Seorang wanita berjalan di lorong rumah sakit tanpa didampingi oleh siapa pun. Meskipun sendiri, dia terlihat bahagia. Alasannya bahagia adalah kertas hasil pemeriksaan dari dokter yang menyatakan jika dirinya telah hamil. Usia kandungan itu sudah menginjak 6 minggu.
"Aku tidak sabar memberitahu ini pada kak Satya!" gumamnya seraya melipat kembali kertas itu dan menyimpannya ke dalam tas branded miliknya. Dia berjalan cepat dan tetap memperhatikan jalan, bahkan juga memegangi perutnya karena begitu sayang pada calon bayinya.
Wanita cantik ini bernama Sherina Dharmawangsa, usianya saat ini 26 tahun. Sherina menikah dengan Satya Agasta, seorang pengusaha yang mempunyai bisnis restoran warisan keluarga. Usia Satya saat ini 28 tahun, mereka bisa saling mengenal karena dulunya Satya adalah kakak tingkat Sherina semasa kuliah.
Kenangan yang paling berkesan bagi Sherina adalah ketika Satya melamar dirinya di hari kelulusan. Lalu menikah dengannya dan kini pernikahan mereka hampir menginjak usia 2 tahun. Semasa 2 tahun ini, kehidupan pernikahan Sherina terbilang cukup baik. Meskipun Satya kerap sibuk dan terkadang mengabaikan dirinya, Satya tidak pernah melakukan kekerasan dan selalu memanjakan Sherina dengan barang-barang mewah.
Sherina adalah tipe orang yang pemalu. Sampai sekarang bahkan masih menyebut suaminya dengan sebutan 'Kakak', tak punya panggilan sayang yang lain yang lebih akrab dari itu. Saking pemalunya, Sherina tak punya teman dekat yang menjadi tempat curhat dan berbagi kesenangan lainnya. Bagi Sherina, Satya bagaikan seluruh dunia dan cintanya.
CKITT ...
Taksi yang ditumpangi oleh Sherina berhenti tepat di depan rumahnya. Rumah yang besar ini dibeli dengan uang Sherina dan Satya bersama-sama. Begitu membayar ongkos dan turun dari taksi, Sherina langsung membuka gerbang rumahnya dan bergegas masuk ke dalam.
"Huft ... rumah begitu sepi, kak Satya ada urusan di luar. Sebaiknya aku siapkan makan malam kesukaannya, dan setelah itu aku akan memberitahu soal kehamilanku!" Suasana hati Sherina begitu berbunga-bunga. Dia ingin segera ke kamar untuk berganti pakaian, supaya bisa menyiapkan makanan untuk suami tercinta.
Namun, saat melewati ruang baca Satya, tiba-tiba Sherina menyadari ada sesuatu yang janggal. Pikirnya, bukannya saat ini Satya sedang berada di luar? Bagaimana bisa dia sayup-sayup mendengar suara tawa suaminya itu?
"Apa kak Satya sudah pulang? Tapi dia belum mengabariku," gumam Sherina yang mulai merasa curiga dan penasaran.
Untuk menghilangkan rasa penasarannya, Sherina memutuskan untuk mendekati ruang baca itu.
"Haha, jangan ...."
Kedua mata Sherina membulat seketika, tidak salah lagi jika dia mendengar suara suaminya yang bahkan terkesan manja. Tanpa basa-basi lagi, Sherina membuka pintu yang tak terkunci itu dengan penuh harap, berharap jika firasat buruknya salah.
"Sherina ...!" teriak Satya dan seorang perempuan bersamaan.
"K-kalian ..." ucap Sherina gemetar. Tubuhnya seketika membatu begitu memergoki suaminya telah berselingkuh dengan seseorang yang dia kenal.
Perempuan itu bernama Sofia Dharmawangsa, adik tiri Sherina yang hanya terpaut usia setahun dengannya. Meskipun telah dipergoki oleh kakak tirinya, Sofia masih tetap berada di atas pangkuan Satya dengan pakaiannya yang cukup terbuka, yang bahkan bagian dadanya hampir bisa terlihat semua.
Berbeda halnya dengan Satya, dia tampak panik dan segera mendorong Sofia untuk menyingkir dari atas pangkuannya. Pikiran Satya buyar, dia tak segera mengambil bajunya, dan justru malah mendekati Sherina dengan bertelanjang dada.
"Sherina ... ini bukan seperti yang kau kira, aku bisa jelaskan!" Satya meraih tangan Sherina, masih mencoba membela diri dan berkelit walaupun sudah dipergoki langsung.
Sherina menepis tangan Satya, merasa jijik disentuh oleh tangan suaminya yang telah menyentuh orang lain selain dirinya. "Apa yang mau Kak Satya jelaskan?! Kakak selingkung dengan adik tiriku sendiri! Bahkan juga berani melakukannya di rumah kita! Kenapa, Kak?! Kenapa kalian berdua mengkhianatiku?!"
"Sofia yang menggodaku lebih dulu!" tuduh Satya sambil menuding ke arah Sofia.
Bukannya panik atau merasa bersalah, Sofia justru bersedekap dan tersenyum sinis. Bersikap seakan-akan apa yang sudah dia lakukan bukan sesuatu yang memalukan ataupun salah. "Heh, Kak Satya ini ... lain di depan, lain di belakang~"
"Apa maksudmu, Sofia?!" tanya Sherina dengan tatapan nanar.
