Sebagian orang lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya setelah bekerja seharian, tapi hal itu tidak berlaku bagi Arin, saat ini perempuan cantik itu tengah membersihkan toko karena seharian ini toko roti tempat ia bekerja cukup ramai tidak seperti biasanya.
"Kayaknya liburan di luar negeri seru deh, aduh jangan pikir sembarangan deh. Masa iya aku bisa ke luar negeri sih," gumam seorang perempuan cantik yang tengah berkhayal untuk masa depannya.
perempuan tersebut melupakan segala keinginannya dan melanjutkan pekerjaannya agar ia bisa pulang cepat malam ini.
Arinni Esha Nalini atau akrab di panggil Arin, perempuan cantik berumur 25 tahun. Kedua orangtuanya telah meninggal karena kecelakaan 8 tahun yang lalu dan setelah kepergian orangtuanya, Arin pun diasuh oleh Pamannya bernama Tommy dan Bibinya bernama Ika.
Arin sendiri merupakan lulusan dari salah satu Universitas terbaik di negara B dan saat ini ia bekerja di salah satu perusahaan terbaik di negeri ini yakni Hara grup yang bergerak di berbagai bidang seperti industri, mall, hotel dan banyak lainnya.
Selain bekerja di perusahaan tersebut, Arin juga bekerja di salah satu toko roti yang ada di kota ini, meskipun tidak seberapa gajinya tapi Arin butuh uang itu untuk memenuhi kebutuhan nya sehari-hari.
Saat ini, Arin baru saja selesai mencuci segala peralatan toko karena hari ini toko roti cukup ramai, dilihatnya jam yang sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam dan itu artinya ia harus segera pulang karena ia tidak tega meninggalkan bibinya sendirian di rumah.
"Astaga aku telat lagi," gumam Arin dan pergi mengambil tasnya di loker.
"Kamu baru pulang, Rin?" tanya Ezra yang juga bekerja di sana.
"Iya, Ra. Aku pulang dulu ya udah telat nih pasti bibiku nungguin," pamit Arin dengan berjalan menuju pintu.
"Okey, Rin. Hati-hati di jalan ya," ucap Ezra dan diacungi jempol oleh Arin.
Sesampainya didepan rumah, Arin segera masuk dan benar saja bibinya tengah menunggunya di ruang tamu.
"Baru pulang Rin? kenapa kamu pulangnya malam terus memangnya di perusahaan cuma kamu aja ya yang kerja kok Bibi lihat kamu selalu pulang larut malam?" tanya Bibi Ika dengan mengusap kepala Arin.
Arin memang tidak memberitahukannya pada Bibi Ika jika ia bekerja di toko roti karena ia takut Bibi Ika akan khawatir dan beban pikirannya tambah bertambah jika Bibi Ika mengetahuinya, karena itu Arin selalu beralasan jika ia lembur di kantor sehingga Bibi Ika pun percaya karena memang Hara grup sering mengharuskan karyawannya untuk lembur, tapi untung saja Arin tidak diharuskan sehingga ia bisa bekerja di toko roti.
"Hehehe, ya ada karyawan lain sih, Bi. Tapi kan emang tugasnya beda-beda jadi ya gitu deh," ucap Arin dengan tersenyum agar Bibi Ika tidak curiga.
"Kamu mandi dulu gih baru makan," ucap Bibi Ika.
"Iya Bibiku yang cantik," ucap Arin sambil mencium pipi Bibi Ika.
Arin segera masuk kamar dan melihat fotonya bersama Ayah dan Bundanya, 'Seandainya saat itu aku tidak memutuskan ke negara B, mungkin saat ini kalian masih bersama Arin kan," ucap Arin dalam hatinya.
Saat memandangi foto tersebut, tanpa terasa Arin pun meneteskan air mata dan Arin segera menghapus air mata tersebut lalu masuk ke kamar mandi.
Setelah semuanya selesai, Arin pun keluar dan menuju meja makan, Arin dapat melihat Bibi Ika yang sedang berada di dapur menghangatkan makanan untuk Arin "Bibi gak tidur, ini udah malem loh?" tanya Arin.
"Iya ini Bibi mau tidur, tapi nunggu kamu selesai makan dulu," jawab Bibi Ika sambil berjalan menyiapkan makanan untuk Arin.
