NovelToon NovelToon

PENYESALAN

Bab 1

Penyesalan

Buugh buugh.

"Hahaha lihat si Anak baru itu! Dia sangat cantik jika wajahnya penuh dengan tinta!" ucap Kleo setelah menendang kaki Kia sampai tersungkur.

"Hahahah" dua orang temannya juga ikut tertawa melihat muka Kia yang sudah seperti badut.

Kayla Intan Arbeto yang sering di sapa dengan singkatan namanya yaitu Kia. Dia baru saja pindah di sekolah itu, yang mana dia belum memiliki teman sama sekali, sehingga dia dijadikan korban bulliyan di sekolah tersebut.

"Ya tuhan, padahal aku pindah sekolah berharap ini tidak terjadi lagi, tapi kenapa di sini malah makin parah, sangat tidak sesuai dengan gosip yang beredar di luar sana" katanya dalam hati sambil memegangi kakinya yang kena tendangan.

"Hei kenapa lo cuman diam? Lawan dong! Jangan pasang wajah menyedihkan seperti itu, karena kami tidak akan pernah kasihan sedikitpun!" sahut Kleo sembari duduk di kursi sambil menyilangkan kakinya.

Kia yang tidak ingin masalah makin memanjang, dia hanya bisa diam, berharap semua itu cepat beralu. Dia ingin berteriak, tapi percuma tidak ada orang lain selain mereka di rooftop itu.

"Gu gue tidak berani melawan!" balasnya sedikit takut tanpa menatap lawan bicaranya.

Kleo berdiri dengan sedikit emosi lalu berkata, "Hee gue di hadapan lo, kenapa lo menatap ke sana ha? Tatap gue!" pintanya sambil membentak.

Dengan patuh Kia menatap wajah Kleo yang sedang menatapnya tajam. Badanya gemetaran karena merasa sangat takut, ada sedikit penyesalan kenapa dirinya harus pindah sekolah. Di sekolah yang lama, dia tidak pernah diperlakukan sampai menyakiti pisik, paling tidak hanya kata-kata yang sedikit menyayat hati.

"Weeh ternyata kalian sudah di sini, ada mainan baru nih! Cantik lagi, murid baru?" tanya Dikta pada ketiga teman wanitanya itu setelah tiba di rooftop.

Dia datang bersama Angga Durangga, si paling cuek, dingin dan juga tampan. Bisa di bilang dia ketua geng di kelompok para pembully itu. Meski dia memiliki sikap yang sangat arogan, tetapi tetap saja para cewe-cewe mengidolakannya, karena parasnya yang sangat rupawan.

Angga duduk di kursi Kleo tadi, "Siapa?" tanyanya dengan singkat sambil menatap Kia yang sedang menunduk.

Kleo yang memiliki rasa dengan Angga segera mejawab, berharap Angga mau berbicara panjang lebar dengannya. "Anak baru di kelas gue!"

"Oh, apa kalian sudah memberinya pemanasan?" bertanya kembali yang belum melihat wajah Kia karena dia menunduk.

"Sudah, cuman pemanasan biasa agar dia tidak terlalu syok" balas Kleo dengan enteng tanpa berdosa. Bukan dia yang merasakannya, padahal Kaki Kia membiru karenanya.

"Katakan padanya, jangan menunduk di saat gue sedang berbicara!" pinta Angga kesal karena Kia terus saja menunduk, yang mana itu belum pernah terjadi sebelumnya. Semua orang akan memandangnya terposana baik itu laki-laki, dan begitu juga para korban sebelumnya.

Dua wanita teman Kleo yang bernama Bela dan juga Sandra jalan mendekat, membantunya berdiri dengan menarik tangannya secara kasar. "Lo tuli ya? cepat berdiri, dan lihat ke depan, jangan menunduk seperti itu, belum juga di apa-apain!"

Dengan terpaksa, Kia meneggakkan kepalanya dan menatap ke depan, yang mana pandangannya bersetatap dengan tatapan Angga. Kia heran, karena tatapan Angga seketika berubah menjadi amarah dan benci.

