NovelToon NovelToon

FOOTBALL : GOLD GENERATION 2

Tim

...****************...

"Champione Champione ole ole ole. Champione Champione ole ole ole."

Pemain SMA 70 sempat menyanyikan lagu kemenangan saat ke ruang ganti pemain seperti yang dilakukan oleh pemain Dunia saat juara.

"Minggir-minggir sang juara mau lewat." Ucap Eril dengan sombong. Biasalah, Eril memang begitu.

"Woi Bang cuma numpang menang doang gak usah sok iya." Timpal Riski dengan wajahnya yang cukup membuat Eril jengkel.

"Ah berisik kau Ki. Gini-gini berkontribusi aku ya. Besar juga pengaruh ku di tim ini." Sahut Eril dengan nada tengil.

Yang lainnya hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah yang dua ini, bahkan Ridwan pun tidak mengganggu kesenangan Eril dan Riski.

Saat asik-asik bereuforia juara. Gerombolan SMA 70 bertemu dengan Ferza saat mau ke ruang ganti pemain.

Seketika suasana yang tadi heboh berubah jadi hening melihat Ferza yang tepat berada di depan mereka.

"Mata kau selo aja cuy, kenapa? Gak senang kau liat kami juara?" Tanya Eril kepada Ferza yang melihat squat SMA 70 dengan tatapan dinginnya. Gayanya tengil sekali, seperti preman sekolah.

"Selamat atas kemenangan kalian SMA 70. Melihat permainan kalian tadi, kalian pantas menjadi juara di turnamen ini." Ferza mengucapkan selamat kepada SMA 70 yang sudah menjadi juara. Meski begitu, wajahnya masih saja datar.

"Ya iyalah , kau sih sepele sama kami. Liat saja di Turnamen resmi akan kami kalahkan kau." Ucap Eril dengan bangganya, sepertinya dia lupa kalau yang ada di depannya adalah Ferza.

"Kalahkan aku? Hahaha jangan naif deh, aku gak akan kalah dengan pemain amatiran seperti kalian. Hanya saja ada beberapa pemain yang menarik perhatian ku saat pertandingan tadi termasuk kau." Ferza melirik ke arah Al, tanpa dibilang pun semuanya sudah tau, orang yang Ferza maksud adalah Al. Al si kiper pemula yang baru mulai bermain serius beberapa bulan lalu, sudah menarik minat Ferza, si profesional yang sudah menggeluti dunia bola sejak lama.

"Ha aku?" Dengan kebingungan Al menanyakan kenapa Ferza tertarik dengannya. Al sendiri tidak merasa istimewa, segala hasil yang ia peroleh ini ia percaya dengan kerja kerasnya, tanpa keistimewaan apapun, mungkin?

"Ya kau. Siapa kau sebenarnya? Kalau Doni yang bermain bagus aku maklumi dia adalah alumni SMP terbaik di Kota ini, lalu kau? Kenapa saat SMP kau tidak muncul di turnamen?" Tanya Ferza dengan penasaran.

"Aku ya aku." Jawab Al dengan sedikit bingung, memang dia harus jawab apa? Dia ultramen?

"Apa pangkat kau nanya begitu ke adek kelas ku wahai City Star?" Eril memotong omongan Al sembari memasang ekspresi datar ke Ferza.

"Kalem dikit dong Eril. Aku hanya ingin memberi tawaran kepada adek kelasmu ini." Ucap Ferza.

"Tawaran? Tawaran apa?" Al mencoba menanyakan tawaran yang dimaksudkan oleh Ferza.

"Tawaran untuk bermain denganku di SMA 48." Sahut Ferza dia memberikan tawaran yang membuat Al dan pemain SMA 70 lainnya tercengang.

"Hah? Main di SMA 48? Ogah." Al menolaknya mentah-mentah, bahkan tawaran itu sama sekali tidak terdengar menggiurkan.

"Gak perlu dijawab sekarang. Kau akan ku beri waktu sampai kalian tereliminasi di turnamen."

"Itu gak akan terjadi karena kami akan menjadi juara dan melaju ke tingkat provinsi dan nasional!" Mendengar perkataan Al beberapa pemain serasa lega karena mereka pikir Al akan menerima tawaran dari Ferza.

