NovelToon NovelToon

Duda Seperempat Abad

Menyambut Putri Tercinta

Jakarta, 1996

Kala itu di salah satu Rumah Sakit di Jakarta, pasangan muda tengah bersiap untuk menyambut bayi pertama mereka. Seolah tak ada kepanikan karena memang pasangan suami istri itu terlihat memasang raut wajah bahagia. Sugesti yang ditanamkan dalam diri sendiri bahwa kelahiran seorang bayi akan membawa kebahagiaan. Oleh karena itulah, keduanya tampak menikmati masa menjelang persalinan yang akan dilakukan dengan metode caesar. 

Sebenarnya persalinan dengan memotong bagian perut konon sudah dilakukan sejak zaman Perunggu akhir. Namun, metode Caesar baru dikembangkan oleh Zaman Romawi. Di Indonesia sendiri jenis operasi ini sudah dilakukan sejak 1980-an. Sehingga saat itu, pasangan muda itu karena beberapa alasan khusus memilih untuk melahirkan dengan metode C-Section atau Operasi Caesar. 

"Gugup enggak?" tanya sang suami yang bernama Tendean itu kepada istrinya. 

Wanita yang tengah berbaring di atas ranjang dengan selang infus yang sudah terpasang di tangannya itu menggelengkan kepalanya. "Tidak, cuma jarum infusnya ini terasa sakit di tanganku," balasnya. 

"Sabar yah, sebentar lagi Dokter akan datang dan tidak lama lagi, kita akan menyambut bayi kecil kita," ucap Tendean kepada istrinya yang bernama Desy. 

Desy pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya, untuk bisa bertemu dengan putri kecil kita, aku akan melakukan semuanya. Nanti, berikan nama Anaya kepada putri kita ya Mas Ean," pesannya kepada sang suami. 

"Anaya?" tanya Tendean yang akrab dipanggil Ean oleh istrinya itu. 

"Iya, berikan nama Anaya yang berarti berkah dari Tuhan. Sama seperti seorang bayi yang adalah berkah dari Tuhan untuk kita berdua," balas Desy. 

Tampak Tendean memikirkan sesuatu. Benarkah nama Anaya berarti Hadiah dari Tuhan. Jika artinya demikian, Tendean merasa bahwa sudah pasti nama itu memiliki arti yang indah. Tepat seperti yang disampaikan oleh istrinya bahwa anak-anak sejatinya adalah hadiah dari Tuhan untuk pasangan suami istri yang pada akhirnya akan naik level menjadi orang tua. 

"Baik, Yang ... aku akan menamai bayi kita, Anaya. Lalu, aku nanti akan memanggilnya Aya, sebagai panggilan sayangku untuknya," balas Tendean dengan menggenggam tangan sang istri. 

Di sana Desy pun tersenyum. "Seumur hidupmu, Anaya nanti akan menjadi berkah tersendiri untukmu. Dia akan mengajarkan banyak hal untuk kamu, Mas," balas Desy. 

"Hmm, kenapa demikian?" tanya sang suami. 

"Iya, ketika kita sudah menjadi orang tua, sebenarnya bukan kita yang menumbuh kembangkan anak. Namun, anak juga menumbuhkan kita, membesarkan kita. Kehadiran anak yang mengubah hidup kedua orang tuanya dan juga mengajarkan kita berbagai hal baru dalam hidup," balas Desy. 

Apa yang disampaikan oleh Desy sepenuhnya benar. Sebab, memang anak begitu dia dilahirkan, dia akan mengubah kedua orang tua. Membuat pasangan suami istri naik kelas menjadi orang tua, membuat status dan peranan baru di dalam rumah tangga, dan banyak kisah yang akan terajut dalam kehidupan berumahtangga bersama sang buah hati. 

"Iya, sudah pasti ... Anaya akan menjadi berkah sekaligus harta yang tak ternilai untuk kita," balas Tendean. 

