“Bik, saya titip anak saya ya.” ucap seorang pria menodongkan anaknya kepada pembantunya.
“Tapi tuan?”
“Saya percaya sama bibik. Bibik tenang saja, untuk rumah semuanya sudah saya sediakan dan saya akan meminta orang untuk menjaga keamanan bibik.”
********
“Renoo..!! Renoo!! Renoo!!” suara terikan pendukungnya dipinggir garis lapangan.
Bola kini tepat berada didepannya, dengan fokus dan sambil berdoa ia memantapkan hati untuk menendang bola didepannya daannnn…
“GOLLLL…!!!”
Skor 3 : 0 akhirnya berhasil tercipta didetik-detik terakhir. Semua anggotanya berlari senang menuju Reno dan memeluknya bangga. Reno memang tak terkalahkan dalam urusan permainan bola, tak salah pelatihnya memilih dirinya menjadi seorang pemimpin.
“Reno..!!” teriak maknya membuat Reno langsung keluar lapangan berlari pulang ke rumah. Ia tak lagi memperdulikan kemenangannya. Yang pasti ia tau kini maknya telah murka.
“Sudah berapa kali Mak bilang, kamu jangan main bola lagi.”
“Iya mak, Reno minta maaf. tapi ini terakhir kali kok. Reno janji.” ucapnya memelas.
“Dari kemarin kamu juga bilangnya gitu terus, tapi apa? Kamu juga langgar terus.”
“Sampai kapan sih mak mengurung Reno di dalam rumah terus. Keluar tidak boleh, bermain tidak boleh. Reno bosen Mak di rumah terus. Reno sudah besar. Reno pengen merasakan seperti yang lain rasakan. Sedari kecil Reno sudah patuhin mak.”
PLAAKK..!!
Sebuah tamparan melayang diwajah putihnya. Bukan rasa sakit karena ditampar yang Reno rasakan. Tapi sakit hati kepada maknya yang ia rasakan karena ini adalah tamparan pertama yang maknya berikan dalam seumur hidupnya.
“Kamu tau, di luar itu banyak bahaya yang mengintaimu! Kalo terjadi apa-apa sama kamu, Mak akan sangat sedih.”
“Bahaya apa mak? Mak jangan terlalu berlebihan. Buktinya sampai sekarang Reno baik dan aman-aman saja. Lagi pula kalo ada yang mau nyerang atau nyulik Reno apa untungnya bagi mereka?” ucapnya sambil tertawa “Reno anak orang biasa dan mak nggak ada utang, pacar Reno juga nggak punya. Kecuali kalo Reno ini orang terkenal atau anak orang yang berpengaruh. Baru pasti banyak yang mengincar Reno. Mak ada-ada aj. Udah Reno mau mandi. Bau asem.” Maknya hanya tertegun tak bisa berkata apa-apa.
Besok seharusnya hari bahagianya, di mana ia masuk ke perguruan tinggi impiannya, yakni Universitas Kebanggaan Bangsa. tapi apalah daya, maknya sudah tidak mengizinkannya. Palingan ia harus kembali mengurus domba. Domba oh domba..
Tak terasa ia tertidur pulas hingga terbit fajar matahari. Sebenernya ia malas harus bekerja ngurus domba, tapi Reno memaksakan dirinya untuk bangun dan mandi. Bagaimana pun ia tak boleh malas-malasan. Usai mandi ketika akan mengambil baju gantti ia dikejutkan oleh bajunya yang hanya tersisa beberapa pasang.
“Nih baju pada kemana ya? perasaan semalam masih banyak.” Reno keluar mencari Maknya “Mak..Mak.. baju Reno..”ia terkejut Maknya sedang menyetrika bajunya.
“Kamu cepet siap-siap gi, nanti keberu bis ke Jakarta berangkat.” ucap Maknya.
“Tunggu.. ini maksudnya.. Mak ngusir Reno atau gimana?” Ia masih takut kalo maknya ngusir dia gara-gara masalah kemarin. Sedangkan dirinya hanya punya Mak aja.
“Kamu boleh lanjutkan studi kamu. Mak tau kalo kamu keterima di Universitas Kebanggaan Bangsa.”
“Beneran Mak? Reno noleh kuliah?”
