Rintik hujan sore itu terdengar bagaikan alunan musik kesedihan di telinga seorang gadis cantik berkacamata hitam yang tengah duduk menangis di atas pusara kedua orang tuanya. Baju yang basah tak lantas membuatnya beranjak dari tempat itu, ia justru semakin larut dalam tangisan pilunya.
Namanya Zulaikah Azkadina, seorang gadis berusia 18 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di jenjang SMA. Hari ini adalah hari syukuran kelulusan gadis yang sering di panggil Zul itu, tapi dalam sekejap berganti menjadi hari berduka saat sebuah ambulans yang membawa kedua orang tuanya berhenti tepat di depan rumah siang tadi.
"Nak, ayo pulang, nanti kamu bisa sakit jika seperti ini terus," ujar Anisa, adik dari ibu Zulaikha dan hanya di jawab anggukan oleh gadis itu.
--
Zulaikha duduk di kamar kedua orang tuanya usai membersihkan diri. Rasanya air mata sudah habis ia keluarkan sejak tadi, ia hanya diam memandangi foto kedua orang tua yang tak akan pernah ia lihat senyumannya lagi.
Masih teringat jelas pesan ibu dan ayahnya sebelum mengunjungi rumah keluarganya di kota beberapa hari yang lalu. "Nak, jika kami pulang nanti, kami akan membawakanmu kerudung yang banyak agar kamu bisa memakainya kemana-mana."
Perkataan kedua orang tuanya itu rupanya tidak main-main, beberapa kerudung itu benar-benar datang bersama kedua orang tuanya yang tidak bernyawa lagi akibat kecelakaan. Semenjak itu, tak ada lagi senyuman dari gadis bermata indah itu, ia tidak lagi ceria sebagaimana biasa, bahkan rencananya untuk memakai kerudung kini ia batalkan karena kecewa dengan keadaan yang menurutnya sangat tidak adil.
***
Empat tahun kemudian,
"Mbak Zul, pesan baksonya satu tambah teh manis dua," ucap salah satu pelanggan tetap di warung bakso yang cukup terkenal di desa itu.
"Kok dua tehnya, Bang? Kan lagi sendiri," tanya gadis cantik dengan rambut yang dikuncir kuda sembari membersihkan meja yang baru saja ditinggal pergi pelanggannya.
"Iya, hidup ku lagi terasa hambar nih, Mbak, butuh yang manis-manis dulu," jawab laki-laki itu lesu.
"Sabar, Bang. Hidup memang tidak selamanya manis, kadang hambar, kadang asem, kadang pula pahit. Tapi kalau Abang makan di sini, dijamin deh pulang-pulang hidup Abang langsung jadi penuh rasa," ujar Zulaikha disertai tawa di akhir kalimatnya.
"Yee malah promosi, aku lagi lapar Mbak, jadi lebih butuh asupan dari pada iklan."
"Hehehe ashiap, Bang," cengir Zulaikha lalu segera ke belakang membawa pesanan tersebut.
Tak lama, Zulaikha tiba sembari membawa sebuah nampan berisi satu mangkuk bakso dan dua gelas teh manis. Ia segera menyajikan di atas meja pelanggan dengan begitu telaten.
"Selamat menikmati, Abang mapan. Jangan lupa berdoa sebelum makan, biar Abang nggak makan sepiring berdua dengan setan, bukannya romantis tapi malah menakutkan," cerocos gadis itu lalu segera berlari pergi.
"Buset dah tuh anak, cerewet betul," lirih pria itu sedikit tersenyum melihat tingkah lucu dan ceria Zulaikha.
"Zul, tolong nyalain TV dong, pengen lihat jadwal piala dunia nih," pinta Romi salah satu rekan kerja Zulaikha.
"Eh iya, hampir lupa aku." Zulaikha segera menyalakan televisi tersebut.
Televisi pun menyala dan memperlihatkan jadwal piala dunia yang dalam hitungan beberapa hari lagi akan dimulai. Tampak Zulaikha sangat memperhatikan setiap detail jadwalnya.
"Zul, gimana persiapan acara pernikahanmu minggu depan?" tanya Romi.
"Udah 90 % persiapannya, jangan lupa dateng yah," ujar gadis itu dengan mata yang tidak beralih dari layar televisi di depannya.
