...Anggap kalian sedang menonton drama Korea, drama China, atau telenovela bergenre affair....
Prolog...
^^^Jakarta, Indonesia^^^
Hampir semua dokter-dokter spesialis di rumah sakit pernah bertemu dengan putra pewaris tahta R-build group yang satu ini.
Kaesang Narendra Wardhana, ia keturunan laki-laki pertama dari anak laki-laki pertama yang biasanya di sebut putra mahkota.
Setidaknya itulah tradisi dari keturunan Mas Rafael, lelaki keturunan Jawa - Italia.
Dalam ruangan khusus, beberapa dokter masih menjajal terapi dengan segala cara pada Kaesang.
Pertanyaan yang mereka ajukan setiap kali pertemuan adalah, apakah Tuan muda sudah bisa merasakan sesuatu? dan selalu Kaesang jawab dengan gelengan kepala polos.
Alula Humaira sang ibunda mendengus pelan, sendu pilu raut wajahnya mengetahui putra tampannya memiliki kekurangan dan tidak kunjung usai, padahal jika di lihat dari kondisi tubuh Kaesang, anak itu terlihat baik-baik saja.
Hampir dua puluh satu tahun setengah usia Kaesang, indera perasanya masih belum juga berfungsi dengan normal.
Lidah Kaesang hanya mampu merasa dingin dan panas saja, tapi untuk pengecapan rasa asam, asin manis dan lainnya belum jua bisa.
Terlebih, penyakit demensia Kaesang pun masih berlanjut sampai saat ini. Kendati banyak kekurangan, Kaesang tumbuh dengan sangat baik.
Kaesang memang terbilang mengejutkan, terkadang mengalami demensia tapi ada beberapa hal yang tidak pernah bisa dia lupakan.
Di atas kursinya Kaesang melamun, kembali ia mengingat kejadian langka saat dirinya masih berusia tiga setengah tahun.
Flashback on...
"Hiks hiks."
Suara tangisan yang terdengar membuat Kaesang kecil menoleh pada gadis cantik itu.
Dilihat dari tingginya, ia berusia sekitar tujuh tahunan, berambut lurus dan panjang, kulit putih bersih.
Mengenakan pakaian serba pendek gadis itu terisak sesenggukan.
Kaesang mengamati situasi, sepertinya anak gadis itu sendirian tanpa ayah dan ibunya.
"Apa kau menangis?" tanyanya.
Gadis bernama lengkap Laluna Kasih itu menatapnya. "Memangnya aku terlihat seperti sedang tertawa?"
Kaesang menghela napas, mungkin setiap perempuan sama, yaitu sejenis dengan ibunya yang selalu berteriak dan ketus.
"Tidak," geleng Kaesang. Ia kemudian melompat untuk bisa duduk di sisi gadis itu.
"Menurut kakak, apa alasan orang menangis?" setelah cukup lama terdiam Kaesang kembali bertanya.
"Mereka punya alasan sendiri-sendiri untuk mengeluarkan air matanya. Memangnya kamu tidak pernah menangis?" kerutan di kening Luna tertampil.
Kaesang menggeleng. "Seingat ku tidak! Aku tidak punya alasan untuk menangis, Mami Papi sangat menyayangi ku, semua yang aku minta juga selalu mereka turuti. Aku tidak punya kesempatan menangis," jelasnya.
"Memangnya kamu tidak pernah terjatuh sampai berdarah dan menangis?"
Lagi, Kaesang menggeleng. "Aku punya banyak pengawal, punya banyak pengasuh, mereka semua tidak pernah membiarkan aku sendiri apa lagi terjatuh."
"Aneh!"
"Aku juga bosan dengan kehidupan ku yang selalu diikuti orang-orang Papi ku," angguk Kaesang.
Luna tergelak. "Kau bahkan masih terlalu kecil untuk merasa bosan dengan kehidupan mu! Bagaimana dengan ku yang sudah tujuh tahun?"
"Tapi Mami bilang, sebosan apa pun dengan kehidupan ini, tetap tersenyum supaya awet muda," nyengir Kaesang.
"Kalo begitu aku tidak mau tersenyum. Aku bosan kalo harus awet anak-anak!"