“Iya, tapi kamu harus janji, jangan pernah cari masalah sama orang-orang di sana. Dan ini ada uang sisa dari ayah kandungmu.” Maknya memberikan Reno segepok uang yang entah berapa jumlahnya “meski ayahmu tidak turung langsung untuk merawatmu, tapi beliau selalu mengirimi uang untuk kebutuhanmu sehari-hari.”
“Ayah kadung?”
“Iya, namanya Pak Daniel di dalam uang ini ada fotonya juga. Siapa tau kalo kamu ada apa-apa kamu bisa langsung menghubungi beliau.” Reno hanya menerima uangnya tanpa ada rasa keinginantahuan untuk melihat foto ayahnya.
“Iya Mak. sekali lagi terima kasih ya mak sudah mengizinkan Reno untuk kuliah. Reno janji akan sukses dan membelikan rumah yang besar buat emak. Tanpa harus bergantung lagi sama orang.” yang ia maksudkan adalah ayahnya sendiri.
“Hati-hati ya nak.. Doa mak selalu untukmu.”
*****
“Pagi my dad and nenek sihir…!!” Sapa Maya mencium papanya dan mengabaikan ibu tirinya.
“MAYA! Sekarang ini ibu kamu. Papa minta kamu panggil dia mama.” tegas Tuan Albert.
“Pa, Maya sarapan di kampus aja. Dahh..” Seperti biasa Maya selalu mengindari untuk sarapan pagi bersama karena pasti pembahasannya itu-itu saja.
“Oh ya.. dan Mama Maya cuman 1 dan nggak boleh ada yang menggantikan.” tegasnya sebelum benar-benar meninggalkan istana mewahnya.
“MAYA!”
“Udah mas, gapapa. Dia mau menyapa aja aku udah seneng meskipun dengan sebutan nenek sihir. Mungkin aku juga masih kurang pendekatan sama Maya.” Nyonya Albert di depan suaminya itu.
“Makasih yaa..”
Sampai di kampus Maya sudah disambut the genk sultan yang terdiri anak-anak orang terkaya di kampus ini.
“Uhuii.. ada yang lagi naik ojek nih.” ucap mereka.
“Makasih ya pak. Ini ambil aja uang kembaliannya.” Maya memberikan uang kertas merah kepada bapak ojeknya.
“Makasih neng.”
Maya tak menghiraukan ucapan dari teman-temannya itu yang selalu membedakan kasta. Ia langsung masuk ke gedung perkuliahan. Tapi sampai di pintu kelas ia terjatuh gara-gara kaki Jesika, salah satu cewek yang sangat membencinya.
“Jes.. lo apa-apaan sih?” Luna teman Maya tak terima.
“Temen lo yang harusnya kaca matanya lebih ditebelin lagi.”
“Udah Lun, yo balik ke bangku.” ajak Maya yang tak mau mencari keributan.
“Awas ya loh..!” ancam Luna.
“Awas apa? Lagian lo kok mau sih temenan sama si cupu itu.” mata Jesika menunjuk pada Maya.
“Lo aja yang nggak tau siapa Maya.”
“Gue tau kok, anak ojek online kan?”
“Jesika!” bentak Jesika.
“Lun, udah.. diam.. gue lagi malas nyari masalah.” Maya berusaha menenangkan temannya itu.
“Lo kenapa sih May, semenjak baru pulang dari Australia sikap dan penampilanlo berubah 180 derajat?” tanya Luna heran sama temannya itu.
“Gue malas aja sama orang yang nyari muka. Lebih damai ginian, toh kalo mereka nerocos tinggal tutup kuping aja.” jawabnya santai.
“Serah lo aja.” Luna nyerah berdebat sama Maya.
Tepat pukul 7 jam perkuliahan di mulai, satu per satu dosen mulai memasuki ruangan. Hari ini di kelas Maya dosennya Pak Dudung. Tapi sampai pukul 8 bapaknya belum datang juga.
“Pulang yuk.. paling juga bapaknya lupa. Biasa udah tua pikunnya lagi kumat.” ucap salah seorang temannya.
“Nggak mau, bapaknya galak.” jjawab yang lain.
“Halah cemen kalian, Yuk Vin balik.. gue laper mau ke kafe.” ucap dkk pada Vino.