Pasalnya, bermain di SMA 48? Sejujurnya banyak sekali orang yang ingin bermain disana, apalagi bermain bersama Ferza.

"Gak usah naif Al. Tim kuat ketika berhadapan denganku akan menjadi tim yang lemah, sedangkan tim lemah ketika aku bermain di dalamnya maka akan menjadi tim yang kuat. Pada akhirnya aku akan menjadi juara lagi nantinya. Pikirkan baik-baik Al, jika kau berada di tim medioker ini, sampai kapanpun kau tidak akan menggapai mimpimu untuk menjadi pemain timnas Indonesia." Ferza pergi meninggalkan squat SMA 70 di tempat itu.

Saat Ferza pergi meninggalkan squat SMA 70, Nando yang mencari Ferza langsung menghampirinya.

"Bang Fer kemana aja sih capek aku nyarimu." Ucap Nando. Diapun melihat ekspresi datar para pemain SMA 70.

"Loh mereka habis juara kok diam-diam bae." Tambah Nando.

"Diamlah Nando. Ayo pulang." Ferza dan Nando pergi meninggalkan squat SMA 70 dan kembali ke rumah mereka.

*****

Diruang ganti Al hanya duduk termenung, sedangkan yang lain sibuk berfoto-foto dengan piala yang baru saja mereka dapatkan.

"Al ayo foto." Riski mengajak Al berfoto dengan tropy kemenangan mereka.

"Gak lah Ki. Gak hobi poto-poto aku." Al menolak ajakan Riski.

Dengan wajah yang kecewa, Riski meninggalkan Al.

"Gak poto-poto Al?" Ridwan mendatangi Al yang sedang duduk termenung di pojokan.

"Gak lah Bang." Al kembali menolak tawaran berfoto.

"Kepikiran dengan perkataan Ferza tadi? Jika dipikir-pikir sih perkataannya ada benarnya. Dengan kau pindah ke SMA 48 setidaknya ada 2 tahun kaliam bermain bersama untuk menjadi juara nasional. Kalo disini sih jangankan juara nasional, juara turnamen mini ini aja dibilang hoki hahaha." Ridwan tertawa tipis disamping Al.

"Ha mana ada Bang aku pikirin itu. Aku cuma capek aja kok, kaki ku pegal dari tadi lompat terus." Dengan senyuman palsunya Al beralasan bahwa dia sedang kecapean.

"Ah yang bener?" Ridwan memastikan sekali lagi.

"Benar kok. Walaupun gak jadi pemain timnas. Aku bangga bisa bermain dengan kalian. Lagian aku juga baru main bola 2 bulanan. Pasti banyak yang bermimpi dari kecil buat jadi pemain timnas tapi mimpinya gak tercapai." Al mencoba berbicara dengan senyuman kecil diwajahnya. Dia melakukan itu agar Ridwan dapat mempercayainya.

"Baiklah kalo gitu." Sahut Ridwan.

"Bang Ridwan gak poto?" Al mengalihkan topik dengan mengajak Ridwan berfoto.

"Udah tadi kok." Sahut Ridwan.

"Oh iya kita belum poto satu tim kan ayo kita poto bareng Pak Danang juga." Al mengajak Ridwan untuk berpoto bareng dengan 1 tim.

"Boleh juga tuh." Ridwan menerima ajakan Al.

"Oi Ki siapin kamera dan pialanya ayo poto bareng 1 tim." Al mengajak Riski yang sedang asik-asik poto untuk berfoto dengan full squat.

"Nah ide bagus Al. Sini Bapak yang poto." Pak Danang menawarkan dirinya untuk menjadi kameramen.

"Bapak ikut juga dong." Al mengajak Pak Danang ikut poto.

"Terus siapa yang potoin?" Tanya Pak Danang.

"Ah gampang tinggal pakai timer aja." Sahut Al.

*cekrek...

Dengan full squadnya ditambah Pak Danang. Mereka berfoto untuk menjadi kenang-kenangan suatu saat nanti.

"Wah keren. Nanti mau ku cuci lah terus ku pajang di ruang tamu rumah." Ucap Leo yang terkesima dengan foto full squat yang baru saja mereka lakukan.

"Weh mana liat-liat."

"Kirim ke WA ku dong."

Begitu antusiasnya mereka dengan foto yang baru saja mereka tangkap.