Hingga akhirnya waktu bersalin pun tiba. Tampak ada tiga orang Dokter yang memasuki ruang Desy yaitu Dokter Bedah, Dokter Anestesi, dan juga Dokter Kandungan. Ketiga Dokter ini akan menjalankan perannya dan sekaligus membantu selama jalannya persalinan. 

"Kita akan lakukan anestesi ya Dokter Tendean?" tanya Dokter Anestesi di sana. 

Kebetulan Tendean adalah seorang Dokter Spesialis Saraf di Rumah Sakit tersebut, sehingga Dokter di sana tentu sudah mengenalnya. Selain itu, Desy memang melahirkan di Rumah Sakit tempat Tendean bekerja dan melayani pasien di sana. 

"Baik, silakan," balas Tendean. 

Kemudian mulailah anestesi epidural sejenis suntikan bius yang disuntikkan di tulang belakang, sehingga memberikan efek mati rasa di bagian perut hingga kakinya. Setelahnya kain berwarna hijau mulai dibentangkan di atas perut Desy. 

"Kita akan mulai operasinya yah?" ucap Dokter Kandungan. 

Namun, sebelum operasi dilanjutkan, perawat kembali mengukur tekanan darah pasien, rupanya pasien mengalami darah tinggi. Untuk itu bius yang semula hanya bagian perut diubah menjadi bius total. 

Setelahnya barulah Dokter Bedah mulai membersihkan area perut Desy dan membuat sayatan vertikal mulai dari bawah pusar hingga tulang ke-maluan. Kemudian Dokter Bedah tampak membuka lapisan demi lapisan di perut Desy. Ya, terdapat sayatan satu per satu di setiap lapisan kulit. 

Setelah rongga perut terbuka, barulah dibuat sayatan horizontal di bawah rahim. Hingga perlahan bagian rahim itu terbuka, terlihat jelas seorang bayi masih terbungkus dengan selaput, lengkap dengan plasenta dan air ketubannya. Lantas, Dokter Kandungan mengambil bagian tersebut dan memecahkan air ketubannya di luar. Hingga terdengarlah suara bayi di sana. 

Oek ... Oek ... Oek .... 

Tangisan bayi yang seketika membuat Tendean menitikkan air matanya. Benar, mendengar tangisan pertama bayi saja seolah telah mengubah hidup seorang Tendean. Andai saja, istrinya hanya dibius sebagian, sudah pasti istrinya turut meneteskan air mata mendengarkan tangisan pertama sang buah hati. 

Sayangnya, Desy dalam kondisi tak sadarkan diri dalam pengaruh anestesi yang disuntikkan di tulang belakangnya. Di dalam hatinya, Tendean pun bergumam sesuatu. "Lihatlah Sayang, malaikat kecil kita sudah terlahir di dunia. Buah hati kita berdua yang katamu adalah berkah dari Tuhan untuk kita berdua."

"Selamat Dokter Tendean, seperti hasil pemeriksaan dengan USG yah, bayinya perempuan," ucap Dokter Kandungan dengan mengangkat tubuh bayi itu. 

Terlihat tubuh yang rapuh, tangisan yang menggema memenuhi seluruh ruangan hingga masih ada darah di bagian hidung dan mulutnya. 

Pertemuan pertama dengan malaikat kecilnya yang benar-benar membuat Tendean jatuh cinta. Begitu bahagia dan rasa haru yang melingkupi. Bayi yang terlahir laksana kertas putih, bersih, dan tanpa cela layaknya teori Tabula Rasa bisa Tendean rasakan sekarang. 

Hingga bayi kecil itu dibersihkan lantas, beberapa saat kemudian tali pusatnya dipotong dari bagian plasenta di sana. Namun, di saat yang nyaris bersamaan terjadi pendarahan di sana. Tanda emergency seakan berbunyi. 

"Pasien dalam kondisi kritis," ucap seorang Dokter. 