"Nanti kamu bulan madu ke Qatar aja, kan udah lama nih kamu bermimipi ingin nonton piala dunia secara langsung, udah menabung selama 4 tahun juga, pasti uangnya udah cukup tuh," ujar Romi lagi.
"Yaa emang gitu rencananya, kan tiketnya udah di beli. Nonton bola sama suami, duh so sweet banget," ungkap Zulaikha begitu semangat.
Bukan tanpa alasan, Zulaikha adalah satu-satunya gadis yang sangat menyukai sepak bola di desa itu, Lionel Messy adalah pemain bola favoritnya. Terbukti dari banyak sekali koleksi foto, jersey hingga bola yang memiliki tanda tangan sang pemain bola legendaris itu, entah dari mana ia mendapatkannya.
Meski ia hanya berasal dari keluarga yang sederhana, tapi dengan kerja kerasnya sembari menabung selama 4 tahun, akhirnya ia bisa mewujudkan impiannya untuk menonton piala dunia secara langsung.
Sementara fokus menonton, seorang pria tampan datang memasuki warung bakso itu.
"Pssst, Zul, calon suami kamu datang tuh," bisik Romi yang juga mengenal calon suami Zulaikha, membuat gadis itu seketika menoleh ke belakang.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanyanya.
Zulaikha mengambil tempat di pojokan yang dekat dengan jendela, sangat nyaman untuk bericara tanpa ada yang mengganggu dan mendengarnya, ditambah embusan angin yang sejuk membuat suasana terasa semakin romantis.
"Ada apa, Surya? Bukannya kita nggak boleh saling bertemu dulu sampai hari pernikahan kita?
Surya, begitulah Zulaikha memanggilnya, bukan nama asli, hanya saja kehadirannya dalam kehidupan Zulaikha 3 tahun yang lalu bagaikan surya di tengah badai. Ketulusan dan kelembutan pria itu berhasil mengembalikan keceriaan Zulaikha dan membuatnya bangkit dari keterpurukan yang sempat menguasainya selama satu tahun semenjak ia menjadi yatim piatu.
"Aku ingin membatalkan pernikahan ini," ucap Surya pelan.
Zulaikha mematung sejenak, mencerna perkataan calon suaminya. "Apa aku sedang ulang tahun sekarang? Kamu jangan bawa-bawa pernikahan kita kalau lagi ngeprank, sumpah aku jedag-jedug loh," ujar gadis itu sembari tertawa pelan meski memang jantungnya mulai berdebar dengan perasaan tidak enak.
"Aku serius, Zul. Dulu aku tidak sengaja berbuat kesalahan pada seorang wanita saat sedang mabuk dan wanita itu kembali datang padaku untuk meminta pertanggung jawabanku."
Jdeeer
Sebuah petir terdengar menggelegar di langit yang sebentar lagi akan menurunkan hujan, tapi tak membuat Zulaikha terkejut, sebab apa yang ia dengar dari sang kekasih jauh lebih mengejutkan. Saking mengejutkannya, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa.
"Maafkan aku, tapi aku harus menikahi dia karena sudah ada benihku di dalam rahimnya. Sebagai wanita kamu pasti tahu mana yang harus aku pilih, bukan?" Ungkap Surya menatap wajah cantik yang kini terlihat begitu pucat.
Zulaikha masih bergeming, ia mengepalkan kedua tangan yang bertumpu di kedua pahanya, begitu kuat hingga urat-urat di tangan putihnya terlihat.
"Maaf, aku harus pergi sekarang, tolong jangan pernah temui aku lagi," ucap pria itu lalu pergi tanpa menunggu jawaban Zulaikha, bahkan gadis itu belum sempat menjawab apa pun dari ungkapan menyakitkannya.
Zulaikha menatap kepergian pria itu dengan air mata yang mulai berkumpul di pelupuk matanya. Surya yang dulu menerangi hidupnya kini telah meredup perlahan dan mendatangkan kembali kegelapan yang kelam.
Rasanya begitu sakit, saat pria yang dulu ia jadikan sebagai penerang di kala gelap, pelindung di kala ketakutan dan penyembuh di kala sakit kini menjauh setelah menorehkan luka.
