NovelToon NovelToon

Terror Dog!!

Pasrah

Aku, seorang pemuda yang menginginkan dunia lain, sebab Aku sangat benci kehidupanku di dunia yang sekarang dan berpikir bahwa kehidupanku akan berubah jika aku berada di dunia yang berbeda ...

"Ya tuhan, Aku meminta kepada-Mu, saat dalam mimpiku biarkan Aku berada di dunia yang berbeda," ucapku dengan penuh pengharapan.

Suatu hari Aku tertidur dengan hanya beralaskan kardus di bawah bintang-bintang yang tertutup awan pada malam yang sunyi. Tiba-tiba! Ketika Aku bangun Aku menemukan diriku berada di tempat yang tidak pernah ku ketahui sebelumnya ....

Apakah ini mimpi?

Aku mulai merasa bahagia seketika berada di dunia baru, karena bagiku dunia ini mungkin dapat merubah nasibku, namun kebahagiaan itu tidak bertahan lama, aku pasrah kepada nasib, kemudian berkata,

"Mengapa hidupku sengsara begini? Apakah Tuhan membenciku?"

Aku semakin pasrah, dan berpikir apa gunanya Aku hidup? Lebih baik jika Aku mati saja.

...SELAMAT MEMBACA KISAH DARIKU...

Suatu  hari saat aku menjalankan kehidupanku yang menyedihkan yaitu bekerja sebagai pemulung. Berjalan menyusuri jalan, mengelilingi kampung serta menyusuri pinggiran sungai untuk mencari limbah botol plastik dan kardus. Saat aku lelah aku mengistirahatkan diriku disebuah toko. Namun,

"Hey! Pergi sana pemulung, jangan mengganggu, muak aku melihat wajahmu, pergi sana." Orang itu mengusirku dengan mengayunkan tangannya.

Dan saat aku lewat di sebuah rumah makan, aku melihat orang-orang di sana sedang makan makanan yang enak, aku pun tergiur tapi apalah dayaku uangku tidak cukup untuk membeli makanan itu dan hanya bisa melihat orang lain makan, namun,

"Kenapa kamu disini, pergi!" Orang pemilik warung makan mengusirku.

"Kau tidak liat ya, pembeli disini jadi gak nafsu makan gara gara kamu!" Aku pun pergi dengan rasa lapar dan iri dengan mata yang putih melihat orang lain makan makanan yang enak.

***

Setelah aku diusir, aku kembali ke pekerjaanku yang menyedihkan, ya ... walaupun pekerjaan ini menyedihkan, namun masih bisa membiayai kebutuhan sehari-hari.

Siang telah berlalu dan malam pun tiba, namun malam hari aku juga masih bekerja, terus dan terus aku bekerja, hingga akhirnya pada jam 21.00 aku selesai bekerja dan kembali ke pemukiman pemulung. Sesampainya di sana,

"Hei, Hajime," ucap orang besar dengan 2 orang tinggi di kanan kirinya memanggil diriku.

"Lo dapet uang berapa hari ini?!"

"Cu-cuma, segini ... bang," ucapku dengan terbata-bata tanpa menoleh 3 orang tadi dan mengacungkan uangku.

"Sini,Berikan padaku!" Orang besar itu mengambil uangku dengan cara paksa.

"Ja-jangan, bang." Aku memohon kepada orang itu, namun,

"Halah, banyak bacot lo," ucap orang itu dan kemudian menendang tubuhku hingga aku terjatuh.

"Habisi dia!" Perintah orang itu kepada 2 orang tadi.

"Ughh!" Suaraku sambil menahan rasa sakit di tubuhku.

terus menerus aku dihajar sampai-sampai aku tidak sadar sudah berapa lama hal itu, dan akhirnya aku pun tidak sadarkan diri. Beberapa jam setelah aku dihajar aku terbangun dari pingsan, dan segera kembali ke tempat tinggal ku dengan berjalan terseret seret, Beberapa saat setelah aku berjalan aku akhirnya tiba di kediamanku yang menyedihkan.

"Aku pulang," ucapku saat tiba, yah walaupun tidak ada siapapun yang tinggal di sini kecuali aku sendiri.

Kalian pasti bertanya-tanya mengapa aku tinggal sendiri? Jawabnya mudah saja, itu dikarenakan aku yang tidak mengetahui siapa keluargaku? Siapa orang tuaku? Apa aku punya saudara atau tidak? Semua itu tidak ku ketahui. Hanya satu hal yang aku ketahui bahwa aku dirawat dan dibesarkan oleh seorang kakek yang sudah lama meninggal dunia. Walaupun sebentar aku bersamanya aku bahagia, namun setelah kematiannya hidupku menjadi sengsara.

***

Aku mengistirahatkan tubuhku yang lelah setelah bekerja dan juga sakit karena dipukul oleh 3 orang tadi. Sekitar 30 menit aku tertidur, ada orang yang datang ke kediamanku dan membangunkan ku dari tidurku. Kemudian aku langsung membuka pintu rumahku, dan ternyata yang datang adalah orang yang ingin menagih hutang. Aku pun berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, karena aku masih belum memiliki uang untuk membayar hutang.

