Sebelumnya baca dulu pandawa kecilku. Karena ini adalah kisah percintaan dari salah satu pandawa yakni Abigail Rizki putra dari Alvarendra Rizki bersama Sherly Salma.
Selamat Membaca, semoga terhibur!!!
Dan jangan lupa buat like, vote , komen serta hadiahnya 😘😘😘
...---------------...
Bugh !
Suara hantaman terdengar begitu keras menimpa perut seorang pria berkumis tipis.
"Kurang ajar kamu, kamu tahu siapa dia! Dia adalah calon istriku. Bulan depan kami akan menikah. Berani - beraninya kamu menggoda calon istriku dan rasakan ini!" umpat pria dengan pemilik nama panggilan Abi itu dengan sorotan mata penuh kecemburuan. Melayangkan pukulan sekali lagi.
Pria berkumis tipis itu menerima serangan lawan untuk kedua kali hingga dia merasakan ingin mengeluarkan semua isi perutnya, membungkuk sambil menahan sakit di perut. Tak ada niat untuk membalas, dari fisiknya saja sudah mampu terbaca kalau badannya tidak lemah. Hanya saja pria dengan pemilik nama Tio itu sedang tak ingin melawan.
Sedang wanita cantik berkulit putih, hidung mancung dan bermata coklat itu berteriak histeris. Menarik lengan Abi agar berhenti menghajar. "Berhenti, Abi!"
"Siapa pria ini! Apa dia kekasih barumu hah!" bentak pria yang lahir dua puluh lima tahun lalu.
"Hentikan Abi! Dia bukan siapa - siapa aku, kami hanya kebetulan saja bertemu di restoran ini. Aku sedang menunggu klienku di sini." terang wanita yang bekerja sebagai seorang pengacara itu.
Abi mengepalkan tangan dan siap menghajar lagi, darah nya mendidih tak rela kalau wanitanya di sentuh pria lain.
"Kalau kamu tak percaya, kamu bisa lihat CCTV restoran ini, kami tak melakukan apa - apa." terang Manda sambil memberi kode agar pacar gelap nya yang bernama Tio itu segera pergi.
Abi masih menata nafasnya yang memburu. Ia menyuruh hatinya untuk percaya pada sang kekasih. Bulan depan ia dan Manda akan menikah, sangat tidak baik jika tidak ada kepercayaan yang seharusnya sudah ditanamkan selama 5 tahun berpacaran.
Tio dengan langkah terseok meninggalkan restoran. "Tunggu pembalasan dariku, dasar Arogan!" umpatnya dalam diam.
Abigail tadi sedang melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang sambil mendengarkan musik shella on seven. Ia menuju ke restoran untuk bertemu dengan klien bisnisnya sambil makan siang, duduk di meja yang sudah ia pesan. Meskipun ia seorang CEO terkenal di perusahaan Astra Internasional, tapi tak ada satu pun media yang mengusik kehidupannya karena Abigail tak suka dengan keramaian.
Bola mata Abi berhenti bergerak saat jatuh pada titik yang familiar bagi hidupannya yang tengah bersama pria asing. Dengan gejolak hati yang panas, Abi beranjak menuju ke salah satu meja tak jauh dari arahnya. Menarik kerah baju dan langsung memberikan bogem mentah tepat di bagian perut lawan.
" Baik. Aku percaya padamu." ujar Abi kemudian. Rasa sesak di hatinya mulai menguap.
"Sayang, kamu sedang apa di sini?" tanya Manda seraya membenahi dasi. Penampilan Abi sedikit berantakan.
"Aku sedang ada janji dengan rekan kerjaku." sahut Abi, kemudian ia merogoh ponselnya yang mendadak berdering. Ternyata itu dari rekan kerjanya yang membatalkan pertemuan lantaran mendadak sakit. Abi memakluminya.
"Bagaimana kalau kita ke toko perhiasan sekarang?" tawar pemilik nama lengkap Abigail Rizki itu.
"Kamu nggak sibuk?" Mata Manda seolah bersinar terang setelah mendengar kata emas.
Abi menggeleng, keduanya pun membeli sepasang cincin kawin.
apa pun yang Manda inginkan.
...****************...
Tok ... tok ... tok ...!
"Ini sudah jatuh tempo, cepat bayar uang sewa, atau kamu dan adik kamu segera angkat kaki dari rumah ini!" Bentak seorang pria berjaket kulit paruh baya pemilik rumah kontrakan berukuran 10 meter persegi itu.
Seorang gadis berkulit putih dengan mata hitam pekat melonjak kaget dengan suara ketukan pintu yang beruntun.
Dengan langkah cepat ia membuka pintu agar suara berisik itu segera berhenti.