"Hihi." Kaesang menutup mulutnya dengan cekikikan lucu.
"Tapi kamu lumayan menghibur ku," dengan sedikit kesulitan Luna membuka kotak makan transparan tiga susun miliknya.
Beberapa jenis bekal makan siang tertata rapi di dalamnya. Ada gimbap, potongan buah mangga, dan juga ayam geprek pedas.
"Sebagai gantinya, aku kasih kamu bekal makan siang ku," Luna menyodorkan satu gimbap pada Kaesang yang lantas menerima.
"Terima kasih."
"Sama-sama" nyengir Luna. "Makan lah," tambahnya.
Kaesang mengangguk, perlahan ia memagut gimbab pemberian gadis itu. Betapa matanya membulat sempurna tatkala lidahnya merasa hal yang berbeda.
Rasa yang asing dan tidak pernah sekalipun ia kenal sebelumnya. "Rasa apa ini?" tanyanya serius.
Luna mengernyit. "Serius tidak tahu?" tanya baliknya.
Kaesang mengangguk. "Kaes tidak pernah bisa tahu rasa dari makanan yang Kaes makan. Itu lah kenapa Kaes di rumah sakit ini sekarang."
Luna manggut-manggut oh. "Itu perpaduan antara rasa nasi yang di bungkus dengan rumput laut, ada sosis, timun, telur, wortel, brokoli di dalamnya sebagai isian, makanya rasanya gimbap itu lebih dominan manis gurih."
"Oh," Kaesang manggut-manggut.
"Yang ini pasti kau tahu kan rasanya," Luna meraih satu gimbap yang dia cocol dengan saos sambal kemudian menyuapkannya pada mulut Kaesang.
Detik berikutnya, Kaesang berteriak sambil menolak. "Ah, ini Kaes tidak suka, ini terlalu panas di lidah ku!"
Luna tertawa geli. "Ini pedas namanya."
"Oya?" Kaesang mengibaskan tangannya demi mengipasi bibirnya. "Apa kakak mau meracuni ku?"
Luna tergelak. "Baiklah, aku minta maaf, sekarang kamu minum ini," ia membuka botol minum berisi teh manis kemasan.
"Ah," desah Kaesang lega. "Ini Kaes suka! Apa nama rasanya?" tanyanya lagi.
"Manis."
"Uaahhh, Kaes menyukainya. Ini rasanya seperti senyum kakak." Banyol Kaesang dan keduanya tergelak renyah bersamaan.
Flashback end...
Kaesang mendengus. "Jadi ke mana perginya Kakak cantik itu?" gumamnya.
...----------------...
^^^Surabaya, Indonesia^^^
Gadis cantik yang saat ini duduk di dalam mobil mewah mengkilap bernama lengkap Laluna Kasih.
Hari ini dia resmi di tukar dengan banyaknya dollar di puluhan koper hitam. Sangat mahal untuk harga seorang wanita, setidaknya itu menurut Mike Lorenzo yang terbiasa menjerat cinta wanita dengan tipu daya.
Kali ini Lorenzo harus membeli Laluna karena gadis itu masih perawan, ia sudah resmi menikahi Laluna untuk di jadikan istri yang ke sekian kalinya.
Mike tampan meski usianya tidak lagi muda, tubuh berpawakan tinggi bidang nan gagah perkasa, sudah kaya raya dengan predikat Presdir Casanova.
Hera nama dari ibu tiri gadis malang yang terjual. Senyum seringai selalu tertancap ngeri di antara sudut bibirnya.
Kendati ingin sebuah kekayaan yang instan, sekitar 19 tahun yang lalu Hera menikah dengan Rizman, duda kaya beranak satu.
Satu tahun lalu Rizman meninggal dan mau tidak mau Hera harus merawat Laluna, putri dari almarhum suaminya yang di gegerkan telah bangkrut.
Ternyata tidak sia-sia dia sabar mengurus Laluna sedari masih anak-anak, setelah dewasa Laluna berhasil dia jual dengan harga yang bombastis tinggi.
Hera mendadak kaya raya karena anak tiri yang sudah lama tak dia inginkan keberadaannya.