"Kakak tiriku, suamimu ini saat di depanmu selalu memujimu. Tetapi, saat dia di belakangmu, dia berkata lain, selalu mengeluh dan menjelekkan dirimu. Kak Satya bilang kau itu perempuan bodoh, hanya bisa berdandan, melakukan pekerjaan rumah layaknya pembantu, melakukan hal-hal yang biasa saja, intinya Kak Satya itu bosan denganmu."
"Berbeda halnya denganku, aku lebih cantik dan menarik dibanding denganmu! Meskipun benar jika aku yang menggoda Kak Satya lebih dulu, Kak Satya tidak akan terpancing jika dia benar-benar mencintaimu. Jangan salahkan aku menggoda suamimu, aku hanya merasa kasihan saja karena pria sebaik dirinya harus punya istri tidak berguna sepertimu! Asal kau tahu, hubunganku dengan Kak Satya sudah berjalan selama setahun!" jawab Sofia dengan percaya diri, benar-benar tidak merasa bersalah pada perbuatan tercela yang telah dia lakukan.
"Kau ... dasar perempuan hina! Ternyata kau tidak ada bedanya dengan ibumu yang jal*ng itu!!" hardik Sherina yang kemarahannya sudah memuncak.
"Apakah yang dibilang Sofia itu semuanya adalah kenyataan?!" tanya Sherina pada Satya. Masih berharap jika semua itu hanya karangan dari adik tiri yang sejak dulu selalu berselisih dengannya.
"...." Satya membisu, mau membantah pun tidak ada gunanya. Segalanya yang selama ini dia sembunyikan rapat-rapat dari Sherina, sekarang telah dibongkar oleh Sofia. Sherina juga sudah melihat semuanya sendiri dengan jelas, tak peduli telah berselingkuh sejak lama atau baru sebentar, sekali selingkuh tetaplah selingkuh.
Kerongkongan Sherina terasa sakit, dadanya juga teramat nyeri. Rasanya sangat tidak nyaman, seperti rasa yang muncul ketika dia hendak menahan tangis. Diamnya Satya berarti mengakui perselingkuhan dengan Sofia. Hati Sherina hancur sehancur-hancurnya.
"Kenapa Kak Satya tega sekali padaku? Padahal ... padahal hari ini aku ingin memberitahu Kakak soal kehamilanku ..." ucap Sherina dengan lirih, dia tak punya cukup tenaga untuk berteriak keras lagi.
"Apa?! Jadi, kau hamil?!" Satya tersentak, begitu kaget saat mengetahui jika Sherina hamil. Dia telah salah sangka karena Sofia pernah memberitahunya jika Sherina sebenarnya mandul. Sekarang Satya tahu jika ternyata semua itu hanya tipuan semata dari Sofia.
"Aku kecewa pada Kak Satya!" seru Sherina yang tangisnya telah pecah. Merasa marah dan muak melihat wajah Satya, tak kuasa untuk berada di sini lebih lama lagi. Akhirnya pun Sherina berbalik dan berlari keluar secepat mungkin.
"Sherina, tunggu!!" cegah Satya. Dia kalang kabut, bergegas mengambil bajunya yang masih tergeletak di lantai agar bisa segera mengejar dan menyusul Sherina.
"Huh, untuk apa mengejar perempuan yang tidak berguna itu? Biarkan saja dia pergi, Kak Satya bisa bermain denganku lagi," celetuk Sofia dengan tatapan tidak suka.
"Diam kau! Jangan memperkeruh keadaan!" bentak Satya yang dengan cepat membetulkan pakaiannya. Tanpa bicara sepatah kata pun lagi pada Sofia, Satya berlari keluar dan mengejar istrinya.
"Ck, padahal tadi masih patuh dan tunduk padaku, sekarang malah berlagak sok jadi suami yang baik." Sofia berdecak kesal, lantas membenarkan kancing bajunya dan berjalan mengikuti Satya.
Si sisi lain Sherina sudah berlari ke hingga ke luar rumah. Menangis sejadi-jadinya karena pengkhianatan suaminya. Tak pernah menyangka jika di hari yang membahagiakan karena kehamilan, sekarang justru berubah menjadi hari penuh kesialan.
Satya mengejar dengan cepat, dia menoleh ke kanan kiri begitu melewati gerbang rumah. Dia melihat jika Sherina saat ini terus berlari menjauh darinya. "Berhenti, Sherina!!"
Biarpun mendengar teriakan dari Satya, Sherina masih enggan untuk berhenti. Dia terus berlari tak tentu arah dan tanpa tujuan, asalkan yang terpenting dia bisa segera menjauh dari Satya. Berkali-kali Sherina mengusap air matanya, supaya tak ada orang lain yang mengetahui kesedihannya.
"Sial, dia tidak mau mendengarkan aku!" umpat Satya yang segera kembali berlari untuk mengejar Sherina. Pikirnya, dia takut jika Sherina menuju ke kantor polisi untuk melaporkan perselingkuhan soal dirinya dan Sofia.
Sherina terus berlari tanpa memperhatikan jalan mana yang dia pilih. Hingga dia tiba di sebuah persimpangan jalan, dia masih hanyut dalam kesedihan dan mengucek kedua matanya sendiri. Tanpa dia sadar, dia malah menyeberang jalan tanpa melihat jika lampu penyeberangan sudah berubah warna.
TIIIIINNNN!!
Sebuah truk pengangkut sampah melaju kencang. Sopir itu hanya bisa membunyikan klakson karena kaget, tak mungkin bisa baginya untuk mengerem truk besar ini mendadak.
BRAAKKK ...