"Pak Teguh, ini sudah malam tidak enak di dengar tetangga jika Anda berbuat keributan seperti tadi." Gadis yang sudah hidup 20 tahun itu berkata dengan sopan.
"Makanya cepat bayar!" bentak pria berjaket kulit itu.
"Eum, tapi pemasukanku tidak banyak hari ini, bagaimana kalau satu minggu lagi," tawar gadis pemilik nama lengkap Salma Nuraini itu.
"Enak saja kamu mau menunda lagi, sekarang bayar atau aku usir kalian!" sepertinya pria paruh baya itu tak punya hati. Hari ini sudah malam, jika Salma dan Egi ke luar akan tinggal di mana mereka?
"Kak, ada apa?" suara pria kecil terdengar serak, dia terbangun karena suara keributan itu. Sesekali bocah berusia 8 tahun itu mengucek mata.
"Egi, kenapa kamu bangun, pergilah kembali tidur!"
"Aku dengar ada yang diusir, siapa Kak?" tanya nya serambi memperhatikan pak Teguh yang sejak tadi berkacak pinggang.
"Kamu dan Kakak kamu ini yang akan aku usir jika tak segera bayar uang sewa, sudah tiga bulan kalian belum juga bayar!" bentak pak Teguh sudah tak sabar lagi.
Salma bergemuruh hatinya, bagaimana caranya ia membayar hari ini sementara uangnya menipis untuk modal besok ditambah ia harus beli minyak goreng lagi. Persediaan minyak habis tinggal setengah botol apalagi sekarang harganya juga meroket.
Pak Teguh terus saja berteriak hingga memancing kerumunan. Salah satu pria bernama Aden datang mendekat.
"Mungkin masalah ini bisa diselesaikan dengan tenang," ujarnya membela Salma. Pria itu melirik Salma, ia menduga jika bersikap pahlawan seperti ini dapat dengan mudah mendapatkan hatinya.
Kemudian Aden mengeluarkan uang dari dompet menyerahkan semuanya pada pria tua itu.
Salma terlonjak kaget, dia sama sekali tak ingin merepotkan Aden yang terus membantunya.
Setelah pria tua itu mendapatkan apa yang di inginkan akhirnya ia pergi juga.
Terdapat kelegaan sedikit dengan datang nya Aden, tapi Salma menganggapnya sebagai pinjaman bukan pemberian meski pria lebih tua lima tahun darinya itu selalu memaksa untuk tidak mengembalikan uang yang telah ia berikan.
Setelah mengucapkan terima kasih, Salma meminta Aden untuk pulang, itu pun dengan sopan karena hari memang sudah malam.
"Baiklah. Aku akan pulang sekarang." ucap Aden tapi hatinya berkata lain. Ia sedang menunggu kalimat Salma berharap mengatakan 'Oh Aden, kamu adalah pahlawanku yang selalu datang di setiap aku sedang berada dalam masalah.
Namun sudah sekian detik juga Salma tak mengatakan apa pun yang sesuai dengan harapannya selain memintanya untuk segera pulang.
"Kak, Egi ngantuk." satu kalimat yang berhasil membuat pria sok narsis itu benar - benar pergi.
"Iya, kita tidur lagi yuk!" hibur Salma yang kemudian melemparkan senyum sebelum ia menutup pintu.
Aden benar - benar di mabuk cinta saat itu juga.
...****************...
Langit begitu cerah tak ada tanda - tanda akan turun hujan meski musim saat ini sedang hujan.
Seorang pria dengan setelan kemeja hitam mengkilat dengan kacamata hitam juga bertengger di batang hidungnya berjalan dengan tegap menuju meja di sebuah restoran yang sudah ia pesan kemarin. Dari penampilannya saja semua orang yang berpapasan sudah pasti tahu ia adalah seorang pria konglomerat.
Begitu tiba di tempat yang ia tuju, ia melepas kacamatanya dan memberi salam pada seseorang yang sudah menunggunya beberapa menit lalu.
"Tuan Abigail, selamat datang, apakah aku terlalu cepat datang dari jadwal yang telah kita sepakati ?" pria berusia kepala tiga itu menyambut jabatan tangan Abi dengan tatapan mata penuh selidik. Dalam benaknya ia berfikir bagaimana bisa pria muda yang berada di depannya ini adalah seorang CEO dari perusahaan Astra Internasional yang berkembang cukup pesat di tanah air. Pria itu tak tahu kalau Abi dulunya adalah anak genius.
"Tidak Tuan Adam, ada sedikit kendala tadi di jalan. Silahkan duduk kembali!" Abi dan Adam duduk bersama dengan kursi berhadapan.