Arin benar-benar tidak tega melihat Bibi Ika yang sangat terlihat lelah akhirnya berkata, "Biar Arin yang cuci piringnya Bi, Bibi pasti lelah seharian cuci baju di rumah Nyonya Septi kan, jadi Bibi istirahat aja ya," ucap Arin.
"Yaudah Bibi ke kamar ya, nanti kalau ada apa-apa panggil Bibi aja," ucap Bibi Ika.
"Iya, Bi," ucap Arin.
Setelah itu, Bibi Ika pun pergi menuju kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang memang sangat lelah hari ini.
Pagi harinya, Arin sudah bangun dan menyiapkan segala keperluannya seperti yang biasa ia lakukan.
"Bibi, Arin berangkat dulu ya," pamit Arin dan mencium tangan Bibi Ika.
"Iya, hati-hati ya, Rin," ucap Bibi Ika.
"Iya Bi," ucap Arin.
"Oh iya, Rin," panggil Bibi Ika.
Arin yang sudah berada di pintu pun segera membalikkan tubuhnya menghadap bibinya, "Ada apa, Bi?" tanya Arin.
"Nanti jangan pulang malam-malam ya, Bibi takut terjadi apa-apa sama kamu," ucap Bibi dengan wajah yang tampak khawatir.
"Iya Bi, Arin usahain ya, yaudah kalau gitu Arin berangkat dulu," pamit Arin.
Setelah menempuh perjalanan yang tidak terlalu lama, akhirnya Arin sudah sampai di depan kantornya dan saat ia akan masuk tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang.
Arin pun segera melihat siapa orang yang sudah menarik tangannya dan setelah Arin melihat orang itu, Arin hanya tersenyum karena orang tersebut adalah Adel teman satu departemennya.
"Kenapa?" tanya Arin pada Adel karena sedari tadi Adel hanya senyum-senyum tidak jelas padanya.
"Gapapa, gue cuma pengen deket lo aja," jawab Adel.
"Udah ah ayo masuk sebelum Bu Mika marah-marah bisa panjang nanti urusannya," ucap Arin dan segera masuk ke dalam perusahaan tersebut.
Sesampainya di ruang departemennya, Arin segera duduk di tempatnya begitu juga dengan Adel dan ternyata disana juga sudah ada Vira, Gabby, dan juga Tristan.
"Eh tau gak sih kalian kemarin gue dapet kabar kalau Pak Rendra akan digantiin sama anaknya," ucap Gabby.
"Kata siapa lo?" tanya Adel.
"Kata orang-orang lah," ucap Gabby.
"Gue juga dapet kabar gitu dari departemen pemasaran," kata Vira yang sedang berjalan ke arah Adel.
"Nih ya anaknya Pak Rendra itu cakepnya kebangetan," ucap Gabby dengan heboh.
"Beneran lo, By? gue jadi penasaran tau, emangnya lo pernah ketemu sama anaknya Pak Rendra?" tanya Adel.
"Belum sih, tapi waktu gue ikut pertemuan di Hotel Ocean kemarin kan di kasih lihat foto anaknya Pak Rendra dan itu sumpah cakep banget," kata Gabby.
"Kalian gimana sih ngapain ngomongin cowok lain kalau disini udah tau ada cowok yang cakep dan juga nyata," ucap Tristan dengan tersenyum pada para wanita yang ada di ruangan tersebut.
"Gila kali gue nganggep lo cakep," ucap Gabby.
Saat mereka tengah asik ngobrol tiba-tiba Bu Mika masuk dan mengatakan jika besok Pak Rendra akan digantikan oleh anaknya dan kita harus bersiap-siap jika nanti ditanya mengenai tugas departemen keuangan.
"Besok Pak Rendra akan digantikan anaknya jadi saya gak mau ada yang telat atau apapun itu terutama kamu Tristan," ucap Bu Mika dengan menunjuk Tristan.
"Iya Bu," ucap Tristan.
"Saya gak mau pokoknya sampai ada masalah karena saya denger anaknya Pak Rendra ini perfeksionis dan teliti, dia juga dingin banget gak pernah senyum paham kalian? oh iya jangan lupa buat perincian untuk proyek restoran di kota C nanti buat kita presentasi!" ujar Bu Mika.
"Baik, Bu," ucap mereka serempak.
