NovelToon NovelToon

Permaisuri Modern

BAB 1_Masuk ke Zaman Kerajaan

Namaku Freya Ardelle (Li Chang Ge). Usiaku 23 tahun. Aku berasal dari tahun 2024. Suatu hari aku terserap oleh sebuah cahaya yang membawaku masuk ke tahun 715 ke Zaman Dinasti Kekaisaran Tang.

Di duniaku, aku selalu memimpikan seorang pria tampan yang bernama Ravindra. Dalam mimpiku, pria itu adalah suamiku.

Namun siapa sangka, bahwa pria itu adalah seorang Kaisar dari Dinasti Tang, Kaisar Ashile Sun. Dan di dunia Sang Kaisar, Ia pun selalu memimpikan seorang gadis cantik dari masa depan. Ya, gadis itu aku.

Kami berdua tak pernah tahu sebelumnya, bahwa semua mimpi-mimpi indah yang selalu kami alami itu merupakan efek dari perjodohan beda dimensi yang telah orangtua kami lakukan sejak kami dilahirkan.

Karena perjodohan ini juga lah, membuat statusku berubah menjadi seorang Permaisuri di Negeri Tirai Bambu, yang terkenal dalam duniaku itu.

...****************...

(Dalam Mimpi)

"Selamat pagi sayang ... Istriku memang selalu harum ... Mengapa setiap mandi tidak pernah mengajakku?" ucap Suamiku.

Aku hanya tersenyum untuk menjawab ucapannya. Ia memelukku dari belakang. Dan meletakkan kepalanya dicerukan leher putihku. Bagian tubuhku inilah yang merupakan salah satu tempat favoritnya bila sedang ingin bermanja.

Ia mengecup leher jenjang indahku. Ia sangat senang bermain-main di area itu. Dan selalu memberikan sebuah tanda merah dibeberapa bagian leherku.

"Sayang, ini di luar!" ucapku pelan menghentikan aksi nakalnya.

Ia tersenyum manis, perlahan Ia melepas pelukannya. Dan menuntun tubuhku agar berada di hadapannya. Ia lalu berucap, "Karena kamu selalu menggemaskan." Sambil mencubit lembut hidung mancungku.

Ah senangnya. Ia mencium gemas kedua pipiku. Tak lupa dengan dahi dan bibirku, yang tak pernah luput dari incaran bibirnya.

Kami pun saling bertatapan mesra, seusai ia mengakhiri aktifitasnya tadi. Ia menggenggam kedua tanganku lembut, penuh kasih sayang. Masih dengan senyuman yang sama.

Kembali kami menikmati pemandangan di sekitar kapal pesiar itu. Kapal pribadi suamiku. Dengan posisi, yang kembali memelukku dari belakang.

"Sayang, coba lihat kesana. Itu kan Pulau yang kita jumpai waktu itu. Apa kamu masih ingat?" tanyaku lembut padanya.

Ia pun segera memalingkan pandangannya kearah yang ku maksud. Dengan senyuman yang masih sangat manis, Ia pun berkata, "Benar Pulau itu. Tentu aku selalu mengingatnya. Semua tentangmu, tak mudah untuk ku lupakan begitu saja. Apa kamu ingin mengunjungi Pulau itu lagi?"

"Emang boleh? Apa kamu nggak capek? Bukannya kemarin kamu bilang pengen tiduran aja ya?" Sahutku manja dengan senyuman dan sedikit melirik ke belakang untuk melihat wajahnya.

"Bukankah itu telah berlalu? Hari ini berbeda lagi ceritanya ... Baiklah Permaisuri. Kita berangkat sekarang." Sahutnya penuh cinta untukku.

(Mimpi Selesai)

...****************...

Aku terkejut saat pertama kali membuka mataku. Lagi-lagi, rasa kecewa yang ku rasakan. Karena semua keindahan dan kemesraan itu, hanya sebuah bunga tidur saja.

Sedetik kemudian, aku kembali tersenyum bahagia. Terbuai senang, asik, memutar kembali memori indah yang merekam jelas semua kemesraanku dengan suami yang sangat mencintaiku. Aku menikmatinya.

Haha, suami dalam mimpi tentunya. Karena memang sebelumnya, aku selalu memimpikan sosok pria tampan yang selalu menjadi suami dalam mimpiku itu.

Dengan orang yang sama. Senyum yang sama. Sikap dan sifat yang sama. Serta cinta dan kasih sayang yang sama. Wajah itu benar-benar tidak membosankan.

Aku sendiri sangat heran, mengapa aku bisa memimpikan pria itu berulang-ulang. Bahkan aku selalu memimpikannya sejak aku duduk di bangku TK.

Di dalam mimpi itu, semua yang ku rasakan sangat nyata. Seperti aku benar-benar mengalaminya.

Aku pun sangat mengerti dirinya. Semua yang Ia mau. Semua yang ingin Ia lakukan. Aku sangat paham. Karena sejak kecil, kita berdua tumbuh bersama dalam mimpi itu.

Haha ... Jika dibayangkan, Aku ini sudah seperti orang yang kurang waras. Karena setiap aku mengingat wajahnya. Aku selalu tersenyum sendiri dengan bahagia. Selalu teringat perhatiannya, kasih sayang dan cintanya.

Yang selalu setia dan hangat. Menemani malam-malamku, sebelum memejamkan mata. Karena cinta yang ia berikan begitu nyata dan tulus aku rasakan. Seolah menyihirku agar enggan berpaling darinya.

Aku seperti mempunyai dua kehidupan yang berbeda. Suami tampanku itu, benar-benar mengikatku dalam mimpi yang indah.

Tapi entahlah, aku benar-benar heran. Entah itu memang hanya mimpi atau benar nyata. Dengan bahagia aku mengikuti bagaimana jalannya cerita indah mimpi itu.

Tiba-tiba ... Seluruh kesadaran ku kembali. Ada yang aneh. Ini salah. Tempat ini salah. Bukankah seharusnya aku berada diatas brankar rumah sakit?

Mengapa tiba-tiba aku memimpikan pria itu lagi? Lalu ... saat aku membuka mata, mengapa aku berada di tengah hutan seperti ini? Apakah ini masih mimpi?

Aku justru teringat dengan kejadian di pinggir jalan itu. Perlahan, aku mulai mengingat lagi semua kejadian yang terakhir kali menimpaku.