Angga beranjak lalu berkata "Kalian semua tinggalin gue di sini dengannya!" pintanya dengan suara tegas. "Sekarang!" teriaknya di buat emosi karena para temannya malam diam saja.

Mereka juga heran dengan tingkah Angga, tapi tidak ingin membuat Angga tambah marah akhirnya mereka pergi dengan rasa penasaran.

"Weh kenapa dengan Angga? Kenapa dia tiba-tiba marah? Gue yakin, jika dia yang turun tangan langsung, Anak baru itu tidak akan bertahan lama!"

"Entahlah, kayaknya kita akan kehilangan mainan baru! Belum juga gue menyentuhnya!" Timpal Dikta.

Mereka berbincang setelah tiba di depan kelas. Mereka hanya bisa saling menebak dengan sikap Angga tadi.

...---------------...

Di roftoop terlihat Angga menghampiri Kia, dia mencengkaram rahangnya dengan kuat membuat Kia kesakitan.

Tatapan Angga makin tajam dan muak melihat mata Kia yang sudah berkaca-kaca. "Gue sudah mencari lo sejak lama, ke mana saja lo ha? Menghilang tanpa kabar, dan datang kembali seaka-akan tidak terjadi apa-apa!" ucapnya sambil menekan setiap kalimatnya lalu pergi dari situ.

Kia bingung, dia tidak mengerti apa maksud dari ucapan Angga yang tedengar seperti keduanya sudah saling kenal sejak lama. Karena cengkraman yang kuat Kia hanya bisa menggeleng.

Angga melepas cengkramannya setelah melihat name tag Kia "Ho apa lo pikir dengan mengganti nama, gue tidak mengenal lo lagi, tapi sayang sekali nama dan wajah lo sudah tersimpan baik di dalam otak gue. Tunggu saja balasan dari gue!" Seakan-akan dia memberitahu jika dia tidak akan pernah lupa dengan orang yang dia benci.

Kia terduduk ke lantai, dia mengingat semua kembali ucapan Angga yang membuatnya sangat bingung "Apa dia mengenalku? Tapi aku tidak pernah punya taman dengan wajah seperti itu" gumamnya.

Dia beranjak setelah mendengar bel sekolah berbunyi, yang menandakan jam istirahat telah usai, berjalan ke ruang kelasnya dengan sedikit pincang karena kakinya masih terasa sakit. Teman kelas tidak ada yang berani bertanya, karena mereka sudah tau siapa pelakunya. Ada yang merasa kasihan, dan ada juga yang tidak peduli sama sekali.

Kia duduk sendiri di bangku paling belakang, dia melihat bekal yang ada di dalam tas nya belum tersentuh sama sakali. "Nanti aku makan setelah pulang sekolah" katanya dalam hati.

Pelajaran Matematika berjalan lancar, Kia yang gemar dengan perhitungan sangat senang mendapat guru yang cara menjalaskan materinya sangat detail tapi mudah di mengerti.

Beberapa menit berlalu, bel sekolah kembali berbunyi. Semua murid berlomba-lomba untuk keluar kelas, berbeda dengan Kia, dia terlihat santai merapikan semua bukunya di dalam tas.

Dia beranjak keluar, tapi di ambang pintu dia cegat oleh Kleo dan kedua sahabatnya. "Eettss sebelum pulang lo harus bermain dengan kami dulu!" sahutnya sambil menarik tas Kia.

"Maaf gue tidak bisa, gue harus pulang sekarang!" tolaknya dengan halus, meski dia sebenarnya sedikit takut.

"Hee beraninya lo menolak, lo masih Anak baru, jangan songong ya!" timpal Sandra sembari mengambil tas Kia dan mengeluarkan isinya.

Semua buku dan alat tulisnya sudah berhamburan di lantai, dan juga sebuah kotak bekal. "Hahaha hari gini lo masih bawa beginian?" tanyanya sambil mengangkat kota itu.