“Gass…” Vino orangnya yang lebih mengutamakan yang enak ia gas-gas aja tanpa memperdulikan konsekuensinya. Urusan konsekuensi belakang lagi pula bapaknya juga orang kaya paling di sogok duit mulutnya langsung pada diem.
“Gas.. gas… apa!” baru saja kaki mau sampe pintu eh orang yang diomongin datang.
“Eh bapak? habis mules ya pak? kok bau toiletnya masih ke bawa.” Ledek Vino.
“Enak aja asal ngomong. Duduk ke bangku sekarang!” bentak Pak Dudung.
“Mau ke kamar mandi pak kebelet.” Vino tetap cari cara untuk keluar kelas.
“Alesan, duduk!” akhirnya Vino kembali ke tempat duduknya.
“Selama pagi anak-anak!”
“Pagi pak!”
“Hari ini saya cuman sebentar. Saya mau menyampaikan pengumuman kalo besok saya kaan melanjutkan studi di Hongkong.”
“Yeeiii….!!” sorak gembira seluruh isi kelas.
“Sutttt diam.. Selama bapak pergi, bapak akan bantu oleh asisten bapak. Pak Ardi silahkan masuk!” seorang cowok dengan pakaian rapi klimis kulit putih tinggi seperti seorang atlit, paket lengkap pokoknya masuk ke dalam kelas.
“Kenalkan ini Pak Ardi.”
“Halo pak, kalo boleh tau bapak udah punya pacar?” tanya jesika to the poin.
Ardi hanya tersenyum “Kenalkan nama saya Ardi Wijaya, kalian bisa panggil saya Pak Ardi. ucapnya dingin tapi tetap tampan dimata para cewek.
“May, kayaknya gue pernah lihat foto nih cowok di tempat lo. Lo kenal dia nggak May.” ucap Luna membangunkan Maya penasaran tapi gadis itu tetap saja tidur karena semalam ia hanya tidur 2 jam karena pesta.
“Ya sudah saya tinggal dulu ya.. Semoga bapak betah. Kalo bisa ngajarnya yang kereng pak, soalnya kalo nggak kereng mereka semua akan nglunjak. Biasa anak orang kaya.” bisik Pak Dudung.
“Aman pak.”
“Bapak belum jawab pertanyaan saya yang tadi loh.” tagih jesika.
“Oh yang masalah pacar itu ya. Sudah.”
“Yah..”
“Sekarang kita akan perkenalan satu-satu lebih dulu agar pembelajaran kita lebih enak jika dapat mengenal satu sama lain. Apalagi kalian juga baru semester 1. Sudah pada kenal belum satu sama lain?” ucap Ardi mencairkan suasana.
“Belomm.” Jawab mereka kompak.
“Ya udah kita mulai perkenalan dari sebelah kanan dulu. Sebutkan nama dan cita-cita. Ayo di mulai dari sekarang.” Ardi menunjuk mahasiswa berbaju kuning yang ada di sebelah pojok depan yang paling kanan.
“Haloo, nama saya Linggar saya ingin menjadi seorang miliader seperti ayah saya yang memiliki banyak perusahaan. Dan saya juga ingin membangun lapangan sepak bola termewah.” ucap Linggar.
“Wow.. tepuk tangan.” ucap Ardi tepuk tangan.
Tidak hanya linggar yang ggaya bicaranya terlalu berlebihan. hampir semuanya juga begitu memarkan kekayaandari orang tuanya. Tapi inilah tempat orang kaya, meski ia kaya tapi ia selalu didik untuk tidak memamerkan kekayaan, mandiri, dan pekerja keras.
“Perkenalkan bapak calon suami. Saya Jesika, cita-cita saya ingin membangun sebuah mall besar dan sekarang udah hampir selesai. Kalian jangan lupa datang ke Mall ku yaa dijamin bakal ada diskon gede-gede an. Tempatnya di Jalan Ahmad Yani no 19.”Jesika malah promosi “ Dan saya juga ingin membangun sekolah elit yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang kelas atas saja. Nggak kelas bawah.” kali ini ucapannya melirik pada Maya yang masih tidur.
“Huuu…!!” sorak beberapa mahasiswa yang tidak setuju khususnya kalangan sedang kebawah.