Cukup lama Zulaikha terdiam menangisi luka dan keadaan yang lagi-lagi berlaku tidak adil padanya. Ia kemudian bangkit dari duduknya seraya menghapus air mata yang melekat di pipi dan berjalan keluar warung.
"Romi, aku mau keluar dulu sebentar," ucap gadis itu lalu keluar dan mengendarai sepedanya pergi ke suatu tempat.
--
Lima belas menit kemudian, Zulaikha tiba di depan sebuah rumah besar yang merupakan rumah mantan calon suaminya. Ia memutuskan untuk berdiri sejenak di depan pagar rumah itu sembari menenangkan dirinya sebelum melangkah masuk.
Akan tetapi, saat hendak melangkahkan kakinya masuk, ia melihat mantan calon suaminya keluar dari rumah itu sembari merangkul mesra seorang wanita yang ternyata adalah rekan kerjanya di warung bakso, sekaligus pernah menjadi teman double datenya. Bahkan dengan tidak malunya mereka berpelukan dan melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan di tempat terbuka.
"Ish, dasar tidak tahu malu," umpat Zukaikha lalu pergi menghampiri kedua sejoli itu dan membuat mereka terkejut bukan main.
Plak
Plak
Satu tamparan keras berhasil mendarat di masing-masing pipi kanan pria dan wanita itu.
"Ini untuk pengkhianatan kalian!"
Bugh
Satu tendangan melayang ke area sensitif pria itu.
"Dan ini untuk sikap breng***mu karena telah berani mencoblos sebelum pemilu, mana di tempat yang salah lagi."
Zulaikha langsung pergi meninggalkan pasangan itu yang saat ini sedang meringis kesakitan akibat tamparan dan tendangannya.
Ia tidak peduli lagi jika nanti setelah ini ia akan berurusan dengan polisi karena tindak kekerasan, yang penting amarah dan kekecewaannya sudah ia salurkan di tempatnya.
-Bersambung-
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat datang di karya keenam Author. Mohon dukungannya dengan cara subscribe/favorit, like, komen, dan rate bintang 5 agar Authornya semakin bersemangat dalam berkarya.
Terima kasih :)
Zukaikha duduk sembari menyandarkan tubuhnya di kursi pesawat, sesekali ia menyeruput minuman coklat panas yang masih mengepulkan asap dengan aroma khas cokelat yang begitu menggugah selera.
Sudah beberapa jam berlalu sejak Zulaikha meninggalkan Jakarta menuju Qatar. Ya Qatar adalah pilihannya saat ini untuk menenangkan diri setelah semua yang terjadi. Bukan ingin melarikan diri dari kenyataan, hanya saja ia butuh waktu untuk kembali menguatkan hatinya yang semakin rapuh.
Masih teringat jelas bagaimana perkataan mantan calon suaminya yang tiba-tiba membatalkan pernikahan di saat undangan telah menyebar, belum lagi cibiran demi cibiran yang harus ia terima dari para tetangga karena pembatalan pernikahan itu. Ah, mengingatnya saja dadanya terasa sesak, bahkan air matanya yang semula ia sangka sudah habis kini seolah ingin kembali tumpah.
Apakah belum cukup ia menderita batin selama setahun karena kepergian orang tuanya? Mengapa di saat hatinya mulai perlahan sembuh, ia justru kembali dihempaskan ke dasar lubang yang sangat curam? Lagi-lagi pertanyaan yang tak memiliki jawaban kembali berputar di pikirannya, seolah ingin mencari kambing hitam atas semua yang ia alami.
Zulaikha membuang tatapannya keluar jendela, tidak lama lagi ia akan mendarat di negara yang hanya merupakan semenanjung kecil tapi begitu kaya akan gas bumi. Awan tebal mulai tempak menghiasi langit, seolah menyambut kedatangannya.
"Welcome to Qatar!" ucap seorang Pramugari saat pesawat berhasil landing di Bandara Internasional Doha Hamad. Cuaca cerah serta embusan angin menyapa wajah gadis berparas cantik khas melayu Indonesia itu tatkala keluar dari pesawat sambil menarik koper kecilnya.