Sedari tadi Laluna hanya diam dengan kedataran muka yang hampir tanpa ekspresi. Diam tanpa penolakan bahkan tanpa kesedihan atau pun kemarahan.
Mike terpesona dengan kecantikan Laluna setelah pertemuan tidak sengaja saat ia mengunjungi makam ayahnya dan Laluna pun berada di kondisi yang sama.
Mike yakin ini tidak kebetulan. Laluna adalah jodoh dari Tuhan teruntuk dirinya. "Kau istriku Luna."
Tak ada sahutan apa pun dari bibir Laluna, di atas jok penumpang bagian belakang gadis itu terus menatap ke arah jendela.
Bangunan kota Surabaya mulai blur saking cepatnya laju mobil yang ia tunggangi.
Mike menempelkan ujung telunjuknya pada pangkal hidung Laluna lalu turun ke bawah dan mengenai bibir sensualnya.
Gadis itu melirik kecil namun terasa mencekam bagi pria Casanova ini.
"Aku baru saja datang bulan, mungkin Minggu depan baru selesai, jadi, lebih baik tidak dulu menyentuh ku."
Ya Tuhan, selama hidupnya, Mike baru mendapatkan wanita yang berani berkata protes seperti Laluna. Dia pikir, semua wanita sama, akan takluk pada pesonanya.
"Dengar Mike, aku masih perawan, dan aku hanya ingin memberikan keperawanan ku kepada laki-laki yang aku cintai, tapi bagaimana aku bisa menyerahkan diri ku padamu? Aku saja baru mengenal mu malam ini."
Mike meredup tatapan. "Apa ada laki-laki lain yang kau cintai?" curiganya.
"Tidak ada," geleng Laluna.
"Pernah ada?"
"Tidak pernah," Laluna kembali menggeleng.
"Berarti jika aku bisa membuat mu jatuh cinta, apa aku laki-laki pertama yang kau cintai?"
Kedua bahu Luna terangkat. "Mungkin."
Mike membisu dengan pikir yang menyelami sikap acuh gadis itu. Kali ini wanitanya sangat berbeda, bukan wanita seperti istri istri yang ia kumpulkan dalam istananya.
"Bagaimana cara ku membuat mu jatuh cinta? Aku sendiri belum tahu apa hal yang kamu sukai dan tidak kamu sukai," kata Mike.
"Aku tidak memiliki kesukaan yang khusus, aku sangat sederhana, aku hanya tidak suka di paksa, aku ingin menyerahkan diri kepada pria yang aku cintai saja, karena bagiku sentuhan seorang suami sangat suci."
Setelah cukup lama terdiam menimbang, Mike kembali membuka suara dengan lantangnya keyakinan.
"Seperti halnya Massimo yang berhasil membuat Laura jatuh cinta sebelum 365 hari, aku hanya perlu waktu satu bulan untuk membuat mu jatuh cinta padaku," tambah Mike.
Laluna mengangguk. "Aku harap, kamu juga tidak ingkar dari janji mu seperti karakter Massimo."
...Visual Laluna Kasih. Wanita berusia 24 tahun. Pemeran utama wanita dalam buku ini. Cerdas pintar banyak akal, ada sesuatu yang tersembunyi di balik raut datarnya....
...Mike Lorenzo, 35 tahun, Casanova beristri dua yang sengaja membeli keperawanan Laluna dari ibu tiri Laluna. Gelarnya di sini sebagai suami Laluna....
...Kaesang Narendra Wardhana, Presdir tampan dan muda, berusia 21 tahun, yang terus mengejar Laluna demi kepentingannya sendiri. Namun, kepentingan itu membuatnya tak ingin lepas dari Laluna yang notabenenya istri seorang konglomerat....
Setelah menempuh perjalanan tiga jam lebih untuk waktu kotor dengan jet pribadi, Laluna telah sampai di kota Jakarta.
Kota yang dahulu menjadi tempat tinggalnya namun setelah ayah ibunya bercerai ia harus tinggal bersama ayahnya yang memiliki istri baru yaitu Hera di kota Surabaya.