“Ayo kamu Vino.” ucap Ardi yang ingat nama cowok yang ditegur Pak Dudung.
“Hallo nama saya Vino, cita-cita saya ingin menghabiskan uang ayah saya.”
Sekarang giliran Maya, Luna udah berusaha membangunkan Maya tapi masih belum berhasil. Alhasil Ardi turun tangan sendiri membangunkan Maya dengan membisikkan sesuatu yang membuat seluruh isi kelas menatap penasaran kepada mereka berdua.
“Pergi ke Rumah Pohon yuk!” Seketika Maya terbangun dan langsung memeluk pria di depannya setelah tau siapa orang itu.
“Abanggg!! Maya kangen banget sama Abang.” ucap Maya spontan membuat syok seluruh cewek khususnya Jesika.
“Ekhem. May dilihat banyak temen kamu.” ucap Ardi.
“Jadi cewek kegatelan banget sih.” ucap Jesika iri.
“Iri banget sih lo. Bilang aja pengen meluk Pak Ardi juga.” sewot Luna.
Mendengar suara Luna, Maya langsung melepaskan pelukannya. Ia lupa kalo masih di kelas. “Pak?” tanyanya.
“Karena kamu sudah tidak sopan sama saya, kamu kenalan sambil berdiri di depan sekaligus biar nggak tidur lagi.” ucap Ardi berusaha untuk professional.
“Oh maaf pak. Saya ke bawa mimpi.” ucap Maya menggaruk kepalanya yang tidak gatal membuat sedikit lega hati para cewek.
“Perkenalkan saya Maya, saya ingin menjadi seorang seniman.”
“Kamu tetap di situ, dan jangan lupa sambil anggkat kaki dan jewer kedua telinga sampai jam pelajaran selesai.” Maya hanya nurut saja tapi dia sudah menyiapkan pembalasan untuk sepupunya yang brengsek satu ini.
Materi pagi ini hanya diisi perkenalan dan sedikit diskusi kecil. Mereka sangat senang meski ada beberapa yang belum menyukai Ardi. Gaya bicaranya pun seperti seorang teman. Meski taka da materi tak terasa 1 setengah jam sudah mereka lalui. Ia lupa kali ini sedang menghukum adeknya.
“Baik teman-teman. Terima kasih atas partisipasinya yang aktif, saya harap kita bisa menjadi teman dan jangan sungkan untuk bertanya jika mata kuliah saya yang kesulitan. Saya akhiri, selamat siang.” ucap Ardi sebelum ia keluar meninggalkan kelas dan tak lupa ia membisikan..
“Makanya jangan ngebo mulu haha..” pada Maya.
“Lun bantuin gue don!” Luna langsung membantu Maya berjalan karena kakinya sudah keram.
“Lagian lo, kenapa sih meluk-meluk Pak Ardi segala. Emang bener ya, lo kena sama Pak Ardi?” tanya Luna penasaran.
“Nanti gue ceritain. Tunggu aja pembalasan gue nanti di rumah.” ucap Maya.
“Rumah? Kalian Serumah?” Luna tak sengaja kelepasan hingga keras.
“Sut, jangan keras-keras. Udah yuk balik dulu.”
“Kalian bener serumah? Apa jangan lo yang pacar pak Ardi?”
“Bawel lo.”
Ini pertama kalinya Reno menginjakkan kakinya di Jakarta. Sejujurnya ia bingung harus kemana dulu, mencari ayahnya atau langsung mencari kos di deket kampus? tapi ia tak kenal siapapun di sini. Alamat kampus ketinggalan di lemari.
“Mending gue beli hp dulu.” ucapnya mencari konter terdekat.
Selama 23 tahun ia tak memiliki hp, hidupnya penuh dengan mengurus domba. Sampainya di konter karena tak paham merek hp, ia minta penjaganya yang memilihkan.Tterserah yang penting harganya kurang dari 2 juta karena masih banyak keperluan yang harus ia beli untuk kebutuhan hidupnya di Jakarta.
“Ini Mas, harganya 1,7 juta. Mau?” ucap penjual itu sambil menunjukkan hpnya.
“Ya udah mas mau. Ini tapi tinggal pakai aja kan?”
