NovelToon NovelToon

Alana With 4 Prince Charming

Prolog

Hari ini adalah hari pertama Alana menginjakkan kakinya di kota Jakarta. Setelah 1 tahun berpisah dari orang tua dan kembarannya, kini Alana bisa kembali berkumpul bersama mereka.

Alana kemarin harus fokus pada penyembuhannya. Dia harus rutin selama 6 bulan untuk chekup di rumah sakit kota sebelah. Karena kalau ganti dokter lagi Alana tidak mau, terlebih memang nenek dan kakeknya senang jika Alana tinggal bersama mereka. Jadilah Alana harus berpisah dengan yang lainnya dan dia juga harus menunda sekolahnya selama 1 tahun karena yang lebih parah lagi kemarin Alana kecelakaan dan mengalami koma beberapa bulan.

Sebenarnya dia sudah pulang ke rumah karena sampai sejak pagi, dia juga sudah bertemu dengan kedua orang tuanya, tapi setelah itu dia kekeh ingin mendaftar sekolah hari ini. Abella sang Ibu tadinya ingin menemani putri kesayangannya itu untuk mendaftar, tapi dia ingin sendiri karena akan memberikan kejutan kepada Alano.

Dan di sinilah dia sekarang, dengan diantar supir suruhan orang tuanya dia sudah berdiri di Black Eagle High School. Alana senang sih, karena sekolahnya bagus. Dia jadi tidak sabar bersekolah di sini, menikmati hari-harinya bersama Alano meskipun mereka sekarang berbeda tingkatan.

Perlahan Alana memasuki lingkungan sekolah itu, nampak sepi. Hanya ada petugas OSIS yang ikut serta dalam PPDB dan mungkin anak-anak ekskul yang sedang berlatih, termasuk Alano yang kata Ibunya sedang ekskul taekwondo.

Brukkk ....

Saat asik melihat-lihat Alana ternyata tidak melihat ke depan, al hasil dia menabrak seseorang. Untung saja dia tidak terpental meski telah menabrak dada bidang lelaki itu.

"Maaf, aku gak sengaja," ucap Alana dengan penuh penyesalan.

Tidak ada jawaban, lelaki itu hanya menghela napas dan berlalu meninggalkan Alana. Alana memicingkan matanya, sombong sekali pikirnya.

"Heyyy, Kakk. Tunggu!" Alana mengejar lelaki itu dan membuatnya berbalik tanpa suara.

"Maaf soal yang tadi, tapi aku mau tanya. Ruang PPDB sama Tata usaha di mana ya, Kak? Aku udah cari keliling-keliling tapi gak ketemu," ucap Alana.

Alana menunggu beberapa saat, pria itu hanya diam dan mengamatinya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Setelah itu dia kembali berbalik meninggalkan Alana. Alana melongo, tak habis pikir! Menyebalkan sekali, memangnya kalau menjawab butuh usaha keras ya!

"Bisa gak sih ngomong sedikit! Gak sopan! Kan aku udah minta maaf! Dasar sombong, cuek, jutek, gak punya hati!" Maki Alana.

Pria itu berhenti dan menghampiri Alana dengan wajah dinginnya. Alana menahan napasnya, ya takut juga sih sebenarnya tapi pria ini benar-benar menyebalkan!

"Saya yang gak punya hati atau kamu yang buta? Baca!" Lelaki itu menunjuk papan ruangan yang ada di sebelah kanannya, membuat Alana menutup mulutnya karena malu.

Alana melirik sebentar ke ruangan itu, saat dia kembali menatap lelaki itu ternyata dia sudah berlalu. "Maaf udah maki-maki, makasih Kak Agam Al- POKOKNYA MAKASIH!"

Alana lupa namanya, hanya itu saja yang dia ingat saat melihat nametag di baju pria itu. Ah sudahlah tidak penting ini. Yang terpenting sekarang dia harus mendaftar setelah itu mencari keberadaan Alano.

Dia sudah tidak sabar melihat reaksi kembarannya itu saat mengetahui dia sudah pulang. Pasti Alano merasakan hal yang sama dengannya, secara mereka kembar. Pasti mereka saling merindukan satu sama lain.