Menjelang akhir tahun seperti ini, Qatar mengalami musim dingin, tapi jangan membayangkan musim dinginnya sama dengan musim dingin di Swedia atau pun Korea. Sebab musim dingin di Qatar hanya terasa sejuk bahkan kadang sedikit hangat.
Akan tetapi, musim dingin di negara ini cukup membuat suasana terasa begitu nyaman, cuaca yang cerah serta berangin, juga suhu yang tidak terlalu dingin dan tidak panas, sangat cocok untuk liburan sekaligus melangsungkan ajang olah raga seperti sepak bola.
Langkah kakinya terus membawanya masuk ke dalam bandara tersebut. Ada rasa kagum dan takjub saat melihat suasana bandara yang sangat megah itu, bahkan ia dinobatkan sebagai salah satu bandara termewah di dunia.
"Permisi, Bu. Maaf tolong ganti pakaian anda dengan pakaian yang lebih sopan." Seorang petugas bandara menghadang Zulaikha dengan menggunakaa bahasa Inggris.
"What? Memangnya apa yang salah dengan pakaianku?" tanya Zulaikha sembari menunjuk ke arah pakaiannya dengan bahasa Inggris pula.
Jika dilihat sekilas tidak ada yang aneh dengan pakaiannya yang bergaya kasual, celana jeans longgar yang ia padukan dengan kaos lengan 3/4, serta rambut yang dikuncir kuda seperti biasa.
Petugas wanita itu lantas penunjuk bahu Zulaikha yang yang terekspos sempurna karena memang model kerah bajunya yang lumayan lebar sehingga memperlihatkan bahu hingga sebagian lengan atasnya.
"Wanita harus menutupi bahu mereka dan menghindari mengenakan rok pendek. Baik pria maupun wanita disarankan untuk tidak mengenakan celana pendek atau atasan tanpa lengan, ketika pergi ke gedung-gedung pemerintah, fasilitas kesehatan, atau mall," ucap petugas wanita itu menyebutkan aturan bagi para pengunjung yang melakukan perjalanan ke negaranya.
Zulaikha langsung menepuk jidatnya, ia benar-benar lupa tentang keistimewaan negara ini. Qatar merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi nilai dan hukum Islam. Meski saat ini sedang berlangsung ajang piala dunia, di mana banyak para pendukung yang datang dari berbagai negara, Qatar tetap bersikap tegas terhadap aturan dan hukum negaranya.
"Baik aku akan menggantinya," ucap Zulaikha dan langsung pergi ke toilet dan mengganti bajunya dengan kemeja panjang yang sedikit longgar.
"Oke, aku harus cepat sampai di penginapan biar nanti malam bisa lihat Mas Messyku, lumayan buat melupakan pria breng*** itu," gumamnya lalu keluar dari toilet dengan langkah buru-buru.
Bugh
Tubuh Zulaikha terhuyung ke belakang, tangan gadis itu terulur ke depan untuk meminta pertolongan dari si penabrak agar dia mau manariknya, tapi sayang seribu sayang, pria berkacama mata hitam dengan setelan jas lengkap itu justru diam melihat adegan demi adegan di mana Zulaikha mendarat cantik di lantai yang cukup keras.
"Auw," pekik Zulaikha sembari mengusap bokong dan sikunya yang terasa sakit, ia melayangkan tatapan tajamnya ke pria yang masih saja melihatnya dengan tatapan meremehkan tanpa berniat untuk menolongnya.
"Eh, Pak, mata Bapak di mana sih? Orang segede ini masih aja di tabrak, atau memang sengaja mau adu kekuatan, hah? Dasar Bapak-bapak tidak peka, sok ganteng, bukannya nolongin malah dilihat-lihatin kayak gitu, mau nagih utang? Sorry ane tak mengenal ente," cerocos Zulaikha panjang lebar meggunakan bahasa Indonesia sambil berkacak pinggang.
"Apa yang gadis ini katakan? Cepat singkirkan dia, mengahalangi jalanku saja, bukannya minggir malah bicara tidak jelas," dumel pria itu kepada dua pengawalnya dengan bahasa Arab.
"Hey, hey, ente ngomong apa? Bicara tuh yang jelas, jangan kumur-kumur, di sini lagi nggak butuh relawan iklan obat kumur," balas Zulaikha lagi dengan begitu nyolot.