“Iya. Sudah saya setting tadi.”
setelah memiliki hp, ia langsung mencari alamat kampusnya baru kemudian mencari kost dekat kampus. Meski ia tak paham merek hp tapi Reno paham cara memakainya karena sewaktu SMA gurunya sering minta tolong untuk searching di internet.
“Jalan Ahmad Yani no 17. Ini Ahmad Yani no 14. Lumayan lah. Mending sekarang gue ke kampus dulu.. eh jambrettt..!!” teriaknya ketika satu tasnya di bawa oleh pencuri. Reno langsung berlari kencang mengejar penjambret itu.. Warga yang mengetahuinya hanya diam saja tak peduli..
“Nah, terpojok juga kan lo.” ucapnya senang.
Tanpa sepatah kata, penjambret itu langsung menyerang Reno dan memulukul tubuhnya yang tinggi kekar. Reno hanya diam saja menunggu lawannya lelah baru dia akan beraksi. Setelah lengah, Reno langsung menarik tangan lawannya dan mematahkannya seketika. Ia masih baik hati tidak memisahkan tangan penjambret itu dari tubuhnya.
“Tunggu aja pembalasan gue.” ucap penjambret itu sambil kesakitan sebelum kabur.
“Oke. Gue tunggu.” ucapnya sambil mengambil tasnya.
Tak lama kemudian seorang warga datang menghampiri Reno dan menepuk pundaknya yang kekar “Mas orang baru ya?” tanyanya.
“Iya pak, saya baru aja sampai di Jakarta.”
“Kalo boleh saya saran, mending mas jangan berurusan sama penjambret atau preman disini. Mereka sangat brutal.” jelas bapak “Dulu ada yang pernah berurusan sama mereka, tapi pada akhirnya satu keluarga itu di bantai hingga mati.” lanjutnya.
“Serem juga ya pak.” ucap Reno
“Iya, makanya jangan berurusan sama mereka. Apalagi melawan mereka. Jumlah mereka sangat banyak. Ya udah, bapak tinggal dulu ya.”
“Makasih ya pak.” tak lupa Reno menguapkan terima kasih atas informasi yang diberikan.
Pantas saja tak ada satu pun warga yang ikut mengejar saat Reno berteriak jambret. Reno kira karena kekurangmanusiaan ternyata mereka takut. Sudahlah, yang penting kini tasnya sudah kembali.
***********
Di gedung kosong, banyak preman yang antri menyetorkan hasil kerja mereka sehari kepada bosnya. Ada yang sampe 1 juta, 5 ratus ribu, paling minim 100 ribu lah dan itu jarang dan rata-rata lebih dari 100 ribu. Hal ini dikarenakan ketenaran mereka membuat para warga sekitur takut dan itu sangat mempermudah bagi mereka ketika melakukan aksi. Jangankan warga, polisi saja tidak ada yang berani menangkap mereka.
“Maaf bos, hari ini cuman dapat 200 ribu.” ucap seorang anak kecil.
“Tumben, biasanya lo yang paling banyak di antara semuanya. Kenapa emang?” tanya bos preman yang dikenal dengan Bos Gondrong karena rambutnya yang gondrong.
“Target sekarang lebih berhati-hati bos, bahkan untuk mengelabuhi kita ada yang sengaja menaruh dompet tebal di celana. Tapi ternyata isinya cuman uang mainan.” jelas bocil itu membuat bos gondrong tertawa.
“Makanya, besok harus lebih cerdik lagi dari mereka.” ucapnya tak marah. Beruntung bocil itu kesayangannya bos gondrong karena dia yang selalu dapat banyak dan termuda diantara semua anak buahnya. Usianya 15 tahun.
“Siap bos, besok gue nggak akan ketipu lagi sama mereka.” ucapnya dengan semangat membara.
“Bagus. Ya udah sana makan!” perintahnya.
Jadi, preman di sana memiliki aturan sendiri. Siapa yang setor itu yang makan. Bagaimana kalo tidak setor atau tidak dapat uang? ya, mereka harus menahan lapar sampai keesokan harinya.
“Bos Gondrong!” Panggil seseorang dengan lari tertatih-tatih dari luar. Orang itu tak lain adalah orang yang dihajar Reno.
