NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikah Dengan Suami Orang 2

Menurut saja!!!

Hampir tengah malam Rima pun terbangun perutnya terasa sangat lapar.

Wajar saja dari pagi tadi tidak ada sebutir nasi pun yang masuk ke dalam perutnya, sedangkan ada nyawa lain yang juga membutuhkan asupan nutrisi selain dirinya. Kepalanya semakin terasa berat sesaat kemudian mencoba untuk mendudukan tubuhnya. Memijat kepalanya yang terasa pusing.

"Makan dulu,"

Tiba-tiba terdengar suara Aditya membuat Rima kesal seketika.

Ternyata Aditya sudah berdiri di dekat ranjang dan perlahan mendudukkan tubuhnya di sisi ranjang.

"Ayo makan kamu tidak kasihan pada anak kita?" tanya Aditya berharap Rima bisa diluluhkan.

"Anakmu saja, aku tidak mau!" ketus Rima sambil terus memijat kepalanya.

Aditya pun terdiam sambil berpikir bagaimana caranya agar Rima mau menelan walaupun hanya sebutir nasi.

"Baiklah kamu maunya apa?" Aditya mencoba bertanya mungkin setelah itu bisa membuat Rima makan.

Rima menatap Aditya dengan tajam.

"Aku maunya cerai!" ujar Rima.

Aditya terdiam sejenak dan menimbang sesaat kemudian mengangguk setuju.

"Setelah anak itu lahir," ucap Aditya.

Rima pun terkejut mendengar ucapan Aditya barusan.

"Setelah anak itu lahir terserah padamu mau bagaimana kamu juga sepertinya tidak menginginkannya kamu boleh pergi tanpa membawa anakku," jelas Aditya lagi.

Rima pun dengan cepat mengangguk.

"Aku pegang janjimu,"

"Makan dulu," Aditya mencoba untuk menyuapi Rima.

Tetapi Rima memilih menolak dan makan dengan tangannya sendiri, entah mengapa dirinya tidak bisa menerima kenyataan tentang anak yang ada di rahimnya.

Setelah selesai makan ponsel Rima pun berdering tertulis nama Reno di sana. Dengan segera Aditya merebut ponsel tersebut dan membuat Rima berapi-api.

"Balikin," kesal Rima.

"Aku suamimu dan jangan menerima panggilan dari pria manapun," ucap Aditya.

"Tapi kami sudah berpacaran sebelum kita menikah dan kami belum bisa untuk berpisah," terang Rima tidak ingin kalah.

"Apapun alasannya aku adalah suamimu!" ucap Aditya.

"Aku tidak peduli kembalikan," Rima berusaha merebut ponselnya tetapi Aditya memilih mempertahankannya.

Rima menangis kesal, rasanya Aditya benar-benar menghancurkan dirinya.

"Kamu kenapa sih? kenapa kamu maksa banget pengen aku jadi istrimu aku nggak cinta sama kamu, aku benci sama kamu," seru Rima dengan berlinang air mata.

"Aku mencintai laki-laki lain, aku dan Reno saling mencintai," ucap Rima dengan nada suara meninggi satu oktaf.

Aditya mematung mendengarkan penjelasan Rima, jika mengatakan tidak mencintainya tidak masalah Aditya mengerti, tetapi ketika ada nama lain yang disebutkan sebagai cintanya, hati Aditya terbakar api cemburu yang luar biasa.

"Kenapa kamu mencintai suami orang?" tanya Aditya.

Rima yang menunduk pun mendongak mendengar perkataan Aditya yang begitu mengejutkan, mata Rima bertanya-tanya perihal suami orang yang disebutkan.

Suami orang?

"Ayo katakan kenapa kamu mau mencintai suami orang daripada belajar mencintai suamimu sendiri?" tanya Aditya lagi untuk kedua kalinya.

"Maksud kamu apa? Nggak usah sok ngarang cerita!" Rima tidak mengerti dengan pertanyaan Aditya.

Mencintai suami orang? Rima tidak akan segila itu tidak mungkin dirinya mau mencintai laki-laki yang sudah beristri.

"Tapi pria yang kau cintai itu sudah beristri. Apa kamu mau menjadi perusak rumah tangga orang lain?"

"Tidak usah menambahkan pertengkaran bahkan seakan membuat aku tersudut, aku ini masih waras tidak akan pernah mencintai suami orang tidak seperti mu laki-laki kurang ajar yang memaksa seorang wanita untuk menikah denganmu, dasar bujang lapuk! aku tidak tahu kau siapa, kita pun tidak pernah saling mengenal dengan baik hanya sebatas bertemu di rumah sakit, itu saja!" ucap Rima dengan nafas terengah-engah, air matanya terus menetes seiring dengan emosi yang tiada hentinya.