Setelah memesan makanan dan menikmati makan siang mereka membahas kerja sama yang cukup menguras pikiran. Tapi bagi Abi ini hal mudah. Ia menerima tawaran Adam untuk membangun cabang AI di bidang jasa yang sangat diperlukan oleh sebagian masyarakat yang baru lulus SMA atau sederajat.
Hampir dua jam mereka berdiskusi dan perpisahan diantara keduanya pun terjadi.
Bola mata Abi seperti sensor yang begitu peka ketika melihat seseorang yang tak asing baginya tengah makan berdua dengan pria lain. "Manda!" serunya dari jauh. Abi sudah tak sabar dan mempercepat langkah kakinya menuju meja kekasihnya.
Sudah pasti Abi akan memulai duluan membuat keributan. Dan kali ini Manda Kepergok kedua kali bersama pria yang sama. "Jangan bilang kamu akan beralasan sedang menunggu klienmu dan tanpa sengaja bertemu dengan pria ini lagi," ujar Abi meninggikan suaranya.
Manda kagetnya bukan main dengan kedatangan Abi yang secara tiba - tiba, seolah Abi tahu keberadaan dirinya. Dengan tergagap Manda menjelaskan. "A-Abi, ini tak sesuai dengan apa yang kamu pikirkan, sungguh aku dan Tio hanya berteman saja."
Tio yang sedang menikmati makan siangnya berhenti mengunyah dan berdiri menyambut Abi. Manda dibuatnya takut jika Tio berkata yang sebenarnya. "Anda Tuan Abigail bukan?" Tio mengulurkan tangannya namun Abi tak menggubris. Tio menarik tangannya kembali.
"Sejujurnya saya dan Manda sudah lama kenal." perkataan Tio terjeda membuat Abi menatap tajam ke arahnya. "Kami adalah teman satu kampus dulu dan tanpa sengaja bertemu kembali. Anda tak perlu cemburu pada saya. Karena saya sudah punya calon istri."
Mendengar ucapan Tio membuat hati Manda lega. Ia tak menyangka jika Tio bisa berbohong sebaik itu dan sepertinya Abi percaya. Reaksi Abi tak setegang tadi.
Tio undur diri dengan alasan sedang menjemput kekasihnya untuk membeli cincin kawin.
"Abi, kamu sudah makan ? Mau aku pesankan sesuatu untukmu?" tanya Manda seraya meminta Abi agar duduk di sampingnya.
"Aku masih kenyang." sahut Abi datar. Hatinya mulai gusar dengan wanita yang begitu ia cintai.
...****************...
Siang ini dagangan Salma tak begitu laris. Tahu goreng yang ia buat masih terlihat banyak. Hanya beberapa pembeli yang datang dan ada juga yang hanya melihat - lihat saja.
"Sepi, sepertinya aku tak cocok jadi kuliner. Apa aku tutup saja tokonya, tapi aku usaha apa lagi?" gerutu Salma sambil menuang minyak.
Dari jauh terlihat Egi baru pulang sekolah. Bajunya kotor dan penuh lumpur.
Salma segera menyambut kepulangan adiknya.
"Kamu berkelahi lagi?"
Seperti biasa Egi hanya menundukkan kepala tak berani menjawab.
"Kakak sudah bilang padamu untuk mengalah dan jangan melawan jika temanmu meledekmu lagi."
Egi mulai sesenggukan, ia tak mampu membendung rasa sedihnya.
"Kalau kamu masih bertengkar terus dan kakak di panggil kepala sekolah kamu lagi, jangan harap kamu bisa sekolah lagi."
"Kakak sudah capek - capek kerja buat biaya sekolah kamu dan hidup kita, tapi kenyataannya apa, kamu di sekolah berantem saja."
Egi sudah tak tahan dengan kakaknya yang cerewet itu. "Kak Salma jangan salahkan Egi terus, Kak Salma nggak tahu apa yang Egi rasakan, mereka mengatakan Egi tidak punya orang tua. Egi sakit mendengarnya." lalu Egi meninggalkan Salma yang tergugu.
"Maafkan kakak, Egi," lirihnya sambil mengusap air mata yang merembes begitu saja.
...****************...
"Kak Abi kenapa murung gitu, ih ilang nanti gantengnya," ujar Ethan adik bungsunya yang sedang menemuinya di balkon kamar.
"Siapa yang menyuruhmu masuk?" ketus Abi.
Ethan mengernyitkan dahi, "Apa Kak Abi sedang putus cinta, mau aku buatkan ramuan cinta?" goda Ethan lagi.
"Berisik kamu. Kalau tak ada urusan keluar sana!" usir Abi yang sebenarnya ia ingin sendirian.
"Jangan gitu dong Kak, jarang - jarang kita ngobrol seperti ini! Dua hari lagi aku akan kembali ke Australia. Apa Kakak tak rindu padaku?"