Saat kepalaku berbenturan keras dengan badan sebuah mobil truck. Aku ingat jelas. Saat itu, aku berusaha menyelamatkan seorang teman dekatku.

Tapi, dimana ini? Bagaimana keadaan kak Fachry sekarang? Batinku terus bertanya sambil terus melihat sekelilingku.

Aku meraba-raba kepalaku, terasa ada yang aneh. Lukaku ... lukaku menghilang? Bagaimana bisa? Ini udah nggak sakit? Padahal sebelumnya sangat sakit.

Aku ingat jelas rasa sakit itu. Kepalaku seperti akan pecah saja. Ini aneh ... aku sangat yakin, seharusnya saat ini aku berada dalam ruang rawat rumah sakit. Tapi sekarang...

Apa yang sebenarnya terjadi? Aku terus memegangi kepalaku, yang beberapa saat lalu telah mengeluarkan banyak darah itu.

Aku pun mencoba mengingat kembali kejadian terakhir kali di dalam ruang rawat. Ya, aku ingat sekarang. Semua ini pasti karena cahaya itu. Dan lukaku yang mendadak hilang ini, pasti karena cahaya itu.

Namun aku masih merasa heran. Aku kembali melihat sekelilingku, mencoba mengingat-ingat dimana tempat ini. Siapa tahu, aku pernah ketempat ini sebelumnya.

Aku pun bangkit dan perlahan duduk. Aku mulai berdiri dan kembali melihat sekitarku. Aku sangat penasaran, dimana Aku sebenarnya. Aku sama sekali tak mengenal tempat ini.

"kruyuuuk..."

Ya ampun, aku sangat lapar. Dimana ini sebenarnya? Dengan wajah lesu, aku mulai berjalan perlahan sambil memegang perutku yang lapar.

Sambil terus berjalan, aku terus melihat-lihat sekelilingku. Siapa tahu, ada sesuatu yang bisa aku makan kan?

"Prang..."

Aku sangat terkejut, saat tiba-tiba mendengar suara yang begitu keras. Benar saja, saat aku berpaling dan mendekati sumber suara itu, aku melihat seorang Kakek yang terjatuh.

Dengan sebuah gerobak yang terguling dan beberapa mangkok keramik yang pecah. Aku pun langsung berlari menghampiri Kakek itu. Dan membantunya untuk bangkit.

Aku memapah Kakek itu untuk duduk diatas sebuah batu besar yang berada tak jauh dari Si Kakek.

"Ya ampun Kek, Kakek nggak apa-apa? Apa ada yang luka Kek?"

Tanpa melihat bagaimana rupa Si Kakek, aku terus memungut beberapa barang utuh yang jatuh itu. Dan langsung memasukkan barang-barang itu kedalam gerobak milik Kakek.

Kakek tak menjawab. Ia hanya diam, sambil terus memperhatikan apa yang aku lakukan.

"Udah Kek, biar aku aja yang beresin, Kakek duduk aja lagi ya?" Ucapku sopan pada Kekek itu, yang hendak menbantuku memungut barang-barangnya yang jatuh.

Setelah selesai dengan kesibukanku. Aku mengusap-usap kedua telapak tanganku. Berharap, debu yang terbawa ke tanganku terbang berjatuhan ke tanah.

Aku pun perlahan bangkit untuk berdiri. Namun, saat aku belum sempurna berdiri. Tubuhku terhuyung kebawah. Aku jatuh terduduk.

Aku tercengang dengan sedikit membuka mulut. Aku sangat terkejut melihat wajah dan pakaian yang dipakai Si Kakek. Wajah Kakek itu asing. Bukan warga Indonesia.

Dan pakaiannya pun sangat berbeda dengan apa yang aku pakai sekarang. Pakaian Si Kakek adalah pakaian yang sering aku lihat di dalam Drama Kerajaan China.

Ini aneh. Sebenarnya apa yang terjadi? Aku dimana? Seketika Aku kembali waspada. Aku kembali melihat Si Kakek dan langsung melihat sekeliling lagi.

Namun, aku berusaha untuk tetap bersikap tenang. Lagi pula, Kakek itu sepertinya bukan orang yang jahat.

Aku pun memberanikan diri untuk menyuarakan isi pikiranku, "Ka ... Kakek kenapa sendirian, dimana anak Kakek?"

Sekilas aku menatap mata Kakek itu dan kembali melihat sekelilingku. Namun, Kakek itu tetap diam. Tak mengucapkan apapun. Aku pun ikut diam.

Kakek itu hanya diam, pasti karena nggak paham dengan apa yang aku ucapkan.

Aku menjadi sedikit khawatir karena Kakek itu terus memandangiku. Tetapi aku kembali berusaha untuk tetap bersikap tenang.

Kakek itu kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan, sambil terus memperhatikanku. Entah apa yang telah Ia pikirkan.

Kakek itu perlahan bangkit berdiri. Ia tersenyum dan menggerakkan tangannya, memberi isyarat padaku untuk mengikutinya.

Aku yang masih merasa bingung dan cemas, tak tahu kenapa, justru malah ikut terbangun dan perlahan mengikuti Si Kakek itu. Aku pun memberanikan diri mensejajarkan langkahku dengan langkah Si Kakek.

Aku sangat penasaran, kemana Kakek itu akan membawaku? Di sepanjang jalan, kami hanya terdiam. Tak ada yang memulai pembicaraan satu pun. Hanya mataku, yang sesekali sedikit melirik kearah Si Kakek itu.

Sampai tibalah kami di depan sebuah rumah kayu. Sembari perlahan berjalan, aku kembali dibuat terkejut saat melihat rumah itu.

Yang membuat langkah kakiku semakin melambat. Dan kini, aku tidak berjalan sejajar lagi dengan Si Kakek. Aku beberapa langkah di belakangnya.

Rumah itu tidak terlalu besar. Dipinggir rumah itu ditanami berbagai macam tanaman obat dan berbagai macam sayur.

Namun, gaya bangunan rumah itulah yang sukses membuatku beberapa kali menjadi linglung karena bengong saking terkejutnya.

