"Baik, karena pengantin perempuan dan pengantin pria sudah ada di sini. Mari kita mulai acara nya" ucap pembawa acara.
Sintia tersenyum manis, dia merasa sangat bahagia saat ini. Setelah memadu kasih selama 3 tahun, akhirnya Rendi akan menikahi dirinya.
"Pak penghulu, silahkan di mulai acara akad nya" ucap pembawa acara.
Pak penghulu mengangguk, pria baru baya itu menatap kedua mempelai secara bergantian.
"Pengantin pria, apakah anda sudah siap?"tanya pak penghulu pada Rendi.
"Siap" jawab Rendi penuh semangat.
Semua keluarga dan tamu tersenyum mendengar jawaban Rendi, sangat bersemangat dan tangkas.
Pak penghulu pun ikut tersenyum, kemudian dia beralih pada Sintia. Dia menatap Sintia dan melontarkan pertanyaan yang sama.
"Bagaimana pengantin Wanita, apakah anda sudah siap?"
Sintia tersenyum, dia merasa sedikit gugup. Sebelum menjawab, Sintia melirik calon suaminya sebentar. Baru setelah itu dia kembali menatap pak penghulu.
"Saya-"
"Berhenti!!!"
Semua orang tercengang, termasuk Sintia dan juga Rendi. Mereka menoleh, melihat Sela dengan cepat menuruni anak tangga. Dengan penampilan kacau, Sela berdiri di hadapan mereka.
"Pernikahan ini tidak bisa di lanjutkan, tolong berhenti!!!" Teriak nya dengan nafas terengah engah.
Semua orang terkejut, termasuk Sintia. Dia tidak mengerti mengapa kakak nya menghentikan pernikahan nya seperti ini.
Sintia berdiri, dia berbalik dan menatap kakak nya yang juga menatap dirinya.
"Ada apa kak, mengapa kakak mengacaukan pernikahan ku?" tanya Sintia.
"Iya nak, ada apa ini. Mengapa kamu lakukan semua ini?" Tanya Danrem menatap bingung pada putri sulungnya.
Sela masih mengatur nafas, dengan sedikit keraguan. Dia mengangkat testpack yang sejak tadi dia genggam di hadapan semua orang.
"Lihat ini, aku hamil!" Ucap nya.
Sintia mengerut bingung, dia tidak mengerti dengan apa yang saat ini kakak nya coba lakukan.
"Kak ada apa ini, apa hubungan nya. Kamu hamil dengan pernikahan ku. Mengapa kakak melakukan kekacauan ini di saat aku akan menikah!"
"Sela! Apa maksud kamu. Jangan membuat malu keluarga dengan mengacaukan pernikahan adik mu!" Bentak Danrem.
"Tidak bisakah kakak membicarakan hal ini, ketika pernikahan ku sudah selesai?"lirih Sintia dengan nada kecewa.
Semua mata tertuju kepada nya, Sela yang masih diam akhirnya buka suara.
"Bagaimana bisa, aku membiarkan pernikahan ini selesai. Sedangkan aku mengandung anak dari calon suami mu Sintia!"
Duarrrr!!!!
Bak seperti petir menyambar, Sintia merasa ucapan kakak nya sama seperti petir menyambar tubuhnya.
"Huh?"
"A-apa Kak?" Tanya Sintia lagi. Dia merasa pendengaran nya sedikit terganggu.
"Apa yang kakak bicarakan, jangan berbicara hal yang bukan bukan" seru Sintia hampir menangis.
Sintia melirik kearah Rendi, berharap pria itu menyangkal nya. Namun, apa ini??. Pria brengsek itu malah menunduk, seakan dia mengakui perbuatan nya.
"Maaf" Satu kata yang mampu meluluhlantahkan hati Sintia.
Sintia menggeleng, dia tidak bisa berpikir lagi. Semua ini terjadi begitu cepat.
Sintia beringsut menjauh dari keramaian, yang kini tengah membicarakan dirinya. Dia turun dari panggung yang seharusnya menjadi saksi pernikahan nya.
"Sintia..Maaf kan aku" lirih Rendi yang terdengar samar di telinga Sintia.
Sintia tidak mendengarkan, langkah hampa nya beringsut hingga keluar.
Sintia merasa kehilangan tenaga, sehingga dia harus berpegangan pada kursi tamu di luar rumah.