Abi membalik tubuhnya, lalu bersandar di balkon. "Apa kamu sudah punya pacar? Jika belum berarti aku tidak cocok curhat denganmu." vonisnya sepihak.
"Sudah aku duga ini masalah asmara. Meski pun aku tak punya pacar, aku tahu persoalan cinta serumit apa pun. Katakan Kak, ada masalah apa, bulan depan kamu kan akan menikah, belum terlambat untuk mengetahui kebenaran sebelum Kakak menyesal nanti."
Yang dikatakan Ethan ada benarnya juga. Kemudian Abi bercerita tentang hubungannya dengan Manda. Ethan menyimak dengan seksama lalu ia menemukan ide yang akan membongkar sifat asli Manda.
"Dari yang aku tangkap nih, sepertinya Manda tak serius mencintaimu, ia hanya mengincar posisi dan kekayaanmu saja."
"Percuma aku cerita padamu, kamu memang tak paham arti cinta."
"Tenang Kak Abi, aku punya solusi yang bisa membuktikan jika Manda yang kamu kagumi itu tulus mencintai kamu apa adanya."
Abi mengernyitkan dahi tak suka dengan penilaian Ethan terhadap Manda.
"Apa,"
"Berpenampilan lah seperti seorang pemuda yang miskin. Tinggalkan perusahaan dan mansion ini untuk sementara waktu. Katakan pada Manda, kalau Kakak sedang bangkrut dan tak lagi memiliki tempat tinggal. Aku pastikan sifat asli Manda akan terlihat. Dan dugaanku tentang Manda yang matre itu benar."
"Gila kamu ya, bahkan ayah dan ibu saja tak pernah membiarkan aku kesusahan sedikit pun. Kamu adikku atau bukan yang malah memintaku untuk hidup susah."
"Jerih payah ku korban kan untuk membangun perusahan besar, kamu malah memintaku untuk meninggalkan jabatanku yang diambang kesuksesan."
"Benar - benar ide gila. Aku tidak suka dengan idemu."
"Terserah Kakak. Satu bulan lagi Kak Abi dan Manda akan menikah. Tapi bila nyatanya dugaanku benar, maka habislah harta Kakak yang mungkin bisa dikuras oleh istri Kakak yang ternyata punya pria idaman lain." setelah memberi masukan pada Abi, Ethan keluar kamar.
Abi tergugu sejenak. Perkataan Ethan ada benarnya.
"Sepertinya tak masalah aku mencobanya, jika benar Manda hanya mengincar kekayaanku saja, aku takkan memaafkan dia bersama pacarnya itu."
Kaos oblong yang warnanya sudah tak cerah lagi itu melekat di tubuh seorang pria bertubuh atletis. Sambil memperhatikan penampilannya di depan cermin, pria itu sedikit mendesah. "Ketampananku pasti berkurang jika aku berpenampilan gembel seperti ini."
Dengan penampilan lusuh dan dekil, Abi sengaja mencegat Manda di tempat kerjanya.
Abi melihat sang kekasih baru saja turun dari mobil mewah. Seorang pria yang tak asing baginya juga ikut menyusul Manda turun.
"Bukankah itu Tio?" mata Abi tak salah lihat. Sepertinya pria bernama Tio itu bukan orang biasa. Cara berpakaian dan kendaraannya pun sudah menunjukkan kalau ia pria kaya.
Sebelum Tio pergi, ia memberikan pelukan dan ciuman pada Manda. "Selamat bekerja Sayang, pulang nanti aku akan menjemputmu!"
"Iya,"
Sepertinya Manda tak merasa bersalah atau pun menganggap hal ini bukan suatu masalah diperlakukan manja seperti itu padahal statusnya adalah calon istri orang lain. Tapi bagi Abi itu adalah pelanggaran keras.
Abi mempercepat langkahnya dan menarik tangan Manda. Sontak Manda berteriak histeris.
"Lepaskan aku, dasar gembel!"
"Manda, ini aku," ujar Abi memberi tahu.
"A-Abi, jangan bohong kamu, calon suamiku bukan gembel sepertimu, enyah kamu dari hadapanku!" hardik Manda.
Tio tak tinggal diam melihat sang kekasih ditarik paksa oleh pria gila. "Lepaskan tangan kotormu itu dari kekasihku !" hardik Tio.
Fakta kini terlihat jelas siapa Tio sebenarnya.
"Jadi benar, kalian berdua menjalin hubungan di belakangku?" Abi benar - benar kecewa dengan sikap Manda.
Tio mengernyitkan dahi seperti tak asing dengan wajah gembel itu. "Manda, kamu mengenal gembel ini?"