Canggung

"Tadi Al keren banget yaaa." Dia--Ica, gadis manis satu kelas Al baru saja selesai menonton pertandingan sekolahnya. Dia tersenyum manis, puas dengan kemenangan sekolah yang dia banggakan. Apalagi diawal sekolahnya sempat diremehkan oleh para penonton lainnya.

"Iya." Jawab Thea tampak acuh tak acuh, dia fokus menatap ponselnya.

"Puas banget liat ekspresi penonton lainnya yang melongo kaget gitu."

"Yap."

Langkah Ica terhenti, saat sepasang matanya menangkap sosok familiar yang cukup dia kenali.

"Fania?!" Panggil Ica, ia melambaikan tangan ke arah Fania, sembari berlari kecil menghampiri gadis itu.

Ica tentu saja mengenal Fania dengan baik, karna Fania adalah sepupunya yang sudah seperti saudari kandung untuknya.

"Loh Ica. Ngapain kesini?" Tanya Fania heran, meski begitu dia merasa senang sepupu kesayangannya datang.

"Nonton bola dong, kan sekolah aku yang main!"

"Iya, sekolah kamu hebat, tadi habis menang juga! Selamat ya!"

"Iya makasih! Mereka emang jago sih terutama Al-- eh maksud aku kipernya!" Wajah Fania sedikit merona. "Oh ya kenalin Fan, dia Thea temen aku paling baik pokoknya. Nah Tha, kenalin dia Fania sepupu aku paling cantik."

"Fania."

"Thea."

Fania dan Thea berjabat tangan saat berkenalan. Thea tersenyum tipis, pun dengan Fania.

"Fania kan? Tunjukin arah kantin dong tolong, laper nih." Pinta Thea, dia sudah lapar sejak tadi.

"Sebelah sini, ayo."

*****

Usai kekalahan yang memalukan di depan suporter sendiri, Chandra mencoba mencari angin segar untuk menenangkan pikirannya.

Sebagai kapten yang baik, Wilson mengikuti Chandra secara diam-diam. Namun hal itu sudah diketahui oleh Chandra.

"Apa yang kau lakukan Son?" Chandra menghela nafasnya, dia sudah tau bahwa dari tadi Wilson mengikutinya.

"Pak Erwin suruh kita untuk peregangan terlebih dahulu." Ucap Wilson.

"Aku sudah melakukannya tadi. Jika tidak ada apa-apa lagi tinggalkan aku sendiri." Chandra meminta Wilson untuk pergi.

"Tegakan kepalamu sobat. Kita sudah melakukan yang terbaik kali ini." Wilson mencoba menyemangati teman seperjuangannya itu.

"Terbaik? Yang menang lah yang terbaik. Kalah ya kalah aja, berarti kita lemah." Sahut Chandra dengan nada rendah.

"Kalah tidak selamanya lemah, kita harus mengakui bahwa SMA 70 memang kuat, dan kemenangan mereka bukan sekedar hoki aja. Tapi, kekalahan ini buat semakin gak sabar bertanding di turnamen tingkat kota nanti, akan aku tunjukkan siapa yang terbaik. Kekalahan hari ini, harus dibalas, SMA 70 harus kalah dengan terbantai." Wilson serius, sebagai kapten dia juga sangat terluka dengan kekalahan mereka dari sebuah SMA yang tidak ternama itu.

"Juara tingkat kota? Lawan bocah-bocah SMA 70 aja kita kalah, apalagi lawan tim Ferza!" Chandra masih kesal, dia tidak menyangka akan kalah dari Al, padahal dia sudah sangat percaya diri akan menang.

"Kenapa kau menyebut namaku." Saat perjalanan mau keluar sekolah Wismaraja, Ferza dengan kebetulan melewati Chandra dan Wilson serta mendengar perkataan mereka.

"Suara ini Ferza..." Chandra membalikan badannya dia melihat Ferza yang berdiri di belakang Wilson.

"Oi oi oi beraninya kau memasuki kandang musuh, bosan hidup ha?" Dengan senyum smirknya Chandra membunyikan jari-jarinya mencoba menggertak Ferza.

"Aku hanya ingin menonton pertandingan kalian, dan satu lagi aku tidak bosan hidup." Sahut Ferza dengan ekspresi datarnya.

"Ekspresi mu itu bodoh buat ku kesal." Chandra terlihat kesal dengan Ferza.