Bela mengambil bekal itu dan membukanya, "Hahaha makanan sampah! Mana layak dimakan! Makan tu sekalian dengan sampahnya!" katanya sambil membuang isi bekal itu ke dalam tong sampah.

Kia tidak bisa membela dirinya, dia yang lemah dan tak berdaya hanya bisa diam dan pasrah melihat bekalnya dibuang begitu saja. Padahal perutnya sudah sangat keroncongan yang hanya diisi dengan air putih dari sejak pagi.

Bab 2

Kia pulang dengan berjalan kaki dalam keadaan lapar, sesampainya di rumah dia melihat sang Ibu sedang mempersiapkan jajanan kue dan gorengan yang siap untuk dijual.

"Eh Nak sudah pulang! Ayo ganti pakainmu dan kita makan siang bersama!" sahut sang Ibu yang bernama Maya Arbeto.

Dia seorang singel perents. Suaminya meninggal satu tahun yang lalu karena serangan jantung. Ibu Maya menjadi tulang punggung keluarga yang berprofesi sebagai guru di salah satu Sekolah Dasar. Dan membuat kue sebagai kerja sampingannya, terkadang juga dia melakukan jasa nyuci keliling di pagi hari sebelum dia berangkat mengajar.

"Baik bu!" Balas Kia singkat, lalu menuju kamar mengganti pakain sekolahnya. Dia sebenarnya tidak tega, jika harus melihat sang Ibu bekerja keras untuk menghidupinya. Tapi mau bagaimana lagi setiap bulannya mereka harus membayar sebuah tagihan yang lumayan banyak.

"Maafkan aku Bu, aku tidak bisa membantu Ibu!" katanya setelah manarik kursi dan duduk di samping Ibunya yang sudah mengambilkan nasi untuknya.

"Ehh siapa bilang kamu tidak bisa membantu Ibu? Buktinya setiap hari kamu keliling menjajakan kue buatan Ibu, itu sudah sangat membantu namanya!"

Kia terdiam, menurutnya itu belum seberapa. Dia merasa sangat prustasi karena mencari pekerjaan dengan status masih sekolah itu sangat sulit. Sempat meminta ke pada Ibunya untuk berhenti sekolah. Tapi sang Ibu malah mencaramahinya selama dua jam.

Melihat Kia terdiam Ibu Maya langsung berkata, "Jangan memikirkan yang yang tidak-tidak Nak! Oh iya bagaimana sekolah barumu Nak? Apa kamu baik-baik saja di sana?" tanyanya setelah makanan di mulutnya habis.

Tidak ingin beban yang dimiliki Ibunya makin bertambah, Kia lebih memilih tutup mulut. "Hmm sekolahnya sangat bagus Bu, siswanya juga baik-baik semua, mereka sangat senang berteman denganku," balasnya yang membalikkan fakta.

Ibu Maya mengangguk bahagia. "Syukurlah Nak, Oia kamu yang rajin ya Nak sekolahnya! Enam bulan lagi kamu Ujian!"

Tidak ingin kebohongannya makin bertambah Kia hanya mengangguk sambil manahan air matanya agar tidak menetes. Dia merasa sangat bersalah telah berbohong ke pada Ibunya.

Setelah makan siang, Kia bersiap untuk pergi menjual Kue. "Bu aku pamit ya! Ibu di rumah saja, tidak usah keluar jika ada panggilan jasa!"

Ibu Maya tersenyum, dia sangat mengerti akan ke khawatiran Anaknya. "Kamu hati-hati ya nak! Ibu hanya nyetrika di satu rumah Nak, kan lumayan, Ibu juga masih kuat"

Kia tak lagi berucap, dia memberi salam lalu pergi meninggalkan rumah, dia mulai berkeliling di sekitaran komplek. "Kue basah, gorengan. Masih hangat!" teriaknya.

Begitulah keseharian Kia yang dia jalani setahun belakangan ini. Dia lakukan dengan iklhas dan tulus, tidak ada rasa malu sedikitpun di dalam dirinya, itu dia lakukan demi seseorang yang di sayangi.