Sudah 5 tahun pacaran tentu Manda hafal betul pemilik suara Abi dan postur tubuhnya. "Dia Abi. Tapi sangat tidak mungkin kamu berpenampilan buruk seperti ini."
Abi menarik sudut bibirnya, meski rasa sakit datang menderma ia tetap menampilkan ketenangan. "Semalam perusahaanku bangkrut dan diambil alih oleh musuhku. Kekayaan dan semua fasilitas yang aku punya disita oleh bank. Tak ada harta yang aku bawa untuk saat ini. Aku jatuh miskin. Bahkan keluargaku sudah tak sudi lagi menerima ku." terang Abi bohong.
Mendengar itu Manda jadi bergidik, ia percaya begitu saja dengan keadaan Abi yang sekarang. "Cuih, untung saja aku belum menikah denganmu. Aku tak bisa membayangkan jika hidup menjadi gembel seperti dirimu saat ini. Enyahlah kamu dari hidupku!" hardik Manda.
Abi membulatkan mata tak percaya. Bagai di sayat sembilu rasa hatinya. "Suatu saat kamu pasti akan menyesal dan ingin kembali lagi. Tapi maaf di saat itu aku sudah menemukan cinta sejatiku."
"Aku takkan pernah menyesal. Camkan itu baik-baik!" imbuh Manda segera ia menarik tangan Tio, mengajak selingkuhannya pergi menjauhi Abi.
Meski mata Abi memerah menahan amarah, hatinya memaksa dia untuk tetap bertahan dan tidak menyerah. Dunia tak selebar daun kelor. Perlahan Abi mulai melepas nama Manda yang sudah 5 tahun melekat di hatinya. "Selamat tinggal, mantan!"
Beberapa pengawal datang membawa mobil menghampiri Abigail.
"Tuan Muda, ini baju ganti Anda," Kris menyerahkan setelan kemeja hitam dan sepatu kulit.
Abi menerimanya dan segera masuk ke dalam mobil untuk ganti baju.
"Batalkan semua jadwalku siang ini !" titah Abi saat mobil silver itu melaju. Kris mengangguk dan segera menghubungi seseorang.
Abi pulang ke rumah dan segera menemui ibunya. Sherly tengah menikmati secangkir teh panas bersama putra bungsunya.
"Ibu, bulan depan aku tidak jadi menikah." jelas Abi tanpa memberikan keterangan yang jelas.
Sherly sangat peka dengan si sulung. "Ibu tidak akan memaksa dan terus menunggu untuk menerima menantu yang tepat bagimu. Terkadang jodoh itu datang tanpa kita sadari."
"Sekarang Kakak mengetahui jawabannya bukan?" Ethan meletakkan cangkirnya.
"Manda memang brengsek !" umpat Abi.
"Lantas rencana kamu selanjutnya apa?" tanya Ethan.
"Aku akan mengembara di luar sana, pasti masih ada berlian yang tersembunyi."
"Mengembara ? Apa maksud kamu, Abi ?" tanya Sherly tak paham.
Kemudian Abi menjelaskan pada ibu tercintanya itu.
Seketika itu Abi pamit pergi.
Sherly tak rela jika terjadi sesuatu dengan putranya. Ia meminta Kris untuk memantau Abi di luar sana.
Ethan bersiap untuk terbang ke Australia. Ia adalah dokter muda di luar negeri.
...****************...
Abi mengenakan kembali kaos dekilnya. Ia berjalan menyusuri pinggir kota sambil mengadahkan tangan untuk meminta - minta. Dari siang hingga sore ia tak mendapatkan uang sepeser pun. Perutnya terdengar berisik minta di isi.
Langkahnya berhenti. Matanya memindai dan membaca sekilas tulisan pada banner bertuliskan mie ayam sedap.
Air liurnya hampir saja keluar hanya dengan melihat gambarnya saja.
Seorang penjual datang memergoki Abi. "Hai, kamu mau beli atau lihat-lihat saja!" hardiknya seperti tak suka dengan penampilan Abi yang sukses membuat orang yang melihatnya merasa jijik.
"Pak, aku pesan satu porsi mie ayam tanpa sambal!" seru Abi begitu melihat penjual datang.
Sejenak pedagang itu memandang remeh seolah tak yakin gembel ini punya uang. Pedagang itu segera membuat pesanan Abi. Satu mangkuk mie ayam sedap siap di hidangkan di atas meja. Abi melahapnya dengan rakus. Rasanya sungguh menggugah selera dan jarang sekali ia menikmati makanan seenak ini. Setelah habis satu porsi. Abi beranjak dari kursi sambil membawa mangkuk kosong. "Pak, aku tambah lagi!" ujar Abi.
Pedagang tersebut memberikan satu porsi mie ayam lagi pada Abi.