.

.

.

Setelah selesai mendaftar dan melakukan wawancara, Alana kini sudah diterima dan tinggal mengikuti ospek yang akan di adakan beberapa hari lagi. Ya untungnya saja dia tepat waktu mendaftar, kalau tidak masa dia harus menunda lagi sekolah?

Alana tersenyum dan membuka ponselnya, dia tidak tau Alano sedang berada di mana, jadi akan dia tanyakan dulu agar tidak usah cape mencari.

To Alan Jelek 😡 : Alan lagi apa? Ana bosen, Alan lagi di mana? Lagi sama Mama engga?

Alana mengetuk-ngetuk ponselnya menunggu balasan dari Alano. Hingga akhirnya notif pesan berbunyi.

Alan Jelek 😡 : Lg d sklh

Alan Jelek 😡 : Lg lthn d lpngn

Alan Jelek 😡 : Nnt d kbrn

Alana memajukan bibirnya, kebiasaan Alano ya begini kalau mengetik. Seperti tidak ada huruf vokal dalam keyboardnya. Menyebalkan. Tapi setelahnya dia tersenyum karena sudah mengetahui keberadaan Alano. Dengan antusias dia mengitari sekolah ini dan mencari lapangan.

Jantungnya berdebar kencang, entah kenapa dia grogi. Padahal akan menemui kembarannya sendiri. Ini dia terlalu senang atau takut pun dia tidak tau. Sampai akhirnya dia menemukan lapangan tempat Alano berlatih. Terlihat dia sedang di pinggir lapangan bersama teman-temannya yang tidak menggunakan pakaian yang sama dengan Alano, mungkin dia sedang beristirahat atau sudah pulang? kesempatan bagus!

Tanpa pikir panjang Alana memasuki lapangan dan berteriak. "ALAN!"

Alano yang mengenali suara itu langsung berbalik. Senyumnya mengembang dan berlari memeluk Alana dengan erat. Alana membalas pelukan Alano juga, dia senang ternyata Alano juga merindukannya.

"Alan, Ana kangen Alan," ucap gadis itu pelan.

"Alan juga, jangan pergi lagi. Jangan jauh dari Alan lagi."

Alana mengangguk, dia cengeng sekali ternyata. Dia saking rindunya sampai menangis saat dipeluk Alano seperti ini. Alano yang sadar dengan hal itu langsung melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Alana. "Cengeng."

"Biarin, soalnya kangen banget."

Alano terkekeh dan kembali memeluk Alana dia juga menciumi puncak kepala gadis itu dengan lembut, tanpa sadar mereka kini menjadi tontonan oleh beberapa orang di sana, termasuk teman satu genk Alano.

"Pacar Alan?" Tanya Anggara sembari menyikut ke arah Aiden.

"Gak tau, tapi Alan gak biasanya gitu ke cewek. Iya kali." Aiden mengedikkan bahunya.

"Menurut lu?" Tanya Anggara pada Agam.

"Gak tau."

Angga menghela napasnya, susah memang bicara dengan Agam yang sebelas dua belas seperti Alano. Irit bicara.

"Pantes dia nolak banyak cewek, pacarnya cantik," gumam Aiden.

"Wah akhirnya terjawab sudah teka-teki selama ini," balas Angga bergumam.

Setelah puas melepas rindu, Alano ingin mengajak Alana menghabiskan waktu. Karena dia juga sudah pulang, jadi dia bisa meluangkan waktu untuk Alana.

Dengan lembut Alano menarik tangan Alana dan menghampiri teman-temannya. "Gua mau ganti baju, titip. Jangan diapa-apain!"

"Galak, siap boss. Aman," ucap Angga.

Sementara yang lainnya hanya mengangguk. Sebelum meninggalkan Alana dia mengusap kepala gadis itu pelan. "Tunggu ya."

Alana tersenyum dan mengangguk. Walaupun sebenarnya dia canggung sih berada di tengah-tengah orang yang tidak dia kenal seperti ini.

Alana duduk di pinggir lapangan tapi dia malah dihampiri oleh ketiganya. Membuat Alana menatap mereka bingung. "Kenapa, Kak?"