"Terima kasih Bu, selamat menikmati!" ucapnya setelah menerima uang dari pelanggannya.

Terkadang dia melebihkan ke pada pelanggang setianya. Tapi terkadang juga dia memberi percuma ke pada orang yang sedang ke laparan, seperti pemulung atau pengemis yang tak cukup uang untuk membayarnya.

Setelah lama berkeliling, Kia mampir di bawah pohon yang rindang untuk menghilangkan penatnya. "Kenapa aku sering sakit kepala ya? Hmm mungkin faktor cuaca!" gumamnya berpikir positif sambil memijat kepalanya pelan.

Beberapa menit berlalu, Kia kembali melanjutkan jalannya, dia menuju masuk ke sebuah gang yang lumayan banyak penduduknya. Tak mengenal lelah dia pun berteriak agar orang-orang bisa mendengarnya. "Kue basah, gorengan, murah meriah!"

"Besok jualan lagi kan Nak? Jangan lupa lewat sini lagi ya! Kue kamu sangat enak, cocok untuk cemilan sore-sore gini sambil ngegosip!" kata seorang pembeli.

"Insya Allah Bu setiap hari aku jualan. Alhamdulillah kalau Ibu suka sama kuenya. Kalau begitu aku lanjut ya Bu!" balasnya tersenyum manis, sambil berpamitan.

Sering yang banyak memuji kue buatan Ibu Maya sangat enak, tapi banyak juga yang tak segan-segan menghujatnya, kuenya kurang manislah, kalau sudah dingin tidak usah di jual lagi. Begitulah manusia, memiliki sikap dan perilaku yang berbeda.

...----------------...

Malam hari Kia yang sedang membantu Ibunya di dapur untuk menyiapkan makan malam, meski lelah karena berjalan seharian, dia tetap bersuha terlihat baik-baik saja di depan Ibunya.

"Nak, besok pulang sekolah jangan lupa ke Rumah Sakit dulu ya!" sahutnya.

Kia tak mungkin menolak, karena dia juga sangat merindukan orang yang akan dia temui itu. "Baik Bu!"

Makan malam seadanya, tapi karena selalu bersyukur apa yang ada, makanan itu pun terlihat sangat mahal, yang mana membuat keduanya makan dengan lahap. Tak butuh waktu lama, mereka mengahabiskannya.

Kia menuju kamarnya, karena sang Ibu memintanya segera belajar, tapi tiba-tiba rasa sakit di kepalanya kambuh lagi. "Kenapa sering sakit begini ya? Besok aku periksa saja kalau ke Rumah Sakit" sambil memegang kepalanya.

Karena rasa sakit itu tak kunjung menghilang, Kia tidak bisa belajar dibuatnya. Tapi sebagai Anak yang rajin dan budiman dia tak kehilangan akal, dia mengambil ponselnya dan mencari sesuatu. Ya, dia lebih memilih belajar melalui audio book.

...----------------...

Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, terlihat Kia sudah siap berangkat ke sekolah sepagi itu, karena dia lebih memilih untuk berjalan kaki, yang jarak tempuh ke sekolahnya memakan waktu sekira tiga puluh lima menit.

"Kenapa tidak naik ojek aja Nak? Atau naik angkot!" tanya Ibu Maya kasihan, melihat Anaknya setiap hari berjalan kaki, belum pulang sekolah dia harus menjajakan kue.

Memasukkan bekalnya, untuk dia makan saat jam istirahat nanti. "Tidak Bu, hitung-hitung olahraga pagi biar sehat, dan uang ongkosnya bisa di tabung!" jawabnya sambil cengengesan.

Ibu Maya memeluk Anaknya, dia tak menyangka hidupnya akan jadi susah setelah kepergian sang Suami. Roda benar-benar berputar, di mana mereka dulunya hidup dengan bercukupan, tapi sekarang merekalah yang harus banting tulang agar tetap bisa bertahan hidup.

