperti nya tidak ada bi, silahkan kembali." jawab Dave, yang membuat wanita itu bergegas untuk berpamitan.

Sedangkan Keenan melanjutkan langkahnya menuju kamar Aruna yang berada dilantai atas, dan diikuti oleh Dave dibelakangnya.

Dave memang sudah seperti ekor Keenan, kemanapun ia pergi Dave akan selalu mengikutinya.

Keenan mengetuk pintu kamar Aruna beberapa kali, hingga gadis itu keluar dan menyembul dibalik pintu.

Deg!

Baik Keenan, maupun Dave, tertegun melihat penampilan Aruna yang berantakan, namun terkesan se ksi, bisa mereka tebak bahwa gadis itu baru saja bangun dari tidur siangnya.

"Balikan badanmu."

Dengan sigap Dave pun membalikan tubuhnya membelakangi mereka.

"K-kak Keenan." pekiknya, dan memeluk laki-laki yang sudah ia anggap sebagai kakak kandung sekaligus pelindungnya tersebut.

"Kau tak kuijinkan memelukku." ujar Keenan sembari mendorong tubuh Aruna, dan pergi begitu saja, kembali kelantai bawah menuruni satu persatu anak tangga dengan wajah datarnya.

"Maaf tuan, kenapa anda pergi begitu saja,?" tanya Dave takut-takut ketika tuan nya kini sudah duduk disofa yang terletak diruang tamu.

"Masih perlu penjelasan?"

"Tapi tu_"

"Kau terlalu banyak bicara Dave, kau tidak melihatnya tadi, bisa-bisanya gadis itu menemuiku dalam keadaan belum mandi, apakah memang seperti itu kebiasaannya akhir-akhir ini." jelas Keenan panjang lebar, membuat Dave tertegun selama beberapa detik, karena tidak biasanya sang bos berbicara sebanyak itu.

"Oh itu, mungkin karena nona tidak tahu jika anda akan datang menemuinya hari ini tuan."

"Ck! tapi setidaknya dia sudah mandi, lihatlah betapa pemalas nya gadis itu."

*

"Kak?" sebuah suara yang khas dan lembut membuat kedua laki-laki satu generasi itu sontak menoleh kearah suara, terlihat Aruna yang sudah rapi mengenakan pakaian rumahannya seraya tersenyum menghampiri keduanya.

Gadis itu tampak begitu cantik dengan gaya sederhananya, begitupun dengan wajah putih natural yang tanpa polesan make up membuat nya terlihat begitu cantik alami.

"Kenapa tidak bilang-bilang jika mau datang?" ungkapnya dengan raut wajah berseri-seri seolah merasa begitu sangat bahagia karena pada akhirnya sang kakak mau menemuinya setelah tiga tahun lamanya tidak saling bertatap muka.

"Aku tidak perlu izinmu untuk datang kesini kapanpun aku mau." jawab Keenan yang lagi-lagi memasang wajah datarnya, membuat Aruna mendesah kasar, namun sejurus kemudian gadis itu mengangguk membenarkan.

Keenan benar, dia tak butuh izinnya kapanpun ia mau datang, karena rumah itu adalah rumah miliknya.

"Kenapa jam segini kau baru selesai mandi, tidakkah kau merasa bahwa kau adalah seorang gadis pemalas." ucap Keenan sarkas, membuat Aruna tertegun hingga beberapa saat.

Aruna menunduk sedih, beginikah respon dari sang kakak setelah berpisah sekian lama, ia pikir kakaknya sedang melayangkan sebuah candaan, namun saat melihat raut wajah datar dan kaku Keenan membuatnya sadar bahwa laki-laki itu serius dengan perkataannya.

Selanjutnya gadis itu menghela napas, berusaha untuk tetap terlihat tenang, ia sudah terbiasa dengan sikap Keenan yang berubah lebih dingin dan kaku sejak ia duduk dibangku SMA tepatnya empat tahun yang lalu, dan lebih tepatnya di satu tahun sebelum laki-laki itu memutuskan untuk tak menemuinya lagi.

*

*

Tak memberi kebebasan

Kedua nya duduk dalam keheningan, bingung bercampur canggung sudah pasti, terutama bagi Aruna, sesekali gadis itu menoleh kebelakang berharap Dave yang meminta izin membuat kopi itu segera datang untuk membantu menyelamatkannya dalam suasana yang tidak mengenakan tersebut.

Sungguh miris memang! dua kakak beradik yang lebih mirip seperti dua orang asing yang baru saja saling kenal, canggung! dan tampak kaku.

Namun seolah sengaja memberi waktu mereka untuk berdua, hingga tiga puluh Lima menit lama nya Dave laki-laki itu tak kunjung kembali, membuat Aruna beberapa kali mendesah frustasi.

"Siapa yang kau tunggu?" ujar Keenan dengan suara beratnya, saat menyadari gelagat Aruna yang tampak gelisah dan beberapa kali terus menoleh kebelakang.

"Eumz itu kak, kak Dave kemana ya, kenapa dia belum kembali."