Setelah itu, Bu Mika pun masuk ke dalam ruangannya dan mereka semuanya dapat bernafas lega, "Gue lagi yang kena," ucap Tristan yang membuat semua orang yang ada di ruangan tertawa.
"Makanya jangan main game terus," ucap Vira.
"Iya-iya, tapi kapan-kapan," ucap Tristan.
"Huh, dasar bocil game," ejek Gabby.
"Biarin sih," ucap Tristan.
Akhirnya waktu yang dinanti pun tiba yaitu jam istirahat, seperti sekarang ini Vira, Gabby, Adel, Arin dan Tristan berada di kantin perusahaan, "Mau pesen apa lu lu pada?" ujar Vira
"Gue nasgor aja deh minumnya jus alpukat," jawab Gabby.
"Oke, yang lain apa nih?" tanya Vira dengan menunjuk Adel, Arin dan Tristan.
"Aku samain aja deh, Ra," ucap Arin.
"Gue juga," ujar Adel dan Tristan.
"Oke," ucap Vira dan ia pun pergi untuk memesankan makanan bagi teman-temannya.
tak lama setelah itu, Vira pun datang dengan pesanan mereka dibantu oleh pegawai kantin.
Ditengah-tengah menyantap makanan tiba-tiba Gabby bertanya, "Eh, Rin. Lo gak pacaran apa masa selama 3 tahun kita bareng gue gak pernah liat loh gandeng cowok sih?" tanya Gabby dengan santainya.
Padahal Arin yang mendengar pertanyaan Gabby terkejut bukan main, "Y-ya masih belum pengen aja sih, By," ucap Arin gugup.
"Iya bener kata Gabby, Tin. Lo ini cantik masa gak ada yang ngedeketin lo sama sekali sih? liat tuh Tristan sama Vira aja udah berapa kali pacaran selama lo jomblo," ujar Adel.
"Eh kok jadi gue sih," ucap Tristan tak terima.
"Udah diem deh!" ucap Adel.
"Lo pernah pacaran gak sih kalau gue boleh tau?" ucap Vira.
"Kenapa jadi aku sih, aku itu emang lagi gak ada niatan aja buat pacaran, aku lagi fokus kerja gak ada pikiran cari pasangan, udah deh kalian kan tau gimana aku, jadi gak usah lah bahas itu," ujar Arin.
"Ya, tapi tetep aja deh Rin, lo tuh butuh pasangan buat ngelengkapin hidup lo," ujar Gabby.
Arin menghela napas panjang, "Udahlah bahas yang lain aja, yang terpenting saat ini aku mau kerja dulu terus sukses beli rumah buat Bibi aku, kalian kan tau gimana hidup aku dan Bibi," ucap Arin.
Mereka semua hanya mengangguk saja karena mereka memang sudah tau bagaimana kehidupan Arin yang satu ini dan juga bagaimana susahnya Arin untuk di dekati terutama lawan jenis.
Entahlah apa alasan Arin selalu menolak pria-pria yang pernah dikenalkan teman-temannya itu, namun mereka juga tidak ingin memaksakan Arin, jika memang Arin tidak menginginkannya maka mereka harus menghargai itu.
.
.
.
Tbc.
Pria tampan yang baru saja menyelesaikan rapatnya itu langsung memejamkan matanya saat ia sudah merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di ruangannya.
Saat pria tersebut berada di dalam ruang kerjanya dan baru saja akan terlelap tiba-tiba handphonenya berdering dan terlihat lah siapa yang meneleponnya, "Ada apa Papa nelpon jam segini," gumamnya.
Pria tersebut pun mengangkat telepon dari sang Papa, "Ada apa Papa menelpon jam segini? bukannya biasanya Papa akan menelpon nanti malam? Apa ada hal yang mendesak?" tanya pria tersebut pada Papanya.
Tawa terdengar dari sambungan telepon tersebut, "Apa Papa harus mempunyai alasan itu menelpon anak Papa sendiri?" tanya sang Papa.
"Gak juga sih, tapi cuma tidak biasa saja Papa menelpon jam segini, kenapa Pa?" tanya pria tersebut karena ia sebenarnya penasaran dengan maksud sang Papa menelponnya.
"Kak kamu gak kangen papa sama Mama atau sama Chesa?" tanya sang Papa.
'Kenapa kok perasaanku gak enak ya?' ucapnya dalam hati.