Reflek aku menepuk-nepuk kedua pipiku. Sedikit ku cubit kedua pipiku. Terasa sakit, mungkin ini memang bukan mimpi. Namun kakiku masih mampu terus mengikuti jejak langkah Si Kakek.

Kami lalu berhenti tepat di depan pintu rumah itu. Sesaat Kakek itu menatapku, saat hendak masuk kedalam rumah. Sekilas Ia tersenyum, dan berlalu meninggalkanku sendirian di luar rumah.

Rumah yang unik. Apa aku benar-benar berada di Negara China? Atau aku telah masuk kedalam Negeri Dongeng?

Aku terus berfikir keras, memikirkan bagaimana caranya aku bisa sampai di tempat ini.

Sudahlah, aku berusaha untuk tidak terus memikirkan hal itu. Aku pun berbalik dan berjalan untuk melihat-lihat sekeliling rumah itu.

Saat aku hendak mendekati bagian belakang rumah itu, Kakek pun keluar dari pintu depan rumah itu sambil membawa secangkir teh.

Si Kakek tersenyum dan mendekatiku. Lalu memberikan secangkir teh itu padaku. Dengan isyarat tangannya, Si Kakek mempersilakan aku untuk meminum teh itu.

Aku menghirup aroma teh itu sesaat sebelum meminumnya. Lalu dengan perlahan aku pun meminum teh itu. Tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhku. Tubuhku bersinar.

Mengapa tubuhku mengeluarkan cahaya, setelah aku meminum teh dari Kakek itu? Apa yang ada dalam teh ini? Lagi-lagi aku terkejut.

Sesaat kemudian, Si Kakek itu berbicara dengan bahasa Mandarin padaku,

"Ternyata benar, memang Nona orangnya."

Aku langsung melirik kearah Si Kakek. Dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada rasa khawatir, bingung, takut dan rasa tidak percaya dengan keadaan yang aku alami saat ini.

Apa maksud ucapan Kakek itu tadi? Benar aku orangnya? Itukah arti ucapannya tadi? Dan ... tadi ... Bukankah tadi Kakek berbicara Bahasa Mandarin? Bagaimana bisa aku tiba-tiba mengerti ucapannya itu?

"Ya benar. Nona lah orang yang selama ini saya tunggu," ucap Kakek itu lagi dengan tersenyum.

"Aku?" ucapku masih linglung.

Ini aneh. Lidahku ... bagaimana mungkin tiba-tiba bisa dengan fasih mengucapkan bahasa ini?

"Ya benar. Nona lah orangnya, cincin mutiara ini lah yang membuktikan bahwa Nona lah orang yang selama ini saya tunggu," ucap Kakek itu lagi.

Aku semakin dibuat bingung oleh Kakek itu. "Ma ... maksud Kakek ... Kakek tahu aku ini siapa?"

"Iya Nona, saya mengetahui semuanya, Nona sudah ditakdirkan akan bertemu dengan Kakek tua ini. Bertahun-tahun Kakek selalu menunggu kedatangan Nona," jawab Kakek tersenyum.

"Apa?" Aku justru semakin dibuat bingung dengan jawaban Si Kakek.

BAB 2_Masuk Ke Zaman Kerajaan Part 2

"Iya Nona, saya mengetahui semuanya, Nona sudah ditakdirkan akan bertemu dengan Kakek tua ini. Bertahun-tahun Kakek selalu menunggu kedatangan Nona," jawab Kakek tersenyum.

"Apa?" Aku justru semakin dibuat bingung dengan jawaban Si Kakek.

...****************...

Aku berjalan perlahan ditengah rimbunnya hutan. Aku sama sekali tidak takut berkeliaran sendirian. Padahal sebelumnya, saat pertama kali menginjakkan kakiku di hutan ini, aku sungguh cemas dan selalu waspada. Tapi setelah bertemu Kakek itu, semuanya berubah.

Saat ini, aku mengenakan gaun khas seorang Putri Kekaisaran China dengan warna tosca. Di lengkapi dengan berbagai aksesoris rambut ciri khas wanita China.

Sangat berbeda dengan sebelumnya, saat bertemu dengan Kakek itu. Pantas saja, saat pertama kali melihatku, ekspresi Si Kakek jauh berbeda dengan ekspresiku. Ternyata Kakek sudah jauh mengetahui tentang keluargaku lebih dulu.

Aku terlihat sangat cantik dengan rambut panjang hitam yang menjuntai indah karena mengenakan gaun khas China ini. Berbeda sekali dengan penampilanku di dunia modern yang sering mengikat rambut panjangku ini.

Bahkan aku sendiri hampir tidak mengenali diriku dari pantulan cermin saat merias diri tadi. Aku seperti bukan diriku. Aku masih tidak menyangka, di dunia sana aku selalu memakai celana jeans, kaos dan jaket. Sekarang malah menjadi seorang Tuan Putri. Aku yang sekarang ini, seperti akan syuting drama China Kerajaan saja.

Tak terasa, aku semakin jauh berjalan kedalam hutan setelah mendapat arahan dari Kakek Li. Kembali teringat dalam cerita Kakek tadi, bahwa aku adalah calon Permaisuri Negeri ini. Lalu, bagaimana rupa Kaisar itu? Apakah akan setampan suami dalam mimpiku? Atau jangan-jangan suami dalam mimpiku itulah Kaisarnya?

Oh Tuhan! Jika itu benar, memang benar-benar takdir yang sangat indah untukku. Tapi, kalau memang benar suami Kaisar itu jodohku, mengapa jalan takdir kami harus serumit ini? Aku terkadang ragu! Jangan-jangan saat ini aku memang sedang bermimpi. Tapi bila ini mimpi, mengapa sangat panjang?

Ah, sudahlah. Lebih baik, aku segera mencari bunga itu. Kakek bilang bunga itu ada didasar jurang dekat air terjun, tapi dimana air terjunnya? Aku sudah berjalan begitu jauh, namun masih belum terdengar suara gemercik air juga. Aku lelah. Aku pun duduk dibawah salah satu pohon besar, untuk melepas lelahku.

Ku usap pelan dengan lenganku, butiran-butiran keringat di dahiku yang siap meluncur mengarah ke mataku itu. Tak lupa juga untuk mengusap keringat di wajah dan leherku.