"Kamu lihat Sayang, ini istana suami mu, di sini, kamu akan tinggal bersama dengan istri pertama ku," Mike menunjuk istana besarnya dengan kebanggaan tingkat dewa.
Halaman luas itu di penuhi pepohonan tinggi, ada beberapa penjaga yang bertugas di setiap sisinya. Laluna mengamati setiap inci kecil dari rumah besar ini.
"Ada berapa istri yang kamu kumpul kan di sini?" di sela langkahnya Laluna bertanya.
Keduanya berjalan beriringan memasuki bangunan. Senyum kecil terbit di bibir Mike.
"Sekarang tinggal satu orang," jawabnya.
"Berarti aku ke dua?" Laluna sedikit menekan katanya, bagaimana bisa dia berbagi cinta fasilitas dan suami dengan makhluk Tuhan yang sudah di gambarkan seperti racun dunia?
"Tepat Sayang. Umur dua puluh aku memperistri Lanie, dia istri pertama ku, lalu aku menikah lagi dengan istri ke dua, sayangnya dia sudah meninggal," terangnya.
"Kenapa?"
"Sakit, lalu meninggal."
"Kamu yakin dia benar-benar meninggal karena sakit?" sela Laluna.
"Maksud mu?" timpal Mike, ada kerutan yang tertampil di kening lelaki itu.
"Mana ada wanita yang mau berbagi cinta fasilitas dan suami, bisa saja istri pertama mu yang membuatnya tertekan lalu sakit, dan mungkin berikutnya aku."
Mike hening dengan pikirannya, ia merasa gadis ini memiliki ilmu kebatinan, kenapa sorot matanya seolah tahu hal-hal yang terjadi di dalam istananya.
"Selama masih ada aku, semua dugaan buruk mu tidak akan pernah terjadi Sayang."
Mike dan Luna menghentikan langkah tepat di tengah-tengah ballroom rumah ini. Jika ada kabar suaminya pulang, istri pertama Mike segera menyambut.
Benar saja, Lanie datang dengan pandangan menusuk pada gadis cantik yang Mike bawa.
Gadis yang sangat mampu membuat kepercayaan dirinya kembali menciut.
Sungguh Laluna bukan lah gadis biasa, di lihat dari tinggi, jenis kulit, bentuk wajah, bahkan indah rambutnya, Lanie bukanlah tandingannya.
Namun Lanie tak sedikitpun bersedih, karena sebelumnya, ada sepuluh gadis ke dua yang mencoba bergabung di istana ini, namun berakhir tragis di tangannya.
"Selamat datang di istana kita," sambutnya.
...----------------...
Setelah cukup berkenalan dengan istri pertama Mike, Luna dibawa ke dalam kamar pribadi Mike.
Seperti janjinya sore tadi, kali ini Mike membiarkan Luna tidur tanpa mengajaknya bercumbu ala pengantin baru.
Sebelum Luna jatuh cinta, Mike takkan memaksanya. Rasa lelah oleh perjalanan jauh membuat Mike lebih dulu terlelap.
Di atas ranjang yang sama dengan Mike, Luna memeluk guling berwarna abu gelap polos, surai ikalnya terurai menggelar di atas permukaan bantal.
Bukannya bisa terpejam, Laluna justru terus melayangkan opini-opini terhadap kematian istri ke dua Mike.
Satu tahun lalu ibu kandung Luna diam-diam mengirimkan surat bahwa ternyata kakaknya yang bernama Lira Winara meninggal dunia setelah di pinang Mike Lorenzo secara paksa.
Jiwanya berdesir terganggu oleh cerita masa lalu, yah masa lalu dari kakak satu-satunya.
Setelah perceraian orang tuanya, mereka berpisah rumah, Lira ikut dengan ibunya dan Luna ikut ayahnya, namun tetap saja ikatan batin keduanya silih bertaut.
"Kalau benar Lira meninggal, lalu di mana makamnya? Dan siapa yang memakamkannya? Apa alasannya meninggal?" Lirihnya bergumam.
Ibunya bahkan tidak pernah tahu bahwa Lira di nikahi Mike, setahu ibu Luna, Lira pergi ke luar negeri, sebelum akhirnya sebuah surat wasiat datang dari Lira sendiri.