Sintia terhenyak di deretan terakhir kursi yang tersusun rapi.
Sintia menggeleng, air matanya mulai bercucuran. Isak memilukan mulai terdengar.
"Tidak, ini tidak mungkin terjadi" Dia terus mencoba menyangkalnya, dan berharap semua ini hanya mimpi buruk nya.
"Sintia, maaf kan aku. Kamu boleh marah, pukul aku. Tapi maafkan aku Sintia. Aku mohon." Lirih Rendi mendekat kearahnya, Sintia juga merasakan tangan kekar itu merengkuh tubuh nya.
Sintia tidak memberikan reaksi apapun. Hati nya hancur, pikiran nya kacau. Apa yang harus dia perlihatkan, apakah harus berteriak marah?? Atau malah meneruskan pernikahan yang pasti akan menjadi kutukan baginya.
Rendi terus memeluk Sintia, dia ikut terisak saat mendengar isak memilukan dari Sintia.
"Tidak bisakah kamu berhenti menangis? Kita bisa membicarakan semua ini secara kekeluargaan dan dengan tenang!" ucap Sela.
Sintia mendongak, mendorong Rendi menjauh dari tubuhnya. Apa yang kakak nya ucapkan, tenang? Bukan kah sejak tadi kakaknya lah yang berteriak dan menangis histeris. Lalu mengapa harus dia yang di suruh tenang. Harusnya, kakak nya lah yang tenang dan berhenti mengacaukan hari terbahagia yang sudah lama dia nantikan. Kini , telah berubah menjadi hari yang paling buruk sepanjang hidupnya.
"Sintia, ayo masuk. Kita akan membicarakan semua ini"
Sela terdengar menyela dan membatah ucapan Rendi. " Apa yang harus di bicarakan lagi Rendi. Semuanya sudah terjadi, dan Sintia harus menerimanya. Jika pernikahan nya harus di batalkan."
"Sela, bisakah kamu tenang? Apa kamu tidak malu pada para tamu huh?" Bentak Rendi.
"Mengapa harus tenang? Aku tidak bisa tenang dengan semua ini!" jawab Sela semakin menjadi jadi.
"Lalu, bagaimana bisa kau menyuruh aku tenang! Setelah kau mengacaukan hidup ku!"teriak Sintia histeris. Dia menatap sang kakak yang selama ini dia kagumi. Wanita yang pernah menjadi panutan hidup nya.
Ternyata, kakak nya lah yang mengacaukan hidup nya. Kakak nya yang menjadi musuhnya. Kakak nya yang merebut calon suaminya.
"Mengapa kau lakukan ini Sela. Mengapa??" tanya Sintia lantang.
Plak!
Sintia menatap nanar pada sang mama. Dia tidak tahu mengapa mama nya malah menampar pipi nya.
"Tidak bisakah kau berbicara sopan kepada kakak mu?"
"huh?" Bibir Sintia bergetar, dia tidak menyangka hal itu keluar dari mulut mama nya.
Tidak adil, sungguh tidak adil. "Bagaimana mama bisa melakukan ini pada ku? meng-"
Sintia memejamkan matanya, saat rea kembali hendak melayangkan tamparan lagi.
Namun, suara bariton terdengar menghentikan nya.
"Sudah cukup Rea!" teriak Danrem.
"Untuk Para tamu, kami minta maaf. Mohon pulang lah" ucap Danrem menebalkan wajah. Martabat keluarga nya tengah di runtuhkan saat ini.
Berangsur, semua orang meninggal acara pernikahan yang gagal milik Sintia. Yang tersisa hanya Keluarga inti dari kedua bela pihak mempelai.
Wanita yang bernama Lengkap Sintia Anggraini itu terhenyak di tanah.
"Mengapa ini bisa terjadi?? Mengapa??" tangis nya mulai pecah.
"Ayo masuk, dan bicarakan ini!" titah Danrem, dia masuk terlebih dulu ke dalam. Kemudian di susul oleh rea dan kedua orang tua Rendi.
"Ayo Sintia!" ajak Rendi.
"Lepas!" tepis Sintia marah.
"Kamu harus merelakan Rendi Sintia, walau bagaimanapun. Anak ku butuh seorang ayah."
Setelah mengatakan hal itu, Sela ikut menyusul Keluarga nya ke dalam. Lalu, Rendi juga melakukan hal yang sama.