Lalu, aku mengibas-ibaskan salah satu tanganku yang memegang kipas tangan kearah wajahku. Andai ini duniaku, mungkin saat ini aku sedang duduk bersandar di atas kursi dengan AC yang menyala di temani jus alpukat dingin yang segar. Mendadak aku jadi sangat merindukan minuman kesukaanku itu.

Aku lalu mengeluarkan bungkusan dari salah satu celah dibalik gaunku. Bungkusan itu berisi beberapa kue yang Kakek siapkan untuk bekal perjalananku di dalam hutan ini. Aku pun memakan beberapa bagian kue itu.

Dan kembali melamun.

Entahlah! Setelah sampai ditempat ini, sebagian dari kegiatanku pastilah melamun. Melamun, kembali mengingat dan memahami semua hal yang satu persatu ku alami. Entah hal itu dari dunia asliku atau hal-hal baru dari dunia asing ini.

*****

(Cerita masuk ke zaman modern - Ingatan Kak Fachry)

"Kak Fachry awaaaaass," teriakku keras.

"Duuaaaaarrr"

Suara pinggiran mobil truck yang berbenturan keras dengan tubuhku. Membuat tubuhku terpental sangat jauh dari lokasi tabrakan itu.

"Rereeeee" teriak Kak Fachry terkejut.

Kak Fachry melihat tubuhku yang sangat lemah yang mulai terjatuh. Tubuhku mengeluarkan banyak darah, terutama di bagian kepalaku. Aku pun tak sadarkan diri.

Kak Fachry langsung berlari menghampiri tubuhku. Ia mengangkat kepalaku dan langsung memangkunya. Tubuhnya ikut lemas melihat begitu banyak darah yang keluar dari tubuh dan kepalaku. Sampai baju dan celana yang Kak Fachry pakai pun ikut memerah karena darahku itu.

"Re bangun Re, Re, Reree!!" ucap Kak Fachry semakin panik.

Kak Fachry pun langsung membawaku ke rumah sakit. Setelah beberapa warga datang dan membantunya untuk mengangkat tubuhku masuk kedalam mobilnya.

Kak Fachry menunggu diluar ruangan saat tubuhku dibawa masuk oleh beberapa petugas kesehatan dengan sebuah brankar ke ruang UGD. Ia mengambil ponselnya dan menekan tombol panggilan ke nomor Kak Ardhan.

"Halo Ry ada apa?" tanya Kak Ardhan dari seberang telepon.

"Freya Dhan, Freya ... Freya ... Hiks Hiks Hiks," Kak Fachry tak kuasa menahan tangisnya.

"Kenapa sama Freya Ry? Apa yang terjadi? Ry? Fachry?" tanya Kak Ardhan sedikit cemas.

"Dhan ... Freya ... Freya kecelakaan Dhan ... Sorry Dhan, gue nggak becus jagain dia. Sekarang Freya lagi ditangani dokter di UGD. Hiks Hiks. Dhan ... gue takut Dhan. Freya ... Gue takut Freya kenapa-napa," ucap Kak Fachry sedih dan tak terdengar suaranya untuk beberapa saat, hanya suara isak tangisnya yang samar-samar masih terdengar oleh Kak Ardhan.

"Ry, sekarang Lo tenang ya, Oke? Lo denger gua kan? Lo harus tenang! Biar gue yang ngabarin bokap nyokap sama anak-anak, terus langsung kesana. Rumah sakit mana Ry?" ucap Kak Ardhan yang berusaha menenangkan Kak Fachry.

"Ciremai." Jawab Kak Fachry lemah.

***

Beberapa jam kemudian, tubuhku sudah dalam kondisi stabil dan sudah boleh dipindahkan ke ruang rawat VIP. Kak Fachry pun sudah setia menemaniku disana.

"Re, Ini aku Fachry. Maaf ... aku gagal buat jagain kamu. Cepet sadar ya Re. Maafin aku ya Re, karena aku, kamu jadi kayak gini. Cepet sadar Re, maafin aku," ucap Kak Fachry pilu yang hampir saja meneteskan air matanya.

Kak Fachry mengecup pelan punggung tangan kananku yang ia genggam. Lalu menempelkan tanganku itu disalah satu pipinya. Air matanya pun berhasil terjun kearah bibirnya. Ia hancur melihatku yang seperti itu.

Ia lalu menghapus air matanya dengan tangannya yang lain. Tanganku perlahan ia turunkan dari pipinya dan ia tempatkan kembali diatas ranjang pasien itu. Ia mengusap lembut tanganku. Isakan tangisnya samar-samar kembali terdengar.

***

"Halo Dhan, kenapa?" tanya Kak Fachry.

"Ry, Freya hilang." Jawab Kak Ardhan.

"Apa? Freya hilang?" sahut Kak Fachry terkejut.

"Iya Ry, gue udah cari sekeliling rumah sakit tapi Freya nggak ada. Gue bingung Ry, kemana perginya Freya. Padahal gue cuma ninggalin dia sebentar ke toilet doang. Ini gue sama satpam lagi otewe mau cek CCTV, siapa tahu ada jejak tentang Freya." Penjelasan Kak Ardhan dalam sambungan telepon dengan berjalan gusar menuju keruang CCTV rumah sakit.

Dengan sambungan telepon yang masih aktif, Kak Fachry bergegas memakai jaket dan helm, lalu mengambil kunci motornya dan langsung menuju ke rumah sakit setelah mendengar kabar hilangnya aku.

"Yang lain gimana Dhan?" jawab Kak Fachry berusaha tetap tenang. Padahal hatinya tak karuan. Ia pasti sangat mengkhawatirkan aku. Begitupun dengan Kak Ardan.

"Family udah tau, mereka lagi otewe kesini. Anak-anak yang belum sempet gue kabarin." Sahut Kak Ardhan.

"Oke, biar gue yang ngabarin anak-anak." Ucap Kak Fachry.

Setelah sambungan telepon terputus, Kak Fachry langsung memberi kabar tentang hilangnya aku kepada teman-teman yang lain melalui grub whatsapp.

(Ingatan Berakhir)

Saat ini, Kak Fachry sedang berbaring diatas ranjangnya. Dengan tatapan sayu keatas, menatap langit-langit kamarnya. Matanya sedikit basah setelah mengingat kembali beberapa peristiwa na'as tentangku.