"Lama gak jumpa, apa kabar Ferza." Wilson mencoba menyapa Ferza.

"Kabar baik. Aura strikermu semakin terlihat Wilson." Sahut Ferza.

"Hahaha emang dari dulu itu."

"WOI BIAWAK JANGAN SOK AKRAB DENGAN SI GENDUT INI." Ucap Chandra dengan nada tinggi.

"Bacot kau aku gak gendut sialan. Mending sana kau murung lagi." Sahut Wilson.

"Ha dasar gak sadar diri kau itu gendut gendut." Chandra mengejek badan Wilson.

"Bacot kau pendek cowok kok pendek mending mati aja sana dari pada pendek." Tidak mau kalah Wilson juga mengejek tinggi badan Chandra.

Mereka bergelut tanpa memperdulikan Ferza yang ada disana.

Tidak lama kemudian Nando datang menghampiri Ferza.

"Bang Fer kemana aja sih capek nyarinya. Loh kenapa mereka gelut Bang." Nando menghela nafasnya kemudian dia menanyakan kenapa Chandra dan Wilson bergelut disana.

"Tidak ada waktu lagi Chandra. Turnamen tertinggal dua bulan lagi. Sebaiknya kau berlatih agar bisa mengalahkan ku." Ucap Ferza.

"Dengan kemampuan ku yang sekarang aja aku bisa mengalahkanmu." Sahut Chandra dengan sombong.

"Fakta yang berbicara Chandra, kemampuan mu yang sekarang saja bisa dikalahkan oleh mantan adek kelasmu ditambah kiper jenius itu." Ferza mencoba mengingatkan Chandra tentang kekalahan barusan.

"Diam kau! Siapkan saja air mata mu nanti saat aku mempermalukanmu dilapangan." Chandra pergi dengan ekspresi kesal meninggalkan yang lainnya.

"Oi Chan kemana kau?" Wilson lari mengejar Chandra.

"Ayo kita pulang Nando." Ucap Ferza.

"Ya, tapi Bang Ferza jangan jauh-jauh capek aku nyarimu."

*****

Chandra yang kesal berjalan dengan sangat cepat sampai dia tidak fokus ada orang di depannya hingga dia menabraknya.

*puk...

"Aduh, woi jalan pakai mata dong." Orang itu ternyata Al, Chandra tidak sengaja menabrak Al yang sedang berjalan.

"Bacot jalan itu pakai kaki. Loh kau rupanya, si paling juara." Chandra kaget melihat orang yang dia tabrak adalah Al.

"Sungkem sama yang kalah. Mau ku tutorin menang gak dek? Easy win lawan kalian." Al mencoba sedikit tengil ke Chandra.

"Menang hoki aja bangga. Liat aja kalo gak aku Ferza yang ngalahin kau nanti."

Al seketika terdiam mendengar perkataan dari Chandra.

"Ferza itu, sehebat apakah dia?" Al mencoba menanyakan hal itu kepada Chandra sebab penasaran.

"Aku benci mengatakannya, tapi dia ku akui adalah pemain yang sangat hebat. Aku belum pernah jumpa pemain sehebat dia di Kota ini. Harusnya dia berada di akademi klub bola terkenal saat ini." Chandra menjawab rasa penasaran Al.

Mendengar itu Al hanya terdiam bibirnya tidak seperti akan berbicara.

Chandra aja mengakui kehebatannya. Sehebat itukah dia.

Batin Al. Pikirannya mulai kacau harus menerima tawaran dari Ferza atau tidak.

"Kenapa kau diminta dia untuk pindah sekolah kah?" Chandra menanyakan hal yang dipikirkan oleh Al.

"Hmm---"

"Al!!!!"

Belum selesai Al menyampaikan perkataannya, Ica berteriak memanggil nama Al. Al juga sedikit terkejut saat melihat Fania datang.

"Loh Ica? Ngapain kesini? Fania...?"

Selain terkejut, rasa sesak itu juga datang mengiringi, bayangan soal Chandra yang menyatakan perasaannya pada Fania kembali menghantui kepala Al, membuat dadanya semakin panas.

Dia yang awalnya puas akan kemenangan itu, menjadi sedikit gusar. Dia yang barusan mengobrol dengan Chandra layaknya pemain rival biasa, kini semakin panas karna ingatan sialan itu.