"Mengapa hal ini bisa terjadi pada hidup ku? apa aku tidak pantas untuk bahagia? apa ini harus aku hadapi sendirian?"
"Mengapa????" teriak Sintia meluapkan emosinya.
Setelah berpacaran selama 3 tahun. Mengapa baru sekarang dia mengetahui ini. Mengapa setelah akad akan segera di lakukan, hal ini terjadi.
"Mengapa Harus aku???"
Ceklek.
Suara pintu terbuka, kemudian tertutup kembali terdengar di telinga Sintia. Namun, dia terlihat enggan untuk melihatnya, atau sekedar melirik untuk melihat siapa yang masuk.
"Sintia, apa kamu baik baik saja?"
Suara lembut masuk ke dalam Indra pendengaran nya, Sintia tahu jika suara itu adalah suara mama nya. Wanita yang telah melahirkan nya, dan juga telah menyakitinya dengan memberikan tamparan keras.
Rea duduk di samping putrinya, meraih jemarinya, lalu menggenggam erat.
"Maaf, jika tadi mama menampar mu. Mama tidak bermaksud tidak adil Sintia." Lirih Rea menyesali perbuatan nya.
"Mama emosi, mama tidak suka melihat kamu kurang ajar pada kakak mu!"
Sintia tertawa getir, mama nya marah ketika dia kurang ajar kepada sang kakak. Lalu, bagaimana dengan kasus kakak nya yang melakukan hal yang tidak pantas denga calon suaminya.
"Sintia, mama tahu ini tidak adil pada mu. Mama tahu semua ini salah, kakak kamu memang melakukan kesalahan. Mama sangat marah dan kecewa pada nya. Tapi nak-"
Sintia menarik nafas, dia sudah tahu kelanjutan ucapan mama nya. Dia tidak perlu mendengarkan nya.
"Sudah ma. Lakukan saja yang terbaik, aku akan membatalkan pernikahan ku!"lirih Sintia memotong ucapan mama nya.
"Tidak hanya itu nak, kamu harus memaafkan kakak kamu. Walau bagaimanapun dia tetap kakak kamu, ada bayi yang tidak berdosa di dalam perut nya. Kamu harus mengalah yah"
Seperti yang sudah Sintia ketahui, tugas nya selalu seperti itu. Mengalah dan memaafkan setiap kali kakak nya melakukan sebuah kesalahan pada dirinya.
Entah itu wajar atau tidak wajar, tetap sama. Sintia harus memaafkan dan mengalah. Itulah yang selalu di tegaskan oleh kedua orang tua nya. Alasan di balik semua itu, adalah karena dia seorang adik.
Tidakkah menurut kalian ini sudah keterlaluan? Tidak kah semua ini terbalik? Harusnya yang tua lah yang mengalah kepada adik nya. Setidaknya kedua orang tua mereka adil dalam berperilaku pada anak anak nya. Bukan malah mengutamakan yang lebih tua.
"Ma, tidak bisakah sekali ini saja mama lebih memperhatikan aku? Aku juga anak mama. Aku hancur ma, aku jauh lebih hancur dari pada wanita ****** itu"
"Sintia!!"Rea mengeraskan suaranya.
"Mama sudah bilang, kamu tidak boleh bersikap seperti itu terhadap kakak mu. Dia itu kakak mu!"
"Aku tahu dia kakak ku, tapi apakah dia juga tahu, jika aku adalah adik nya? Tidak bisa kah dia memikirkan sedikit saja perasaan ku? Atau dia bisa memandang nama baik keluarga kita!" bantah Sintia.
Sejak kecil, baru kali ini Sintia berani membantah mama nya. Seumur hidup dia tidak pernah melawan, meskipun hatinya sakit karena ketidak adilan Keluarga nya.
"Tidak bisakah kamu memperhatikan nama baik keluarga? Apa kata orang jika nanti kakak kamu melahirkan tanpa seorang suami? Bagaimana perasaan anak nya jika dia tahu suami mu adalah ayah nya!"
Sela! Sela!! Dan sela, selalu perasaan nya yang selalu di perhatikan.
"Tidak kah kalian juga memikirkan aku? Bagaimana perasaan ku nanti ketika orang orang mengolok ku gagal menikah? Tidak kah kalian memikirkan nya?" Lirih nya terisak.