Semua rasa bahagia, haru, dan jatuh cinta dalam seketika beralih menjadi rasa risau, panik, sekaligus kekhawatiran. Tendean menitikkan air matanya, dengan tangan yang menggenggam tangan sang istri di sana. Bahkan Tendean membisikkan kata-kata kepada sang istri dalam kondisi tak sadarkan diri. 

"Bertahanlah, Desy, Sayangku. Bayi kecil kita, malaikat kecil kita sudah lahir. Bayi cantik yang kamu beri nama Anaya sudah lahir. Kamu harus berjuang dan bertahan, Desy. Dia akan memanggilmu Bunda, sama seperti keinginanmu selama ini."

Di batas rasa risau dan khawatir, hanya kata-kata dan doa yang bisa Tendean bisikan di telinga Desy. Berharap mukjizat akan tiba dan memberikan pengharapan baru untuk Desy. Berharap masa kritis ini akan terlewati. 

Februari Kelabu

Suami mana yang tidak merasa panik dan khawatir di saat yang bersamaan ketika mengetahui istrinya sekarang berada pada kondisi kritis. Dengan menggenggam tangan Desy di sana, dan juga dengan terus membisikkan kata-kata yang menguatkan, Tendean benar-benar berharap bahwa istrinya bisa melewati masa kritis ini.

"Tolong lakukan yang terbaik untuk istri saya," pinta Tendean sekarang.

Bahkan Tendean yang notabenenya adalah seorang Dokter kini berbicara dengan nada yang seakan mengiba. Meminta rekan Dokternya yang kini menangani Desy untuk bisa menyelamatkan istrinya yang tak sadarkan diri di atas ranjang kesakitan. Air mata pun terus menetes dengan sendiri dari kedua mata Tendean.

"Pasien mengalami tekanan darah tinggi, Dokter Tendean," ucap Dokter di sana.

Bukannya Tendean tidak tahu, tetapi dia sangat tahu dengan risiko melahirkan dengan tekanan darah tinggi. Selain itu, tekanan darah juga bisa melonjak dengan begitu hebatnya menjelang persalinan. Tak jarang, para ibu harus meregang nyawa ketika melahirkan bayinya.

Bisa Tendean lihat sarung tangan medis yang semula dikenakan oleh Dokter yang semula berwarna putih, kini berwarna merah di sana. Selain itu, arah pandangan Tendean juga mengamati monitor tanda vital. Ya, dari alat ini setidaknya Tendean bisa memantau kondisi fisiologis istrinya secara teratur dan memastikan stabilitasnya. Monitor ini berisi informasi tanda vital pasien yang bisa berubah-ubah dalam hitungan detik.

"Heart rate pasien menurun," ucap seorang Dokter di sana.

Ya, terlihat dalam detak jantung yang ditampilkan di bagian atas monitor ini terasa turun. Orang dewasa sendiri memiliki detak jantung antara 60 - 100 denyut per menit (bpm). Akan tetapi, denyut jantung Desy hanya sekitaran 50 bpm saja.

"Saturasi oksigen pasien juga melemah," balas seorang Dokter yang lain.

Parameter saturasi oksigen yang tertera dengan tanda SpO2 di sana juga terlihat melemah. Sehingga mulai diberikan alat bantu pernafasan kepada pasien. Situasi di dalam ruangan itu terasa begitu genting. Bukan hanya saturasi oksigen Desy yang melemah, tetapi Tendean pun merasakan dadanya kian sesak.

Kondisi Desy yang kian tak stabil, dan juga Heart Rate yang kini hanya menandakan garis lurus saja.

Tiiittt ....

Bunyi dari monitor di ruang ICU. Sebagai tanda bahwa denyut jantung sudah berhenti, dan saturasi oksigen melemah. Ketiga Dokter yang ada di sana  pun menundukkan wajahnya. Diikuti dengan gelengan kepala secara samar.

"Maafkan kami, Dokter Tendean."