Dan menatap wajah Fania saat ini? Al benar-benar ingin segera beranjak dari sana.

"Loh kalian kenal?" Ica menanyakan balik kepada Al, dia tidak tau bahwa Al dan Fania saling kenal, baik Al maupun Fania sepupunya tidak pernah bercerita soal itu.

"Ya kenal dulu satu SMP." Sahut Al singkat padat dan jelas.

"Wah kebetulan banget dia ini sepupuku.

*dring...

Dering telepon Ica berbunyi diapun mengangkat telepon yang dia ambil dari tas mungilnya.

"Halo."

"Sebentar ya ada yang nelpon." Ica pergi meninggalkan yang lainnya disana untuk menelpon.

"Kantin di depan kan? Aku duluan ya, laper." Thea berjalan dengan santai menuju kantin, dia memasang earphone ditelinganya, melanjutkan perjalanannya.

Disana hanya tertinggal Al Chandra dan Fania. Ketiga orang ini terlihat canggung, Al yang canggung karena kepikiran Chandra dan Fania berpacaran. Sedangkan Chandra dan Fania tidak berbicara semenjak Fania menolak Chandra jadi pacarnya.

"Oh iya selamat atas kemenangan mu Al." Fania mengucapkan selamat kepada Al dengan senyuman.

Chandra yang melihat itu, memasang ekspresi cemburu di wajahnya.

"Oh iya makasih." Al membalas dengan senyuman setengah-setengah darinya.

"Maaf aku pergi dulu takut jadi nyamuk di antara kalian." Al izin pergi meninggalkan Chandra dan Fania berdua.

"Nyamuk? Kau kira kami pacaran hah?" Tanya Chandra.

"Loh bukannya kau nembak dia dulu ya?" Al menanyakan balik kepada Chandra.

"Kok kau tau aku nembak Fania? Dasar penguping." Sahut Chandra dengan nada cengirnya.

"Gak nguping, cuma gak sengaja kedengaran, makanya lain kali kalo mau nembak anak orang tuh pilih-pilih posisi." Kilah Al, dia setengah jujur dan setengah bohong kan?

"Emang ya. Cih, aku ditolak." Sahut Chandra.

...

Harus bertemu lagi

"Ditolak? Gak usah bercanda deh, ya kali modelan incaran cewek-cewek ditolak Fania, lebih percaya Madara jadi hokage sih." Al tertawa lepas mendengar hal itu. Tidak terpikirkan olehnya bahwa pria setampan Chandra bisa ditolak oleh Fania. Padahal mereka terlihat dekat, nyaris seperti pasangan sempurna. Tapi Al tetap tidak percaya bahwa Chandra benar-benar ditolak Fania.

"Ketawa si sialan ini! emang ditolak aku, tanya aja sama orangnya langsung." Chandra melirik ke arah Fania.

Baik Al, maupun Chandra sama-sama memfokuskan pandangan ke arah Fania, membuat gadis yang ditatap sedikit gugup.

"Fan beneran?" Al menurunkan nada bicaranya saat berbicara dengan Fania.

"Iya benar Al." Sahut Fania dengan suara yang pelan, dia agak menunduk.

"Wah kalian bertiga lagi ngomongin apa kayaknya seru, join dong." Ica kembali, dia menatap ketiganya satu persatu, anehnya suasana mendadak canggung.

"Eh, apa aku ganggu? Kok pada diem?" Ica sedikit merasa bersalah, bukan maksudnya mengacaukan percakapan orang lain, dia hanya mencoba bersikap hangat kepada orang-orang yang dikenalnya.

"Gada apa-apa ko. Mmm... Ayo kita pulang Ca." Ajak Fania dengan buru-buru.

"Eh sekarang?" Sahut Ica.

"Ih iya ayo." Fania menarik tangan Ica untuk pulang.

"Eh jangan tarik-tarik sakit. Thea mana? Ayo ajak Thea dulu!" Ica melirik ke kanan kiri, tidak menemukan keberadaan sahabat baiknya itu. Mereka berdua sepakat mencari Thea lalu pulang, meninggalkan Al dan Chandra yang hanya tinggal berdua.

"Kalo gitu aku juga mau pergi Chan." Al berbalik bersiap pergi.

"Kau suka sama Fania ya?"