Bagian depan truk menghantam Sherina begitu kerasnya. Tubuh Sherina terhempas begitu saja, berakhir tergeletak di atas aspal dan bersimbah darah yang mengucur keluar dari tubuhnya.
"SHERINAAA!!" teriak Satya dari seberang jalan. Dia teramat syok karena menyaksikan istrinya tertabrak truk di depan matanya sendiri.
Si pengemudi truk itu panik, dia tak berhenti dan justru menambah kecepatan supaya terhindar dari tanggung jawab. Sontak saja pejalan kaki lain yang berada di tempat kejadian berbondong-bondong mendekat, mengerubungi Sherina yang terkapar dalam keadaan mengenaskan.
"A-aaa ...." Sherina kesulitan bicara, semuanya terjadi dengan begitu cepat. Yang saat ini Sherina rasakan hanya rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dia merasakan ada darah yang mengalir keluar dari kepala, hidung, telinga, mulut serta di antara kedua kakinya.
Kesadaran Sherina semakin menurun, pandangan matanya juga kian meredup. Saat ini, sosok yang terus dia lihat adalah Satya yang terlihat samar-samar.
Sakit sekali ... aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi selain kebencian. Aku membencimu dengan sisa nyawa yang aku punya, Satya! Setiap napas terakhir ini, akan aku gunakan untuk mengutukmu!
Aku menyesal ... aku menyesal telah mencintaimu! Jika saja ada kesempatan ... jika saja aku bisa mengulang ... dan jika aku terlahir kembali ... aku tidak akan pernah mencintaimu lagi!
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, istri Bapak sudah meninggal," jelas dokter yang baru saja menangani Sherina.
"Meninggal?!" tanya Satya dengan kedua mata yang membulat sempurna. Meskipun sudah tahu jika Sherina terluka parah, dia tidak menyangka jika Sherina akan tewas.
"Ibu Sherina mengalami benturan yang keras, hal itu berakibat pendarahan di otaknya juga parah. Sejak Ibu Sherina di bawa ke rumah sakit, beliau sebenarnya sudah meninggal. Kami turut berduka cita atas kehilangan Bapak. Kiranya apakah ada yang ingin ditanyakan?"
"Tidak ada, Dokter," jawab Satya dengan tubuh lesu. Benar-benar masih tidak menyangka kepergian Sherina yang begitu tiba-tiba.
Begitu mendengar jawaban dari Satya, Dokter itu langsung pergi dengan diikuti oleh beberapa perawat lainnya.
Di sisi lain, bukannya merasa sedih atas kematian Sherina, Sofia justru tersenyum kecil. Dia bersyukur lantaran kakak tiri yang selama ini dia benci pada akhirnya telah mati. Sofia lalu memegang bahu Satya dengan lembut, seolah ingin menghiburnya.
"Kak Satya, jangan terlalu bersedih, oke? Aku juga turut prihatin karena kak Sherina meninggal dengan cara mengenaskan seperti ini," ucapnya dengan wajah yang pura-pura.
"Kau benar, Sherina meninggal dengan mengenaskan. Aku mau mengurus persoalan administrasi, apa kau mau ikut?" tanya Satya pada Sofia dengan wajah datar. Sama sekali tidak seperti suami lain pada umumnya, yang akan bersedih ketika istrinya baru saja meninggal dunia.
"Iya, aku ikut!" jawab Sofia sambil mengangguk.
Ketika Satya mengurus persoalan administrasi dan ditemani oleh Sofia, pada akhirnya mereka memutuskan untuk tidak langsung membawa jasad Sherina pulang. Satya mau mengambil keputusan itu karena saran dari Sofia. Sofia mengatakan jika ayahnya belum pulang dari perjalanan bisnis luar kota, jadi sebaiknya jasad Sherina bisa dimakamkan ketika ayahnya sudah pulang.
Setelah proses administrasi selesai, Satya memutuskan untuk segera pulang. Benar-benar tak merasa bersalah atau ingin melihat jasad Sherina yang terakhir kalinya.
"Huft ...." Satya menghela napas begitu masuk ke dalam mobilnya. Dia juga memegangi kepalanya yang terasa pening, memikirkan begitu banyak hal yang terjadi hari ini.
"Kak Satya kenapa? Apa baru sekarang merasa sedih karena kehilangan istri bodohmu itu?" tanya Sofia yang kini duduk di sebelah Satya.
"Apa Kak Satya mau menangis? Kalau iya maka akan aku ambilkan tisu," ucap Sofia lagi. Dia hendak mengambilkan tisu yang ada di dashboard mobil, tetapi tangannya seketika ditahan oleh Satya.
"Tidak perlu, aku tidak akan menangis. Sudah lama perasaanku pada Sherina menghilang, hanya saja ... ini semua terlalu tiba-tiba. Dan bahkan dia juga mati bersama dengan calon bayiku ..." ucap Satya dengan pandangan tertunduk. Dia tidak munafik jika sedari dulu memang ingin memiliki anak.
"Begitu ya ...." Tiba-tiba Sofia tersenyum, lantas bergeser mendekat dan memegang sebelah tangan Satya.
"Ikhlaskan saja, Kak. Lagi pula cuma calon bayi dari wanita bodoh, anaknya pun nanti tidak akan berbeda jauh dari ibunya. Kak Satya tak perlu menyesali itu lagi. Karena sekarang Sherina sudah mati, maka Kak Satya bisa menikah denganku! Aku juga bisa memberikan anak padamu!"