"Namanya?" Tanya Aiden.

"Sejak kapan sama Alan?" Tanya Angga.

"Sejak lama," jawab Alana singkat.

"Gila, dari SMP?" Tanya Aiden lagi.

"Lebih lama kayanya," jawab Alana.

"SD? Yang bener aja?!" Angga menggeleng tak percaya, bisa-bisanya Alano menyembunyikan ini dari mereka.

"Dari kapan lebih spesifiknya?" Tanya Aiden.

"Dari kecil."

"Temen masa kecil Alano terus kalian dijodohin?" Tanya Anggara.

Alano yang melihat adiknya diintrogasi seperti itu pun langsung menghampiri mereka. "Jangan banyak nanya. Gua nitipin bukan buat diintrogasi. Gua gak bisa ke markas, gua cabut duluan."

Setelah itu dia menggenggam tangan Alana dan menjauh dari sana. Aiden dan Anggara saling menatap, mereka belum tuntas dengan rasa penasaran mereka, eh Alano malah pergi begitu saja.

Berbeda dengan Agam yang sedari tadi hanya diam karena malas juga mencari tahu apa yang memang tidak penting. Buang-buang waktu saja.

Keluarga Alaric

Sebelum pulang Alano mengajak Alana ke sebuah toko eskrim, ya mereka sudah lama tidak menghabiskan waktu, jadi Alano rasa ini adalah waktu yang tepat.

"Kenapa lu kesini gak bilang-bilang gua dulu?" Tanya Alano.

"Harus banget ya sama Ana lu-gua kaya gitu?" Kesal Alana.

Alano menghela napasnya, iya dia baru sadar kalau memang culture di Bandung dan Jakarta berbeda, wajar kalau Alana tidak terbiasa dengan Alano yang seperti ini.

"Iya maaf, jadi kenapa Ana gak bilang dulu kalau mau pulang? Alan bisa jemput ke Bandara."

Alana mendengar itu terkekeh, ya lebih manis jika mereka bicara dengan menggunakan nama, karena sejak kecil memang begitu. "Soalnya mau bikin kejutan buat Alan. Lagian Papa jemput Ana kok tadi, terus ke rumah dulu ketemu Mama."

"Ck, sekongkol!" Kesal Alano.

Alana tertawa kali ini mendengarnya, dia tau sih Alano pasti kesal. Karena memang Alano selalu ingin ikut andil kalau dalam urusan Alana. Mereka di rahim yang sama dan bersama sejak kecil. Alano adalah pelindung Alana, sudah pasti dia kesal kalau tidak diajak begini.

"Jangan marah, Alan. Jangan marah ke papa sama mama juga soalnya Ana yang minta." Alana tersenyum dan menggenggam tangan Alano dengan kedua tangannya.

Ah lemah nih kalau Alano sudah melihat Alana seperti ini, menggemaskan sekali adiknya. "Jadi, kita satu sekolah? Gimana kesan pertama liat sekolah baru?"

"Ya kaget sih, tapi kayanya Ana bisa menyesuaikan diri. Tadi ketemu temen baru waktu wawancara, cuma gak tau kita sekelas atau engga nanti."

"Bagus dong, biar gak sendirian."

Alana mengangguk senang lalu memakan lagi eskrimnya. Melihat itu Alan senang juga, karena memang dulu mereka sering melakukan ini dan baru sekarang lagi bisa quality time. "Gimana keadaan Oma dan Opa?"

"Baik, Kok. Mereka semua baik, tadinya mereka gak mau izinin Ana ke Jakarta. Katanya kalau gak ada Ana di sana bakalan sepi. Tapi mereka juga kangen Alan kok."

"Alan juga kangen mereka, tapi lebih kangen Ana." Alano mengusap puncak kepala adiknya dengan lembut, mungkin yang tidak tau kalau mereka adalah kembaran bisa jadi menganggap mereka pasangan. Padahal mereka memang sedekat itu.

"Yah tapi Ana masih kelas 10, gak bisa satu kelas sama Alan," ucapnya kecewa.

"Gapapa, tetep satu sekolah, kan?"