"Untuk apa mencarinya?" sentak Keenan, yang sontak membuat Aruna terdiam karena ketakutan.

Sudah lama, sangat lama! hingga tiga tahun lamanya ia tak melihat bahkan untuk mendengar suara nya pun ia tidak bisa, karena Keenan begitu membatasi diri dengannya.

Tak menyangka pada hari ini ia akan bertemu dengannya lagi, namun kenyataan memang selalu diluar dugaan, Aruna pikir Keenan akan sangat merindukannya, memeluk nya dan mengajaknya banyak bicara.

Dan hari ini, tepatnya detik ini, keinginannya hanyalah sebuah angan-angan saja, karena pada kenyataannya Keenan sama sekali tidak terlihat menginginkan pertemuan itu.

Tak ada kata yang berarti yang keluar dari pria yang berstatus kakaknya itu, Keenan asyik dengan pikirannya sendiri, sembari mengeluarkan benda pipih dari dalam saku jasnya, kemudian mengetikkan sesuatu di sana.

Tak berselang lama Dave kembali, berdiri lalu membungkuk hormat disisinya.

"Maaf tuan, apakah tidak terlalu cepat, mungkin tuan bisa istirahat dulu." ujar Dave memberi saran, saat tahu sang tuan nya mengirim pesan, memintanya untuk segera kembali dengan alasan ingin segera pulang.

"Tidak perlu!" jawabnya datar, seraya beranjak dari duduk nya, melangkah menuju pintu keluar.

"Kau, bersiaplah! besok pindah kemansion utama." ujar Keenan dengan nada penuh perintah, tanpa menoleh, kemudian melanjutkan langkahnya dengan angkuh.

"Kak Dave tunggu!" teriak Aruna yang kini mencoba mengejar langkah Dave, kemudian menghadangnya di depan pintu, "apa maksudnya?" tanya Aruna, yang terlihat kebingungan.

"Tuan meminta nona agar segera bersiap-siap, karena mulai besok nona akan kembali tinggal bersama tuan Keenan di mansion utama." jelas Dave.

"Tapi kenapa?"

"Dave, kau ingin aku menyetir mobil nya sendiri?" sentak Keenan dari luar.

"Maaf nona, saya harus pergi." pamitnya, membungkukan badannya sebelum kemudian menghilang dibalik pintu.

"Ck! kenapa mendadak sekali!" decak Aruna bingung.

*

"Tuan, apakah tuan tidak salah ingin membawa nona Aruna kembali ke mansion utama." seru Dave sembari mulai fokus menyetir.

"Apa aku perlu meminta pendapatmu untuk ini?"

"Tidak tuan."

"Apa saja jadwalku besok pagi?"

"Jam sembilan ada meeting dengan tuan Rajas, dari PersonalGroup, jam sebelas siang, meeting dengan pak Dimas pimpinan baru dari AlxGroup tuan."

"Baiklah, minta Fabian untuk menjemput dia sekitar jam delapan pagi."

"Maksud anda nona Aruna?"

"Siapa lagi."

Tak berselang lama mobil yang ditumpangi Keenan sampai dihalaman mansion utama, puluhan pengawal yang berjaga pun sontak berjejer menunduk hormat seperti biasanya.

"Dave, ikut lah denganku, ada beberapa hal yang perlu kita bahas." ucapnya datar seperti biasa, berjalan menuju ruangan yang disebut ruangan rahasianya.

Sementara Dave menunduk patuh, kemudian mengikutinya dari belakang.

*

"Bagaimana dengan Yosep, apakah mereka sudah berhasil menangkapnya?"

"Sudah tuan, apakah anda ingin melihatnya?"

"Sepertinya menarik." jawabnya, mengeluarkan sebatang benda putih dari tempatnya, menyalakannya, kemudian menyesapnya secara perlahan, meniup-niup kepulan asap tersebut, dengan ekpresi yang terlihat menyeramkan.

"Dimana dia?" menoleh sekilas kearah Dave yang berdiri tegak disisinya.

"Dipenjara bawah tanah tuan."

"Baiklah, kapan kau akan membawaku untuk menemuinya, aku ingin bermain-main dengannya sebentar, sepertinya sangat seru."

"Jika anda mau, sore ini juga kita bisa langsung mendatanginya."

"Mengenai Alex, bagaimana?"

"Sepertinya tuan Ivan belum menemukan titik terangnya, tapi mereka tetap berusaha untuk mencari jalan keluarnya."

"Kirimkan dia sejumlah uang, khawatir jika sewaktu-waktu persediaannya akan habis."

"Baik tuan!"

*

Wajah tampan bak dewa Yunani dengan porsi tubuh tegap yang terlihat angkuh itu tak sedikitpun memiliki rasa belas kasihan terhadap seseorang yang berulang kali memohon ampun bersujud dibawah kaki nya.

"Yosep, dengar! aku tidak butuh permohonan maafmu, sekarang sudah terlambat untuk kau menyesali semuanya." Laki-laki yang tak lain adalah Keenan itu berjongkok mencengkram erat dagu seseorang yang tengah merintih kesakitan dibawah kuasanya.