Ia masih sangat merasa bersalah atas apa yang terjadi padaku. Ia pun mengubah posisi badannya, menghadap kesamping. Melihat frame yang berisi fotoku. Ia meraih frame itu dengan salah satu tangannya.

Ia memandangi wajahku dari dalam frame yang berukuran 8R itu. Ia mengusap lembut wajah dalam foto itu dan perlahan menciumnya. Cairan bening kembali menetes dari sudut matanya. Ia peluk frame itu, sambil menangis terisak.

...****************...

(Cerita kembali ke zaman Kekaisaran - Aku Kembali Melamun)

"Maksud Kakek apa, aku nggak ngerti Kek?'' tanyaku pada Kakek.

Kakek itu hanya tersenyum mendengar pertanyaanku sambil memberikan sepiring kue kepadaku.

"Ini, makanlah dulu Nona, Nona pasti sangat lapar dan haus karena perjalanan tadi,'' ucap Kakek santai. Ia seperti tidak peduli dengan pertanyaanku.

Aku tidak menjawab, aku hanya melirik kearah Kakek itu, sambil mengambil piring berisi kue yang Kakek berikan padaku. Aku mengamati kue-kue cantik diatas piring itu.

Kue yang sangat cantik. Aku tersenyum kecil mengingat Dias saat melihat kue itu. Rasanya sayang sekali untuk dimakan. Kalau ada Dias, dia pasti senang. Dia suka banget sama kue. Dias itu adik angkatku. Dia adik kandung Kak Ardhan. Pikiranku pun semakin mengingat Dias.

Kita sering banget berebut makanan. Makanan atau barang apapun itu, kalau aku menyukainya, pasti dia berusaha merebutnya dariku. Aku rindu kamu Dias. Sedang apa kamu disana? Dan bagaimana kabar yang lainnya? Apa mereka mengkhawatirkan aku?

Aku kembali melirik kue-kue di dalam piring itu setelah usai memikirkan orang-orang terdekatku. Ku ambil satu keping kue, dan ku amati kue itu. Lalu ku cium aroma kue itu perlahan, tanpa memakannya. Aku sedikit curiga saja, jangan-jangan setelah memakan kue ini, akan ada keajaiban yang terjadi lagi.

Kakek itu tersenyum, memperhatikan aku yang sedang mengamati kue-kue cantik itu. Ia lalu berucap, "Nona, makanlah, Kakek tua ini tidak akan pernah berani untuk mencampurkan racun atau formula apapun kedalam kue-kue itu,"

Aku sedikit terkejut mendengar ucapan Si Kakek. Bisa-bisanya Ia tahu apa yang aku pikirkan. Apakah begitu kentara?

Lalu ku lirik Si Kakek dengan senyuman kecil yang terlihat begitu terpaksa dan mendadak. Aku sedikit menganggukkan kepala kepada Si Kakek karena merasa tak enak sudah berprasangka buruk padanya.

Perlahan ku gigit bagian kecil kue itu dan mulai mengunyahnya. Ku makan sangat pelan kue itu. Menikmati cita rasanya sambil sedikit berfikir bahan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat kue cantik itu.

Namun berbeda dengan pemikiran Si Kakek. Kakek mengira, aku khawatir dan masih menaruh curiga padanya.

Tiba-tiba Kakek itu mengagetkanku, ia berlutut di depanku. Dengan kepala yang menunduk. Dan kedua tangan yang sedikit bertumpuk, ia angkat tangan itu, ke atas lebih tinggi dari kepalanya.

Ia lalu berucap, "Yang Mulia Tuan Putri, mohon maafkan atas kelancangan saya sebelumnya. Saya Li Shimin, Tabib pribadi Purna-Kaisar, Ayah dari Kaisar Negeri ini, Kaisar Dinasti Tang, Yang Mulia Kaisar Ashile Sun,"

"Apa? Tabib? Kaisar?" tanyaku kaget dan penasaran.

"Benar Yang Mulia, seharusnya sejak awal Kakek tua ini memanggil anda dengan benar, anda adalah calon Permaisuri Negeri ini. Anda telah ditakdirkan untuk menjadi Permaisuri Dinasti ini sejak anda dilahirkan. Maaf atas kelancangan saya Yang Mulia." Kakek itu semakin menunduk dan bersujud di depanku. Ia berulang-ulang melakukannya.

Aku pun langsung menghentikan apa yang dilakukan Si Kakek. Dan memapahnya untuk duduk di kursi. Aku pun duduk dikursi yang berhadapan dengannya.

Setelahnya, Kakek itu langsung berdiri dan sedikit membungkuk memberi hormat padaku sambil mengucapkan terimakasih.

Kembali aku melirik Kakek itu dan langsung menyuruhnya untuk kembali duduk. Jujur saja, aku sangat risih diperlakukan seperti itu. Sebentar aku menarik nafas, lalu berucap, "Maksud dari ucapan Kakek tadi apa? Aku calon Permaisuri Negeri ini? Bagaimana bisa?"

Kakek itu kembali membungkuk memberi hormat padaku, sambil berucap, "Saya menjawab Yang Mulia, lihatlah ini Yang Mulia, cincin mutiara ini dan mutiara yang ada dalam tubuh Yang Mulia, mutiara-mutiara itu saling berhubungan dan berasal dari sumber yang sama. Akan ada pengaruhnya terhadap tubuh anda bila mutiara-mutiara itu berdekatan,"

Sontak aku pun langsung melihat tubuhku dan beralih menatap Si Kakek. Mutiara apa? Memangnya aku Mermaid? Aku semakin tak percaya dengan apa yang aku dengar tadi. Namun aku pun semakin penasan dengan ucapan Kakek itu. Lalu aku berucap, "Mutiara apa yang Kakek maksud? Bagaimana bisa ada mutiara di tubuhku?"

Kakek Li pun memperlihatkan kembali sebuah cincin mutiara yang sangat cantik padaku. Cincin itu melingkar dijari tengah tangan kanannya. Ia lalu melepas cincin itu dan meletakkannya di atas meja, berada tepat di depanku.

"Ada apa dengan cincin itu Kek?" ucapku masih bingung namun sangat penasaran.

***

Mendadak ku hentikan lamunanku tentang cerita Kakek Li beberapa jam yang lalu, karena terkejut saat seekor harimau besar mengaum keras dan berjalan menghampiriku.