"Takut."

"Apa yang harus ditakutin coba?" Tanya Alano seraya menatap Alana dengan perhatian.

"Takut dibully, katanya di Jakarta suka ada bully gitu. Kaya film yang suka Ana tonton," jelas Alana.

"Ada emang, tapi selama ada Alan, Ana akan selalu baik-baik aja."

"Janji?"

Alano mengangguk, tentu tidak ada yang akan berani berurusan dengan Alana kalau mengetahui Alana adalah kembarannya. Alana belum tau saja kalau kakaknya ini adalah most wanted sekolah.

"Tadi yang di lapangan itu temen Alan semua?" Tanya Alana yang masih fokus pada eskrimnya.

"Iya, kenapa? Risih ya?"

"Engga, tapi temen Alan nyebelin, banyak nanya. Terus ... "

"Terus apa?"

"Tadi gak sengaja nabrak temen Alan yang nyebelin itu," ucap Alana seraya mengaduk-aduk eskrimnya, dia jadi teringat kejadian tadi.

"Siapa?"

"Kak ... A–siapa ya, pokoknya nama dia dari A!"

Alano berpikir keras, pasalnya mereka semua berinisial A. Anggara, Aiden, Agam. Siapa yang dimaksud Alana orang menyebalkan?

"Ya udah, maafin ya? Gak usah dipeduliin. Nanti Alan bilang biar gak gangguin Ana."

Alana mengangguk dan tersenyum. Rasanya dia beruntung sekali memiliki kembaran sekaligus kakak seperti Alano. Dia jadi merasa aman.

.

.

.

Pulang dari makan eskrim mereka langsung pulang, seperti biasa Abella pasti akan mengomel jika soal Alana. Bukan apa-apa, imunitas tubuh Alana itu berbeda dengan Alano, tentu dia khawatir.

Padahal Alano masih ingin mengajak Alana berkeliling kota, tapi kalau sang mama sudah bersabda, maka harus segera dilaksanakan.

"Kalian darimana aja, Sayang? Diajak kemana sama kakak? Pasti makan eskrim, iya kan?" Tebak Abella.

"Alan yang ajak, jangan marahin Ana," bela Alano.

Alana yang ditatap seperti itu nyengir. "Sekali aja, Ma. Besok-besok gak makan eskrim lagi, dua hari ke depan gak makan eskrim, Ana janji."

Abel berdecak, ini nih kelakuan Alano dan Alana. Sejak kecil pasti Alano akan selalu menjadi tameng untuk Alana yang nakalnya melebihi apapun. "Yaudah, besok jangan lagi."

"Sayang, jangan dimarahin anaknya. Baru juga pulang udah diomelin," ucap Gala dari belakang sana.

"Papaaaaaaaa!" Alana langsung berlari memeluk Galaxy, membuat Abel menarik napas panjang. Susah kalau 3 lawan 1, sudah pasti dia yang akan kalah.

"Gak diomelin, gigi Alana sensitif, asmanya kalau kambuh karena makan dingin gimana, beberapa hari lagi Alana ospek, Mas. Gimana kalau nge-drop atau gini deh, Ana jangan ikut ospek, ya? Biar Mama yang izin ke sekolah, gimana?" tawar Abella.

"Mau ikut ospek, Maaa. Nanti kalau Ana gak dapet temen gimana?"

"Tapi mama khawatir loh, Nak gimana kalau Ana sakit lagi?"

"Gak akan sakit iya kan, Pa?" Tanya Alana seraya meminta pembelaan dari Galaxy. Tentunya Gala mengangguk, gemas sekali putrinya ini.

"Mass, sekali-sekali dukung aku loh ini buat kebaikan Alana," ucap Abel.

"Tapi nanti Ana gak ada temen masa mau ditemenin Mama di sekolah, masa gitu, Pa? Belain Ana aja!"

Abel benar-benar pusing menghadapi Alana. Padahal dia baru sembuh juga setelah beberapa Minggu lalu di rawat, tapi anak itu masih saja aktif kesana kemari.

"Udahlah, Sayang. Biarin anaknya ikut, Alana juga pasti tau kapasitas tubuhnya gimana, kalau dia cape ya pasti istirahat."

