NovelToon NovelToon

Oh My Bodyguard

Dialah Alexa!

Menjadi anak tunggal adalah salah satu kebanggaan, karena anak tunggal tidak mempunyai saingan untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang orang tuanya.

Terlebih, anak tunggal yang terlahir dari keluarga seorang konglomerat, pasti akan mendapatkan banyak keuntungan. Karena ia akan menjadi satu-satunya ahli waris tanpa banyak pertimbangan.

Namun berbeda bagi seorang Alexa Eleanor Vincent, orang-orang memanggilnya Alexa. Namun wanita berusia tiga puluh tahun itu menganggap jika menjadi anak tunggal adalah sebuah kesialan.

"Nona, Nona. Jangan berjalan terlalu cepat," tegur seorang wanita berkaca mata dengan setumpuk kertas di pelukannya. Ia adalah Meera. Wanita berusia dua puluh lima tahun yang sedang berusaha keras untuk bertahan sebagai sekretaris Alexa.

Kepribadian Alexa yang kasar, bermulut tajam dan tidak suka berbasa-basi membuat ia selalu kehilangan sekretaris hingga berkali-kali membuka lowongan pekerjaan.

"Cepat, Meera. Kau tidak lihat ini sudah pukul berapa?" tanya Alexa dengan setengah berlari. Ia meninggalkan Meera yang kesusahan membawa barang bawaannya.

Namun, saat Meera tengah bersusah payah berlari menyusul Alexa, tiba-tiba Alexa menghentikan langkahnya tanpa aba-aba. Beruntung, Meera sigap berhenti tepat di belakang bosnya.

"Apakah kau tidak tahu ini hari apa?" tanya Alexa ketus pada salah seorang pegawai hotel yang berdiri di dekat lift. Ia mendorong sebuah troli berisi makanan yang akan diantar ke kamar tamu.

"Hari senin, Nona." Laki-laki berperawakan kurus itu menundukkan kepala dengan takut. Ia menyadari kesalahannya.

"Bagus. Artinya kau tahu apa kesalahanmu!" seru Alexa. Ia segera masuk ke dalam lift bersama Meera, meninggalkan sang pegawainya yang berkeringat dingin.

"Meera, hubungi bagian kepegawaian dan pulangkan orang itu sekarang juga!" perintah Alexa.

"Hah? Sekarang juga? Kenapa, Nona?" tanya Meera tidak paham.

Alexa memutar tubuh, menatap Meera dengan mata menyipit. Wanita itu tidak pernah mentoleransi kesalahan sekecil apapun yang dilakukan oleh pegawainya. Alexa bahkan terkenal keras kepala serta tidak kenal ampun.

"Apa aku harus selalu menjelaskannya padamu? Jangan membuatku kesal, Meera. Dia memakai sepatu olahraga di hari senin? Yang benar saja!" gerutu Alexa.

Pegawai hotel memang memiliki seragam khusus di hari-hari tertentu, dan pada hari itu mereka juga diizinkan memakai sepatu olahraga hanya pada saat acara tertentu. Namun tidak di hari biasa.

"Tapi, Nona ...."

"Jangan membantah!"

Meera mengangguk cepat sambil menelan ludah. Ia baru bekerja sebagai sekretaris Alexa selama tiga bulan. Dan selama itu pula ia harus mengalami syok terapi sekaligus senam jantung setiap saat karena sikap Alexa.

"Apa jadwalku hari ini?" tanya Alexa.

"Setelah meeting dengan bagian personalia, Nona langsung ke hotel One-V untuk bertemu dengan beberapa pemegang saham, lalu makan siang bersama Mentri pariwisata, setelah itu berkunjung ke rumah Tuan Vincent," jelas Meera sambil menyontek tulisan yang sudah ia susun pada kertas kecil.

"Berkunjung ke rumah Papa? Apa itu ada pada jadwal?" tanya Alexa.

"Ya, Nona. Tuan sudah menelpon sebelas kali pagi ini dan saya harus memastikan jika Nona harus datang. Kalau tidak ...."

"Kalau tidak, apa?"

TING!!!

Suara lift menandakan jika mereka telah sampai di lantai hotel tertinggi. Tanpa menunggu jawaban Meera, Alexa berjalan cepat memasuki ruang meeting. Ia telah di tunggu oleh beberapa orang yang siap dengan berbagai laporan tentang situasi dan kondisi hotel selama sepekan.