"Kangen lah Pa, anak mana sih yang gak kangen sama keluarganya," jawabnya santai.
"Yaudah kalau gitu kamu cepet pulang dan kamu gantiin Papa di perusahaan Papa," jawab sang Papa dengan lembut.
pria tersebut sudah menduga jika sang Papa akan menyuruhnya untuk menggantikan posisinya saat ini sebagai Presdir di perusahaan sang Papa, "Pa, Zehan kan sudah bilang kalau Zehan masih belum bisa untuk gantiin posisi Papa," ucap Zehan.
Ya, pria tersebut adalah Zehan Evander Gulzar, pria yang terkenal dingin, cuek dan wajah datarnya ini merupakan putra dari salah satu pengusaha sukses di negara A yakni Narendra Gulzar dan Naura Minara, pria yang akrab dipanggil Zehan tersebut mempunyai adik perempuan yang bernama Chesa Minara Gulzar yang saat ini menginjak kelas 3 SMA di salah satu sekolah terbaik di negara A.
Zehan merupakan lulusan universitas terbaik di negara D dan saat ini ia tengah menjalankan bisnis keluarganya di negara D, meskipun ia sangat nyaman selama berada di negara D, tapi pria berusia 26 tahun ini tetap merindukan rumahnya dan Mamanya yang cerewet, bagaimana tidak rindu karena Zehan selama ini tinggal di negara D kurang lebih selama 6 tahun.
Papa Rendra menghela napas pelan, dia tahu jika Zehan pasti akan menolak permintaannya, "Mau sampai kapan kamu disana? sampai kamu dengar kabar kalau Papa meninggal begitu?" tanya Papa Rendra.
"Papa apa-apaan sih kok ngomong gitu, ya gak lah Pa. Tapi, Zehan memang belum siap aja Pa untuk kembali ke negara A dan menggantikan Papa," ucap Zehan.
"Iya terus kapan kamu siapnya, Han? udah terserah kamu aja deh Papa pusing sama kamu," jawab Papa Rendra dan mematikan sambungan teleponnya.
Zehan menghela napas panjang, ia tau jika Papa Rendra ini pasti sedang marah padanya. Zehan mencoba untuk memejamkan matanya, tapi tidak bisa karena ada orang yang masuk ke ruangannya dan membuka pintu dengan keras sehingga hal itu pun mengusik Zehan dan dilihatnya orang tersebut ternyata orang itu adalah Abrar sahabat Zehan.
Mereka bersahabat sejak kecil dan sangat akrab bagaimana tidak mulai sekolah dasar, SMP, SMA bahkan kuliah pun mereka bersama lebih tepatnya Abrar yang selalu mengikuti Zehan.
Saat Zehan memutuskan untuk menetap di negara D, Abrar juga ikut menetap di negara D. Sebenarnya Abrar sedang berlibur di negara D, tapi Zehan pun tidak yakin apakah Abrar benar-benar berlibur atau tidak di negara D pasalnya sudah 2 tahun ini Abrar berada di negara D dan saat ditanya dia akan menjawab sedang berlibur di negara D.
Zehan melihat Abrar dengan tatapan datar dan menusuk, "Ada apa?" tanya Zehan.
"Wih santai dong bro, gini nih, Han. Tadi Om Rendra nelpon gue dan bilang kalau lo disuruh pulang," ucap Abrar sambil duduk di sofa ruangan tersebut.
"Gue males Brar, lo taukan pasti nanti ujung-ujungnya gue diomelin karena gak pulang-pulang, lagipula gue udah nyaman di sini," ucap Zehan.
"Nah maka dari itu lo harus pulang biar gak tambah panjang omelannya dan biar lo gak lupa gimana kampung halaman lo," ucap Abrar.
Saat akan bersuara tiba-tiba handphone Zehan berdering dan Zehan pun melihat orang yang menghubunginya dan ternyata yang menelponnya adalah Mama tercintanya, Zehan langsung mengangkat telepon dari sang Mama.
"Zehan, kamu gak mau pulang lagi ya!" teriak Mama Naura.
Zehan sendiri langsung menjauhkan handphone nya dari telinganya karena mendengar teriakan menggelegar dari Mama Naura.
"Ma, Zehan belum juga ngomong Mama udah teriak-teriak aja," ucap Zehan.
"Jadi, kamu pulang gak?" tanya Mama Naura.