Pertanyaan Chandra yang itu sukses menghentikan langkah Al, Al yang ingin pergi langkahnya tertahan.

Al terdiam, dia tidak menatap mata Chandra sedikit pun, tidak pula berbalik. Dia hanya memandang lurus kedepan. Al menarik napasnya dalam-dalam, berusaha menyembunyikan kegugupan sekaligus perasaannya.

"Gak, kami cuma temen." jawab Al sekenanya, tanpa berbalik. Padahal jawaban sebenernya tertahan sempurna di ujung lidah. Dia masih menyukainya, gadis itu.

"Yah, kita anggap aja begitu." Dan sialnya Chandra juga peka, pemuda di depannya yang tidak ingin berbalik saat menjawab pertanyaan sensitif itu, ternyata juga menaruh rasa pada gadis yang ia sukai.

Meski Al mengatakan tidak, tapi sebagai pria, Chandra bisa tau, pemuda yang ia anggap rival dalam bola ternyata juga rivalnya dalam hal asmara.

" Kau diajak Ferza buat setim dengannya bukan?" Awalnya Chandra hanya menebaknya. Saat dia melihat Ferza dan Al berbicara.

"Dari mana kau tau?" Tanya Al, kali ini dia berbalik dengan sempurna menatap Chandra. Ah, tebakan Chandra benar dengan sempurna.

"Aku juga pernah diajaknya dulu saat kalah di final. Tadi kau menanyakan soal Ferza berarti kau sudah bertemu dengannya, sudah pasti dia tertarik padamu." Sahut Chandra.

Al hanya terdiam, sebenarnya Al juga bingung mau berbuat apa. Kesempatan besar untuk meraih lebih banyak tropy terbuka lebar ketika dia satu tim dengan Ferza, tapi dia tidak ingin meninggalkan teman-teman seperjuangannya di SMA 70.

Hening

Angin berhembus menerpa wajah Al, rambutnya kembali acak. Dia diam, kegundahan ini kembali berlanjut, Ferza dan timnya cukup menarik, tapi sekolah dan rekan seperjuangannya terlalu berharga untuk ditinggalkan.

"Lupakan soal Ferza, kali ini kita imbang 1 sama kan?" Melihat Al yang terdiam Chandra mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Ya. Skor itu akan berubah menjadi 2-1 saat aku mengalahkanmu di turnamen Kota nanti." Al tersenyum tipis.

"Itupun jika kalian bisa lanjut terus hingga bertemu, banyak sekolah yang hebat di Kota ini jadi jangan sampai kalah sebelum bertemu dengan kami." Chandra mengulurkan kepalan tangannya. Dia bukan orang ramah yang suka mengajak orang lain mengobrol, tapi dengan Al rasanya berbeda.

Sejak awal pertemuan mereka, Chandra sudah merasakan ada yang berbeda dari Al. Sikapnya, kemampuannya, ekspresi dan ketengilannya yang membuat Chandra semakin haus untuk menjebol gawang yang dijaga pemuda itu. Chandra memang suka gol, tapi gol yang tercipta dengan Al sebagai kipernya benar-benar berbeda rasanya.

"Yah tampaknya kau tidak puas sekali ku kalahkan." Al membalas kepalan tangan itu.

Sebuah tos tercipta, tos pertama antara Chandra sang playmaker dan Alfein sang kiper. Dua orang yang berkenalan di lapangan, bertekad untuk terus bertanding di lapangan, yang mereka tidak tau apa yang akan terjadi dimasa depan.

"Aku pergi dulu dah ditunggu yang lain." Al pergi meninggalkan Chandra. Setidaknya perasaannya sedikit lebih baik.

Baru beberapa langkah Chandra langsung berteriak sesuatu kepada Al.

"Oh iya drawing turnamen Kota akan dilaksanakan besok jangan sampai pulang duluan kau siapapun lawannya." Ucap Chandra.

"Dibanding bilang itu sama ku, mending ngaca terus bilang sama diri sendiri. Aku bakal menang siapapun lawannya!" Al tersenyum mengejek, begitu juga dengan Chandra.

Keduanya berbalik, saling memunggungi, berjalan berlawanan arah, dengan senyum yang masing-masing terlukis di wajah mereka. Dengan tekad akan bertemu lagi di lapangan nanti, harus menjadi lebih hebat dan kuat, mengalahkan tim kuat atau lemah yang akan datang nanti, dan puncaknya mereka harus bertemu lagi dengan kemampuan dan tekad untuk menang yang lebih tinggi.