Menjadi anak tunggal dari keluarga konglomerat yang memiliki bisnis di bidang perhotelan, membuat Alexa harus bekerja keras untuk mengurus bisnis keluarganya.

Keluarga Vincent memiliki tiga hotel bintang lima, dua hotel berada di kota yang sama, namun satu hotel berada di kota yang berbeda.

Karena Alexa adalah satu-satunya orang kepercayaan serta satu-satunya pewaris sah seluruh kekayaan milik keluarganya, maka mau tidak mau, wanita itu harus mempelajari dan melakukan banyak hal demi berjalannya bisnis yang menguntungkan.

...****************...

Setelah banyak hal yang berkaitan dengan pekerjaan telah usai, kini Alexa dan Meera bergegas menuju ke kediaman Vincent. Entah sudah berapa kali Alexa menolak untuk mengunjungi orang tuanya dengan alasan sibuk, pada akhirnya ia harus datang demi ketentraman hidupnya.

"Apa yang Papa katakan padamu, Meera?" tanya Alexa. Mereka berdua duduk di bangku belakang bersama, sementara sopir fokus pada jalanan.

"Tuan tidak mengatakan apapun. Saya hanya di minta untuk memaksa Nona datang," jawab Meera. "Memangnya, kenapa Nona selalu menolak? Bukankah Nona seharusnya senang bisa bertemu Tuan dan Nyonya?" tanya Meera penasaran.

"Aku tahu apa yang mereka rencanakan," gumam Alexa.

"Merencanakan apa, Nona?" Meera semakin penasaran.

"Meera!" Alexa menyipit, lalu membuang napas kasar.

Alexa sering merasa kesal karena Meera terlalu penasaran dan tidak peka terhadap sifatnya. Namun Alexa terpaksa mempertahankan sekretaris polos itu karena sudah bosan berganti sekretaris.

...****************...

Bodyguard

Setelah tiba di kediaman orang tuanya, Alexa langsung masuk dan di sambut hangat oleh Asmita, wanita berusia lima puluh lima tahun yang telah melahirkannya. Meski di usianya yang sudah setengah abad, Asmita masih nampak cantik dan langsing. Wajar saja, ia adalah istri dari seorang pengusaha sukses dan kaya raya. Kecantikan bisa menjadi miliknya asalkan uang terus mengalir ke dompetnya.

"Sayang, anak Mama. Akhirnya kau pulang," ucap Asmita sambil memeluk Alexa. Wanita paruh baya itu mencium pipi kanan dan kiri putrinya dengan penuh kasih sayang.

Meskipun Alexa adalah anak tunggal, ia memilih untuk hidup mandiri dengan membeli rumah di kawasan elite yang terletak tidak jauh dari salah satu hotel milik keluarganya.

Tidak peduli seberapa keras orang tuanya memohon agar Alexa tinggal, Alexa tidak mau. Ia suka hidup sendiri tanpa ada aturan atau campur tangan orang lain dalam kesehariannya.

"Mama, kenapa Mama selalu terlihat cantik?" goda Alexa.

"Dasar, anak nakal." Asmita mencubit gemas pipi Alexa

"Meera bilang, Papa memaksa ingin bertemu. Ada apa?"

"Hei, apa kau tidak akan pulang jika bukan karena ada hal penting?" tegur Asmita.

"Bukan begitu, Ma. Mama kan tahu sendiri. Aku punya banyak pekerjaan," jawab Alexa. Ia memeluk Asmita sekilas agar tidak dimarahi.

Asmita menoleh, menatap Meera yang berdiri mematung di dekat pintu utama.

"Meera, ayo masuk. Kenapa berdiri di sana," tegur Asmita.

"Baik, baik. Nyonya." Meera mengangguk dan bergegas menaiki anak tangga untuk menyusul Asmita dan Alexa.

"Apa kau sehat, Meera? Apa Alexa menyusahkanmu?" tanya Asmita.

"Mama," sela Alexa.

"Ah, tidak, Nyonya. Nona Alexa tidak pernah menyusahkan, dan saya sangat sehat sampai hari ini, hihihi," jawab Meera ramah. Sebenarnya, ia adalah gadis ceria. Namun ia berusaha menjaga sikap di depan Alexa agar tidak membuat wanita itu tidak nyaman.