Hanya kata maaf yang terucap. Tidak ada lagi kata yang mampu diucapkan oleh Dokter di sana. Sementara dunia Tendean dalam sedetik saja seolah berhenti berputar. Jantungnya merasa nyeri. Bahkan bisa dia rasakan tidak ada denyut nadi di tangan istrinya.

"Bu Desy sudah menghadap Sang Pencipta," ucap Dokter di sana.

Air mata pun berlinangan dengan sendirinya. Di hari ketika, putrinya lahir, justru Desy justru yang harus menghadap sang Pencipta. Hari terpahit dalam hidup Tendean. Bulan kelahiran istrinya justru menjadi bulan di mana istrinya itu kembali ke haribaan-Nya. Meninggalkan Tendean sendiri dengan bayinya yang bahkan belum bisa melihat dunia.

***

Keesokan harinya ....

Tendean bersama keluarga besarnya akhirnya mengebumikan jenazah Desy di salah Memorial Park yang ada di pinggiran Jakarta. Walau tak rela, tapi Tendean kini berada dalam posisi harus rela, harus ikhlas.

"Yang kuat dan sabar, Dean," ucap sang Ayah yang bernama Ali Soedono.

Pria yang masih muda itu hanya bisa menganggukkan kepalanya secara samar. "Berat, Pak," balas Tendean.

Hingga akhirnya, Tendean turut untuk turun ke liang lahat dan membaringkan istri tercinta di pembaringan terakhirnya. Tidak hanya itu, Tendean pun mengumandangkan adzan di telinga yang istri yang sudah terbujur kaku. Dalam hatinya, pria itu bergumam perlahan. "Beristirahatlah dalam damai, Desy, istriku ... aku akan menjaga dan merawat bayi kita, Anaya. Cintaku untukmu selamanya."

Hingga akhirnya Tendean keluar dari liang lahat dan mulailah tanah dimasukkan ke dalam liang lahat, dan juga mengubur tubuh Desy di sana. Sejatinya yang dari tanah akan kembali ke tanah. Ciptaan akan kembali kepada penciptanya.

Kini, Tendean bersujud di depan pusara dengan nisan yang tercetak nama Desy Febyanti di sana. Air matanya sampai kering dan tidak bisa berlinang. Namun, bisa Tendean rasakan dadanya yang terasa sesak. Dunia yang dia lihat tidak lagi berwarna.

Bumi seakan berhenti berrotasi, tidak ada lagi siang. Akan tetapi, yang tersisa hanyalah malam. Pekat dan juga gelap.

"Dulu kita sama-sama berjanji untuk saling mencintai satu sama lain. Membesarkan buah hati kita. Akan tetapi, kamu pergi mendahuluiku, Desy. Bulan Februari yang selalu kelabu di dalam hidupku. Dengan tenggelamnya surya di dalam hatiku."

Di bawah nisan, kekasihnya jiwa berada dalam pembaringan untuk selamanya. Sementara di depan pusara, Tendean memejamkan matanya. Rasanya begitu sebak di dada.

Akan tetapi, inilah kenyataan yang harus dia terima. Menduda, ketika bayinya masih kecil, dan usianya masih begitu muda. Memulai hari dengan status sebagai seorang Duda.

Keterpurukan

Kembali pulang ke rumah, dengan tanpa adanya istri di sisi menjadi tekanan sendiri untuk Tendean. Rumah yang dia beli dengan penghasilannya sebagai Dokter, kini tampak berbeda dan terasa sepi. Di setiap sudut rumah, dia teringat dengan bayang sang istri tercinta.

Biasanya di ruang keluarga, mereka selalu duduk bersama melihat siaran televisi atau drama China yang mengisahkan seekor kera yang mencari Kitab Suci menempuh perjalanan ke Barat. Ada kalanya mereka melihat Cek dan Ricek di sore hari. Kini, televisi tabung berukuran besar itu padam, tidak menyala.