"Kau serius ingin menikah denganku?" tanya Satya dengan tatapan kurang yakin.
"Tentu saja aku serius mau menikah dengan Kak Satya! Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, Kak! Dan lagi ... aku juga sudah memberikan tubuhku pada Kakak. Tak perlu cemas soal orang tuaku, sejak awal Sherina itu memang anak buangan! Ayah dan ibuku juga tidak peduli padanya, mereka berdua pasti juga mendukung pernikahanku denganmu!" Sofia percaya diri, karena dia tahu jika kesempatan untuk mendapatkan Satya sepenuhnya tak bisa dia lewatkan begitu saja.
Sejenak Satya tertegun, lantas memandang Sofia yang menurutnya memang memiliki kecantikan yang lebih jika dibandingkan dengan mendiang Sherina. Mendadak Satya mendekat, tersenyum kecil dan mengecup kening Sofia. "Baiklah jika kau ingin menikah denganku. Tetapi, bersabarlah hingga menunggu 7 hari kematian Sherina, maka setelah itu aku akan melamarmu."
"Ehmm ... baiklah," jawab Sofia malu-malu. Dia benar-benar merasa luluh oleh kecupan lembut dari Satya.
"Oh iya, aku lupa mengatakan sesuatu padamu. Ini soal saham yang dimiliki oleh Sherina. Dia itu memegang 30 persen saham Dream Glow Cosmetics, dan dia pernah membuat pernyataan tidak tertulis. Jika suatu saat nanti dia menjadi ibu, dia ingin fokus menjadi ibu dan dia ingin mengalihkan saham itu padaku," ucap Satya yang seketika membuat Sofia membelalak kaget.
"Benarkah?! Itu bagus sekali, Kak! Sherina sekarang sudah mati! Saham itu bisa jadi sepenuhnya milik Kak Satya! Haha, benar-benar hal baik jika si pembawa sial akhirnya mati! Bagaimana kalau untuk merayakan ini, Kak Satya datang ke rumahku! Aku akan memberitahu ibuku supaya membuat jamuan makan malam yang mewah!"
"Baiklah," jawab Satya dengan senyuman. Dia pergi dari rumah sakit begitu saja, sudah melupakan apa saja perihal tentang Sherina yang baru saja tiada.
Bagi Satya dan Sofia, jelas-jelas kematian Sherina sungguh kabar baik bagi mereka. Perselingkuhan mereka terlupakan begitu saja, mereka bisa bersatu dan terlebih lagi Satya juga mendapatkan seluruh harta peninggalan Sherina.
***
Pukul 19:58 waktu setempat. Saat ini di sebuah ruangan yang gelap, tubuh-tubuh tak bernyawa itu terbaring rapi di dalam kamar yang bersuhu rendah. Di antara mayat-mayat itu, salah satu dari mereka adalah mayat Sherina.
Tiba-tiba saja terjadi keanehan yang tidak wajar, muncul angin kencang dan cahaya terang di ruangan yang tertutup tersebut. Hingga ...
"AAKHHH!"
Sebuah jasad yang sudah dingin tiba-tiba berteriak dan membuka mata lebar-lebar. Jasad itu tidak lain adalah Sherina, dia bangkit dari kematian dengan keadaan setengah bingung.
"Di mana aku?" gumam Sherina yang masih mencoba mencerna keadaan. Dia duduk, melihat sekeliling dan menyadari jika dia sedang dalam keadaan telanjang, terlebih lagi di kelilingi oleh para mayat.
"Ukkhh ...." Sherina mengernyit, merasakan hawa dingin di ruangan mayat ini benar-benar membuatnya menggigil. Dia lantas menggunakan kain penutup itu untuk menyelimuti dirinya.
"Tubuhku masih jelas dan juga bisa merespons dingin. Sepertinya aku benar-benar hidup kembali, tetapi ...." Sherina terdiam, masih mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terakhir kali terjadi padanya.
"Aku ingat betul kalau aku sudah tertabrak truk. Lalu yang aku temui hanya kegelapan, setelah itu aku merasa seakan tersetrum listrik bertegangan tinggi dan terjatuh ke jurang. Tapi nyatanya ... aku masih hidup. Apa ini artinya aku cuma mati suri?"
"Ah, sudahlah! Lebih baik aku segera cari cara supaya bisa keluar dari sini!" Sherina bergidik merinding, tak mau lagi berlama-lama berada di tengah para mayat ini.
Begitu dia mencoba berdiri dan berjalan, lagi-lagi Sherina merasakan keanehan. Tubuhnya telah tertabrak truk dengan keras, harusnya ada beberapa tulang yang patah. Namun, Sherina justru sama sekali tidak merasakan sakit. Tubuhnya terasa sehat seperti sedia kala, seakan dia telah terlahir kembali.
Sherina berjalan sambil membawa sehelai kain itu untuk menutupi tubuhnya. Dan beruntung baginya jika pintu kamar mayat ini terbuka dengan mudah. "Syukurlah pintu ini tidak dikunci dari luar, sepertinya Tuhan benar-benar membantuku!"
Sherina berhasil menyelinap keluar, dia berjalan di lorong rumah sakit yang saat ini terbilang sepi. Hingga seorang perawat perempuan tak sengaja melihat Sherina yang tampak begitu mencurigakan.
"S-siapa kamu?!" tanya perawat perempuan itu.
"Hm?" Sherina lantas berbalik, melihat perawat perempuan itu yang tampak mencurigai dirinya. "Ah, syukurlah aku bertemu orang! Tolong bantu aku, aku adalah pasien di sini!"