"Kau pikir aku akan simpati, setelah apa yang kau lakukan terhadap ke enam anak buah kesayanganku hm.?"

"A-ampuunn Keen, a-ampuun, to-long bebaskan aku."

"Hidupmu terlalu mudah selama ini, kau yakin kau ingin kebebasan?" sekali lagi Keenan mencengkram dagu laki-laki dihadapnnya, kemudian menghempaskannya dengan kasar.

berdiri tegap, kembali memasang wajah angkuhnya.

"Aku akan segera mewujudkan keinginanmu." ucapnya.

"Sam, kemari?" memanggil Sam, yang nyaris seperti berteriak.

"Iya tuan!" dengan sigap laki-laki yang dipanggil dengan sapaan Sam itu menghampirinya, seraya membungkuk hormat.

"Kau dengar, apa yang dia ucapkan tadi?" menunjuk kearah Yosep yang terlihat gemetar.

"Dengar tuan, dia menginginkan kebebasan." jawab Sam tegas.

"Kau mengerti maksud kebebasan yang kuberikan bukan?" Keenan menyunggingkan senyum tipisnya, sebuah senyum an yang justru terlihat mengerikan dimata Yosep.

"Mengerti tuan."

"Bagus! kau selalu bisa diandalkan." menepuk bahu Sam kemudian berlalu meninggalkan tempat tersebut, sama sekali tidak mempedulikan teriakan dari yosep yang meminta agar Keenan kembali dan berbelas kasih untuk melepaskannya.

*

Setelah acara meeting bersama beberapa kolega bisnisnya selesai, Keenan menyuruh Dave untuk menghubungi Fabian, agar lebih memperketat penjagaan di Mansionnya, bukan tanpa alasan ia melakukan hal tersebut, melainkan karena kini bukan hanya ada dirinya yang tinggal disana, tetapi ada Aruna juga.

"Bagaimana?"

"Sudah tuan, Fabian sudah melakukan tugasnya dengan baik." jawab Dave tegas.

"Apa anak itu memberontak saat dibawa kemari?"

"Tidak tuan, hanya saja Fabian mengatakan, saat diperjalanan hingga sampai di Mansion, nona Aruna lebih banyak diam."

"Itu bukan masalah besar."

"Mengenai penyerangan besok malam, kau sudah mempersiapkannya dengan baik.?"

"Sudah tuan."

"Bagus! kali ini jangan sampai gagal."

"Saya harap juga demikian tuan."

Keenan beranjak, mengambil jas yang sempat ia buka beberapa jam yang lalu, "Kau handle masalah kantor, aku akan pulang cepat hari ini, hubungi aku jika ada sesuatu yang mendesak."

"Baik tuan."

*

Keenan memasuki mansionnya yang disambut hormat oleh beberapa penjaganya seperti biasa.

"Dimana dia?" tanyanya pada seseorang yang ditugaskan Dave untuk melayani semua kebutuhan Aruna dirumah itu.

"Nona sedang dikamar merapikan baju-bajunya tuan, ampuni saya karena nona Aruna tidak mau jika saya membantunya tuan." Jawab wanita berusia tiga puluhan yang bernama Dewi Sri tersebut.

Tak menjawab, Keenan bergegas menghampiri tempat yang menjadi kamar adiknya.

Brakkk...

Keenan membuka pintu kamar Aruna dengan kasar, membuat gadis yang belum selesai merapikan bajunya itu terlonjak kaget, menoleh menatap pintu kamar yang terbuka, dimana ada sosok Keenan yang tengah berdiri angkuh disana.

"K-kak?" Aruna menunduk, tak berani menatap wajah terutama sorot mata Keenan yang kini terlihat jauh berbeda dari tiga tahun yang lalu, saat terakhir kali mereka bertemu.

sorot mata tajam, yang siap menghunus siapapun yang berani membuat masalah dengannya.

"Selama tinggal bersamaku, jangan harap kau bisa bebas seperti saat kau tinggal disana."

Deg!

Aruna tertegun, dengan harap-harap cemas, apakah Keenan mengetahui kelakuannya yang sering menyelinap keluar secara diam-diam, Batinnya.

"B-baik kak." jawabnya dengan menundukan wajahnya takut-takut, hingga tanpa ia sadari Keenan telah pergi dari hadapannya.

Setelah memastikan Keenan tak lagi di sana, Aruna menghela napas gusar, mendudukan dirinya di tepi ranjang, membiarkan bajunya yang belum selesai di rapikannya itu tergeletak diatas lantai.

Entah sampai kapan ia akan mengalami kehidupan yang membuatnya merasa seperti terjebak dalam sebuah sangkar, tak bisa berkutik dan tak memiliki kekuatan untuk terbebas.

Ia hanya bisa berserah diri pada yang maha kuasa, berharap suatu saat Nanti Keenan memberikannya kebebasan serta menganggap dirinya lebih berharga.

*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!