“Kenapa lo?” tanya Bos Gondrong santai.
“Ada anak baru yang berani sama kita bos. Dia yang buat gue pincang dan patah tulang.”ujarnya.
“Berikan gambaran wajahnya ke Jack, biar dia yang urus.” ucapBos Gondrong.
Selama ini masalah yang adu jotos, Jack yang membereskan semuanya sehingga Bos Gondrong tak perlu turun lapangan dan mengotori tangannya.. Tubuh jack yang besar, hitam, kepala botak, kumis tebal, dan penuh tato membuat orang yang melihtanya takut..
“Baik bos.”
“Sekarang mana setoran lo!” Bos Gondrong tak lupa meminta uang, ia tak peduli anak buahnya pulang babak belur, mau patah tangannya hingga putus lehernya kalo datang ke tempatnya harus bawa uang terserah berapa yang penting uang dan di atas 100 ribu.
“Anu bos… uang gue diambil sama orang tadi.” ia berusaha mencari alasan agar tidak dihukum.
“Gue nggak peduli alasan lo. Yang gue peduli mana uang lo!” Bentaknya, karena bos satu ini sangat tidak menyukai orang yang banyak alasan.
“Maaf bos, besok gue akan nyari lebih banyak lagi.” ucapnya.
“Ini sudah ketiga kalinya. Daripada lo disini hanya menjadi sampah. Lo milih bunuh diri atau jack bunuh?” tanyanya membuat pria itu menelan ludah. “Di sana ada tali yang menggantung.” tunjuk Bos Gondrong pada tali yang menggantung di atap.
Pria itu memilih untuk gantung diri dibanding harus dibunuh oleh jack. Ia naik ke atas kursi untuk mengikat tali di lehernya dan…
“Buang mayatnya di hutan!”
Yaps.. orang itu mati.. semua orang yang di sana sudah terbiasa dengan sesuasana seperti ini. Ada yang merasakan takut, merinding ingin kabur, tapi semua itu hampir mustahil bagi mereka. Mata-mata Bos Gondrong tersebar luas dan dalam waktu singkat mereka juga akan tertangkap lagi.
“Kalian tenang saja, selama kalian pulang bawa uang hidup kalian akan aman.” ucap Bos Gondrong khususnya ditujukan untuk orang-orang yang baru ia beli.
*********
Setelah muter-muter seharian, akhirnya Reno mendapatkan kos. Sebenernya harganya mahal untuk ukurannya sebagai orang desa padahal itu yang termurah dibanding yang lain. Fasilitas kasur, wifi, lemari, meja belajar, dapur dan kamar mandi luar. Meski tempatnya nggak ada estetiknya sama sekali setidaknya bersih dan nyaman untuk tidur.
“Baru ya bang?” sapa seorang penghuni baru saat Reno antri ke kamar mandi.
“Iya.”
“Kenalkan saya Bajra Sadana Adirajasa bisa di panggil Sada, mahasiswa prodi manajemen bisnis di Universitas Kebangsaan Bangsa dari Jawa Tengah-Rembang-Bitingan.” pria itu memperkenalkan diri.
“Reno.” balas Reno singkat.
“Alah, panggil aja cupu.” sahut temannya yang baru keluar dari kamar mandi.
“Apa sih nyahut-nyahut.”
Karena tubuh Reno yang sudah terasa lengket, masuk ke kamar mandi lebih dulu membiarkan Sada dan temannya adu mulut.
Masih dengan langkah kaki yang keram, Maya perlahan berjalan menuju ruang tamu rumahnya. Tak terlihat siapapun di sana.
"Biikkk....!" Teriaknya panggil pelayan.
"Iya Nona." salah seorang pelayan berlari menghampirinya.
"Minta tolong ambilkan air dingin, buat kompres kaki!" pintanya.
"Kakinya kenapa non?" tanyanya.
"Habis jalan dari kompleks depan gara2 ojeknya mogok." jawabnya kesal.
"Oke, bentar bibi ambilkan air dingin." Baru pelayan itu berlari ke dapur.
"Makanya, ada mobil tuh dipakai, jangan ngojek mulu. Rasakan sendiri akibatnya." ucap papanya dari belakang.