Selesai menghabiskan makanannya, Abi merogoh kantong celananya sambil bergumam, "Celaka, aku lupa tak membawa dompet!"
Pedagang peka dengan suara lirih Abi. "Jangan bilang kamu tak punya uang, cepat bayar!"
Abi menunjukkan deretan giginya yang rapi. "Sayangnya, itu benar Pak, dompetku tertinggal!"
"Dasar gembel! Mau makan enak tapi nggak mau bayar. Sini kamu!" pedagang itu amat marah dan ingin mencambuk Abi.
"Jika mau gratis, kamu harus terima konsekuensinya dariku, aku cambuk kamu 10 kali." Pedagang itu mengambil ikat pinggang dan tanpa segan memukul ke arah punggung Abi hingga beberapa kali.
Bisa saja Abi melawan, tapi ini juga salahnya karena tak membawa uang.
Dari jauh seorang gadis cantik dengan rambut di ikat menghampiri pedagang itu dan berteriak. "Hentikan, Pak! Dimana rasa manusiawi Anda, Anda bisa masuk penjara atas tuduhan penganiayaan."
Pedagang itu menghentikan aksi brutalnya.
Sementara Abi mendesis menahan perih.
"Apa salah dia?" tanya Salma.
"Dia makan tapi tak mau bayar." sahut si pedagang.
"Aku bukannya tak mau bayar, tapi lupa tak membawa uang." bela Abi.
"Kalau tak punya uang jangan makan di sini!" hardik si pedagang kesal.
Kemudian Salma mengganti uang makan Abi. Salma menuntun motornya karena kehabisan bensin.
Abi mengekor Salma.
Merasa diikuti, Salma berhenti dan menoleh ke belakang.
"Bisakah kamu pergi sekarang, aku perhatikan sejak tadi kamu mengikuti aku terus!" usir Salma merasa risih dengan orang asing itu.
"Aku tak tahu ini daerah mana, aku tak bisa pulang sekarang." tolak Abi yang merasa tersentuh dengan kebaikan Salma barusan.
"Sepertinya kamu bukan warga sini? Atau mungkin kamu orang buangan?" terka Salma asal.
"Aku sudah tak memiliki tempat tinggal, keluargaku tak tahu ada di mana." terang Abi melas.
"Lantas kamu mengikuti aku maunya apa, jangan salah terka dengan membayar makanan kamu tadi, kamu mengira aku orang baik. Oh, kamu salah sangka. Sebaiknya kamu segera pergi dari sini." Salma mulai terlihat watak aslinya. Ia menuntun kembali sepeda motor nya hingga beberapa meter sampai berhenti di penjual bensin.
Padahal bensin sudah di isi tapi motornya tak mau berbunyi.
Suara langkah kaki terdengar jelas kalau ia sedang dibuntuti. Salma menoleh lagi.
"Kamu, kamu mengikutiku!"
"Aku lihat montor kamu mogok, coba aku benahi." tawar Abi.
Hari sudah mulai gelap tidak mungkin ia menuntun motornya sampai rumah. Salma mengizinkan Abi mengecek motornya.
Kurang dalam 5 menit, montor Salma sudah bisa dijalankan. Anehnya saat Salma yang mencoba mengendarai montor itu mogok lagi sampai beberapa kali.
"Aku akan mengantar mu pulang. Jangan takut, aku bukan abang jahat!"
Sekitar pukul 8 malam, Salma baru tiba di rumah kontrakan di sebuah desa yang jauh dari kota.
"Kakak sudah pulang? " tanya Egi dengan perasaan khawatir.
"Kamu pasti cemas menunggu kepulangan kakak, maaf ya tadi montor kakak mogok. "
Salma setiap satu minggu sekali pergi ke kota untuk mencari lowongan pekerjaan, tapi sudah 4 minggu ini lamarannya di tolak lantaran hanya ijazah SMA yang ia punya.
"Siapa orang yang bersama Kakak ini?" tunjuk Egi pada seorang pria yang penampilannya berantakan. Kaos oblong penuh lubang dengan celana kolor.
"Eum, dia Abi. Dia yang mengantar kakak tadi." sahut Salma. Selama perjalanan tadi Abi dan Salma sudah berkenalan.
"Aku sudah sampai di rumahku dengan aman. Terima kasih sudah mengantarku. Kamu boleh pergi sekarang."
Mendadak air jatuh dari langit yang awalnya tadi hanya tetesan saja kini berubah menjadi lebih deras. Ditambah suara petir menggelegar.
"Aku tidak bisa pergi sekarang. Aku sebatang kara dan tak tahu jalan pulang. Izin kan aku tinggal di sini."
"Kamu gila ya, rumahku bukan tempat penampungan."
Egi yang merasa kasihan pun membujuk kakaknya.