...Maaf Mah, mungkin ini yang terakhir Lira memberikan kabar. Lira tidak kuat dengan semua ini. Lira bukan ke Amerika, Lira di culik Mike dan di jadikan tawanannya. Sekarang istri Mike justru mengincar ku dengan rencana liciknya, mungkin saat surat ini sampai ke tangan Mamah, Lira sudah tidak ada di dunia ini lagi....
Surat yang Lira tulis dan diam-diam di sampaikan oleh salah satu asisten rumah tangga Mike kepada alamat rumah Lira.
Itulah yang menjadi alasan mengapa Luna bertahan hidup di rumah ibu tirinya bahkan setelah ayahnya meninggal dunia.
Ia ingin terus menyembunyikan identitasnya sebagai adik Lira Winara dan berhasil menjerat cinta Mike dengan akal bulusnya.
Semua terjadi sesuai keinginan Luna, Mike menikahinya seolah dirinya yang terpaksa, padahal sudah ada rencana matang dibalik pernikahan ini.
Bukankah akan lebih besar kesempatan Luna bisa membongkar rahasia kematian Lira dengan menjadi istri Mike?
Luna curiga Lira meninggal secara tidak wajar. Buktinya, tak ada makam atau sekedar jasad yang Mike kirim ke rumah ibunya.
Belum lagi, gerak gerik dan tutur kata Lanie si istri pertama Mike begitu mencurigakan.
Seperti ada sesuatu di balik kediaman wanita berwajah antagonis itu.
...----------------...
Bulir embun kian terkikis dari peraduannya, udara segar masih mengudara, kicau burung kenari meriuh suasana.
Laluna menikmati setiap detik menyenangkan saat terpaan angin pagi menganjung-anjung raganya.
Jendela besar terbuka lebar membuat laki-laki yang baru saja menggeliat tubuh membuka sipit netra abu-abunya.
Kening mengernyit. Pandangan terbuka lebar sesaat setelah menangkap sosok seksi yang memanjakan pagi harinya dengan pemandangan indah.
Mike duduk seraya tersenyum menatap wajah cantik istri mudanya, rupanya Laluna telah menyambut dirinya dengan wewangian yang menggiurkan.
"Pagi Sayang," Mike bangkit dari duduk, ia mendekat pada Luna kemudian meraih pinggang gadis itu dengan sebelah tangan.
"Sudah cantik begini istri ku," wangi parfum seksi Mike hirup dari ceruk leher mulus Laluna. Geli, nikmat, tapi, ...
Sebisa mungkin Luna menepis rasa yang membuatnya meremang. Ini bukan saatnya untuk jatuh cinta pada lelaki Casanova itu.
"Aku lapar Mike," Luna mencari alasan.
Mike terkikik. "Ya Tuhan, ada apa dengan ku, sampai membiarkan istriku kelaparan." Dia menatap suka wajah cantik Laluna.
"Bagaimana cara ku mencintaimu? Kau bahkan membuat ku kelaparan di istana besar mu!"
"Maaf," Mike mengusap lembut pipi mulus Laluna penuh kasih sayang. "Aku mandi, baru setelah itu kita sarapan."
Laluna mengangguk dengan masih menyertakan wajah datarnya.
Mike tak mau ambil pusing dengan ekspresi itu, ia berlalu dari hadapan Laluna dan segera melakukan aktivitas pagi harinya.
Tanpa istri pertama Mike, sepasang suami istri yang baru saja menikah itu melakukan ritual sarapan paginya.
Luna sempat bertanya, kenapa Lanie sang istri pertama tidak diajak sarapan pagi bersama? Lantas Mike bilang Lanie terbiasa sarapan sendiri.
Luna juga bertanya apa yang membuat Mike begitu menginginkannya? Sebab baru dua hari mereka bertemu, Mike rela menukarnya dengan puluhan koper uang dollar.
Mike bercerita pada akhirnya, yah Luna mengingatkan Mike pada seseorang yang pernah Mike sayangi.
Gadis pertama yang berhasil membuat Mike jatuh hati. Dan mereka berakhir terpisah satu tahun yang lalu.