"Pasien?" Perawat itu kebingungan. Lalu memperhatikan Sherina dari atas sampai bawah. Pikirnya, wanita telanjang ini pasien macam apa? Apakah dia orang gila yang tersesat?
"K-kenapa kau telanjang?" tanyanya dengan tatapan curiga.
"Karena aku baru saja keluar dari kamar mayat," jawab Sherina spontan.
"Ha-hantuuuu!!" teriak perawat itu sekencang mungkin. Bahkan dia langsung berlari tunggang-langgang karena takut dengan Sherina.
"Sial, dia malah berteriak. Ini tidak baik buatku!" umpat Sherina yang juga berlari secepat mungkin ke arah lain. Dia tak mau karena teriakan perawat itu akan membuatnya jadi tontonan bagi orang lain.
Sherina tahu ke mana berlari ke tempat yang sepi. Alhasil dia sampai di tempat yang tidak seharusnya bisa dimasuki oleh sembarang orang. Tempat itu adalah tempat yang dikhususkan untuk staff rumah sakit saja.
"Baguslah, di sini sepertinya aman."
Sherina melihat ke kanan kiri, memastikan apakah ada orang lain atau tidak di ruangan itu saat ini. Tanpa basa-basi lagi Sherina segera mengobrak-abrik tempat itu, lalu menemukan beberapa setel pakaian perawat dari dalam loker yang ada di sana.
"Hmm ... sepertinya yang satu ini pas denganku!" Sherina mengenakan seragam itu dengan cepat, meskipun kurang nyaman karena tanpa memakai pakaian dalam, untuk sementara dia hanya bisa menerimanya.
Berkat pakaian dan masker yang menutupi wajahnya, Sherina dapat dengan mudah keluar dari rumah sakit tanpa menimbulkan kecurigaan dari siapa pun.
"Akhirnya aku sudah keluar, sekarang yang harus aku lakukan adalah pulang! Aku ingin membuat semuanya menjadi jelas, Kak Satya sudah mengkhianatiku, bahkan dengan teganya tak langsung mengadakan pemakaman yang layak sekali pun aku mati! Selama ini aku benar-benar buta telah mencintai bajing*n sepertinya!"
"Heh, adik tiri yang tidak tahu diri itu juga sudah berlaku buruk padaku selama ini! Lihat saja nanti, akan aku balas semua perlakuan kalian!"
Karena Sherina tak membawa uang sepeser pun, dia hanya bisa berjalan kaki pulang ke rumah. Untung saja rumah ayahnya berada tak jauh dari rumah sakit, Sherina berpikir jika lebih baik dia mampir sebentar ke sana untuk mengganti bajunya dan mengambil beberapa benda yang penting.
Setelah sekitar setengah jam berjalan kaki, Sherina akhirnya tiba di kediaman ayahnya. Dia berdiri di luar gerbang rumah yang mewah dan besar, sebuah rumah peninggalan dari ibunya yang telah tiada. Ya, sebenarnya pemilik sesungguhnya dari perusahaan Dream Glow Cosmetics adalah mendiang ibunya Sherina. Namun, mirisnya sekarang perusahaan itu dikelola oleh orang yang salah. Dialah Panji, ayah Sherina yang selalu bermuka dua.
Batin Sherina tersiksa setiap kali memandang rumah ini yang justru ditempati oleh ayahnya yang selalu bersikap kasar padanya. Bahkan, ketika ibunya telah tiada, ayah Sherina tiba-tiba membawa seorang wanita yang ternyata selingkuhannya sejak lama.
Wanita itu adalah Fina, ibunya Sofia. Semua hal buruk itu bermula ketika ibunya Sherina meninggal di saat Sherina masih duduk di bangku SMA. Sedangkan ayah Sherina sendiri, sikapnya pada Sherina berubah kasar dan selalu memihak pada Sofia.
"Huh, kukira setelah menikah dengan kak Satya aku tidak akan mendatangi rumah ini lagi. Aku bahagia karena akhirnya bisa berpisah dari keluarga parasit ini. Tapi ternyata pemikiranku itu salah!" gerutu Sherina dengan tatapan kebencian.
"Permisi, ada keperluan apa Anda malam-malam ke sini?" tanya satpam penjaga rumah.
"Buka gerbangnya! Memangnya kau sudah tidak mengenaliku?!" titah Sherina dengan nada ketus. Tetapi, satpam itu hanya bereaksi bingung. Sherina yang kehilangan kesabaran pun melepas maskernya begitu saja.
"N-Nona Sherina ... Hantuuuu!!" teriak satpam itu yang langsung berlari masuk ke rumah.
Sherina yang melihat satpam itu lari terbirit-birit hanya menghela napas. "Haiss ... pekerjaannya saja satpam, tapi dengan hantu palsu saja takut. Jika satpam ini sampai menyebutku hantu, sepertinya berita kematianku sudah tersebar hingga ke rumah ini."
"Heh, ini tidak bisa dibiarkan! Aku tidak bisa membiarkan mereka senang begitu cepat! Aku sudah diberikan kesempatan hidup kembali, aku tak akan mengulangi kesalahan yang sama di kehidupanku yang sebelumnya!"
"Hahaha, bagus, bagus ... akhirnya anak pembawa sial itu mati juga!" Panji tertawa penuh kepuasan di tengah perjamuan makan malam. Belum berselang lama sejak kepulangannya dari luar kota, dan dia mendapatkan sebuah kabar baik, yang mana kabar jika Sherina meninggal.