BAB 3_Pertemuan Nyata

Kakek Li pun memperlihatkan kembali sebuah cincin mutiara yang sangat cantik padaku. Cincin itu melingkar dijari tengah tangan kanannya. Ia lalu melepas cincin itu dan meletakkannya di atas meja, berada tepat di depanku.

"Ada apa dengan cincin itu Kek?" ucapku masih bingung dan sangat penasaran.

Mendadak ku hentikan lamunanku tentang cerita Kakek Li beberapa jam yang lalu, karena terkejut saat seekor harimau besar mengaum keras dan berjalan menghampiriku.

"Roaarrr ... Roaaarrr...,''

Aku langsung berdiri dari duduk tanpa mengalihkan pandanganku dari harimau itu. Aku semakin terkejut melihat harimau itu tiba-tiba melompat-lompat lalu berhenti tepat di depanku. Kini, hanya jarak tiga langkah saja yang memisahkan kami.

Bagaimana ini? Apakah aku harus lari? Apakah lariku akan lebih cepat dari harimau itu? Tapi dengan jarak yang sedekat ini, apakah aku akan selamat?

Lidahku sangat kelu. Tenggorokanku seakan tercekat. Menelan ludah pun aku tak sanggup. Sulit sekali untuk berucap. Sial. Bahkan untuk menarik nafas saja, sungguh berat.

Tenang. Tenang. Aku berusaha untuk setenang mungkin. Apapun yang terjadi, tubuhku sudah siap siaga untuk bertindak. Entah itu lari, berteriak atau terpaksa untuk melawan harimau itu.

Ku tarik mundur perlahan kedua kakiku secara bergantian. Berharap, harimau itu tak menyadarinya. Namun, sesuatu berhasil membuatku menghentikan usahaku. Aku tercengang untuk ke sekian kalinya.

"Tolong jangan pergi!" harimau itu berbicara.

"Ka ... kamu berbicara?" Aku benar-benar tak percaya. Bagaimana mungkin seekor hewan bisa berbicara?

"Jangan takut, aku tidak akan memakanmu. Tolong bantu aku Nona." Ucap harimau itu lemah.

"Membantumu? Apa yang bisa aku bantu?"

"Tolong bantu aku untuk melepaskan sesuatu yang ada pada punggungku Nona," sahut harimau itu mulai lemah dan langsung ambruk ke tanah.

"Kamu terluka?" Aku pun langsung berlari menghampiri harimau itu. Dan mulai mencari luka yang ada pada punggungnya.

Memang benar ada sesuatu pada punggung bagian bawah harimau itu. Setelah beberapa saat, akhirnya aku berhasil mengeluarkan sebuah jarum bius yang berukuran kecil dari celah luka yang ada pada tubuh harimau itu.

Untung saja di hutan ini begitu banyak tanaman obat yang bisa aku racik untuk mengobatinya. Dan setelah meminum obatnya, ku ajak harimau itu untuk segera beristirahat. Agar luka di punggungnya itu cepat membaik.

Dibawah pohon yang sangat besar, aku duduk dengan memangku kepala harimau itu. Lalu ku usap-usap lembut puncak kepalanya. Terasa sangat halus bulu-bulunya. Harimau itu pun tertidur pulas.

Sedikit tersenyum ku pandangi sebagian wajah harimau itu. Tak pernah menyangka saja, bisa membuat kucing besar ini tertidur dengan pulas dipangkuanku.

...****************...

''Jleb...," sebuah anak panah melesat cepat dan berhasil menancap pada tubuh seekor kijang yang cukup besar. Setelahnya, kijang itu pun langsung ambruk ke tanah. Seorang pengawal lalu memberi isyarat kepada beberapa prajurit untuk mengangkat tubuh kijang itu.

"Baginda, beberapa hari ini anda sangat senang menghabiskan waktu di dalam hutan, apakah hewan-hewan itu belum cukup banyak untuk dibawa pulang?'' tanya seorang pengawal pribadi Kaisar, Mu Jin.

Yang di tanya hanya sedikit melirik dan tersenyum kecut menjawabnya. Ia pun berucap, "Bukankah kau sangat mengerti keadaannya Mu ... untuk saat ini, istana sangat membosankan."

"Tapi Baginda, tentang Permaisuri ... ''

"Sudahlah Mu Jin, lebih baik kau kembali jika masih ingin membicarakan hal itu,'' jawab Sang Kaisar yang langsung memotong ucapan pengawal pribadinya itu.

Pengawal Mu sedikit kecewa dengan jawaban junjungannya itu. Ia lalu menunduk dan memberi tanda hormat pada Sang Kaisar, "Tapi Baginda, saya mendapat kabar bahwa Ibu Suri Agung akan mengadakan perjamuan dan mengundang beberapa Putri dari Berbagai Kekaisaran. Tujuannya adalah untuk memilih calon Permaisuri Anda Baginda." Jelas pengawal Mu.

Mendadak Sang Kaisar menghentikan aktifitasnya yang sedang fokus menatap calon buruannya, karena ia sedikit terkejut mendengar ucapan pengawalnya itu. Lalu ia turunkan busurnya itu perlahan dan sedikit melirik kearah pengawalnya. Dengan kepala yang sedikit menoleh kearah pengawalnya juga. Kaisar lalu berucap, "Kapan?"

Pengawal Mu pun langsung menjawab, "Bulan depan Baginda, saat perayaan ulang tahun Ibu Suri Agung."

Kaisar hanya tersenyum kecut setelah mendengar jawaban dari pengawal pribadinya itu. Ia lalu kembali mengubah posisi kepalanya menghadap lurus ke depan. Kembali memperhatikan kijang, calon buruannya itu. Kaisar kembali berucap, "Cih, aku sudah tahu, beliau pun sudah mempersiapkan orangnya, mengapa repot-repot mengundang semua orang? Bukankah hanya ingin pamer saja?"

Kaisar pun kembali fokus membidik seekor kijang, calon buruannya itu. Ia melepas anak panah dari busurnya. Anak panah itu melesat cepat dan tepat mengenai tubuh si kijang. Kijang itu pun langsung ambruk ke tanah.

Beberapa prajurit pun langsung mengangkat tubuh kijang itu. Dan membawanya untuk berkumpul dengan binatang buruan yang lain.