Sintia menunduk di hadapan mama nya, dia tidak tahu lagi harus melakukan apa.
Melihat kerapuhan putri bungsu nya, Rea pun memeluk nya erat. Seperti yang di harapkan oleh Sintia sejak awal.
"Maafkan mama nak, maaf. Mama sudah mengacaukan hidup mu. Tapi kita tidak bisa melakukan apapun lagi. Semuanya sudah terjadi, kamu harus sabar yah, pasti ada hikma di balik semua ini"
Sintia tidak mendengarkan lagi, dia terus menangis meluapkan emosinya. Hingga setelah beberapa menit, dia pun menyudahi tangisan nya.
Sintia beranjak dari ranjangnya, menatap wanita yang selama ini sudah dia anggap melebih dewa.
"Turun lah ma, katakan pada keluarga Rendi, aku membatalkan pernikahan ini"
Mendengar penuturan putri bungsunya, Rea langsung tersenyum. Dia bangkit, lalu memeluknya erat.
"Terimakasih nak, terimakasih karena kamu tidak egois!"
Jleb.
Bagaimana mungkin mama nya bisa berkata seperti itu. Bagaimana mungkin dia di katakan egois. Sedangkan yang egois itu adalah kakak nya. Kakak nya yang telah berselingkuh dengan calon suaminya sendiri.
"Kalau begitu, mama turun dulu. Mama akan memberitahu semua orang tentang kebaikan mu"
Sintia menatap kepergian mama nya, dunianya hancur. Dalam sekejap mama nya langsung terlihat bahagia, walaupun itu menghancurkan hidup putri bungsu nya.
"Sebegitu tidak pentingkah aku bagi kalian? Sampai hati ku hancur kalian tidak peduli" lirih nya.
Di ruang tamu, seluruh keluarga menunggu kedatangan Rea. Apa keputusan Sintia, apa dia ingin melanjutkan pernikahan ini, atau dia membatalkan nya.
"Bagaimana, apa dia baik baik saja?"
suara Danrem menyambut kedatangan istri nya. Sejujurnya, dia mengkhawatirkan keadaan putri bungsu nya itu.
"Dia sudah membuka pintu hati nya, dia merelakan Rendi dan Sela menikah"
Sela tersenyum senang, dia sudah tahu ini yang akan terjadi pada akhirnya. Sejak kecil, posisi adik nya akan selalu berada di bawahnya. Tidak akan pernah berada di atas nya.
"Aku mau, pernikahan kami berbeda dan akan di lakukan 5 hari ke depan!" ucap Sela.
"what? 5 hari lagi? dan kamu ingin merubah semua rancangan pernikahan ini?" ucap Sia.
"Yah Tante, rancangan pernikahan Sintia terlalu sederhana, aku ingin menikah seperti seorang ratu" balas nya.
Mama Rendi mulai emosi, dia hendak mengatai Sela. Tapi, Asmar lebih dulu menahan tangan nya.
"Ini akan kita bicarakan nanti saja. Lebih baik kita pulang sekarang" ucap Asmar.
Sia mendengus kesal, mengikuti suaminya yang telah berdiri.
"Ayo Rendi, kita pulang!" seru Sia.
Rendi menurut, dia segera bangkit dan mengikuti kedua orang tuanya.
Rea menatap putrinya, mengusap lengan putrinya penuh kasih sayang.
"Dasar anak nakal" dengus nya menggerutu.
"Mama.." Rengek Sela manja.
Danrem menghela nafas berat, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Kedua wanita ini adalah emas Keluarga nya.
Rea melirik suaminya, dia tahu apa yang saat ini suaminya pikirkan.
"Sudahlah pa. Sintia pasti akan baik baik saja, jika gagal dengan satu pria. tapi Sela, dia pasti akan kesulitan jika tidak memiliki seorang suami"
Danrem tidak merespon, bagi nya kedua putrinya adalah sama. Namun, martabat keluarga jauh lebih penting bagi nya.
Apalagi, mereka yang di kenal sebagai keluarga kalangan atas. Tentu harus memperhatikan nama baik keluarga.
Sikap Sela, memang sangat tercela. Namun, menikah dengan keluarga yang juga dari kalangan atas seperti mereka tidak akan menyebabkan masalah terlalu besar. Gosip akan berubah sangat cepat, dan itu akan membuat mereka menjadi lebih baik.