Dengan terpaksa Salma mengizinkan Abi untuk menginap semalam di rumah kontrakannya yang terlihat kecil itu.
Salma menyuruh Abi untuk beristirahat bersama Egi.
Abi mengernyitkan dahi saat tahu betapa sempitnya bilik Egi.
"Bagaimana aku bisa tidur di tempat sepetak ini?" batinnya melas sambil mengedarkan pandang mengamati keadaan sekitar. Dia duduk sambil meluruskan kedua kakinya yang pegal. Perjalanan jauh yang ia rasa menguras habis tenaganya.
Kamar kecil dengan kasur di atas lantai yang kecil pula. Di sebelah kiri kasur ada lemari setinggi dada orang dewasa. Tak ada AC hanya jendela kecil sebagai ventilasi udara. Dindingnya pun sudah pudar warna catnya.
Egi diminta Salma untuk membawakan teh hangat kepada Abi.
"Silahkan diminum Kak Abi !" seru Egi sambil meletakkan gelas di samping Abi.
"Terima kasih, siapa namamu?" tanya Abi, bola matanya melirik gelas di sampingnya.
"Kamu tak perlu repot - repot membuatkan aku teh segala,"
" Aku Egi. Tidak apa Kak Abi, kak Salma yang mengajarkan padaku agar memuliakan tamu yang datang ke rumah kami. Ini juga hanya air kok." bocah yang baru kelas 2 SD itu mengamati punggung Abi. Abi mengenakan kaos putih yang sudah usang.
Merasa diperhatikan Abi bertanya, "Ada apa?"
"Punggung Kak Abi ada bercak darah." Egi lantas pergi meninggalkan kamarnya menemui Salma yang sedang berada di dapur menyiapkan makan malam.
Salma datang ke kamar Egi sambil membawa kotak obat.
"Egi bilang kamu terluka. Ini ada beberapa obat yang bisa kamu gunakan." Salma meletakkan kotak obat dan hendak berbalik.
"Mana bisa aku mengobati sendiri, sementara kedua mataku berada di depan." goda Abi, sebenarnya ia tak merasa kesakitan hanya perih saja.
Salma mengusap wajahnya kasar, "Cobaan hidup. Aku belum selesai masak. Jika aku mengurusmu, nanti kita bisa terlambat makan malam." cerocos Salma.
"Kak, tahunya sudah aku tiriskan!" terdengar suara Egi dari dapur. Itu tandanya makan malam sudah siap.
Salma mendesah kasar. Tangannya terulur membuka kotak obat. "Berbalik lah dan buka kaosmu!"
Abi terperangah. Kedua tangannya menutupi dadanya. "Kamu mau memperkosaku, aku masih perjaka."
Salma semakin kesal dengan cowok asing ini. "Gila ya kamu. Aku masih waras. Cepat berbalik!"
Abi menahan tawanya sambil berbalik, ia segera melepas kaosnya, terpampang jelas bentuk tubuhnya yang berotot.
Punggung Abi terlihat memar membentuk tiga garis dimana salah satunya memerah. Dengan telaten meski terpaksa Salma mengobati bekas luka cambukan itu. Kemudian makan malam bersama.
Saat di ruang tamu.
"Hanya ini?" komentar Abi dengan tatapan penuh.
"Maksud kamu apa, bersyukur aku menampungmu dan memberimu makan, kamu malah bertanya 'hanya ini' seolah tak ada makanan lain."
"Ya benar. Memang tidak ada makanan enak di sini selain nasi dan tahu."
"Jadi, pergilah mencari tempat lain yang memiliki makanan yang kamu inginkan!" Salma beranjak pergi ke dapur. Sebenarnya Salma tak setega itu mengucapkannya, hanya saja ia tersinggung dengan sikap Abi tadi yang tak memahami keadaannya.
Abi hanya berkata sekali, tapi gadis penolongnya menjawab lebih.
Egi berhenti mengunyah. "Kak Abi. Sebenarnya kak Salma itu orangnya baik. Dia memang cerewet. Kak Abi nikmati makanan yang ada saja ya, semoga dagangan kakak besok laris jadi kita bisa makan enak." terang Egi yang membuat Abi merasa terenyuh dengan keadaan ekonomi Salma.
"Aku tidak masalah dengan makanannya. Aku akan mengajak kakak kamu makan!" perintah Abi.
Abi bangkit mencari Salma yang sedang terisak di dapur. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menghinamu." Abi mengulurkan tangan.
Salma mengucek kedua matanya. Baru bertemu dengan cowok asing saja sudah membuatnya sedih, bagaimana kalau tinggal seatap dalam tempo yang lama?
Salma menerima permintaan maaf Abi. Mereka makan bersama dalam keheningan.
Saat berada di kamar Egi.