Setelahnya, pengawal Mu lalu berucap, "Baginda, bukankah berarti orang itu akan menjadi mata-mata untuk Ibu Suri Agung?Sebaiknya Baginda segera membawa gadis dalam potret itu kepada Yang Mulia Purna-Kaisar."

Kaisar cukup terkejut mendengar ucapan pengawal Mu. Ia lalu berbalik arah dan beberapa saat menatap pengawal Mu. Lalu Ia pun mengubah lagi posisi badannya menghadap ke kanan. Mengarah ke sebuah jurang yang jaraknya cukup jauh darinya. Terlihat sedikit pemandangan pohon dan rumah-rumah yang terlihat kecil dari tempatnya memandang.

Dengan pandangan sendu yang masih tetap lurus ke depan. Kaisar berucap, "Mu ... ada sesuatu yang tidak kamu pahami...," Kaisar pun langsung berbalik menghadap kearah pengawalnya lagi, "Sudahlah, kembalilah Mu, ada sesuatu yang perlu aku lakukan sendiri!"

Pengawal Mu menatap heran dan sedih melihat wajah Kaisarnya itu. Namun Ia tidak berani bertanya tentang keadaannya saat ini. Karena ia yakin, bila sudah waktunya, Kaisar pun pasti akan bercerita padanya.

Pengawal Mu bukan hanya pengawal pribadi Kaisar, ia juga merupakan sahabat Kaisar sejak kecil. Bahkan seluruh penghuni Istana pun tahu, bagaimana hubungan mereka berdua. Kaisar sendiri sudah menganggap pengawal Mu seperti adik kandungnya. Karena usia mereka hanya beda dua tahun saja.

Setelah beberapa detik, pengawal Mu pun sedikit menunduk memberi tanda hormat pada Sang Kaisar. Dan berbalik pergi bersama dengan semua prajurit yang mengikuti mereka, meninggalkan Kaisar seorang diri di hutan itu.

Kaisar pun kembali mengubah posisinya menghadap ke jurang itu. Kembali menikmati pemandangan yang ada disana. Pandangannya tenang, namun sedikit sendu. Ia lalu berucap, "Akan lebih baik bila saat ini ada kau di sisiku Freya.

Entah mengapa, semakin lama, aku semakin mengharapkanmu. Rasa cinta ini semakin besar. Apakah aku Kaisar terbodoh di dunia ini? bisa-bisanya mencintai seorang gadis dari dalam mimpi? Aku benar-benar merindukanmu. Jika kau benar-benar nyata, ku harap kita bisa segera bertemu, Istriku...,"

Senyuman manisnya kembali terlihat, saat ia kembali mengingat semua tentangku di dalam mimpinya.

Tiba-tiba Sang Kaisar pun waspada, saat mendengar auman harimau yang sedikit keras. Diambilnya busur panah yang sebelumnya ia letakkan di atas batu itu.

Perlahan ia berjalan, kembali masuk ke tengah hutan. Menuju kearah harimau yang mengaum itu. Langkahnya terhenti, saat matanya berhasil menangkap keberadaan harimau itu.

Ia pun bergegas mengambil salah satu anak panah dari balik punggungnya. Dan memasangnya cepat dengan busurnya. Segera ia membidik harimau itu. Matanya sangat fokus mengamati pergerakan harimau itu.

Anak panahnya setia mengikuti arah harimau yang sedang berjalan perlahan itu. Tangan Kaisar pun bersiap untuk melepaskan anak panah itu. Namun tiba-tiba ...

"Leo Wu...!" seruku pada harimau itu saat aku melihat kedatangannya dari kejauhan.

Kaisar cukup terkejut mendengar suaraku. Ia pun langsung menurunkan busur panahnya. Tak melanjutkan niatnya untuk memanah harimau itu. Pandangannya kosong, ia merasa akrab dengan suaraku.

Ia pun kembali memperhatikan langkah harimau itu yang berjalan mendekatiku.

Lalu aku sedikit berlari menghampiri Leo, si harimau itu. Aku bersimpuh dan mengusap-usap lembut bulu kepala Leo. Lalu berucap sedikit kesal padanya, "Leo, darimana saja kamu? Jangan nakal ya? Emang mau aku tinggal? ku acak-acak bulu kepala Leo dan memeluknya. "Sudahlah, ayo kita pulang!"

Beberapa saat Kaisar terdiam, ia fokus menatap kami. Ia terkejut mendengar suaraku. Tangannya berkeringat dingin, sedikit bergetar. Jantungnya pun berdegup kencang. Harap-harap cemas, berharap yang ia dengar adalah apa yang ia harapkan. Namun ia ragu, itu pasti mustahil.

Kaisar sangat terkejut saat tubuhku berbalik arah. Kini terlihat jelas wajah cantik ku yang nyata dalam pandangannya. Mata Kaisar terus mengekori tubuhku yang perlahan berlalu melewatinya. Ia berucap pelan, "Freya...."

Busur panah yang sejak tadi ia pegang pun terjatuh begitu saja. Aku dan Leo pun terpaksa menghentikan langkah. Suara itu membuat kami waspada.

Perlahan aku berbalik arah. Lalu ku amati keadaan di sekitarku itu. Dari tempatku berdiri, memang terlihat tubuh seseorang yang sedang memperhatikan kami. Namun anehnya, seseorang itu hanya terdiam. Tidak berusaha kabur ataupun panik saat kami mengetahui keberadaannya.

Salah satu tanganku pun mengeluarkan pedang dari sarungnya. Menghunuskan pedang itu ke depan. Sambil terus berjalan perlahan, untuk menghampiri seseorang yang ada di balik semak belukar itu. Sedangkan Leo, ia setia berdiri ditempatnya sambil terus memperhatikan aku.

Kaisar tetap terdiam, ia sedikit linglung. Seperti terhipnotis, sejak melihat wajahku beberapa saat yang lalu. Ia tetap tak bergeming saat melihat aku yang sedang menghampirinya sekarang. Pedang itu ku hunuskan tepat di depan mukanya, "Apa yang kamu ...,"

Kali ini akulah yang dibuat terkejut olehnya. Membuat ucapanku mendadak tercekat. Kami saling memandang sekarang. Mataku sedikit membulat, memandangi matanya lekat. Ia pun sama lekatnya menatap mataku.