"Ya sudah kamu hati-hati di jalan Nak!" katanya setelah melepas pulukannya. "Jika ada orang jahat, kamu harus segera minta tolong atau berlari menjauh!"

Kia mengangguk, lalu berpamitan sambil mencium tangan Ibunya. Dia tau jika sang Ibu sempat meneteskan air mata, karena bahunya yang basah. Dia berjalan sambil berdoa, agar sesampainya di sekolah dia tidak di rundung lagi.

Di tempat lain, di sebuah basecam. Angga dan Dikta juga sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah menggunakan motor, masih memebersihkan motornya dari debu-debu yang menempel di kaca spion.

"Angga! Lo yakin jika gadis itu yang lo cari selama ini? Kenapa lo tidak tanya dia langsung? Takutnya nanti lo salah orang, kan sia-sia!" kata Dikta menanyakan perihal masalah Angga yang akan balas dendam.

Angga yang sudah jengkel dengan pertanyaan Dikta yang sudah puluhan kali, dia merogoh kantongnya lalu melemparkan selembar foto ke Dikta. "Lihat dengan baik-baik!"

Dikta mengambil foto itu dan melihatnya. Terlihat seorang pria dan wanita sedang duduk di bangku taman, keduanya terlihat senyum bahagia "Astaga, memang dia gadis itu. Tapi sekarang dia agak kurusan!"

"Ck, emag gue peduli. Mau dia gemuk atau kurus itu bukan urusan gue. Yang penting itu, dia sudah berada digenggamanku dan dia tidak bisa meghilang lagi" balasnya dengan dingin.

"Tapi kenapa nama depannya berbeda?" tanya Dikta sekali lagi, setelah melihat nama dibalik foto itu tidak sama dengan nama lengkap Kia.

"Pasti dia berancana menipu dengan mengganti namanya, karena tidak ingin bertanggung jawab. Tapi meskitu begitu, atau bahkan jika dia mengubah wajahnya gue masih tetap mengenalinya" balasnya dengan yakin.

Dikta merasa kurang puas mendengarnya. "Kenapa lo tidak tanya langsung saja? Tanyakan apa benar dia gadis di foto itu?"

Angga memakai helmnya lalu menaiki motornya "Tidak perlu, gue sudah sangat yakin!" setelah berkata seperti itu dia menancap gas, melaju dengan cepat menuju sekolah.

Bab 3

Tiba di sekolah, Kia bergegas menuju kelasnya. Karena belum mempunyai teman dia lebih memilih membaca buku. Dia sedikit iri melihat semua teman kelasnya saling berbincang satu sama lain yang tampak bahagia seakan hidup mereka tak mempunyai beban.

Dia juga pernah memiliki banyak teman, tapi semenjak Ayahnya meninggal dan keluarganya jatuh miskin semua temannya tiba-tiba menjahuinya, dari situlah Kia beranggapan jika dalam hidup uang adalah no satu.

Seorang siswi duduk di sampingnya yang tak lain teman kelasnya sendiri. Dari kemarin dia ingin mengajak Kia berkenalan tapi sikap Kia terlihat cuek. "Hei boleh kenalan nggak?"

Kia menutup bukunya, dia sangat senang ada yang ingin berkenalan dengannya. "Kia!" menyebut namanya sambil menjulurkan tangannya.

Heran melihat raut wajah Kia yang seketika berubah, "Ehh iya, nama gue Sila, mari berteman!" katanya sambil tersenyum.

Sila Arabika, Siswi yang paling pintar di kelasnya bahkan seangkatannya, dia juga tidak memiliki banyak teman karena dia lebih suka menyendiri daripada berbaur dengan teman kelasnya. Tidak ada yang berani membullynya, karena Bokapnya salah satu petinggi di sekolah tersebut.

Kia mengagguk bahagia, akhirnya dia mempunyai seorang teman, tapi dia masih menyimpan sedikit kesedihan, akankah teman barunya itu masih mau berteman jika mengetahui dirinya yang tak punya apa-apa.