*****

Kebesokan harinya saat pulang sekolah.

"Berhubung hari ini ada undian drawing turnamen bola maka hari ini kita libur ekskul." Ucap Pak Danang saat memberi pengumuman untuk libur ekskul.

"Libur yey..." sontak seluruh pemain tampak senang dengan pemberitahuan ini.

"Yah istirahat lah kalian. Bapak akan pergi dengan Ridwan sebagai kapten tim untuk melihat siapa lawan pertama kita." Sambung Pak Danang.

"Semoga lawan kita langsung SMA 48 akan ku kalahkan kau Ferza." Ucap Eril dengan semangatnya.

"Weh jangan dong aku gamau pulang duluan." Leo tampaknya tidak setuju dengan harapan Eril yang ingin bertemu dengan Ferza langsung.

"Haha kau gemetaran Leo. Tenang saja senpai mu ini akan mencetal hatrick ketika menghadapi SMA 48." Ucap Eril dengan tengil sembari merangkul pundak Leo.

"Yah siapapun lawannya kalian harus kasih yang terbaik. Kalo gitu beristirahatlah." Pak Danang dan Ridwan meninggalkan pemain lainnya dan menuju ke lokasi Drawing.

"Kira-kira siapa lawan kita ya."

*****

Di malam harinya tidak ada tugas dari sekolah. Al menyempatan waktu itu untuk rebahan sembari memainkan ponselnya. Tidak lupa dia mengecek grub WA ekskul sepak bola.

^^^@Bang Ridwan kapten siapa^^^

^^^ lawan kita nanti?^^^

^^^18.52^^^

Ridwan

Undiannya sudah keluar

Besok ku kasih tau siapa

Lawannya.

18.55

Eril

Kenapa gak sekarang

Aja sih. Kepo nih😒

18.57

Ridwan

Pak Danang suruh rahasiain dulu.

19.00

Eril

Gak asik.

19.01

Riski

Yang numpang menang

gabisa cetak gol

gosah sok²an.

19.03

Eril

Asem kau Ki.

Read

*****

Keesokan harinya saat jam istirahat Pak Danang mengumpulkan pemain ekskul sepak bola di aula.

"Baiklah anak-anak bapak akan memberitahukan hasil undian drawing kemarin. Bapak kirim ke grub ya." Ucap Pak Danang mengirim foto undiannya ke grub WA ekskul sepak bola.

"Lawan pertama kita adalah SMK Merah Putih. Mereka adalah tim yang lolos 8 besar tahun lalu." Tambah Pak Danang memberitahukam lawan pertama SMA 70 di turnamen Kota nanti.

"Weh liat kita berada di satu bagan dengan SMA 48." Mata Eril terfokus mencari SMA 48.

"Ah masih jauh itu kemungkinan kita berhadapan dengan mereka di semi final. Itupun kalo kita bisa ngalahin SMA Al Baqila yang merupakan peringkat 4 tahun lalu di babak 8 besar." Sahut Ilham.

"Wismaraja dan Trisatya berada di bagan yang berbeda." Ucap Doni.

"Seperti yang kalian lihat semi finalis tahun lalu dipisahkan menjadi tim unggulan. Mereka tidak akan bertemu sebelum di partai semi final. Dan kita dapat di bagan kanan yang merupakan bagannya peringkat 1 dan peringkat 4. Jika mulus kalian akan berhadapan dengan SMA Al Baqila di babak 8 besar dan bertemu SMA 48 di Semi Final, dan kalian akan bertemu perwakilan bagan kiri yang menurut saya Wismaraja dan Trisatya yang unggulan disana. Tapi itu masih prediksi bola itu bulat apapun bisa terjadi, yang penting kita kalahin dulu SMK Merah Putih di ronde pertama ini." Ucap Pak Danang memperjelas tentang undian itu.

Undian sudah keluar Chandra. Jangan sampai kalah kita akan bertemu di Final. Lawan peringkat 4 di 8 besar serta lawan juara bertahan di semi final. Membuat semakin tidak sabar.

Batin Al menggebu gebu saking tidak sabarnya untuk bermain diturnamen kota perdananya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!