"Gak tau juga Ma, tapi kayaknya gak deh," jawab Zehan yang langsung mendapat teriakan yang begitu menggelegar dari Mama Naura.
"Zehan Evander Gulzar! kalau kamu gak mau bikin Mama kecewa, kamu harus pulang Minggu ini! pokoknya kamu harus gantiin Papa kamu di perusahaan!" teriak Mama Naura dan langsung mematikan sambungan telepon tersebut dan tidak peduli jawaban dari Zehan.
Abrar yang melihat dan mendengar teriakan Mama Naura pun hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepalanya, memang Mama dari sahabatnya itu cerewetnya minta ampun, tapi baik.
"Udah siraman rohaninya?" tanya Abrar dan ketawa.
"Pala lo siraman rohani," ucap Zehan.
"Kayaknya gue Selasa pulang ke negara A deh," ucap Zehan.
"Kalau gue sih terserah lo aja, Han. Kan gue anaknya ikut aja, kalau lo balik ke negara A ya gue juga balik ke negara A," ucap Abrar.
"Kenapa lo juga ikut balik ke negara A? katanya lo disini liburan? lamain lah liburan lo disini, males gue kalau harus ketemu lo di negara A," ucap Zehan.
"Udah ketawanya sekarang gue balik dulu deh, nanti ketemuan di bandara ya," ucap Abrar dan memberikan kiss bye pada Zehan lalu ia pun keluar dari ruangan tersebut.
"Ish, jijik banget gue," ucap Zehan dan Abrar hanya tertawa diluar ruangan Zehan.
Zehan saat ini tengah berada di apartemennya dan mengemasi barang bawaannya untuk dibawah pulang ke negara A Selasa besok.
Tak lupa, Zehan juga mengabari keluarganya jika ia akan pulang besok dan keluarganya pun senang mendengarnya apalagi Mama Naura yang sangat senang sampai lupa bahwa tadi Mama Naura marah-marah saat menelpon Zehan.
"Akhirnya udah beres juga, istirahat dulu capek banget," gumam Zehan.
Mungkin karena terlalu lelah sehingga Zehan tertidur padahal jam masih menunjukkan pukul 4 sore, hari ini memang hanya rapat saja sehingga Zehan pulang lebih cepat.
Zehan tadi sempat bicara pada Papa Rendra untuk pengganti Zehan jika Zehan di negara A dan ternyata Papa Rendra sudah mengutus Om Niko sebagai pengganti Zehan.
Zehan sangat bersyukur karena Papa Rendra memilih Om Niko yang menurut Zehan, Om Niko memiliki tanggungjawab dalam memimpin sehingga Zehan tidak perlu takut dan khawatir untuk meninggalkan perusahaannya yang ada di negara D pada Om Niko.
Zehan pun bangun saat sinar matahari mengusiknya sehingga ia bangun dan melihat jam, 'Wah ternyata gue kebo juga tidurnya' ucap Zehan dalam hati.
Zehan memutuskan untuk membersihkan tubuhnya dan setelah itu Zehan menyiapkan segala keperluannya, setelah itu Zehan keluar dari kamar dan menuju dapur.
Zehan hanya memakan roti karena memang sudah kebiasaan bagi Zehan saat pagi hari dia hanya akan memakan roti.
Setelah semuanya selesai, Zehan menelpon Abrar yang katanya akan ikut kembali hari ini ke negara A, "Woy badut! lo ikut balik apa gak? kalau gak, gue balik sekarang?" tanya Zehan.
"Astaga sabar kenapa, nih gue udah selesai kok. Ayo! lo udah apa belum? gue udah di depan apartemen lo," ucap Abrar.
"Katanya langsung ke bandara, kenapa lo malah di depan apartemen gue?" tanya Zehan yang cukup terkejut dengan kelabilan sahabatnya itu.
"Dah bawel banget lo, Han. Udah cepet turun," ucap Abrar sambil ketawa tidak jelas.
"Sabar dong!" teriak Zehan tepat pada ponselnya dan langsung mematikan teleponnya, sedangkan Abrar masih tertawa di mobil yang akan mereka gunakan menuju bandara.
.
.
.
Tbc.
Seperti hari biasanya, hari ini juga hari yang sangat melelahkan bagi Arin apalagi hari ini toko roti yang sangat ramai dan juga banyaknya komplain dari beberapa pembeli.