Selang beberapa menit berbincang, Kleo dan kedua sahabatnya memasuki kelas.

Dia melihat Kia yang sedang bersama Sila membuatnya tidak suka. Karena dirinya saja yang sudah melakukan segala cara untuk menarik perhatian Sila tapi tak kunjung berhasil. Dia juga ingin mengajaknya berteman, apalagi kalau bukan untuk memorotinya.

Sila bukan orang bodoh, dia tau mana yang hanya berpura-pura baik dan mana yang benar tulus ingin berteman dengannya. Seperti halnya dengan Kia yang langsung mau berteman dengannya tanpa menanyakan perihal dirinya.

"Bel sudah bunyi, nanti kita lanjut ya?" sahut Sila lalu beranjak menuju tempat duduknya yang berada paling depan.

Kia hanya mengangguk, tak berani berucap karena melihat tatapan Kleo yang sangat tajam. Seakan-akan memberi dirinya isyarat untuk tetap diam.

Guru wali kelas masuk dan menyampaikan suatu hal, sebelum mata pelajaran di mulai. "Baik Anak-anak, Ibu mohon perhatiannya sebentar!" ucapnya. Setelah melihat semua muridnya diam dia melanjutkan ucapannya "Seminggu lagi giliran kelas kita dan kelas sebelah yang akan belajar di luar kelas, jadi kalian rundingkan bersama di mana tempat yang bagus dengan cuaca saat ini!"

"Yeeehh/ Horeee!" begitulah respon para siswa. Mereka terlihat sangat bahagia mendengarnya, tapi berbeda dengan Kia, dia hanya diam saja.

"Baiklah, dan ingat! Semua murid wajib ikut, karena itu sama saja dengan belajar, cuman berbeda tempat, jadi yang tidak hadir tidak mendapat nilai. Kecuali, dia sakit. Dia akan mendapat tugas lain, tapi tetap saja nilainya berbeda. Paham?"

"Paham Buuu!" balas mereka serempak. Bukan nilainya yang mereka pikirkan, tapi kesenangannya karena itu sama saja jika mereka pergi jalan-jalan walau cuman sehari salam.

"Ya sudah, keluarkan buku kalian! Ibu akan memanggilkan guru yang akan mengisi materi!" katanya lalu berjalan keluar.

Dua Mata pelajaran telah usai, waktunya jam Istirahat. Apalagi kalau bukan menuju kantin untuk mengisi kampung tengah. Sila yang sudah kehabisan akal untuk mengajak Kia ke kantin akhirnya mengalah.

Bukan dia tidak membawa uang jajan, tapi dia lebih memilih memakan bekalnya, dan uang sakunya itu bisa dia tabung. Dia menuju taman belakang, karena di situ terlihat sepi.

Kia tidak sadar jika ada seseorang yang mengikutinya dan memantaunya dari jauh. Dia tersenyum kecil setelah ide jahat melintas di pikirannya.

Kia mulai memakan bekalnya, makanan yang di masak sendiri. Meski hanya telor ceplok dia begitu menikmatinya. Tiba-tiba dari belakang seseorang mengejutkannya.

Merebut makanan Kia dan langsung membuangnya asal "Lo masih mau makan kan? Tuh pungutin!" katanya tanpa dosa.

Orang itu tak lain adalah Angga, dia menguntitnya sejak tadi, tidak sengaja melihat Kia yang berjalan sendiri ke taman belakang.

Kia emosi melihat makanannya dibuang seperti itu. Karena jaman sekarang untuk mendapat sesuap nasi sangatlah susah bagi orang sepertinya. "Kenapa makanan gue di buang?" tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kenapa? Lo nggak suka? Lo mau marah? Silahkan! Gue nggak peduli" balasnya sambil menyilangkan kakinya, dia merasa bangga sudah melakukan hal itu.