Dua pengawal pria tadi akhirnya menghampiri Zulaikha dan hendak menggeser tubuh mungil gadis itu ke samping.
"Eh eh, jangan sentuh-sentuh yah," tolak Zulaikha tetap bersikeras bertahan di tempatnya.
Merasa geram, salah satu pengawal itu akhirnya mengangkat tubuh Zulaikha layaknya mengangkat patung manekin dan membawanya menjauh dari bosnya.
"Hey, dasar kurang asam yah kalian, hey, hey," teriaknya merasa kesal saat pria itu bersama dua pengawalnya sudah melangkah menjauh.
Zulaikha melanjutkan perjalanannya dengan perasaan dongkol, ia langsung pergi ke penginapan yang lokasinya tidak jauh dari Stadion Ahmed bin Ali, salah satu stadion yang akan menjadi tempat pertandingan antara Argentina dan Australia di babak 16 besar malam ini.
Beristirahat sejenak untuk meghilangkan rasa lelah adalah tujuannya saat ini sebelum malam nanti ia akan menyaksikan pemain bola favoritnya bertanding secara langsung.
Pukul 21.30 Zulaikha terbangun dan langsung melotot saat melihat jam di ponselnya. "Astaga, aku terlambat," ucapnya lalu segera bersiap-siap dengan gerakan cepat.
Karena jarak stadion yang tidak jauh, sehingga untuk sampai ke sana, Zulaikha memilih berlari, hitung-hitung menghemat biaya transportasi, meski lelah tentu akan ia dapatkan.
"Hosh hosh, hampir sampai." Gadis itu sejenak berhenti untuk mengatur napas sebelum kembali melanjutkan larinya. Tapi sayang, sebelum memasuki stadion, ia tidak sengaja menabrak seorang pria bertubuh tinggi berotot hingga terjatuh sendiri layaknya kecelakaan tunggal, pria yang di tabrak tadi justru tidak bergeser dari tempatnya sama sekali.
"Maaf, Pak, saya tidak sengaja," ucapnya dengan bahasa Inggris sembari berdiri.
"Ck, dasar gadis ceroboh," sinisnya sembari membersihakan bajunya yang tadi di tabrak oleh Zulaikha. "Kalau jalan pakai mata," lanjutnya menggunakan bahasa Inggris dengan tatapan tajam lalu pergi begitu saja meninggalkan Zulaikha.
"Dasar pria sombong, bukannya nanya 'kamu nggak apa-apa?' cih!" umpat Zulaikha dengan suara pelan sembari menatap punggung pria itu semakin menjauh.
"Eh, tunggu dulu, bukannya dia pria sombong yang di bandara? dia bilang apa tadi? 'kalau jalan pakai mata?' hahah dasar be90, di mana-mana juga orang kalau jalan itu pakai kaki, kalau melihat baru pakai mata, haduh parah, dasar sok ganteng ... tapi memang ganteng sih," ucapnya lirih di akhir kalimat.
-Bersambung-
Adzan berkumandang menggema di seluruh penjuru kota Doha, membangunkan tiap insan yang masih betah berada di alam mimpinya, tak terkecuali Zulaikha.
Namun, sepertinya gadis itu masih enggan meninggalkan kasur yang begitu empuk menurutnya, sangat jauh berbeda dengan kasur yang berada di rumah paman dan bibinya, terasa begitu keras dan tipis. Suhu yang lumayan dingin sekitar 10 derajat celcius semakin membuat Zulaikha enggan untuk keluar dari gulungan selimut.
Seutas senyuman kembali tersungging di bibirnya saat mengingat malam kemenangan Argentina yang membuat suaranya hampir habis karena ikut bersorak penuh semangat. Malam itu, Zulaikha berhasil melupakan kesedihannya sesaat.
"Yeee Mas Messyku menang," ucapnya dengan suara serak dan mata yang perlahan kembali terpejam. Tepat setelah mengatakan itu, Zulaikha kembali tenggelam dalam muara mimpinya.
Sholat? Zulaikha hanya melakukannya sesekali semenjak orang tuanya meninggal, itu pun hanya saat Bibi Anisa menyuruhnya. Keterpurukannya saat itu benar-benar membuatnya semakin jauh dari Allah.