"Baiklah, semoga kau betah bekerja untuk Alexa, ya."

"Ya, Nyonya." Meera mengangguk. Ia sendiri sedang berusaha keras menyesuaikan diri dengan sifat Alexa. Jika bukan karena gaji yang besar serta segala fasilitas yang ia dapatkan, mungkin ia sudah mengundurkan diri sejak hari pertama bertemu Alexa.

Sesampainya di ruang keluarga, Alexa melihat Vincent sedang duduk menikmati secangkir kopi. Tidak jauh dari sang ayah, duduk seorang laki-laki asing yang belum pernah Alexa lihat.

"Papa," sapa Alexa. Ia mendekati Vincent dan mencium pipi kanan laki-laki tua itu.

"Ah, anak Papa. Tepat waktu sekali. Kerja bagus, Meera" puji Vincent sambil menatap Meera yang berdiri di samping Asmita.

"Aku datang sesuai permintaan Papa. Memangnya, ada apa?" tanya Alexa.

"Ada sesuatu yang ingin Papa bicarakan denganmu. Duduklah." Vincent menepuk sofa kosong di sampingnya.

"Emm, siapa dia?" tanya Alexa sambil melirik laki-laki asing itu. Alexa sudah memiliki banyak prasangka, dan semoga kini tebakannya salah.

Vincent tersenyum, memberi isyarat pada laki-laki asing untuk memperkenalkan diri.

"Perkenalkan, nama saya Evano Xavier. Mulai hari ini, saya akan menjadi sopir sekaligus bodyguardmu, Nona," terang Evan.

Refleks, Alexa menoleh pada Vincent.

"Papa," ucap Alexa lirih.

"Kau tidak boleh menolak, ini perintah," tegas Vincent. "Sopir yang bekerja untukmu saat ini sudah cukup tua. Papa akan memberhentikannya. Lagi pula, Papa harus memastikan anak perempuan Papa selalu aman."

"Aku bisa menjaga diri sendiri, Pa," tolak Alexa.

"Tapi kau adalah anak perempuan kami satu-satunya, Sayang. Kau harus menuruti apa kata Papamu, ini demi kebaikanmu," sela Asmita.

"Ma!" Alexa mengeluh. Ia ingin menolak. Namun seperti biasa, keputusan yang dibuat oleh Vincent akan sulit diubah.

Alexa menghembuskan napas kasar, ia menatap Evan dengan tatapan menyelidik. Alexa melihat Evan dari ujung rambut hingga ujung kaki, memperhatikan laki-laki itu dengan saksama.

Evan memiliki perawakan tubuh yang tinggi dengan rahang tegas. Kulitnya yang putih serta potongan rambut yang rapi, membuatnya cukup menarik untuk di pandang. Namun, ketampanan Evan sepertinya tidak berpengaruh apapun pada Alexa. Wanita itu merasa sangat keberatan dengan keputusan Vincent untuk menjadikan Evan sebagai bodyguardnya.

...****************...

Laki-laki tampan

Evano Xavier, laki-laki itu terlihat baik. Ia memiliki tatapan mata yang tajam dan mempesona. Saat mendengar nama Evano Xavier untuk yang pertama kalinya, Alexa seperti merasa sangat familiar. Ia merasa nama itu sudah pernah ia dengar sebelumnya.

Namun meski Alexa cukup penasaran, ia tidak ingin terlalu ingin tahu. Ia hanya tidak suka kehidupannya terlalu di atur. Ia kesal setiap kali ada orang yang melarang, mengkritik, atau menghakiminya.

Alexa sudah menjadi seorang tuan putri sejak lahir. Ia dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Terlebih, Alexa adalah anak satu-satunya. Maka tidak heran jika ia selalu di manja.

"Bagaimana, Alexa? Evan laki-laki yang tangguh sekaligus baik. Mama dan Papa sangat percaya jika dia bisa menjagamu," bujuk Asmita.

"Tapi, Ma ...."

"Alexa!" seru Vincent.

"Hmm, baiklah." Seakan tidak memiliki pilihan lain, Alexa terpaksa harus setuju.