Biasanya di dapur ada Desy yang suka memasak. Tendean teringat dengan mendiang istrinya yang selalu suka memasakkan sayur kesukaannya yaitu Bayam dengan Gambas yang dibuat Sayur Bening, jangan lupakan Ayam Goreng dan Sambal. Pemandangan indah ketika bisa memperhatikan sang istri yang berjibaku di dapur. Akan tetapi, sekarang tidak ada lagi.

Atau bahkan dengan semua foto pernikahan dan kenangan mereka yang tergantung di dinding. Semuanya seolah mengingatkan Tendean kepada mendiang sang istri yang dia cintai. Meninggalkan rasa sesak di dada.

"Tiga hari yang lalu, kita berdua keluar dari rumah ini bersama-sama, Des ... sekarang hanya aku yang tertinggal di dalamnya sendiri. Tidak ada kamu lagi. Rumah ini penuh dengan kenangan kita. Rumah ini di setiap sudutnya mengingatkanku kepadamu. Entah itu di ruang keluarga, di ruang makan, di dapur, dan mungkin kamar kita yang senantiasa kita habiskan dalam peraduan malam yang indah dan bergelora. Semuanya tinggal kenangan."

Tendean hanya bisa bergumam di dalam hati. Pria itu memejamkan matanya perlahan. Dadanya sangat sesak, dengan kejadian buruk yang sudah terjadi. Sampai pada akhirnya, ada dua pasang telapak tangan yang menepuk bahunya.

"Sabar, Dean ... ikhlas. Semua sudah digariskan sama Allah. Kita manusia hanya sebatas menjalani takdir yang sudah Allah gariskan," ucap Ibunya yang bernama Mia.

"Semuanya seperti mimpi buruk, Bu," balas Tendean.

Bagaimana tidak mimpi buruk, jika pernikahannya dengan Desy hanya berjalan dua tahun saja, setelahnya istrinya sudah berpulang ke Rahmatullah. Sementara, masih ada bayi kecilnya yang sesungguhnya sangat membutuhkan kehadiran ibunya.

"Jangan terlalu lama terpuruk ya, Dean ... kasihan putri kamu masih kecil. Sangat membutuhkan kamu, dia sudah kasihan karena kehilangan Ibunya. Namun, dia masih memiliki Ayahnya bukan?" tanya sang Ibu.

Apa yang baru saja diucapkan oleh Ibunya pun membuat Tendean menganggukkan kepalanya perlahan. "Iya, Bu ... di mana sekarang bayinya Dean?" tanyanya.

Bu Mia akhirnya mengambil bayi putranya yang dititipkan sejenak dan diserahkan kepada Tendean. Bayi mungil yang berat badannya ketika dilahirkan hanya 2,5 kilogram, dan juga kulitnya masih merah di sana. Dalam kain bedongan, bayi kecil itu tampak terlelap.

"Lihatlah, Desy pergi ... tapi kamu bisa melihat sosok Desy di wajah putrimu ini. Alis mata yang sama, hidung yang sama, dan juga kecantikan yang sama. Bukankah dia mirip dengan Desy?"

Tendean mengulurkan tangannya dan menimang bayi kecilnya. Ketika, sang bayi sudah berada di timangannya, Tendean barulah bisa kembali meneteskan air matanya. Rasa pilu, haru, semuanya berkumpul menjadi satu. Membuatnya teringat sosok Desy. Apa yang disampaikan Ibunya benar bahwa di wajah bayi kecilnya, ada wajah istrinya yang tercinta.

"Mirip Desy kan?" tanya Ibunya lagi.

Tendean pun menganggukkan kepalanya perlahan. "Iya, Bu ... ada wajah Desy di sini," balas Tendean dengan meneteskan air matanya.

"Kamu beri nama siapa bayi kecilmu ini?" tanya Sang Ibu lagi.

"Anaya," balasnya.