--
Zulaikha perlahan membuka matanya saat sinar matahari mulai menerobos masuk kamar melalui celah-celah gorden di penginapan tempat ia tinggal.
Tring
Sebuah notifikasi pesan berbunyi membuat gadis itu segera meraih ponselnya yang tersimpan di atas nakas.
Romi
Hey, Zul, di mana kamu? Aku baru saja tiba di hotel tempat acara pernikahanmu, Tapi kenapa yang menikah dengan Suryamu bukan kamu? Apa yang terjadi?
Zulaikha menepuk jidatnya, ia benar-benar melewatkan rekan kerjanya itu. Padahal selama ini, semua persiapan nikah Romi yang membantunya.
"Jadi dia nggak mau rugi, hotel itu kan tempat pernikahannya denganku, bukan dia dengan selingkuhannya. Ih dasar breng***," teriaknya sembari menendang-nendang angin di atasnya dalam posisi masih berbaring di kasur.
Setelah puas mengumpat mantan calon suaminya itu, Zulaikha memutuskan untuk sarapan lalu mencari angin segar di kota Doha, kota yang menjadi Ibu Kota Qatar.
Corniche Road, salah satu tempat yang letaknya di tepi kota Doha. Di sepanjang jalan ini, dapat terlihat jelas pemandangan kota Doha yang begitu indah, serta teluk dan beberapa bangunan megah yang mengelilinginya.
Di tempat ini juga terdapat hamparan rerumputan hijau yang cukup luas, sangat cocok untuk dijadikan tempat piknik bersama keluarga. Entah sudah berapa banyak kalimat pujian yang dilontarkan Zulaikha sejak ia tiba di Corniche Road itu, bagaimana tidak, tatanan kota, serta arsitektur tiap bangunan yang unik dan begitu megah seolah menjadi bagian yang menambah keindahan kota itu.
"Sayang sekali aku menikmati tempat ini dalam kesendirian," ucap Zulaikha lesu, sembari mengabadikan setiap keindahan itu melalui kamera di ponselnya yang sederhana, sayang jika di lewatkan, kapan lagi ia bisa liburan ke luar negeri setelah ini, begitu pikirnya.
Puas menikmati suasana di sepanjang Corniche Road, kini perhatian Zulaikha tertuju pada sebuah bangunan unik yang berada di tepi teluk tidak jauh dari tempatnya saat ini yaitu MIA atau Museum of Islamic Art.
Sebuah kolam dengan air mancur di tambah deretan pohon kurma yang berjejer rapi di sepanjang jalan menuju MIA begitu menambah keindahan lokasi itu. Sambil berjalan, Zulaikha tak henti-hentinya memotret tempat itu.
Hingga ia tidak sengaja menangkap gambar seorang gadis yang kira-kira berusia 18 tahun. Dengan memakai pakaian muslimah warna hitam dengan aksen putih di ujung pakaiannya, dipadukan dengan kerudung berwarna hitam yang menutupi kepalanya hingga dada. Hanya memperlihatkan wajahnya yang cantik khas Timur Tengah dan telapak tangannya yang begitu putih bersih.
Merasa dipandangi oleh Zulaikha, gadis itu datang menghampiri Zulaikha.
"Assalamu 'alaikum," ucapnya sembari tersenyum ramah.
"Wa'alaikum salam," jawab Zulaikha dengan senyum yang tak kalah ramah.
"Atasmahiina lii bi an ata'aaraf ma'aki? (Bolehkah saya berkenalan denganmu?)" tanya gadis itu menggunakan bahasa Arab.
Zulaikha mengerutkan keningnya mendengar perkataan asing itu di telinganya. "Can you speak English?"
Gadis itu tampak langsung mengangguk paham sembari tersenyum, "Yes, I Can. Bolehkah aku berkenalan denganmu?" tanya gadis itu kembali dengan bahasa Inggris.
"Tentu saja, Namaku Zulaikha," ucapnya sembari mengulurkan tangannya.
"Nama yang cantik, namaku Nameera, senang berkenalan denganmu." Gadis itu menyambut uluran tangan Zulaikha sembari tersenyum ramah.