"Oh Pak Gin, ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Jangan banyak basa-basi, aku kesini untuk menagih hutangmu, cepat bayar!" ucap Pak Gin meninggikan suaranya kepadaku.

"Tapi kan, Pak ..." ucapku namun langsung dipotong oleh Pak Gin.

"Halah! Tidak ada tapi-tapian, cepat bayar!" bentak Pak Gin kepadaku, namun apalah daya, aku tidak bisa membayar karena kedua orang tuaku sudah tiada.

Namun Pak Gin tidak bisa diajak kompromi, walaupun dengan berbagai cara aku membujuk dan terus mencari alasan, tapi tetap saja tidak diberi belas kasihan.

"Jika kau sekarang tidak bayar, Maka rumah ini aku sita!" tegas Pak Gin kepadaku dan aku hanya bisa terdiam membisu.

"Segera angkat kaki dari rumah ini, jangan bawa barang apapun, karena seluruh rumah dan isinya ini juga belum cukup untuk membayar semua hutangmu!" tegas dan jelas Pak Gin tentang banyaknya hutangku.

Aku pun pergi tanpa pembelaan dengan tidak membawa apa-apa sebagai pegangan. Berjalan tanpa tahu arah, walaupun begitu Aku tidak berhenti berjalan. Terus dan terus hingga aku mulai lelah dan ingin beristirahat.

"Jadi dimana Aku harus beristirahat?"

Aku bertanya pada diriku sendiri tentang tempat istirahatku malam ini. Kemudian aku menemukan sebuah kardus yang cukup besar. Setelah diperhatikan baik-baik, kardus ini merupakan kardus dari sebuah TV LCD yang bermerk LG.

Aku menghamparkan kardus itu agar aku bisa tiduran dan istirahat di atasnya.  Ketika tiduran aku merasakan hawa dingin menyelimuti tubuhku, namun aku hanya bisa bersabar dan menahan rasa dingin ini. Sambil melihat langit malam yang sangat indah dengan ribuan bintang membuat perasaanku menjadi tenang dan melupakan semua masalah yang terjadi hari ini. Perlahan aku memejamkan mata, hingga akhirnya aku tertidur lelap.

...~Keesokan harinya~...

Matahari mulai menerpa diriku, namun hawa ini tidak seperti hawa tempatku tidurku, hal itu datang karena alas tidurku ini terasa seperti rumput bukannya kardus. Kemudian perlahan aku membuka mataku untuk memastikan hal itu hanyalah halusinasiku saja, namun setelah membuka mata, aku melihat di sekelilingku, yang jelas sangat berbeda dari tempatku tidurku semalam.

"Dimana aku?" Sebuah pertanyaan muncul dari benakku.

"Kenapa bisa aku disini?" Diriku bertanya-tanya tentang kejadian yang tidak biasa ini, dan tidak bisa dinalar secara akal. Karena rasa penasaran diriku aku bangkit dan segera menyusuri tempat itu untuk mencari tahu dimana aku berada.

Namun, walau sudah menyusuri setiap penjuru tempat itu, tetap saja aku tidak tahu dimana aku berada. Tapi saat aku menyusuri tempat itu, aku merasa ada yang sedang mengikuti. Semakin lama, semakin juga aku yakin bahwa aku sedang diikuti. Kemudian aku menoleh dan ternyata ...

BERSAMBUNG........

Part 2

Flash Back

Dimana aku?" Sebuah pertanyaan muncul dari benakku.

"Kenapa bisa aku disini?" Diriku bertanya-tanya tentang kejadian yang tidak biasa ini, dan tidak bisa dinalar secara akal. Karena rasa penasaran diriku aku bangkit dan segera menyusuri tempat itu untuk mencari tahu dimana aku berada.

Namun, walau sudah menyusuri setiap penjuru tempat itu, tetap saja aku tidak tahu dimana aku berada. Tapi saat aku menyusuri tempat itu, aku merasa ada yang sedang mengikuti.

Flash Back End

"Siapa disana?!" Aku menoleh kebelakang dengan wajah ketakutan. Sosok itu bersembunyi di balik pohon besar. Mendengar suara dariku, perlahan sosok itu menampakkan dirinya.

"Tenang Anak Muda ... aku hanyalah seorang Kakek-kakek," ucap dan jelas sosok itu.

"Fiuh ...." Aku bernapas lega, karena ternyata yang mengikutiku hanyalah seorang kakek-kakek. Kemudian aku bertanya tentang kenapa? kakek itu mengikuti diriku.

"Kakek, kenapa kakek mengikutiku?" tanyaku kepada Sang Kakek.

"Oh, kakek cuma penasaran, soalnya kakek belum pernah melihatmu?" Kakek itu menatapku dengan rasa penasaran. Aku yang terus-menerus ditatap mulai risih dan segera angkat bicara.