Mendengar itu Alana tersenyum puas, memang papanya ini paling the best kalau menurut Alana. Pasti akan selalu menjadi orang yang paling bijak diantara perdebatan dia dan Abella.

"Terserah kamu deh, Mas."

Alano sudah biasa memang kalau Alana dan Ibunya sering berdebat. Kedua orang tuanya ini masih dibilang muda, jadi wajar saja kalau mereka sekeluarga sering berdebat, contohnya sekarang ini.

Seperti biasa kalau Galaxy menenangkan Alana, Alano akan bertindak sebagai air untuk Ibunya dan memeluknya agar tidak panik. "Alan janji bakalan jagain Ana di sekolah, mama jangan khawatir."

Kalau begini mana bisa Abel kuat berlama-lama marah. Yang ada dia malah meleleh karena perbuatan Alano yang memang paling pengertian. "Yaudah, tapi dijagain adeknya, awas kalau sampai kenapa-kenapa!"

"Iya, Mamaku sayang. Udah jangan marah-marah nanti cantiknya hilang," ucap Alano.

"Turunan kamu nih, Mas. Jago banget bujuknya, gak paham lagi. Yaudah sekarang kalian ke kamar, mandi, ganti baju setelah itu turun buat makan malam."

"Harus, biar Mama awet muda. Kalau marah-marah terus cepet tua. Yaudah Alan sama Ana ke atas dulu."

Abel dan Galaxy mengangguk dan setelah itu mereka berdua langsung pergi ke atas untuk membersihkan diri. Seperti biasa kalau sudah begini Galaxy lah yang akan menjadi sasaran wajah cemberut Abella.

"Kenapa?"

"Tau ah!"

Abel beranjak pergi dari sana namun Gala menarik tubuhnya untuk masuk ke dalam pelukannya. "Jangan marah-marah, mereka udah besar. Kita juga pernah seusia mereka, kamu juga gak suka kan dilarang-larang kakek?"

"Aku tau, Mas. Aku gak membatasi Alano dan Alana kok tapi kamu tau sendiri Alana itu beda."

"Gak beda, dia sama seperti anak yang lainnya. Kalau kamu semakin khawatir yang ada anaknya jadi penakut, nanti dia gak bisa memilih keputusannya sendiri, jadi biarkan ya?"

"Sekarang kamu cukup berpikir positif, karena kalau kamu kasih afirmasi positif sama mereka, nanti akan jadi hal yang positif juga, oke?" Lanjut Gala.

Abel menghela napas, lalu mengangguk pelan dan membalas pelukan suaminya. "Yaudah iyaa, maaf."

Cerita Turun Menurun

Setelah sekian purnama, akhirnya mereka berempat bisa berkumpul di ruang keluarga seperti ini. Menikmati beberapa film dan mengobrol santai.

Sudah dibilang kalau Abel dan Galaxy masih muda untuk anaknya, jadi masih bisa diajak untuk bicara, melakukan aktivitas bersama. Jadi mereka bukan sekedar orang tua, tapi juga teman untuk anak-anaknya.

Biasanya juga mereka akan dengan senang hati berbagi cerita satu sama lain. Abel selalu menerapkan ini sejak mereka kecil sih. Karena Abel ingin dia dekat dengan anaknya dan menjadi orang tua terbaik yang bisa mereka katakan rumah. Karena jika sudah didefinisikan dengan rumah adalah, mereka pasti akan mencarinya pertama kali dalam setiap keadaan.

"Alana suka sekolahnya?" Tanya Galaxy pada Alana yang kini sudah menempel pada pelukannya.

"Suka, Pa. Suka banget, sekolahnya lebih besar dari di Bandung, Ana suka. Tapi Ana takut," jawab Alana.

"Kenapa takut?" Tanya Abella.

"Takut dibully."

Alano berdecak, masih saja Alana membahas soal bully membully, padahal sudah dia bilang kalau masalah itu akan menjadi urusannya. "Ada Alan!"