Hal itu, karena hari ini oven yang biasa mereka gunakan untuk membuat roti rusak sehingga roti yang dibuat pun tidak seperti biasanya yang bervariasi.
Sedangkan, hari ini hanya ada empat variasi roti sehingga banyak yang mengurungkan niat mereka untuk membeli dan tak sedikit yang mengomel karena toko roti tidak menyediakan roti yang mereka inginkan.
"Maaf ya Mbak," ucap Ezra.
"Iya, Mbak. Saya dan Ezra tidak teliti sampai-sampai tidak tahu jika oven nya rusak dan malah bikin roti nya hangus," ucap Arin.
"Loh kenapa kalian justru minta maaf, Mbak gak nyalahin kalian kok. Namanya juga hal tak terduga kan ya, jadi gak ada yang tahu, lagipula ovennya emang harus ganti soalnya kan oven ini dipakai dari awal toko roti di buka. Ya, wajar lah kalua udah rusak," ucap Mbak Rina pemilik Toko roti Daily.
Toko roti Daily ini memang milik Mbak Rina, Mbak Rina sendiri orangnya ramah bahkan dengan pegawai pun Mbak Rina tidak sungkan untuk mengobrol dan saling bertukar pendapat untuk toko roti kedepannya.
Tapi, semenjak Mbak Rina menikah ia jarang mengunjungi toko roti hanya sesekali saja ia berkunjung sang suami yang bernama Mas Adit, banyak para pegawai yang merasa iri karena keromantisan Mbak Rina dan Mas Adit.
Saat akan pulang, Arin mampir ke minimarket terlebih dahulu untuk membeli beberapa bahan makanan yang sudah habis di rumah dan setelah itu, Arin pulang melalui gang terdekat dari rumahnya untuk pulang karena hari sudah malam dan akan semakin melelahkan jika ia melewati jalan besar di ujung.
Saat berada di gang yang lumayan sepi dan gelap tersebut Arin dikejutkan dengan orang yang tiba-tiba menarik rambutnya dengan keras, Arin berusaha untuk melepaskan diri dari tarikan orang itu, tapi tarikannya semakin kuat dan Arin benar-benar tidak bisa memberontak.
Arin hanya bisa menangis karena ditarik dengan sangat kuat oleh orang dibelakangnya, "Tolong lepas, hiks hiks sa-sakit," ucap Arin dan melihat kebelakang.
"Siapa kamu?" tanya Arin saat melihat pria yang tidak ia kenal.
"Eh siapa nih cewek? dia bukan Lala," tanya pria itu.
Setelahnya, pria itupun melepaskan tangannya dari rambut Arin dengan kasar lalu pergi begitu saja meninggalkan Arin dengan keterkejutannya, 'Kenapa harus salah sasaran sih, sial dimana si Lala itu?' tanya pria itu dalam hati.
Pria tersebut terus berjalan tanpa meminta maaf pada Arin bahkan pria tersebut meninggalkan Arin yang masih menangis karena ketakutan.
Setelah pria itu pergi, Arin menghapus air matanya dan pergi dari tempat itu untuk pulang.
Arin menangisi nasibnya yang malang tersebut, padahal keluarganya merupakan salah satu keluarga terpandang, namun setelah kedua orangtuanya meninggal semuanya berubah.
Orang-orang yang dulu sering meminta bantuan ke keluarganya seolah lupa ingatan jika bertemu dengan Arin.
Arin hanya mampu memaafkan mereka yang hanya memanfaatkan keluarganya dulu karena Arin tidak ingin membuat masalah untuk dirinya dan juga orang di sekitarnya.
Sebelum pulang, Arin membenarkan terlebih dahulu pakaiannya dan wajahnya agar Bibi Ika tidak curiga, setelah dirasa semuanya sudah lebih baik, Arin pun pergi menuju rumahnya dan ia mendapati Bibi Ika yang tengah berada di ruang tamu.
Bibi Ika berdiri menuju ke arah Arin, "Kamu mandi dulu biar Bibi hangatkan makanannya," ucap Bibi Ika.
"Gak usah Bi, Arin langsung makan aja nanti Arin biar langsung tidur," ucap Arin lalu ia pun menuju dapur.
"Kamu ada masalah," tanya Bibi Ika, saat Arin sudah duduk di meja makan.