"Ikut aku!" Aditya menarik tangan Rima untuk ikut dengannya.

"Aku nggak mau kecuali antarkan aku pulang ke rumah Ibu dan Bapakku," tolak Rima.

"Cepat!" Aditya menarik Rima dengan kuat walaupun begitu tetap dengan langkah kaki yang pelan mengingat ada janin di rahim istrinya.

Membukakan pintu mobil dan memaksa Rima untuk masuk setelah itu Aditya pun ikut masuk dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Kamu mau bawa aku ke mana? kamu itu cuma bisanya maksa aja tanpa memikirkan perasaan orang lain, aku benci sama kamu!" ucap Rima.

Aditya hanya diam sekalipun mulut Rima terus mengucapkan cacian, hingga mobilnya memasuki sebuah gang dan memarkirkan mobilnya di sisi jalan, dengan cepat turun dan ikut meminta Rima untuk turun.

"Ngapain kamu bawa aku ke sini? ini rumah siapa?" Rima bingung dengan tangan yang masih dipegang oleh Aditya, seakan takut dirinya pergi dari depan pintu rumah sederhana itu.

Masih tidak ingin peduli, Aditya pun memilih mengetuk pintu rumah hingga pintu pun terbuka dan seorang wanita membukanya.

"Kita ngapain di sini?" tanya Rima lagi saat melihat wanita hamil yang membukakan pintu.

"Boleh kami masuk?" tanya Aditya tanpa mempedulikan Rima.

"Boleh silahkan!" wanita itu mengizinkannya dan mempersilahkan untuk duduk.

Rima dipaksa untuk masuk dan Aditya pun menunjukkan bingkai foto yang tergantung pada dinding.

"Kamu melihatnya?" tanya Aditya.

Rima pun terkejut melihatnya, itu adalah Reno lelaki yang pernah mengatakan cinta pada dirinya tetapi ada seorang wanita di sampingnya wanita yang barusan membuka pintu.

"Itu suami saya Mbak, maaf kalian ada apa ke rumah saya?" tanya wanita itu tidak mengerti dengan maksud dua orang bertamu malam-malam ke rumahnya.

"Su... suami?" tanya Rima terbata-bata.

"Sayang siapa yang bertamu malam-malam begini?" seorang pria keluar dari kamar dan penasaran ketika mendengar suara.

"Ada tamu!" jawab wanita tersebut yang belum tahu siapa nama tamunya dan ada maksud apa.

Rima terkejut melihat Reno, bukankah beberapa saat lalu Reno menghubungi dirinya? begitupun dengan Reno yang terkejut melihat Rima yang mendatangi kediamannya.

"Kamu" telunjuk Rima mengarah pada Reno dengan gemetaran, selama ini selalu mengatakan padanya cinta namun ternyata sudah memiliki istri.

Reno tampak gelagapan merasa terkejut dengan kedatangan Rima wanita masih berstatus kekasihnya.

"Kalian saling kenal? mereka tamu kamu Mas?" tanya wanita tersebut lagi.

"Kalau begitu aku buatkan minuman dulu," wanita itu belum mengerti sama sekali tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga masih menawarkan minuman bagi tamunya.

"Tidak perlu," Aditya pun segera menolak.

"Kamu istri pria ini?" tanya Aditya dengan jelas agar Rima mendengarnya.

"Iya kami sudah lama menikah. Ada apa? apa ada masalah?" tanya wanita itu kebingungan.

"Tidak ada masalah, sama sekali tidak ada," Aditya menatap Rima dengan menyindir.

"Kalau begitu selamat," Rima mengulurkan tangannya pada lelaki itu, setelah itu dengan cepat keluar dari rumah sederhana tersebut.

Aditya juga menyusul keluar menarik Rima kembali masuk ke dalam mobil.

Tidak ada penolakan, Rima menurut saja duduk di samping Aditya tanpa bicara.

Bisa sendiri!!!

Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Rima hanya diam.

Diam tanpa kata!

Apa yang dilihat dan diketahuinya barusan sungguh luar biasa begitu mengejutkan di saat perasaan sedang tidak menentu, entahlah semua berjalan begitu saja tidak tahu apakah cinta atau hanya sebuah pelampiasan, karena kesal pada Aditya yang memaksanya untuk menjadi istri, jujur saja saat ini perasaan Rima bukan sakit hanya saja sedikit kecewa, kecewa dan malu pada Aditya yang ternyata Reno tidak lebih baik.