Hari hari pun tetap berjalan seperti biasanya, seakan hari buruk itu tidak berarti apa apa. Namun, bagi gadis cantik yang berusia 23 tahun itu, kejadian kemarin sangat membekas di dalam hati dan sepanjang hidupnya.
Dia bekerja di kantor milik papa nya, sebagai seorang bendahara. Sintia mengatur semua keuangan di perusahaan papa nya, tanpa sedikitpun kekeliruan.
Sintia merupakan wanita yang cerdas, dia lebih suka berkarier di bandingkan dengan kakak nya yang lebih suka Hura Hura dengan menggauli dunia hiburan.
Sela merupakan seorang model dan presenter, dia lebih banyak tampil di tv. Apalagi dengan kasus mereka saat ini, banyak stasiun tv mengundangnya ke acara tv untuk menggauli kasus mereka.
"Nona, ini laporan pengeluaran kita Minggu ini"
"Terimakasih pak" balas Sintia menerima laporan dari bawahan nya. Lalu kemudian dia melenggang menuju ke ruangan nya.
Sepanjang jalan, Sintia harus mendengar bisik demi bisik dari karyawan kantor.
Ini lah yang harus Sintia tanggung sebagai wanita yang gagal menikah karena di selingkuhi. Semua orang, bahkan karyawan dan art di rumah nya menatap kasihan padanya.
"Apa kamu baik baik saja?"
"Sintia, mari kita liburan"
"Jangan pikirkan hal yang sudah terjadi"
Berbagi macam kata menghibur dari orang orang di sekelilingnya. Namun, Sintia tahu, mereka hanya sekedar menunjukkan rasa peduli. Mereka tidak benar benar mengerti apa yang saat ini Sintia rasakan.
"Selamat yah Sela, Rendi. Sebentar lagi kalian akan menikah dan memiliki seorang anak"
Sintia menghentikan langkahnya, ketika mendengar ucapan selamat dari seorang pembawa acara yang saat ini mengundang Sela dan Rendi sebagai bintang tamu.
Sintia menatap salah satu laptop pegawai nya yang tengah menonton acara yang di hadiri oleh Sela dan Rendi.
"Terimakasih" balas Sela tersenyum malu. Dengan bangga dia memeluk lengan pria yang seharusnya menjadi suami Sintia.
Beginilah, di saat Sintia menanggung rasa malu. Kakak dan calon suaminya malah dengan bangga bergandengan tangan, dan mengatakan pada semua orang bahwa mereka akan segera memiliki anak.
"Cih, dasar menjijikan" desisnya.
Pegawai yang sedang menonton itu terkejut, dia tidak tahu jika di samping nya ada Sintia. Dia segera panik, dan memukul kepalanya.
"Aiss . sejak kapan nona ada di sini, dia pasti tersinggung " gumam nya menyesali perbuatannya.
Sintia masuk ke dalam ruangan nya, menyelesaikan semua pekerjaan nya dengan cepat. Lalu, Sintia akan pulang lebih awal. Dia ingin menenangkan dirinya dari tertawaan dan tatapan iba dari warga dunia.
"Akhirnya selesai juga" gumam sintia sambil merenggangkan tubuh.
Sintia merapikan meja nya, lalu mengambil tas dan melenggang keluar.
Sehancur apapun hati nya, dia akan selalu memperlihatkan senyum manis dan wajah ramah kepada setiap orang yang ia lewati.
"Sore Bu"
"Sore Bu"
Sintia hanya tersenyum, membalas sapaan dan tatapan kasihan dari semua orang.
Sebelum pulang, Sintia memutuskan untuk pergi ke sebuah taman yang dekat dengan danau.
Sintia duduk dan menatap jauh ke tengah danau. Tatapan kosong, wajah tampa ekspresi. Entah apa yang gadis itu pikirkan.
"Menyesal gagal menikah?"
Tidak! Sintia sama sekali tidak menyesalinya. Dia akan sangat menyesal apabila dia mengetahui semua ini ketika sudah menikah.
Sintia merasa sangat bersyukur mengetahui ini lebih cepat, meskipun agak sedikit lambat.
"Jika aku menikah dengan nya, maka aku akan menyesali seluruh hidup ku!" Desisnya penuh amarah. Tangan nya mengepal, matanya menajam menatap marah entah pada siapa di danau sana.