Kia memengut sisa nasi dan telur yang berada di rerumputan dan menyimpan kembali di bekalnya, dia akan membuangnya di tempat sampah daripada harus diinjak-injak seperti itu.

Merasa diabaikan Angga beranjak, lalu berdiri di depan Kia yang sedang berjongkok. "Ingat ya Mia, ini belum seberapa, gue tidak akan pernah membiarkan lo hidup bebas!" beritahunya untuk mengingatkan Kia, bahwa dirinya akan mendapatkan masalah di setiap harinya.

Kia kembali bingung dan juga terkejut, karena Angga menyebut namanya dengan nama yang berbeda. "Apa mereka saling kenal? Dan dia mengira aku orangnya" gumamnya pelan setelah melihat kepergian Angga.

Kia duduk kembali di bangku taman. Dia mengingat semua ucapan Angga yang seakan mereka saling kenal. "Aku tau sekarang, dia sudah salah paham! Tapi apa yang sudah terjadi? Kenapa dia ingin balas dendam? Dia tidak ingin pernah mendengar ucapanku!"

"Hah, seandainya kamu ada di sini Kak, pasti aku akan bercerita banyak ke padamu. Semoga kamu cepat sembuh Kak, kasihan Ibu!"

...----------------...

Sepulang sekolah, Kia langsung menuju rumah sakit, di mana dia dengan Ibunya datang dua minggu sekali secara bergiliran untuk menjeguk kondisi orang yang disayangi.

"Selamat siang Dok! Bagaimana kondisinya? Apa belum ada peningkatan?" pertanyaan yang seringkali dia tanyakan jika bertemu dengan sang Dokter.

Tidak tega, tapi sang Dokter harus tetap memberitahunya. "Selamat siang Kia, masih seperti biasa belum ada perubahan, tapi sebenarnya kondisi saat ini semuanya sudah stabil, untuk bangun atau sadar dari koma tunggu dari ke inginan pasien sendiri."

Kia senang mendengarnya. "Aku yakin Dok, pasti dia akan sadar secepatnya, masih banyak tugas yang dia selesaikan di kehidupan ini"

Sang Dokter hanya memberinya pesan, jika dia tidak boleh berhenti berdoa untuk kesembuhan pasien, jika Tuhan sudah berkehendak maka apa pun itu pasti terjadi.

"Oh iya Dok, tadi aku sudah menjenguknya, aku titip dia, jika terjadi sesuatu segera hubungi aku!" pintanya lalu berpamitan untuk segera pulang, karena dia harus berjualan kue.

Ibu Dokter mempersilahkan, dan untuk urusan pasien tak diminta pun dia akan tetap merawatnya, karena itu sudah menjadi tugasnya sebagai seorang Dokter. "Iya Kia kamu tenang saja! Dan kamu hati-hati di jalan ya!" balasnya perhatian.

Sebelum membuka pintu ruangan Kia kembali merasakan sakit kepala, yang mana membuatnya hampir terjatuh, tapi untung Dokter yang bernama Reni itu menahannya, "Ehh Kia kamu kenapa? Baring sini dulu!"

Kia menurut, daripada terjadi apa-apa saat di jalan, mending dia menunggu di ruangan itu sampai sakit kepalanya membaik.

"Kia kamu sakit,? Ibu periksa dulu ya?" tanyanya sambil mengambil alat untuk memeriksa detak jantung dan juga tekanan darahnya.

Kia sebenarnya ingin melakukan pemeriksaan, tapi dia tidak membawa uang lebih, takutnya biaya pemeriksaan dan pengobatannya lumayan mahal. "Tidak usah Dok! Cuman sakit kepala biasa!"

Dokter Reni tidak mendengar larangan itu, apalagi dia seorang Dokter, mana mungkin hanya diam saja jika melihat seseorang sedang tidak baik-baik saja. "Kia kamu tenang saja! Aku cuman periksa ini dan itu, gratis buat kamu!" balasnya seakan mengerti apa yang ada di benak Kia.

Kia tersenyum sambil menutup matanya, "Terima kasih Dok!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!