Lantas siapa yang lebih baik?

Aditya?

Tidak mungkin juga mengingat menikah saja dengan cara memaksanya.

Rima menarik nafas panjang, semua terasa begitu berat. Bahkan sangat mengejutkan bagaikan sebuah hadiah yang disiapkan.

"Apa kamu tidak ingin turun?" ucap Aditya.

Rima pun beralih menatap Aditya, tersadar ternyata sudah sampai di rumah.

Rumah siapa?

Rumah keluarga Devan.

Dengan rasa malas Rima pun turun dari mobil, kakinya berjalan pelan menuju kamar.

"Rima," panggil Arini yang datang dari arah dapur.

Rima pun menghentakkan kakinya yang ingin menginjak anak tangga, menoleh pada Arini yang perlahan semakin mendekati.

"Kamu dari mana?"

Arini juga melihat Aditya yang muncul dari belakang Rima.

"Kalian habis makan di luar yah?" tebak Arini dengan senyuman.

"Biasa ya namanya wanita hamil," ucap Arini lagi sambil mengusap perut Rima yang masih rata.

"Kalau begitu segera istirahat,"

Rima mengangguk dan segera menaiki anak tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.

"Aditya, kamu dan Rima tidak bertengkar kan?" tanya Arini.

"Nggak Ma, mungkin mood Rima sedang buruk, aku minta Mama maklum saja karena dia sedang hamil muda," jelas Aditya menutupi apa yang sebenarnya terjadi sehingga Rima hanya diam membisu.

"Iya kamu benar sekali, ya sudah kamu istirahat saja temani istrimu, jangan lupa buatkan susu hangat!" ucap Arini.

"Iya Ma," ucap Aditya.

Aditya pun segera menaiki anak tangga menyusul Rima yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam kamar. Rima masih diam di sisi ranjang duduk dalam pikirannya yang tengah gusar, kesal, benci, malu bercampur menjadi satu, bibirnya yang biasa mengoceh pun mendadak kelu. Sampai akhirnya terlihat sebuah gelas berisi susu di hadapannya mata Rima mengikuti tangan yang memegang gelas tersebut sampai akhirnya tampak wajah Aditya.

"Minum,"

Kembali menatap gelas berisi susu di tangan Aditya dengan berat hati Rima mengambil alih menatap gelas tersebut cukup lama, sampai akhirnya meneguk isinya secara perlahan.

"Ganti pakaianmu!"

Rima pun tersadar belum mengganti pakaiannya sama sekali, tetapi saat ini suasana hati benar-benar kacau. Sehingga memilih tidak peduli dan langsung merebahkan tubuhnya.

"Rima nanti tidur mu tidak nyenyak," kata Aditya mengingatkan.

"Dari awal menikah juga tidurku tidak pernah nyenyak," ketus Rima.

Aditya pun tidak lagi berbicara sampai akhirnya Rima merasa mual dan muntah di tempatnya seketika.

Awalnya Rima ingin berlari menuju kamar mandi sayangnya belum juga bergerak sudah keluar begitu saja.

"Tidak apa-apa biar aku yang bersihkan," segera Aditya menyingkirkan selimut yang terkena muntahan Rima, membersihkan tanpa rasa jijik.

Rima sudah sangat lemas sehingga memilih untuk merebahkan tubuhnya.

"Tunggu dulu bajumu kena muntahan juga," dengan cekatan Aditya mengambil sebuah piyama dan membantu Rima untuk mengganti pakaiannya.

"Tidak usah! aku bisa sendiri," tolak Rima.

Aditya tidak menjawab sama sekali memilih terus membantu Rima untuk mengganti pakaian hingga selesai.

Setelah selesai Rima menuruni ranjang mengambil mineral untuk dirinya sendiri.

"Aku bisa mengambilnya kalau kamu mau,"

"Aku tidak mau!" ketus Rima.

Tidak masalah, Aditya menerima setiap perlakuan Rima. Biar saja Rima melakukan apa saja asalkan bisa yakin bila dirinya benar-benar tulus mencintai bahkan mungkin dengan cara ini bisa membuat hati Rima menjadi miliknya, Aditya terlalu berharap untuk bisa diterima hingga bahagia bersama dalam menjalani biduk rumah tangga.