"Kak Abi belum tidur?"
"Banyak nyamuk. Nggak ada AC di sini?"
"Hah AC, jangankan AC, kipas saja aku nggak punya, ntar kalau para nyamuk udah kenyang bakal pergi sendiri kok. Yang sabar ya,"
Mendengar jawaban Egi, Abi mendesah kasar. Beberapa detik kemudian pintu kamar Egi terbuka. Salma yang hanya mengenakan daster tampak membawa selimut. Meski penampilan Salma sederhana tapi mampu menyihir Abi. Abi terkesima dengan kesederhanaan Salma.
"Eum, aku hanya membawakan kamu selimut. Di sini banyak nyamuk, mungkin kamu tidak terbiasa." Mengulurkan selimut.
"Terima kasih. Hanya nyamuk betina yang mengisap darah, ku rasa para nyamuk itu menyukaiku." gombal Abi.
Salma tersenyum kecil. Entah mengapa baru bertemu saja baru kali ini Abi melihat senyuman yang begitu manis dan tulus.
Salma berbalik namun langkahnya tertahan. "Selamat malam, Salma!"
Salma tak menoleh seolah tuli dan buru-buru pergi.
Abi memejamkan mata berharap bisa mimpi indah di malam yang penuh dengan nyamuk betina.
Keesokan paginya.
Abi terbangun, matanya menatap langit - langit seolah ada yang berubah. Sekian detik kemudian ia tersadar kalau dia bukanlah Abi yang bergelimang harta melainkan Abi yang miskin. Ia segera bangkit untuk mencari Salma.
Suasana begitu sepi, Abi mencari dua manusia namun yang ia cari tak ada. Perutnya mendadak bunyi. Mata Abi tertuju pada tudung saji di atas meja. Ia lantas membukanya dan menemukan satu porsi nasi goreng. Dengan segera ia menghabiskan menu sarapannya.
Tiga puluh menit kemudian, Salma pulang. Abi menyambut nya bahagia seolah dirinya adalah anak yang menunggu kepulangan ibunya.
"Salma, kamu dari mana saja, kenapa tak membangun kan aku?" tanya Abi seraya membantu Salma mengeluarkan barang belanjaan seperti minyak, garam dan bumbu dapur lainnya.
"Kamu bukan orang penting, untuk apa aku membangunkan kamu. "
"Belanjaan banyak banget, dari mana ? "
" Ya tentu beli lah, masa merampok! " ketus Salma, seperti tak suka dengan kedatangan Abi.
"Aku tahu kamu bukan perampok, tapi dirimu sudah merampok seluruh hatiku." batin Abi.
Salma melirik sekilas Abi yang terdiam, seolah merasa bersalah dengan ucapannya tadi. "Aku habis dari pasar." Seketika itu juga Salma mencium aroma tak sedap. "Kamu bau."
Abi mengendus kedua ketiaknya. " Hehehe, aku belum mandi, aku tak berani menggunakan fasilitas rumahmu sebelum minta izin padamu. Kecuali tadi aku memakan nasi goreng di meja sana." tunjuk Abi. "Aku lapar."
"Tak apa, itu memang jatah kamu."
Salma lupa kalau dia kedatangan mahkluk yang bernama cowok sok akrab itu hingga tak menyiapkan baju ganti.
"Aku punya kaos sepertinya pas untukmu." Salma menuju lemari yang berada lima langkah dari nya. Memberikan kaos berukuran XXL berwarna merah tua.
"Aku tak pernah memakainya karena kegedean. Untuk celana, besok aku akan membelikanmu di pasar loak. Tapi itu semua tidak gratis, kamu harus menggantinya. " terang Salma.
Abi mengangguk paham, setelah mengucapkan terima kasih ia segera mandi.
Salma sibuk menuang minyak ke wajan. Hari ini ia siap berjualan lagi. Beberapa tahu sudah ia goreng. Salma sesorang pedagang tahu goreng. Dagangannya tak tentu dalam sehari, kadang habis kadang juga tidak.
Abi yang merasa bosan keluar rumah dan menemukan sosok Salma yang sedang menggoreng tahu. Salma membuka kios di depan rumahnya.
"Salma, kamu seorang pedagang ternyata?" Abi terkejut dicampur kagum, seorang gadis cantik yang mau bergumul dengan urusan minyak dan penggorengan.
"Kamu nanya?" cibir Salma.
Abi mendekat dan memperhatikan Salma.
"Kapan kamu akan pergi dari rumahku?"
"Kamu mengusirku, jahat banget," Abi tak merasa tersinggung dengan pertanyaan Salma. Baginya ini adalah jalan dia mendekati calon kekasihnya.
"Kalau aku nggak mau, gimana?"
Salma melotot tajam ke arahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!