Asmita dan Vincent terlihat senang dengan keputusan Alexa. Paling tidak, mereka kini tidak perlu lagi mengkhawatirkan keselamatan anak tunggal mereka, karena mereka yakin jika Evan pasti mampu melindungi Alexa dari segala macam bahaya.

"Sekarang, Papa akan menyampaikan hal yang paling penting. Papa dan Mama sudah mengatur semuanya dengan baik. Karena kini usiamu sudah tidak lagi muda, maka kami memutuskan untuk menjodohkanmu," terang Vincent.

Alexa tidak terkejut, ia hanya menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia sudah mendengar rencana ini dari Asmita sejak beberapa waktu yang lalu. Namun Alexa tidak terlalu ambil pusing, ia tidak tertarik dengan hubungan spesial ataupun pernikahan.

"Aku tidak ingin menikah, Pa. Maksudku, aku ... belum siap." Alexa beralasan.

"Lalu, kapan kau akan siap, Alexa? Usiamu sudah tiga puluh tahun. Lihatlah, teman-teman sekolahmu bahkan sudah memiliki anak, apa kau tidak ingin seperti mereka?"

"Aku sudah bahagia."

"Kami sudah sangat tua, apa kau akan membiarkan kami hidup menua tanpa cucu? Kau adalah anak kami satu-satunya. Kepada siapa lagi kami berharap?" keluh Vincent.

Alexa mengutuk dalam hati. Hal inilah yang membuatnya membenci kehidupannya sebagai anak tunggal. Segalanya, apapun itu, seakan ia tidak punya kebebasan untuk memilih. Karena pada dasarnya, hidupnya adalah milik orang tuanya. Ia adalah satu-satunya harapan, satu-satunya anak yang harus selalu menjadi apa yang orang tuanya inginkan.

"Meera, apakah Alexa memiliki kekasih?" Vincent melempar pertanyaan pada sekretaris Alexa.

"Setahu saya, tidak, Tuan," jawab Meera.

"Baik, Papa sudah mengatur perkenalanmu dengan beberapa kandidat yang menurut Papa pantas."

"Papa!" seru Alexa. Ia tidak percaya, Vincent bahkan sudah merencanakan semuanya dengan matang tanpa meminta pendapat terlebih dahulu dari dirinya.

"Minggu depan, kau harus bertemu dengan anak sulung dari keluarga Cameron. Dia laki-laki baik, CEO perusahaan fashion terkenal. Evan akan mengurus pertemuan kalian."

"Kandidat kedua, adalah anak tunggal dari keluarga Jordan. Dia pewaris tunggal sekaligus pengelola perusahaan furniture di luar negri."

"Dan yang terakhir, anak bungsu dari keluarga Kalandra. Dia bekerja sebagai dosen sambil menjalankan bisnis keluarganya di bidang kuliner."

"Pasti ada salah satu di antara mereka yang menarik hatimu. Papa harap, pilihanmu bisa jatuh pada laki-laki yang tepat," jelas Vincent.

Alexa memejamkan mata sesaat. Ia merasa jika hidupnya hanya tentang orang tuanya. Ia tidak sedikitpun memiliki kesempatan untuk memilih. Bahkan, ia merasa jika orang tuanya lah yang menentukan hidup dan matinya.

"Baiklah, jika itu yang Papa inginkan. Kalau tidak ada hal lain lagi, aku harus segera pergi," ujar Alexa. Berlama-lama di rumah ini hanya akan menambah rasa sakit kepalanya.

Setelah keluar dari kediaman orang tuanya, Alexa dan Meera kembali masuk ke dalam mobil. Tidak lupa, Evan turut mendampingi mereka sebagai sopir.

"Nona, dia tampan sekali, ya," bisik Meera pada Alexa. Meera tertawa kecil, ia kagum dengan sosok laki-laki yang tengah duduk di bangku kemudi.

Alexa terdiam, melirik Evan dari kaca spion yang berada di bagian atas dashboard.

"Laki-laki tampan hanya akan menyusahkan hidupmu, Meera. Kau harus menjauhinya!" tegas Alexa.

Seketika, Meera terdiam seribu bahasa. Tidak ada gunanya membahas hal-hal seperti ini bersama Alexa. Karena tidak ada yang menarik bagi wanita itu kecuali tentang bisnis dan pekerjaan.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!