Sesaat kemudian Rima kembali memuntahkan cairan bening, mungkin tidak makan seharian membuatnya masuk angin, lagi-lagi Aditya membersihkan dengan tangannya sendiri.

Pertama kalinya Aditya bersedia melakukan hal tersebut tanpa rasa jijik.

"Aku bisa bersihkan sendiri,"

"Ayo tidur ini sudah malam!"

Aku hamil Bu!!!

"Kamu kedinginan?"

Rima menggigil dengan keringat dingin mulai membasahi tubuh, demamnya semakin tinggi membuatnya tidak dapat memejamkan mata.

Dengan sabar Aditya mengompres air hangat sekalipun sudah hampir subuh, semalam Aditya tidak tidur sama sekali menjaga Rima hingga akhirnya terlelap setelah merasa lebih baik.

Pagi harinya Rima pun terbangun Aditya pun terlelap dengan asal di samping Rima, rasa kantuk tidak dapat terbendung lagi setelah Subuh tadi sedangkan dari arah lainnya terdengar suara ketukan pintu sesaat kemudian gagang pintu pun bergerak.

Arini masuk dengan senyuman merah merekah membawa sarapan pagi sedangkan Nayla berjalan di belakang Arini dengan membawa buah yang sudah dipotong-potong olehnya.

"Ternyata kamu sudah bangun," Arini pun meletakkan nampan di tangannya pada meja nakas.

"Bagaimana hari ini?" tanya Nayla ikut meletakkan buah di tangannya pada meja nakas juga.

"Aku tidak kuat bau bubur ini," dengan cepat Rima menuruni ranjang segera menuju kamar mandi beruntung masih sempat muntah di dalam kamar mandi. Tidak seperti malam tadi yang muntah di tempat tanpa sempat berpindah.

Arini pun menyusul dan membantu memijit tengkuk Rima hingga akhirnya terasa lebih baik.

"Sepertinya kamu sama seperti Mama, dulu Mama juga begitu sedikit saja mencium aroma makanan langsung muntah," ucap Arini memapah Rima untuk kembali beristirahat pada ranjang.

"Ma bubur ini bisa dibawa keluar saja?" Rima menutup hidungnya berusaha menahan aroma yang masuk menyeruak aroma penciuman.

"Tidak masalah," segera Arini meminta tolong pada Nayla untuk membawanya keluar.

"Kalau begitu kamu sarapan pagi ini makan roti dan buah saja yah? tunggu biar Mama ambilkan," Arini bergegas keluar.

"Ma, aku bisa ambil sendiri," ucap Rima merasa tidak enak merepotkan Mama mertuanya.

Arini yang sudah berdiri di depan pintu pun sejenak berhenti melangkah, tersenyum sambil menoleh sejenak pada Rima setelah itu langsung menuju dapur untuk mengambilkan roti.

Kembali ke kamar dan meminta Rima untuk memakan roti buatannya, sebenarnya Rima sama sekali tidak ingin makan entah mengapa kini selera makannya terasa hilang, tetapi tidak enak pada Arini yang sudah susah payahnya menyiapkan sarapan, akhirnya Rima memaksakan sedikit untuk mengisi perut laparnya sedangkan Aditya masih terlelap dalam tidur, tidak terusik sama sekali mungkin karena semalam suntuk tidak tidur.

"Minum susunya," ucap Arini lagi.

Rima pun menurut, setelah itu menelan obat yang sudah diberikan oleh Devan kemarin hari.

"Sekarang kamu istirahat lagi, muka kamu masih pucat begitu," ucap Arini.

Rima mengangguk, namun kemudian mendengar suara ponselnya berdering, tapi di mana ponsel itu? sebab Aditya mengambilnya dan belum mengembalikan padanya.

"Itu suara ponsel!" Arini juga mendengar.

"Sepertinya dari saku jaket suamimu," kata Arini menunjuk jaket yang terletak asal di atas sofa.

"Itu ponselku Ma," ucap Rima.

"Biar Mama ambilkan," Arini langsung bergegas mengambilnya dan memberikan pada Rima.

"Terima kasih Ma," ucap Rima.

"Iya tidak masalah, sekarang kamu jawab dulu sepertinya Mama lihat ada nama Bapak kamu di layar ponselnya," ucap Arini.

Rima pun mengangguk dan menerima panggilan tersebut.

"Halo Pak!" jawab Rima setelah panggilan terhubung.

"Ini Ibu, Bapak kamu pagi tadi jatuh dari motor, diserempet!" kata Ibu Rima dari seberang sana.