"Ya, kau benar, Sayang! Sejak dulu aku benci melihatnya, apalagi wajahnya yang mirip dengan si Sukma itu!" sahut Fina. Dan yang dia maksud Sukma itu adalah mendiang ibunya Sherina. Sejak dulu meskipun Sukma telah meninggal, Fina tak pernah puas. Dia beralih melampiaskan kebenciannya pada Sherina, bisa dibilang jika Fina adalah sosok ibu tiri yang kejam.
"Ayah, Ibu ... sudahlah, jangan bahas dia lagi. Mari kita bahas hal yang lain! Misalnya ... soal pernikahanku!" ucap Sofia yang kemudian menggenggam tangan Satya yang duduk tepat di sebelahnya.
"Aku dan Kak Satya sudah sepakat mau menikah!" seru Sofia dengan senyuman.
"Benarkah?" tanya Fina dan Panji bersamaan.
"Iya, sebenarnya sudah sejak lama kami menjalin hubungan. Sudah ada setahun, dan aku juga berterima kasih karena Sofia sudah membuka mataku. Selama ini aku memang sudah buta karena menikahi Sherina. Padahal ada yang jauh lebih baik di depan mataku," jawab Satya dengan senyuman serta menggenggam balik tangan Sofia. Menunjukkan jika mereka berdua adalah pasangan yang saling mencintai.
Panji dan Fina tersenyum makin lebar, mereka berdua turut bahagia atas kebahagiaan putri tersayang mereka. Meskipun Satya bukan pengusaha yang kaya dan menguasai pasar, tetap saja dia termasuk ke dalam golongan yang punya banyak uang dan mempunyai relasi bisnis yang hebat.
Mereka berdua bersyukur karena Sofia mendapatkan hati Satya. Di zaman sekarang untuk menemukan menantu seperti Satya tidaklah mudah. Meskipun Sofia terbilang sebagai perebut suami orang, Panji dan Fina masa bodoh dengan hal itu. Mereka bersedia membuat kebohongan dan melindungi Sofia sepenuhnya. Alasannya karena tentu saja Sofia putri kesayangan mereka.
PROK PROK PROK!
"Wahh ... menikah, apakah kalian berencana mengundangku?" tanya Sherina dengan senyuman sinis. Dia bertepuk tangan lantaran tercengang dengan semua pembicaraan yang baru saja dia dengar.
Sontak saja semuanya langsung berdiri, mereka kaget dengan kedatangan Sherina yang tiba-tiba. Bukannya dokter sudah menyatakan jika Sherina meninggal? Lantas bagaimana bisa dia berada di sini sekarang?
"S-Sherina?! K-kau sudah mati! Bagaimana bisa kau ada di sini?! Pergi sana! Arwahmu tidak diterima di sini!" teriak Sofia dengan tubuh gemetar. Dia begitu takut dan menganggap Sherina sebagai hantu yang menuntut balas dendam. Bahkan saking takutnya, dia juga terang-terangan memeluk Satya.
"Tenanglah, dia bukan arwah ... lihat saja, kakinya jelas-jelas masih menapak lantai," ucap Satya yang berusaha menenangkan Sofia.
"Haha, otakmu ternyata masih bekerja normal ya, Kak Satya. Tapi kenapa di saat otakmu masih normal kau justru mengkhianatiku?!" cecar Sherina dengan tatapan tajam.
"K-kau ...." Satya terdiam, dia kaget karena baru permata kali ini dia melihat Sherina yang bersikap berani kepadanya. Seolah-olah seperti sosok yang berbeda, Sherina yang dia kenal akan selalu bersikap lembut dan manja padanya, tetapi kali ini benar-benar berbeda.
"Pergi kau! Kau tidak diizinkan menginjakkan kaki di sini!" bentak Fina seraya menuding ke arah Sherina.
"Heh, memangnya siapa kau? Kau cuma seorang simpanan yang mengaku-ngaku sebagai nyonya rumah ini! Rumah ini sejak awal milik ibuku! Kau dan putrimu yang kotor itulah yang tidak pantas menginjakkan kaki di sini!" balas Sherina yang sontak saja membuat Fina terdiam. Dia juga terkejut karena Sherina berani melawannya.
"Sherina! Begitukah sikapmu pada ibumu! Dia lebih tua darimu, tapi kau berani membentaknya! Dasar tidak tahu sopan santun!" celetuk Panji yang ikut-ikutan memaki Sherina.
Sherina terdiam sejenak, dia makin gelap mata karena ayah kandungnya justru ikut menyudutkan dirinya. "Ya, aku memang tak tahu sopan santun! Tapi Ayah juga tidak tahu diri! Selama ini Ayah menumpang hidup pada ibuku hingga jadi seperti ini! Dan ketika ibu tiada, Ayah justru dengan tidak tahu dirinya membawa simpanan dan anak haram masuk ke rumah ini! Kalian semua ... kalian semua benar-benar bajing*n!"
"Pengawal! Cepat kemari dan bawa pergi orang ini! Bisa-bisanya kalian terlalu bodoh membiarkan dia masuk seenaknya!" titah Panji dengan suara lantang. Dan tak berselang lama datanglah tiga orang pengawal yang mencoba untuk menyeret Sherina pergi.
"Lepaskan aku! Jangan sentuh aku!" berontak Sherina sekuat tenaga. Sherina mencoba memberikan perlawanan, tetapi tetap saja dia seorang wanita biasa yang tak punya cukup kemampuan untuk melawan ketiga pengawal ini.