Luna mendapat angin segar. Sepertinya, yang Mike bicarakan tidak lain dan tidak bukan adalah Lira Winara sang Kakak.
Dimulai dari sini, mungkin Mike akan bisa membawanya kepada jasad atau mungkin keberadaan kakaknya secara hidup-hidup.
Kriiiiiing...
Ditengah penggalian informasi Luna, dering ponsel milik Mike berbunyi pekak.
"Siapa?" Luna bertanya.
"Om Bas. Adik dari ayah ku, kalau dia menelepon, biasanya ada acara penting," ucap Mike.
"Angkat saja," angguk Mike, ia menggeser tombol terima dan mulai mengarahkan pada telinga.
"Om, ..." Sapanya.
Selama beberapa detik Mike dan seseorang di seberang telepon bercakap-cakap, lalu kata salam mengakhirinya.
"Ada apa?" kembali Luna bertanya penasaran sesaat setelah Mike menutup sambungan telepon.
Mike tersenyum. "Undangan pertunangan anak sultan, kita di undang malam ini, jadi, mulai sore ini pelayan akan membantumu bersiap Sayang."
"Baiklah," Luna mengangguk tersenyum..
...----------------...
^^^Sore harinya...^^^
"Apa kita akan bertemu lagi? Aku mau makan masakan Kakak lagi, semua makanan yang Kakak bawa enak loh, cuma satu yang tidak Kaes suka, saosnya sangat pedas."
Anak kecil berusia dua setengah tahun itu sangat tampan, Luna melihatnya dalam keadaan dia juga masih berusia 6 tahun.
"Aku punya ini untuk mu, mungkin suatu saat nanti kita akan bertemu lagi." Luna melepas kalung miliknya lalu memberikannya pada bocah kecil yang memanggil dirinya dengan sebutan Kaes.
Tampak Kaes juga menyodorkan sesuatu, dan rupanya jam saku tempo dulu yang Luna terima di tangan mungilnya.
"Kau yakin mau menukarkan jam mahal mu dengan kalung murahan ku?"
"Iya, tenang saja, aku sangat kaya raya kok, jam itu sangat murah bagiku."
Luna terkikik mendapati sahutan tengil bocah tampan itu. "Yang kaya orang tua mu kali."
"Bye!"
"Luna." Bersamaan dengan menghilangnya sosok mungil itu, Luna merasakan tepukan tangan besar di pipinya.
Sontak mata Luna terbuka dan menangkap sosok tampan suaminya. Rupanya, ia baru saja bermimpi melihat kembali masa lalunya.
Yah mimpi yang sama, mimpi yang selalu hadir di selingan malam-malam dinginnya, dari saat ia masih anak-anak sampai ia menikahi pria tampan nan dewasa.
Luna sendiri tak mengerti, kenapa ia begitu terpaut pada bocah kecil yang sering singgah dalam mimpinya.
"Mike," Luna menatap wajah tampan suaminya.
"Tadi kamu tersenyum-senyum saat tidur, apa ada aku di mimpi mu?" tanya Mike.
Luna terkekeh kecil. "Aku mimpi anak kecil yang sangat tampan," jawabnya jujur.
"Aku cemburu, kenapa tidak aku saja yang ada di mimpimu?" Mike belai lembut pipi istri barunya.
"Jam berapa ini Mike?" tanya Luna, kembali ia mengalihkan pembicaraan mereka.
Bicara soal cinta, tidak akan semudah itu datangnya, terlebih keberadaannya di sini bukan untuk jatuh cinta pada Mike, melainkan menguak misteri hilangnya Lira Winara sang Kakak.
"Kita jadi ke acara pesta pertunangan anak sultan kan?"
Mike mengangguk. "Jadi donk, sekarang kamu bersiaplah," ujarnya.
Luna menurut setuju.
...----------------...
Laluna sangat cantik dengan gaun malam hitamnya, ada tali kecil di pundak serta belahan di pahanya.
Dari belakang Mike memeluk tubuh rampingnya, memandang wajah cantik istrinya dari pantulan cermin besar.
"Kamu sangat seksi. Izinkan aku memiliki mu seutuhnya," bisiknya.