"Ya ampun Bu, terus bagaimana keadaan Bapak, Bu?" Rima pun mulai panik perihal keadaan sang Bapak.

"Kata Dokter Bapak belum boleh pulang, Ibu tidak punya uang Nak, boleh tidak Ibu gadaikan sepeda motor kamu, Ibu butuh uang walaupun belum tentu cukup," ucap Ibu Rima dengan memohon berharap Rima menyetujuinya.

"Jual saja Bu, nggak apa-apa," Rima sebenarnya sangat menyayangi sepeda motor matic nya tersebut, itu adalah hasil keringatnya sendiri membeli dengan mencicil setiap bulannya tapi kesehatan Bapaknya jauh lebih berharga, jika nanti bisa membeli pasti Rima akan membelinya lagi.

"Kamu yakin dijual kalau digadai bisa ditebus lagi Nak?" ibu Rima merasa tidak enak, karena mengingat itu adalah hasil keringat Rima sendiri.

"Nggak apa-apa Bu, kalau digadai nanti uang dari mana untuk menembusnya, Ibu juga akan kepikiran terus, jual aja Bu nggak apa-apa," Rima berusaha meyakinkan Ibunya, dirinya benar-benar tidak ingin kehilangan sang Bapak.

"Ya sudah kalau kamu izinkan, tolong jenguk Bapak, Bapak belum sadar," ucap Ibu Rima lagi.

"Iya Bu, aku ke rumah sakit sekarang," ucap Rima.

Panggilan pun terputus mungkin karena Ibu Rima kehabisan pulsa.

Rima pun bergegas turun dari ranjang untuk membersihkan diri ke kamar mandi, tidak ada waktu untuk istirahat keadaan Bapaknya kini sangat mengkhawatirkan.

"Rima kamu mau ke mana?" Arini bingung melihat Rima yang sudah berada di dalam kamar mandi, Rima pun bergegas memakai pakaian bersih.

"Ma aku ke rumah sakit dulu, mau lihat keadaan Bapak," dengan cepat Rima keluar dari kamar dan segera menuju ke rumah.

Awalnya dirinya ingin menuju rumah sakit tetapi tidak, lebih baik ke rumah untuk menjual sepeda motornya meminta sopir taksi untuk berbelok ke arah menuju rumah sederhana milik kedua orang tuanya, Rima pun menghubungi Ibunya mengatakan biar dirinya yang menjual sepeda motor sedangkan Ibunya biar menunggui Bapaknya saja yang masih belum sadarkan diri.

Sampai di rumah Rima pun segera membuka pintu beruntung dirinya selalu membawa kunci sehingga memudahkan untuk masuk kapan saja, Rima menatap sepeda motornya kemudian mengusap air matanya.

"Kesembuhan Bapak adalah segalanya," ucap Rima berusaha menyemangati dirinya.

Setelah itu Rima masuk ke dalam kamar mengambil tas branded yang dulu pernah dibelinya dari hasil bekerja sama dengan Nayla untuk menggoda Aditya.

"Kita juga harus berpisah," kata Rima seolah berbicara pada barang kesayangannya itu.

Tidak ingin larut dalam kesedihan Rima pun segera menuju toko yang biasa membeli tas branded bekas, setelah uang masuk ke rekeningnya segera Rima menuju agen sepeda motor dan menjualnya juga.

Akhirnya Rima melihat saldo di rekeningnya sudah bertambah, paling tidak untuk pengobatan ayahnya cukup pikirnya.

Sesaat kemudian kepala Rima terasa pusing segera menaiki taksi dan menuju Rumah Sakit dengan wajah semakin pucat.

"Hueekkkkkk," Rima menahan mual saat aroma jeruk pada taksi itu menyeruak masuk ke dalam rongga hidungnya.

Sampai di depan rumah sakit Rima memuntahkan cairan, menahan sejak tadi membuatnya merasa sangat tersiksa, sampai akhirnya Rima berjalan masuk dan menuju ruangan di mana Bapaknya dirawat.

"Rima muka kamu pecat sekali," Ibu Rima begitu terkejut melihat keadaan putrinya.

"Bu, aku haus, kepalaku juga pusing banget," Rima pun memijat kepalanya yang terasa berat.

"Kamu sedang sakit?" tanya Ibu Rima.

Rima mengangguk.

"Aku hamil Bu," ucap Rima.

"Syukurlah," di satu sisi Ibu Rima bahagia akan memiliki cucu, tetapi di sisi lainnya suaminya masih juga belum sadarkan diri.

"Ibu belikan minuman, kamu tunggu di sini!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!