Aku hampir tak percaya dengan apa yang ku lihat ini. Walaupun Kakek Li sudah bercerita tentang seseorang yang ada dihadapanku ini, namun tetap saja aku tak menyangka bahwa suami dalam mimpiku itu benar-benar ada. Pedang yang ku genggam pun ikut bergetar karena tanganku.

Dan entah harus bagaimana mengungkapkan isi hati Sang Kaisar saat ini. Ia pasti sangat bahagia. Namun terlihat, ia masih sedikit tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Karena ia masih tetap diam mematung saja. Namun, ia masih terus menatap wajahku. Lalu berucap, "Freya ... istriku ... mimpi indahku...,"

Aku semakin terkejut saat ia berucap pelan namun terdengar jelas itu. Pedang yang ku genggam erat sejak tadi pun mendadak jatuh ke tanah.

Apa? Freya? Istriku? Mimpi indahku? Apa tadi ia memanggilku begitu? Apa aku salah dengar? Bukankah panggilan itu hanya dalam mimpi saja? Ya Tuhan, apa ini? Bisa-bisanya mata dan pendengaranku terganggu, hanya karena aku sering memikirkan suami dalam mimpiku itu!

Ini tak benar! Ya ampun, sadar Re sadar! Nggak-nggak, tadi mungkin memang telingaku yang salah dengar karena terlalu berharap! Tapi mataku ini nggak buta! Wajah tampan di depanku saat ini benar-benar wajahnya! Ya Tuhan!

Ah! Sudahlah! Bagaimanapun, semua itu hanya mimpi! Kalau wajah mereka benar-benar mirip memangnya kenapa? Bukankah itu bagus! Berarti aku punya kesempatan untuk membuat mimpi itu menjadi nyata. Hehe, senangnya!

Aish! Nggak-nggak, itu tak benar! Bukankah Kakek Li bilang aku calon Permaisuri? Apa aku orang yang tak setia seperti itu? Tapi ... aku benar-benar menyimpan cinta yang begitu banyak untuk suami mimpiku.

Benar-benar melihat dia memang benar ada saja sudah sangat bahagia. Tapi aku sudah bertunangan disini. Hiks Hiks! Patah hati deh! Heuft!

Apa mungkin sekarang aku memang sedang bermimpi ya?

Aku pun justru kembali mengingat kejadian terakhir kali yang terjadi di ruang rawatku saat itu.

Perlahan aku membuka mata setelah beberapa hari tak sadarkan diri. Aku merasa sangat haus. Lalu perlahan ku angkat tubuhku untuk duduk. Ku coba raih gelas yang berada diatas meja yang terletak disebelah ranjangku itu.

Namun, saat aku hendak mengambil gelas air itu, tiba-tiba sebuah cahaya putih muncul dari tembok yang berada tepat disamping ranjang pasienku. Aku pun langsung menoleh cahaya itu.

Aku yang penasaran pun, berniat untuk mendekati cahaya putih itu. Perlahan tubuhku pun berbalik mengikuti arah wajahku menatap.

Kini kakiku sudah menjuntai ke lantai. Sekuat tenaga, ku paksakan tubuhku untuk turun dari ranjang itu. Saat berhasil berdiri, perlahan ku lepas peganganku pada pinggiran ranjang. Dan ku langkahkan kakiku perlahan, untuk menghampiri cahaya itu.

Dengan susah payah, kini aku sudah berada tepat di depan cahaya itu. Namun, kepalaku mendadak terasa sangat sakit. Benar-benar sakit. Semua terlihat gelap. Lalu tubuhku pun langsung jatuh ke lantai.

Sampai situlah aku mengingat kejadian terakhir kali sebelum aku berada di dunia Kekaisaran ini. Rupanya, saat aku tak sadarkan diri, cahaya itu langsung menyerap tubuhku untuk masuk kedalamnya. Dan aku pun menghilang tanpa jejak dari ruangan pasien itu. Entah bagaimana kabar keluarga dan teman-teman ku disana?

Aku mendadak tersadar dari lamunanku. Saat suara pria tampan di hadapanku itu berhasil menembus kedalam lubang telingaku. "Maaf membuatmu terkejut Nona. Ini pedangmu."

Kaisar pun menyuarakan hatinya, "Apa yang ia pikirkan? Mengapa ia terdiam begitu lama? Mungkinkah ia mengenaliku...? Ah tidak-tidak! Bagaimana mungkin kita berdua memiliki mimpi yang sama? Itu tak mungkin!

Sudahlah, mungkin ia hanya terpukau karena melihat ketampananku. Hehe. Bukankah ini berita baik untukku? Sama atau tidaknya mimpiku dan mimpinya! Memangnya kenapa? Karena ia sudah disini, maka tak akan aku lepaskan!"

"Terimakasih." Aku menatapnya sesaat, lalu ku terima pedang yang ia berikan padaku. Dan langsung ku masukkan pedang itu kedalam sarungnya.

Kami pun kembali saling menatap. Dan saling mengalihkan pandangan setelah beberapa saat kemudian. Aku tak tahu harus berkata apa. Kenapa ia juga bersikap aneh seperti itu? Rasanya canggung sekali. Mungkin, pria di depanku ini tak pernah berinteraksi dengan lawan jenisnya!

Tapi jujur saja, rasanya aku ingin sekali berlari dan memeluk erat tubuh itu! Oh Tuhan!

Ah sudahlah! Aku berusaha untuk bersikap biasa saja. Seolah ia tak pernah hadir di dalam mimpiku.

Begitupun yang ia lakukan. Ia berusaha bersikap biasa saja kepadaku. Ya. Memangnya harus bagaimana? Toh yang kami tahu, semua itu hanya bunga tidur saja.

"Maaf Nona, mengapa anda sendirian di tengah hutan seperti ini? Apakah anda tersesat?" tanya Sang Kaisar yang mencoba untuk mencairkan suasana.

Apa? Nona? Ya ya, itu sudah benar. Memangnya ia akan memanggilku apa? Freya Istriku? Seperti yang telingaku harapkan tadi? Panggilan cinta dalam mimpi itu?

Aku hanya tak yakin karena tak ada bukti. Bahwa yang telingaku dengar sebelumnya itu memang benar-benar memanggilku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!