"Tuh ada kakak, jangan takut. Emang siapa yang mau bully anak Papa yang cantik? Yang ada maunya temenan sama Alana. Alana harus kaya Mama, dulu mama di sekolah kalau di labrak ya Mama kamu labrak balik," ceplos Gala.

"Mama galak ya, Papa?" Tanya Alana.

"Gak galak, cuma ya macan mau lahiran aja kalah," jawab Galaxy asal.

Abel menghela napasnya, ya dia memang bar-bar sekali dulu tapi bukannya karena apa-apa, karena memang dulu di matanya tidak ada yang menarik dan menyebalkan.

"Mama type Alan banget, tapi sayang di sekolah ceweknya menye semua," ucap Alano.

"Emang Alan gak punya pacar? Masa gak ada yang mau sama Alan sih?" Tanya Alana.

"Gak ada."

"Bukan gak ada, Sayang. Tapi Alan itu satu type tuh dulu, sama kaya papa. Banyak yang deketin tapi dianya gak mau," balas Abel.

"Termasuk mama?" Tanya Alano.

"Mama gak pernah tuh suka sama papa dulu, orang papamu suka lupa dunia. Jadi dulu tuh Papa kamu di usia segini dikasih tanggung jawab buat ngurus yayasan, terus dia lupa dunia. Papa sok keren, apalagi ceweknya anak famous sekolah, anti banget pokoknya dulu Mama sama Papa kalian."

"Anti-anti tapi ujungnya kamu suka juga sama aku," cibir Gala.

"Ya kalau gak suka-suka Alano sama Alana gak akan di sini sekarang, mungkin juga aku udah gak sama kamu!" Balas Abella tak mau kalah.

"Kalau gak suka kenapa menikah?" Tanya Alano penasaran.

"Dijodohin," jawab Gala santai.

"Loh Ana kira papa sama mama dulu kaya couple goals gitu di sekolah, terus kalian pacaran lama dan setelah lulus menikah dan hidup sama-sama," gumam Alana.

"Asal kalian tau papa kalian aja baru tau kalau mama satu sekolah sama dia setelah menikah jadi selama 1.5 tahun Mama gak keliatan. Saking lupa dunia," kata Abel dengan menggebu-gebu. Ya bagaimana ya, ini part tergemas dalam kehidupannya, iya gemas. Saking gemasnya dia ingin menampol wajah suaminya.

"Hahaha Mama kutu buku gitu?" Tanya Alano.

"Bukan, mama kalian dulu cewek paling cantik dan pinter di sekolah, tapi dia gak mau tersentuh sama orang lain. Mama itu, paling menghindari jadi pusat perhatian," ucap Gala.

"Terus-terus, Pa?" Tanya Alana penasaran.

"Ya Mama kamu dulu kayanya gak mau pacaran gak punya pikiran buat menikah juga. Dia maunya jadi wanita karier yang mandiri, setelah ada kalian entah kenapa maunya ngurus kalian aja sampai besar. Lagi, papa ini cowok pertamanya Mama."

Alano dan Alana mulai tertarik dengan kisah percintaan orang tuanya. Ya unik saja, ternyata di zaman itu masih musim perjodohan. Mereka kira, mereka lahir di zaman yang sudah sangat modern.

"Papa banyak cewek?" Tanya Alano.

"Banyak! Papa kamu dulu kalau ditembak sama cewek semuanya diterima dengan alasan kasian. Pacar Papa itu dulu cewek famous, tapi biasa aja sih kata Mama. Ya gitu deh," kata Abel.

Alano dan Alana bertepuk tangan, hebat papanya ini ternyata buaya kelas tinggi. Pasti di zaman mereka papanya ini sangat tampan, kalau sekarang Alano merasa dia lebih tampan dari papanya.

"Tapi Papa gak pernah suka sama mereka, bisa jatuh cinta cuma sama Mama. Karena yang susah ditaklukkan lebih menarik." Gala menaik-naikkan alisnya pada Abella, mulai kan narsisnya.

"Keren sih Mama, Ana mau jadi kaya Mama biar nanti Ana dapet cowoknya kaya Papa yang baik juga," kata Alana sambil senyum-senyum sendiri.

"Alah cengeng gitu, manja, apa apa Alan," ledek Alano.