"Gak kok Bi, Arin emang lagi males aja mandi," ucap Arin dan tersenyum.
"Yaudah kalau gitu, Bibi kira kamu lagi ada mas," ucap Bibi Ika.
"Gak kok, Bi. Bibi ke kamar aja biar Arin cuci sendiri piring sama sendoknya," ucap Arin.
"Yaudah, Bibi tinggal dulu ya," ucap Bibi Ika.
"Iya, Bi," ucap Arin.
Setelah makan, Arin pun membersihkan alat makannya lalu ia masuk ke kamar dan langsung tidur tanpa mandi atau mengganti pakaiannya, entahlah Arin merasa hari ini sangat berat ya sebenarnya setiap hari Arin merasa harinya adakah hari yang berat.
Pagi harinya, Arin terbangun saat handphone nya berdering, orang yang menelponnya malam-malam lebih tepatnya dini hari karena sekarang jam 2 pagi adalah sahabat tercintanya yaitu Kinan. Arin dan Kinan sudah bersahabat sejak SMP sehingga tidak heran mereka sangat akrab bahkan seperti keluarga sendiri.
Arin mengangkat telepon dari sahabat tercintanya ini "Hem kenapa, Nan?" tanya Arin yang masih belum benar-benar sadar dari kantuknya.
"Kamu lupa ya?" tanya Kinan dengan suara yang nyaring.
Mendengar suara nyaring Kinan, Arin pun membuka matanya dengan sempurna, "Kenapa sih, Nan? kok kamu teriak sih ini masih jam 2 pagi loh kamu pikir aku budeg apa gimana sih?" tanya Arin.
"Kamu lupa hari ini hari apa?" tanya Kinan.
Arin mengernyitkan dahinya, "Sekarang ya hari Selasa waktunya aku tidur sahabatku," ucap Arin.
"Ihh kamu bukannya hari ini janji mau bantuin aku ke kota X buat sosialisasi mengenai proyek penginapan dekat tempat pantai kan?" tanya Kinan dan membuat Arin terkejut karena lupa.
Memang dari 3 hari yang lalu Kinan meminta bantuan Arin untuk menemaninya, Kinan sendiri satu kantor dengan Arin hanya berbeda departemen saja, Kinan dari departemen pemasaran dan Arin departemen keuangan.
"Hehehe lupa Bu bos, oke aku siap-siap deh emang jam berapa berangkatnya, Nan?" tanya Arin.
"Jam 4, aku jemput biar gak siang sampai sana terus bisa sambil keliling kota X gitu," ucap Kinan.
"Oke, deh Nan," ucap Arin dan setelah itu ia pun mematikan sambungan teleponnya.
Saat ini, Arin sudah sudah membereskan semua keperluan nya dan ia sudah izin pada Bibi Ika bahwa ia akan ke kota X bersama Kinan.
Bibi Ika memang sudah mengenal Arin sejak dulu saat kedua orang tua Arin masih ada bahkan Kinan sendiri sering berkunjung ke rumah Arin sehingga Bibi Ika pun percaya pada Kinan yang tidak akan menjerumuskan Arin pada hal-hal yang tidak baik di luaran sana.
"Bi, Arin izin ya hari ini mau bantuin Kinan buat proyeknya soalnya temen kerjanya Kinan gak bisa dan Kinan minta bantuan Arin," ucap Arin pada Bibi Ika.
"Iya, Bibi izinin. Kamu hati-hati ya, kalau ada apa-apa jangan lupa kabarin Bibi," ucap Bibi Ika.
"Iya, Bi," ucap Arin dengan menganggukkan kepalanya.
"Halo! anak gadis datang," ucap Kinan dan masuk ke dalam rumah sederhana tersebut.
"Astaga Kinan, biasa aja dong emang yakin masih gadis," ucap Arin.
"Eh astaga Rin, kok ngomongnya gitu sih ya yakinlah masa aku udah jebol duluan gila kali kamu ya," ucap Kinan.
"Ya kan aku cuma mastiin aja," ucap Arin.
"Mastiin sih mastiin Rin, udah yuk berangkat sekarang aja," ucap Kinan.
"Iya, Bi. Arin berangkat dulu ya," pamit Arin dan diangguki Bibi Ika.
"Bibi, Kinan izin bawa Arin pergi ya, tapi nanti Kinan balikin kok Arin nya," ucap Kinan.