"Loh, papa kok nggak ke kantor?" tak biasanya papanya siang bolong dirumah.
"Udah ada abangmy, jadi pap bisa sedikit santai." jelas papanya, Tuan Albert.
"Oh iya pa, nanti kalo Abang pulang papa harus hukum dia." ucap Maya kesal.
"Kenapa?" tanya papanya mengerutkan dahinya tak mengerti.
"Tadi itu, dia suruh anak papa yang paling cantik ini berdiri di depan kelas dari jam masuk sampe jam pulang." curhatnya.
"Kamu melakukan kesalahan-kesalahan paling." papanya tau siapa Ardi, dia tak akan melakukan menghukum orang jika orang itu nggak salah.
"Nggak, Maya cuman peluk dia. Apa salahnya coba." jelasnya.
"Apaan... orang kamu tidur di kelas." Sahut Ardi yang baru pulang dari kantor.
"Namanya aja ngantuk. Abang kalo ngantuk ngapain?" bela Maya untuk dirinya sendiri.
"Buat kopi." Jawab Ardi yang tau maksud pertanyaan adiknya.
"Nggak tidur?"
"Nggak."
"Beneran sehari Abang nggk tidur? Bisa?" Maya terus memberondong Ardi dengan pertanyaannya.
"Ya tidur, tapi ada waktunya sendiri. Nggak kayak kamu tidur di kelas."
"Emang Abang nggak pernah tidur di kelas?" Maya masih tak mau kalah.
"Nggak."
"Heleh.. mustahil."
"Tanya aja teman-teman Abang."
"Stop. Udah dewasa masih aja berantem." lerai papanya.
"Kok udah pulang?" tanya tuan Albert pada ponakannya itu.
"Iya om, sudah selesai dan kita menang dalam proyek besar itu." ucap Ardi senang.
"Kamu memang kebanggaan papa." Ucap Tuan Albert bangga sambil memeluk Ardi.
Meskipun sudah tinggal selama 10 tahun bersama keluarga ini, Ardi masih aja belum bisa manggil kedua orang tua Maya dengan sebutan Papa dan Mama. Padahal Tuan Albert sering memintanya untuk memanggil keduanya sama seperti Maya.
"Ya udah, papa naik ke atas dulu ya. Mau istirahat. Kalian lanjut aja ngobrol, udah lama nggak ketemu kan? Masa nggak kangen?" ucap Tuan Albert.
Sepergian Tuan Albert, Ardi langsung merebahkan tubuhnya di shofa tepat samping Maya duduk "Pijitin Abang dong May. Capek banget Abang." ucapnya sambil memejamkan mata.
Karena Maya melihat peluang besar untuk balas dendam dengan, semangat Maya langsung memijat Ardi.
"Enak juga pijitanmu, belajar mijit di mana?" tanya Ardi.
"Maya gitu loh."
"Habis tangan gantian kepala ya.." Sebenarnya Maya kesal tapi masih berusaha untuk sabar.
Tak lama kemudian Ardi tidur pulas, giliran Maya beraksi. Ia mengambil liftiknya yang ada di tas. Pelan-pelan ia gambar wajah abangnya menjadi badut. Setelah itu ia kabur ke kamarnya.
Hatinya sangat senang, bentar lagi ibu-ibu arisan teman nenek sihir akan datang dan Ardi akan menjadi bahan tertawaan mereka. Dan disitulah Maya sudah meminta salah seorang pelayan kepercayaannya untuk merekam momen langka itu.
Ning nong....
Suara bel berbunyi tanda ibu-ibu arisan datang. seorang pelayan membukakan pintu tanpa membangunkan Ardi yang masih terlelap.
"Silahkan masuk nyonya-nyonya. Nyonya Albert masih berdandan di kamar." ucap pelayan itu.
"Memang Risa dari dulu nggak berubah. Andai ada lomba paling lama dandan dia psti juaranya." ucap salah seorang tamu.
"Wajar lah jeng, namanya juga wanita." timpal satunya lagi.
Tanpa menunjukkan tempat, para ibu-ibu muda itu langsung menuju ke ruang tamu. Mereka terkejut saat melihat pria tidur di sofa dekat ruang tamu itu. Kulit wajah Ardi yang sudah disulap Maya menjadi warna merah dengan sedikit lukisan kumis tipis dan leher yang terlihat seperti berdarah membuat ibu-ibu mud berteriak takut.