"Apa kamu sedang berlibur di sini?" tanya Nameera.
"Iya, aku berlibur sekalian nonton piala dunia," jawab Zulaikha.
"Benarkah? Aku juga semalam sempat nonton bola bersama kakakku.
"Wah, semalam kan Argentina melawan Australia, kamu dukung yang mana?" tanya Zulaikha begitu antusias seolah sudah lama mengenal Nameera.
"Aku tidak mengidolakan salah satunya, aku hanya ikut memeriahkan saja," jawab Nameera sembari tertawa kecil di akhir kalimat.
"Kupikir kamu juga suka, aku suka nonton bola, sayangnya, semakin maju ke babak selanjutnya harga tiket semakin mahal, aku hanya bisa nonton yang 16 besar saja."
Nameera mengangguk sembari tersenyum. "Bisa ikut nonton langsung saja itu udah syukur banget, banyak yang mau nonton juga tapi belum rezeki mereka," ujar Nameera, membuat Zulaikha menganggukkan kepala.
"Biar ku tebak, kamu orang Melayu kan?" tebak Nameera.
"Iya, aku dari Indonesia. Kok kamu bisa tahu?" tanya Zulaikha.
"Aku punya beberapa teman orang Melayu, seperti kamu, sangat khas dan cantik," pujinya, membuat semburat merah muncul di pipi putih Zulaikha.
"Terima kasih," ucapnya. "Ohh iya, aku penasaran dengan Museum itu, apa kamu mau menjadi tour guide-ku?" Zulaikha menunjuk MIA yang berada tidak jauh dari posisinya saat ini.
"Dengan senang hati, Zulaikha," ucap Nameera. Mereka pun berjalan beriringan menuju ke MIA.
"Ini adalah Museum of Islamic Art, museum ini menyimpan beberapa benda peninggalan Islam dan juga beberapa karya seni lain dalam dunia Islam. Museum ini baru saja mengalami renovasi dan perombakan besar-besaran sebelum akhirnya siap menerima arus pengunjung di Piala Dunia ini." Nameera menjelaskan dengan begitu detail sembari melangkahkan kaki masuk ke dalam museum.
Lagi-lagi mata Zulaikha di manjakan oleh interior museum yang begitu mewah dan unik.
"MIA memiliki 18 galeri, karena kita berada di lantai pertama, maka aku akan mengajakmu masuk ke galeri pertama," tuturnya sembari menarik tangan Zulaikha memasuki sebuah ruangan yang berisi beberapa mahakarya.
"Ini semua adalah benda-benda berharga karena signifikansi sejarah dan budayanya yang didedikasikan untuk awal mula Islam."
Nameera kini melangkah mendekati sebuah vas. Desain artefaknya tampak begitu unik dengan warna dark blue dan gold yang mendominasi.
"Ini namanya Cavour vase abad ke-13. Benda ini di buat khusus untuk Pameran Masalah Suriah untuk menyoroti warisan budaya yang luar biasa dan warisan unik dari Negara Suriah, salah satu negara yang menjadi awal perkembangan sejarah Islam. Kalau aku tidak salah, Cavour vase ini terbuat dari kaca, enamel dan gilt." jelasnya.
"Lalu ...." Penjelasan Nameera terhenti saat ponselnya berdering.
"Aku mengangkat telepon dari kakekku dulu yah," izinnya lalu mulai berbicara dengan bahasa Arab.
Tak lama setelah itu, ia mengakhiri sambungan telepon tersebut.
"Zulaikha, aku mohon maaf, kakekku sudah menjemputku, lain kali lagi kita bertemu yah," ucapnya lalu menyalami Zulaikha.
"Aku akan menemanimu keluar," tawarnya dan mendapat anggukan dari Nameera.
Mereka pun berjalan bersama, hingga langkah kaki Zulaikha terhenti di tepi jalan.
"Semoga Allah menakdirkan kita bertemu kembali," ucapnya lalu pergi menuju ke mobil mewah yang berada tidak jauh dari tempat mereka saat ini.
Zulaikha memicingkan mata saat melihat seorang pria berusia lanjut yang duduk di jok kedua mobil tersebut.
"Kenapa wajah Kakek Nameera seperti tidak asing yah? Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana?"
-Bersambung-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!