"Iya, kalian hati-hati dijalan ya. Jangan ngebut-ngebut," ucap Bibi Ika.
"Iya, Bi," ucap Arin dan Kinan.
Arin dan Kinan pun berada di mobil Kinan menuju kita X dan hanya mereka berdua, sebenarnya ini pekerjaan Kinan dan juga Alika, tapi Alika menyerahkannya pada Kinan dan Alika mengerjakan pekerjaan lain.
Sebenarnya Kinan sudah meminta anggota lainnya yang ada di departemen, tapi tidak ada yang bisa jadilah ia meminta bantuan Arin dan untung saja Arin ada waktu untuk menolong Kinan.
Mereka sudah sampai di tempat sosialisasi proyek yakni di tempat warga sekitar karena setelah proyek terlaksana banyak warga yang berminat untuk bekerja sama namun bingung harus melakukan apa.
Namun, disana ternyata bukan hanya ada Arin dan Kinan, tapi juga ada departemen lain yang ternyata juga ikut dalam sosialisasi proyek ini dan mereka sampai terlebih dahulu.
"Gila ya, ke apa mereka gak ngasih tau gue kalau mereka juga ikut sosialisasi, kalau gue tahu mereka ikut sosialisasi harusnya gue nebeng ke mereka dan gue gak usah ajak lo, lo pasti capek banget setelah kerja seharian dan bukannya istirahat lo malah gue Jak buat sosialisasi," ucap Kinan.
"Udah gapapa, Nan. Aku juga seneng kok bisa bantuin kamu sosialisasi," ucap Arin.
"Lo emang sahabat terbaik gue," ucap Kinan.
Ya, panggilan Kinan pada Arin memang berubah-ubah, kadang Kinan memanggil Arin dengan "aku-kamu", tapi kadang "lo-gue" dan Arin sudah memakluminya.
Kinan dan Arin pun menghampiri departemen lain, "Kenapa lain gak ngasih tahu gue kalau kalian juga ditugasin ikut sosialisasi ini?" tanya Kinan.
"Lah, gue udah tanya si Alika katanya tim pemasaran gak jadi datang makanya kita datang," ucap Tama.
"Yaudah, deh kalau gitu kita bareng aja," ucap Vidia.
"Oke," ucap Kinan.
Proyek ini sendiri sebenarnya sudah terlaksana sebelumnya dan saat itu masyarakat tidak ada yang menerima keberadaan penginapan tersebut.
Tapi, setelah melihat peluang bisnis dalam penginapan tersebut maka banyak warga sekitar yang berbondong-bondong ingin menjadi mitra Hara grup dalam bidang penginapan tersebut dan tentu saja hal itu disambut baik oleh perusahaan.
Skip sosialisasi!
Selesai sosialisasi, Arin dan Kinan tidak langsung pulang melainkan jalan-jalan terlebih dahulu di sekitar pantai, "Wah bagus banget ternyata pantainya ya," ucap Arin.
"Iyalah lo sih yang kelamaan di negara B eh balik ke sini cuma ngedeprok di rumah terus tempat kerja jadi lo gak tau tempat lain kan, sebenarnya masih banyak loh tempat yang bagus di negeri ini, kapan-kapan deh gue ajak lo jalan-jalan gimana," ucap Kinan dan diangguki Arin.
Arin dan Kinan saat ini berada di tempat makan untuk mengisi tenaga mereka yang seharian ini terkuras akibat berkeliling pantai dan belum sempat makan karena senangnya berjalan-jalan di sekeliling pantai dan setelah makan mereka kembali melanjutkan perjalanannya untuk kembali ke kota A.
Beberapa jam mereka tempuh dan akhirnya merek berdua pun sampai di rumah Arin.
"Makasih banget sahabatku tercinta karena udah mau nemenin sahabatmu yang nyusahin ini," ucap Kinan.
"Astaga, Nan. Kayak sama siapa aja sih, aku malah senang banget karena bisa bantuin kamu," ucap Arin.
"Aku terharu," ucap Kinan dan berpura-pura menangis.
"Udah gak usah drama, sama pulang kamu. Nanti Tante Juwita nyariin kamu loh," ucap Arin.
"Hehehe, oke. Makasih ya," ucap Kinan dan pergi.
.
.
.
Tbc.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!