"Ihhhhh Alan kenapa sih suka hancurin imajinasi Ana, kan Ana juga lagi belajar buat gak cengeng, cuma ya susah." Alana memajukan bibirnya gemas, kenapa ya rasanya Abel kalau melihat Alana ini masih seperti bayi, gemas sekali.

"Makanya udah jangan pacar-pacaran, ngapain juga pacaran. Nilainya benerin, banyak belajar," ingat Alano.

"Emang siapa juga yang izinin Alana pacaran? Masih kecil udah mikir pacar-pacaran, jangan dulu! Alana masih bayinya Papa," ucap Galaxy posesif.

Abel terkekeh sih melihatnya, Gala memang selalu begitu. Dia akan cemburu rasanya kalau Alana memiliki pria lain dalam hidupnya selain Gala dan Alano. Dia tidak akan pernah siap kalau putrinya berbagi perasaan lagi.

"Bener! Pacar-pacar terus pikirannya, masih kecil!" Timpal Alano.

Alana memajukan bibirnya lagi, padahal rasanya dia ingin punya kisah remaja seperti orang lain, yang bisa merasakan kisah cinta SMA, tapi memang kedua pria dalam hidupnya ini terlalu posesif.

Alana jadi membayangkan bagaimana nantinya kalau dia mempunyai pasangan. Pasti Alano dan Papanya ini akan mengintrogasi sekaligus mengintimidasi pasangannya. Kasihan sekali.

"Jadi Ana gak boleh pacaran?" Tanya Alana.

"Gak boleh, masih kecil!" Ucap Alano dan Galaxy bersamaan.

Alana menatap sang Mama berharap mendapat pembelaan, namun Abella hanya terkekeh melihatnya. Ya pantas juga, karena memang Alana masih imut-imut jadi harus mereka jaga sebaik mungkin.

"Oh iya, Ma, tadi temennya Alan nanya-nanya Ana, masa Ana dikirain pacarnya Alan. Parah gak sih Alan gak pernah ceritain kembarannya sendiri sama temen-temennya," adu Alana.

"Siapa? 4A? Iya, Alano?" Tanya Abella menatap sang putra.

"Gak gitu, Ma. Temen-temen Alan kalau liat cewek langsung cepet, Alan gak mau Ana jadi target temen-temen. Mereka ke rumah aja godain Mama apalagi Alana nanti."

"Jangan salah paham dulu, jadi selama Ana belum di sini lebih baik gak menceritakan apa-apa. Biar mereka tau sendiri," ucap Alano.

"Tapi Alan gak pernah tuh posting Ana di Instagram."

"Pernah!" Bela Alano pada dirinya sendiri.

"Apaan Alan posting tangan Ana yang diinfus doang pake tulisan gws, mana gak di tag. Oh atau Ana jelek ya jadi Alan malu punya kembaran kaya Ana?" Tuduh Alana.

"Astaga gak gitu!"

"Bohong, Ana tau Alan males kenalin Ana sama temen-temennya, cukup tau Ana mah. Gwaenchana, Ana sabar banget ini," kata Alana dramatis.

"Bahasa apa sih, Na. Gak paham!" Kesal Alano.

"Itu artinya gapapa, gapapa Ana digituin sama Alan," balas Alana.

"Balikin ke Bandung aja boleh gak, Ma? Pusing kalau dia ada di rumah," keluh Alano.

"Parah, Pa liat. Ana gak diinginkan di rumah ini."

Alano menghela napasnya, dia memang selalu sengaja menyembunyikan photo keluarga dan photo Alana kalau teman-temannya datang, ya karena menurutnya itu adalah cara terbaik untuk menjaga adiknya.

"Gak gitu, Ana! Alan cuma gak suka kalau Ana jadi bahan pembicaraan cowok-cowok player," ucap Alano.

"Oh berarti Alan juga cowok player ya?" Tanya Alana polos.

Lagi-lagi Alano menghela napasnya jadi dia lagi yang kena, padahal niatnya bukan seperti itu, padahal lagi Alano bukan pria seperti itu. Pada akhirnya mereka berakhir bertukar cerita sampai larut malam di sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!