"Pria brengsek seperti dia, tidak pantas mendapatkan cintaku!"
"Ya. Dia memang brengsek dan tidak cocok dengan mu yang tulus!"
Jleb.
Sintia terkejut, dia langsung berdiri dan berbalik.
"Siapa kamu?" Seru Sintia pada seorang pria tampan yang berdiri di belakang nya.
Bukan nya menjawab, pria itu malah berjalan pelan dan duduk di bangku yang tadinya menjadi tempat duduk Sintia.
"Mungkin, kamu tidak mengenali aku! Tapi kakak mu, mengenali aku" ujar pria itu, membuat Sintia mengerut bingung.
"Mungkin kita berbeda dan tidak saling kenal. Namun, kita memiliki kesamaan"lanjut nya.
"Apa maksud kam"
Pria itu tersenyum, secepat kilat, dia menarik tangan Sintia dan mendudukkan gadis itu di samping nya.
"Ka-"
Belum sempat protes, pria itu langsung menempel bibirnya pada bibir Sintia.
Cup.
Sintia naik pitam, di merasa terhina. Dengan sekuat tenaga nya. Sintia mendorong pria itu, berdiri di hadapan nya lalu,
Plak!
"Kamu pikir aku ini apa huh, tidak saling kenal lalu-" Sintia tidak sanggup melanjutkan ucapan nya. Tangan nya dengan kasar menyapu bibir ranum nya.
"Pria gila! Pria mesum!!" Maki Sintia penuh emosi.
"Cih, jauh berbeda dengan kakak nya" desis pria itu tersenyum, tangan nya meraba bibir nya sendiri, seakan masih merasakan kehangatan bibir Sintia.
Tindakan pria ini memang tidak senonoh, dia tahu hal itu. Namun, dia memerlukan beberapa pembuktian, agar dia yakin Sintia dan Sela memiliki sifat yang berbeda.
"Adik nya sedikit kaku, namun sangat menarik, ketimbang kakak nya yang murah"
Plak!
Satu tamparan kembali mendarat di pipi pria itu.
"Berhenti menghina kakak ku. Dia tidak seperti yang kau bicarakan!"bentak Sintia marah.
Pria itu melongo, setelah apa yang dia alami. Gadis ini masih bisa membela kakak nya??
"Waw, bravo Sintia. Kamu memang luar biasa Sintia" pria itu bertepuk tangan.
"Kau mengetahui nama ku?"
Pria itu mengangguk, "bahkan aku tahu apa yang terjadi pada dirimu."
"Bagaimana bisa?"decak nya heran.
"Oh gods, selain cantik kamu juga lugu dan lucu. Aku menyesal tidak mengencani adik nya di bandingkan kakak nya" ujar pria itu yang langsung di balas dengan tatapan tajam oleh Sintia.
"Ups..Sorry nona muda, aku hanya ingin mendiskusikan sesuatu dengan mu" ujar pria itu.
"Apapun yang ingin kau diskusikan. Aku tidak mau, cara mu bergaul sangat tidak sopan!" Sintia mengambil tas nya, lalu pergi begitu saja.
"Hei, mengapa kau pergi. Aku belum selesai!!"
"Hei, mengapa kamu meninggalkan orang yang satu nasib dengan mu!"
Jleb.
Langkah kaki Sintia langsung terhenti, dengan perlahan dia berbalik dan menatap pria itu.
"Apa kamu bilang? senasib?"
Pria gagah yang memiliki tubuh kekar itu mengangguk, perlahan mendekat pada Sintia.
"Kamu di khianati oleh calon suami mu, sedangkan aku di khianati oleh kakak mu"
"Kita sama sama si khianati Sintia. Bukan kah ini di sebut dengan senasib?" sambung nya.
"Maksud mu, kau adalah kekasih kakak ku?"
"Benar. Wanita murahan itu- maksud ku, kakak mu itu selingkuh dengan calon suami mu, di saat aku sedang di luar kota!" jelas Pria itu sedikit memperbaiki kalimatnya saat salah berkata.
"Apa maksud dari semua ini, mengapa kakak ku selingkuh dengan Rendi, jika pacar nya setampan ini" gumam Sintia tampa sadar.
"thanks atas pujian nya" sahut pria itu.
Sintia berdecak kesal, dia tidak sadar mengucapkan nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!