Ya, yang bisa Tendean ingat bahwa putri kecilnya itu akan diberi nama Anaya. Sebagaimana pesan yang pernah Desy sampaikan kepadanya. Anaya yang berarti adalah berkah dari Tuhan. Sejenak, Tendean teringat dengan apa yang pernah diucapkan oleh Desy kepadanya sesaat sebelum persalinan kemarin.

"Seumur hidupmu, Anaya nanti akan menjadi berkah tersendiri untukmu. Dia akan mengajarkan banyak hal untuk kamu, Mas."

Teringat dengan kata-kata istrinya membuat Tendean memejamkan matanya. Ya, air matanya masih berlinangan, bahwa ada setitik air matanya yang jatuh di wajah putrinya.

"Anaya ... putrinya Ayah. Temani Ayah menjalani hari-hari Ayah yah. Ayah akan selalu menyayangimu dengan cinta yang utuh dan penuh. Walau kamu tidak memiliki Bunda, tapi Ayah akan berusaha menjadi Ayah sekaligus Bunda untuk kamu, Nak."

Mendengar apa yang diucapkan putranya. Bu Mia kembali menepuk bahu Tendean. Begitu kasihan rasanya dengan putra tunggalnya itu. Baru kemarin dia berpamitan untuk pergi ke Rumah Sakit, meminta doa untuk kelancaran persalinan istrinya, dan sekarang hanya putranya yang kembali, tapi tidak dengan menantunya.

"Sabar ya Dean ... Allah memberi cobaan itu tidak akan melebihi batas kekuatan kita. Namun, karena Dia tahu bahwa kita kuat untuk menjalaninya. Semakin mendekatkan diri kepada Allah, memohon kekuatan dan juga pertolongan-Nya," ucap sang Ibu lagi.

Hingga akhirnya Bapaknya Tendean juga turut menganggukkan kepalanya dan berbicara perlahan. "Yang kuat ya, Ean ... setidaknya kuat lah untuk bayi kecilmu," balasnya.

"Iya Bapak," balas Tendean dengan menganggukkan kepalanya.

***

Satu hari berlalu ....

Sudah satu hari berlalu, dan Tendean masih mengambil cuti. Semua itu karena memang dia perlu memulihkan diri dan mentalnya pasca kehilangan istri tercinta. Selain itu, bayinya yang dia beri nama Anaya juga perlu tangan yang mengasuhnya.

"Jadi, si kecil cuma diberi nama Anaya saja, Ean?" tanya Bapaknya lagi kepadanya.

Tendean pun menganggukkan kepalanya. "Iya, Pak ... rasanya Tendean tidak bisa berpikir lagi. Jangan berpikir, untuk bernafas rasanya berat," balasnya.

"Ya, yang sabar. Nanti biar Bapak yang menguruskan Akte Kelahiran untuk Anaya. Kamu pilihkan diri dulu, Anaya butuh kamu," ucapnya.

Tendean pun sangat paham bahwa memang Anaya membutuhkan dirinya. Walau dia sendiri dalam kondisi terpuruk, tetapi Tendean harus bangkit untuk anaknya.

"Anaya mau dicarikan Ibu Susu atau gimana, Ean?" tanya Ibunya kemudian.

"Susu formula saja, Bu ... ada untuk bayi usia 0 sampai 6 bulan pertama," jawabnya.

Bu Mia pun menganggukkan kepalanya. "Walau kandungannya tidak sebaik ASI, tapi jika Anaya bisa cocok dengan Susu Formula tidak ada salahnya, Ean. Bagaimana pun Anaya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai usianya," balas sang ibu.

"Iya Bu ... jika tidak ada alergi laktosa dan susu sapi, kita berikan Anaya sudah formula saja tidak masalah," balasnya.

Sebenarnya dalam hati Tendean juga tidak rela dan ingin Anaya mendapatkan semua kebaikan dari Air susu Ibu. Akan tetapi, jika memang bayinya bisa menerima susu formula, maka itu pun tidak ada salah. Lagipula, banyak bayi yang bertahan dan tumbuh besar dengan susu formula.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!