"Ada orang mati!!" ucap seorang sambil menutup matanya.
Ardi yang mendengar suara teriakan itu spontan berlari menghampiri sumber suara.
"Dimana mayatnya?" tanyanya gugup.
"Mayat hidup!!" Teriak lagi melihat kebangkitan pria itu.
Maya yang mendengarnya di kamar tertawa terbahak-bahak.
"Mayat hidup?" Ardi masih bingung.
Ardi berusaha mendekati mereka namun ibu-ibu itu malah lari ketakutan. Nyonya dan Tuan Albert juga terburu-buru ikut turun. Melihat wajah pria asing dirumahnya dengan muka merah dan leher berdarah seketika mengambil kemoceng karena itu barang terdekat.
"Siapa kamu? mau ganggu yaa..?? Atau mau rampok??" tanya tuan Albert sambil memukul Ardi dengan kemocengnya. Sedangkan ibu-ibu arisan itu berlari di belakang Nyonya Albert.
"Om, ini Ardi om." ucap Ardi tak dihiraukan.
Nyonya Albert yang tak takut sama sekali langsung menghampiri mereka berdua "Pa, sudah pa. Ini Ardi." mendengar penjelasan istrinya baru tuan Albert menghentikan pukulannya.
"Beneran Ardi?" tanya Tuan Albert pada pria itu masih dengan keraguan.
"Iya om. Ardi ini. Massa om nggak ngenali pArdi?"
"Ya mana bisa tau, tuh lihat wajahmu di cermin!" Tuan Albert mengajak Ardi berdiri di depan cermin terdekat.
"Loh... kenapa muka Ardi berubah merah?" Ardi pun juga terkejut melihat dirinya. "Ini apa pula merah-merah di leher." Ia menggosok lehernya dan mencium warna merah itu. Ternyata liftik dan ia sudah tau siapa pelakunya.
"MAYAAAA....!!!" teriaknya berlari menuju kamar Maya.
Dok...dok...dok...! pintu kamar Maya terus digedor tapi tak kunjung keluar penghuninya.
"May, buka pintunya!"
Tanpa menghiraukan, Maya malah menyalakan musik keras sambil merebahkan tubuhnya yang lelah.
Karena tak dibuka-buka akhirnya Ardi menyerah pergi dengan sendirinya.
"Siapa pemuda tadi ya?" tanyanya pada dirinya sendiri flashback mengingat kejadian adu jotos dengan preman di kompleks sebelah.
Di bawah para ibu-ibu masih membahas Ardi. Selama ini ia tak tau kalo keluarga mereka juga memiliki anak laki-laki. Ketika mereka ke rumah ini hanya Maya yang terlihat.
"Dia anak dari saudara Mas Albert dan Bru pulang dari China." jelas Risa atau nyonya Albert.
"Tante.. Ardi keluar dulu ya. Ada urusan." pamit Ardi dengan pakaian santai.
"Tapi kamu makan malam di rumah kan?" tanya Nyonya Albert memastikan.
"Iya, Ardi cuman sebentar."
Ibu-ibu muda yang melihat wajah Ardi setelah dibersihkan menjadi terpesona akan ketampanannya.
"Hati-hati ya Ardi." sahut ibu-ibu genit. Ardi hanya tersenyum sedikit agak malu dan merinding melihat wajah-wajah genitnya kaum hawa.
"Itu udah punya pacar belum ris?" tanya temannya.
"Kurang tau, soalnya dia baru dirumah tadi pagi dan kami tidak pernah membahas masalah cewek." mengingat pula, Risa juga baru menikah dengan papa Maya 2 tahun. yang lalu.
"Aku soalnya ada anak cewek, cantik dia sekarang jadi dosen di Universitas Negeri Malang."
"Aku juga ada, dia lulusan universitas di Belanda."
"Anakku malah sudah sukses di usia muda. Dia sudah memiliki perusahaan sendiri."
Yang awalnya untuk arisan berubah menjadi ajang pencarian jodoh. Risa hanya menanggapi dengan senyum sambil berkata "Tenang, kalo jodoh tak akan kemana."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!