"Uhmmm?!" Sherina terkesiap, benar-benar tak mampu memberontak ketika mulut dan hidungnya dibekap oleh kain yang sudah diberi obat bius. Kesadaran Sherina perlahan menurun, kini dia telah lemas dan tak sadarkan diri. Tubuhnya yang lemah itu kini dipegangi oleh salah satu pengawal supaya tak jatuh ke lantai.
"Sial, benar-benar sial sekali. Sebenarnya bagaimana bisa Sherina ke sini? Bukannya dia sudah mati? Bagaimana mungkin dia terlihat sangat sehat?" tanya Fina kebingungan.
"Aku bersumpah jika aku melihat sendiri kalau Sherina tertabrak truk. Bahkan dokter juga menyatakan Sherina tewas karena pendarahan hebat di otaknya. Aku benar-benar yakin dengan luka separah itu, harusnya Sherina memang sudah mati!" jawab Satya mencari pembelaan.
"Iya, aku juga melihat kalau Sherina memang terluka parah!" sahut Sofia yang menguatkan pembelaan Satya.
Panji menghela napas panjang. "Hahh ... tak perlu memperdebatkannya lagi. Sherina masih hidup, itulah yang pasti. Sekarang sebaiknya kita apakan dia? Jika dia bangun nanti, pasti dia akan membuat keributan lagi."
Seketika semuanya membisu, mereka semua berpikir keras tentang apa yang harus mereka lakukan pada Sherina.
Lalu di tengah keheningan ini tiba-tiba saja Sofia bersuara, "Ehmm ... bagaimana jika masukkan saja Sherina ke rumah sakit jiwa? Meskipun dia nanti membuat laporan dan tuduhan pada kita, tidak akan ada yang mempercayai perkataan orang gila. Sherina baru saja kehilangan janinnya, kita bisa jadikan itu sebagai alasan mengapa dia bisa gila!"
"Itu masuk akal!" jawab Fina yang langsung setuju.
"Sepertinya itu boleh juga." Satya mengiyakan, tentu saja dia juga mencari jalan aman supaya pembuatan tercelanya tidak dilaporkan oleh Sherina.
"Baiklah, kita lakukan saja begitu!" Panji juga memberikan persetujuan. Dia tidak ambil pusing karena yakin jika Sherina bukan anak kandungnya. Selama ini dia terus mencurigai jika Sherina adalah anak hasil perselingkuhan Sukma dengan pria lain. Itulah salah satu alasan lain mengapa Panji kerap bersikap kasar dan tidak adil pada Sherina.
***
BSH Enterprise, perusahaan ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang IT, saat ini menyandang predikat sebagai perusahaan IT paling terkemuka di negara. Pemilik perusahaan yang sudah berdiri lama ini adalah keluarga Bashara.
Di siang hari ini tepatnya di ruangan CEO perusahaan itu, Vicky Bashara sedang menyantap makan siangnya dengan ditemani oleh sang kekasih. Dia adalah Cleopatra Camellia, seorang model berusia 25 tahun yang kini namanya tengah naik daun. Dia sudah menjalin hubungan asmara dengan Vicky sejak 5 tahun lalu. Dan karena dukungan dari Vicky juga Cleo mampu mencapai ini semua.
"Cleo, masakanmu semakin enak saja," puji Vicky dengan senyuman.
"Terima kasih, tentu saja aku berusaha keras untuk menyenangkanmu, Honey~"
"Ya ... aku jadi semakin tidak sabar untuk menikahimu, saat kau jadi istriku nanti maka aku akan bisa menikmati makanan ini setiap hari."
Senyuman Cleo seketika menghilang begitu Vicky menyinggung soal pernikahan. Berbeda dengan wanita pada umumnya yang akan menantikan pernikahan, Cleo justru memiliki ketakutan yang besar untuk menikah dengan pria yang nyaris sempurna seperti Vicky.
"Honey ... tentu saja suatu saat nanti aku akan jadi istrimu, tapi sepertinya ... tahun ini masih tidak bisa," ucap Cleo dengan nada bicara pelan, tak mau membuat suasana hati Vicky berubah buruk.
"Kenapa? Apa lagi-lagi berhubungan dengan takhayul itu?" tanya Vicky yang langsung menaruh sendoknya kembali. Dia tak ingin makan kecuali mendengar penjelasan dari Cleo lebih dulu.
"Iya, tapi itu bukan sembarang takhayul belaka, Vicky! Buktinya benar-benar ada! Menantu pertama keluarga Bashara tidak akan bertahan lama. Itu terbukti pada masa nenek dan ibumu. Bahkan aku merinding saat mendengar ibumu bercerita tentang kematian istri pertama mendiang ayahmu," jawab Cleo mencari pembelaan.
Vicky mendengus kesal, bahkan juga memalingkan wajahnya. Selera makannya benar-benar sudah hilang. "Cleo ... padahal kau ini wanita berpendidikan, ternyata masih termakan takhayul itu juga. Selama ini aku menjalani hidup dengan bersih, caraku menjalankan bisnis juga selalu jujur. Atas dasar apa aku dikutuk punya istri yang akan cepat mati?"
"Vicky ...." Cleo merasa bersalah, lantas menyentuh tangan Vicky untuk membujuk dirinya supaya mau mengerti. "Aku mencintaimu, tentu saja aku mau menikah denganmu. Tapi ... aku juga sayang pada nyawaku sendiri. Sebenarnya, aku punya satu rencana supaya kita bisa cepat menikah!"