Raba tangan Mike menuju bola kenyal kepunyaan Laluna. Belahan indah nan mulus itu membuatnya terkesima.
Dia sentuh dari luar dan Luna sempat terpejam merasainya. "Mike..."
Embusan napas berat terdengar. Apa pun itu, Luna manusia biasa yang akan meremang ketika mendapat sentuhan.
"Hmm?"
"Kapan kita berangkat?"
"Sekarang." Mike tahu Luna mencari alasan, tapi mungkin Luna belum mau memberikan tubuhnya meski hanya sentuhan kecil.
Kali ini biarkan dia bersabar menunggu Luna jatuh cinta padanya, agar tiada keterpaksaan di antara mereka.
Mike membalikkan tubuh Laluna. Keduanya saling menatap, ia lingkarkan syal menutupi pundak mulus gadis itu.
"Kita harus sampai lebih awal, kamu akan aku kenalkan dengan Om Bas."
"Baiklah." Mike membawa tangannya menggandeng tangan istrinya. Luna mengikuti langkah kaki suaminya berjalan.
Di luar sana istri pertama Mike menatap tidak suka pada sepasang suami istri itu.
Bertahun-tahun lalu Lira yang selalu Mike bawa kemanapun meski selalu terjadi penolakan dan pembangkangan dari Lanie.
"Kau yakin mau mengajak istri kampungan mu Mike?" Lanie berbisik di telinga suaminya saat pria itu harus melewati tubuhnya.
Mike menoleh. "Hentikan kebiasaan mencemooh mu Lanie. Jangan menjadi norak begini," pelan namun penuh tekanan.
Lanie mengerut bibir membiarkan Mike membawa istri mudanya berlalu.
"Kita lihat Mike, apakah istri muda mu akan terus bertahan di sini atau tidak."
Sampai saat ini, Mike enggan membuang Lanie tapi tidak juga setia padanya. Pernikahan toxic yang bertahan karena masih saling meraup keuntungan.
Lanie yakin tiada cinta di antara mereka, karena Lanie pun tak berani setia pada satu pria.
Bertahannya di istana ini hanya untuk pundi-pundi uang kesayangan yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
Uang Mike mampu memberikan seluruh keinginannya bahkan membeli cinta pemuda tampan yang namanya berada di kelintingan kertas arisan.
Tiba di luar Mike mempersilahkan Luna masuk ke dalam mobilnya sebelum kemudian ia menyusul duduk di sisi Luna.
Mike memerintahkan sopir untuk jalan, perlahan tapi pasti mobil mereka membelah jalanan Jakarta yang semakin padat kendaraan.
Laluna diam menatap jendela, di sela perjalanan hening mereka, tas clutch milik Laluna mengalihkan perhatian Mike.
Ada jam saku tempo dulu yang sengaja dijadikan gantungan tas. Sepertinya benda itu sangat spesial bagi istrinya.
"Apa ini? Kulihat kau selalu membawanya."
Luna beralih menatap jam saku miliknya, entah lah dari umur 7 tahun dia sudah memiliki juga menyayangi benda kecil ini.
Tepat di hari dia mendapatkan jam kecil ini dari seorang anak laki-laki tampan, di hari itu pula ibu dan ayahnya bercerai.
Jam ini mengiringi perjalanan hidupnya setelah berpisah dengan sang ibunda, hingga sampai sekarang pun jam ini bak maskot dari sebuah kenangan yang tiada terlupakan.
Dia bahkan rela mereparasi dengan harga mahal, maklum onderdil jam tersebut terlalu langka di zaman sekarang.
"Dari seseorang kah?" Cecar Mike.
Luna menggeleng. "Ini hanya jam kecil yang tidak ada spesialnya, hanya saja, aku menyukainya. Jam ini sering mengingatkan aku pada almarhum Papah," ujarnya.
"Kamu pasti merindukannya?" Ucap Mike mengusap lembut puncak kepala gadis itu, Luna menjawab dengan anggukan kecil.
Dalam pikir ia bergolak, apakah mungkin lelaki selembut Mike memaksa dan memperlakukan Lira dengan sangat kasar hingga Lira frustrasi bunuh diri?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!