"Apa?" tanya Vicky tanpa memandang wajah Cleo.
"Pengantin wanita pengganti! Kau bisa menikahi seseorang untuk menjadikannya sebagai istri pertamamu. Dan setelah dia menggantikan aku menerima kutukan, baru aku akan menikahimu!"
"Itu rencana gila! Kau bilang kau mencintaiku, kenapa sekarang kau menyuruhku untuk menikahi wanita lain?!" protes Vicky yang begitu tak terima dengan rencana konyol Cleo.
"T-tapi Vicky ... tidak ada jalan lain selain itu." Cleo menundukkan kepalanya, tak mau melawan dan membuat Vicky makin marah terhadapnya. Serta berekspresi sendu seakan merenungi perkataannya.
"Astaga, baiklah! Akan aku pertimbangkan!" jawab Vicky spontan. Sejak dulu dia memang tak tahan dengan wajah sedih kekasihnya ini.
Raut wajah Cleo seketika berubah bahagia, sampai-sampai dia memeluk Vicky dengan eratnya. "Terima kasih, Honey! Aku mohon pertimbangkan baik-baik demi kebahagiaan kita di masa depan!"
***
Begitu jam kerja sudah berakhir, Vicky pulang ke kediaman Bashara seperti biasanya. Namun, dia pulang dengan pikiran frustrasi karena terus memikirkan soal pengantin wanita pengganti yang Cleo usulkan.
"Hm, kenapa anak ibu tampaknya tidak bersemangat?" tanya Ariana, ibu kandung Vicky serta nyonya besar keluarga Bashara saat ini. Saat ini Ariana duduk di sofa ruang tamu, dari melihat wajah Vicky dia bisa tahu jika putranya ini sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
"Bukan apa-apa, Ibu. Aku hanya memikirkan sesuatu yang menyebalkan saja."
"Kemarilah, ibu ingin berbicara denganmu!" pinta Ariana sambil menepuk-nepuk bantalan sofa di sampingnya.
"Oke," jawab Vicky pasrah. Sejak dulu Vicky memang selalu menghormati ibunya, dan terlebih lagi ketika ayahnya meninggal. Vicky merasa harus lebih berbakti lagi karena Ariana adalah orang tua satu-satunya yang tersisa.
Tiba-tiba saja Ariana menunjukkan Vicky sebuah dokumen yang sejak tadi dia baca. Dan isi dari dokumen itu semuanya adalah perihal tentang Sherina.
"Apa ini? Kenapa Ibu menunjukkan biodata wanita ini padaku? Memangnya dia siapa?" tanya Vicky dengan wajah bingung.
"Vicky ... sebenarnya ibu tahu alasan mengapa suasana hatimu buruk hari ini. Itu pasti berhubungan dengan Cleo, dan soal pengantin wanita pengganti, sebenarnya itu adalah ide yang sudah ibu diskusikan dengan Cleo. Lalu wanita yang ada di dokumen ini, dia yang akan menjadi istri pertamamu sebagai penerima kutukan."
"Apa?! Kenapa ibu memutuskan semuanya seenaknya begini?!" tanya Vicky yang tidak habis pikir dengan keputusan sepihak ibunya.
"Karena usiamu sudah memasuki usia menikah, dan ibu juga sudah tua .... Sebelum ibu mati, ibu ingin melihatmu bahagia, Vicky ..." ucap Ariana dengan wajah memelas, dia tahu betul bagaimana menyerang titik kelemahan perasaan Vicky.
"Meskipun niat Ibu baik, tetap saja cara yang Ibu pakai ini salah. Sekalipun aku mau menikahinya, bagaimana dengannya? Memangnya dia mau? Rumor soal takhayul atau kutukan itu sudah tersebar ke mana-mana. Memangnya ada wanita yang mau sukarela menikah denganku untuk mati?"
"Itulah mengapa dengarkan penjelasan ibu dulu sampai habis. Wanita ini bernama Sherina, ibu mendapatkan biodata ini atas persetujuan dari keluarganya. Dan sepertinya mereka juga kerap menyebut jika Sherina ini pembawa sial, jadi mereka menawarkan Sherina pada ibu dengan sedikit imbalan."
"Apa?! Jadi maksud Ibu, mereka menjual wanita ini pada kita?!" tanya Vicky seakan tak percaya.
"Iya, singkatnya begitu. Dan ibu sudah mengirimkan sejumlah uang pada mereka. Ibu mohon jangan sia-siakan ini Vicky, seminggu lagi cobalah bertemu dengan Sherina. Jika dia cocok dan bisa diajak berkomunikasi, tidak ada salahnya bagimu untuk menikahi dia. Ibu mohon ... lakukan demi ibu, oke?" bujuk Ariana yang lagi-lagi menggunakan wajah memelasnya.
Vicky tertegun, berpikir keras soal keputusan macam apa yang akan dia ambil. Dia tak munafik jika dia sudah memiliki keinginan besar untuk menikahi Cleo, tetapi keinginan baiknya itu terus terhalang oleh rumor kutukan yang sudah dipercaya dan melekat pada keluarga Bashara. Pikirnya, mungkin saja inilah kesempatan yang menjadi jalan keluar baginya.
"Baiklah, aku akan turuti kemauan Ibu. Seminggu lagi aku akan bertemu dengan Sherina!"
Ariana tersenyum puas. "Terima kasih, Vicky! Ibu jamin kau pasti tidak akan menyesal! Ini semua juga demi kebaikanmu sendiri!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!