"I-iya, Kek aku juga tidak tahu ... sebenarnya ini dimana, Kek?" Jawabku dengan bingung.

"Begitu ya, jadi kamu orang baru, kan?" tanya Kakek itu.

"Ya ... bisa dibilang begitulah," jawabku tidak yakin, namun Kakek itu melihatku dengan mata yang berbinar-binar, batinku bertanya-tanya ada apa ini.

"Ka-kakek."

"Ah iya, maaf maaf ... kalau begitu kamu ikut kakek, ya." Kakek itu mengajakku ikut dengannya, tapi aku tidak langsung setuju, namun bertanya terlebih dahulu.

"Ikut Kakek? Kemana?"

"Ke rumah Kakek, di Desa Mienai, bagaimana mau ikut?"

"Desa Mienai ya. Ternyata orang di sini menggunakan bahasa jepang juga," batinku dan memutuskan untuk ikut dengan Kakek.

Setelah selang beberapa menit kami akhirnya sampai di Desa Mienai. Yang terlihat dimataku adalah sebuah Desa yang dikelilingi oleh dinding kayu yang kokoh dengan tinggi kurang lebih tiga meter. Kemudian kami berdua pun masuk ke dalam Desa, namun Sang Kakek harus meneriaki penjaga gerbang dulu, dan Kakek itu juga menjelaskan tentang diriku. Setelah mendengar penjelasan tentang diriku penjaga gerbang itu kelihatan senang dan segera membuka gerbang.

Ketika gerbang terbuka, Kakek mengajakku berkeliling Desa terlihatlah rumah-rumah yang bergaya Jepang, tapi yang aku herankan di sini tidak ada rumah dari semen, dan bahkan  tidak ada sedikitpun semen di sini. Satu kata yang terlintas di kepalaku yaitu aneh, padahal dari yang aku lihat orang-orang di sini menggunakan pakaian dari bahan kain yang dijahit. Walau kelihatan sederhana, tapi setidaknya mereka masih berpakaian. Benda-benda dari logam juga banyak di sini, yah walaupun tidak ada mobil dan sepeda motor, haha.

Kemudian Kakek itu memberikan pengumuman kepada seluruh warga Desa tentang diriku.

"Perhatian seluruh warga desa! Diharapkan untuk berkumpul ke sumber suara!" teriak Kakek itu dan warga desapun mulai berkumpul.

"Ada apa ini."

"Iya, kenapa? ada apa?"

"Kenapa kita disuruh berkumpul di sini?"

"Apa kau tahu sesuatu."

"Tidak tahu, tanyakan langsung aja ke orangnya."

"Oi! kakek Sasaki, kenapa kami disuruh berkumpul di sini?" tanya seorang warga.

"Tenang-tenang, aku hanya ingin mengumumkan bahwa kita kedatangan orang baru," ucap Kakek Sasaki.

"Apa? Orang baru."

"Orang baru yang diramalkan itu."

"Dimana? Dimana dia?" Warga semakin ricuh setelah mendengar ada orang baru yang datang, dan aku juga tahu bahwa yang dimaksud Kakek Sasaki sebagai orang baru adalah diriku, dan juga dia bilang aku ini orang yang diramalkan, diramalkan untuk apa? Untuk dikorbankan? Dan sejak itu juga aku mulai berkeringat dingin karena rasa kekhawatiran yang besar serta mulai berpikir tentang kronologi paling mengerikan.

"Ini dia orang barunya," ucap Kakek Sasaki dan mengarahkan pandangannya kepadaku.

"Itu dia?"

"Dia kelihatan biasa-biasa saja."

"Apa yang istimewa darinya."

Semua orang merasa tidak yakin dengan yang dikatakan Kakek Sasaki bahwa aku adalah orang yang diramalkan. Yah, aku sendiri juga tidak yakin sih. Lalu ada seorang warga yang angkat bicara.

"Kakek Sasaki, dimana kau bertemu dengannya?" tanya warga yang tadi, dia kelihatan yang paling aktif diantara yang lain, terbukti dari pertanyaan yang terus dilontarkannya kepada Kakek Sasaki.

"Aku menemukannya di tanah lapang atas bukit, kemudian aku mengikutinya, tapi dia sadar aku mengikutinya, hehe," jawab Kakek Sasaki tertawa kecil sambil menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.

"Hmm, kurang menyakinkan ... begini saja deh, jika dia memang orang yang diramalkan, dia pasti bisa membaca tulisan di prasasti itu, jadi bagaimana kalau kita uji dia untuk membaca tulisan di prasasti itu, apa kalian semua setuju?!"

"SETUJU!" ucap semua orang yang ada di situ dan Kakek Sasaki hanya mengangguk setuju.

"Apa yang akan terjadi padaku," batinku.

Aku dibawa ke tempat prasasti itu berada yang bertepatan berada di tengah desa, akupun melihat prasasti itu dan ternyata tulisan yang ada di situ adalah tulisan Kanji dan Hiragana.

"Jadi, bagaimana? apa kau bisa membacanya, Nak?" tanya Kakek Sasaki kepadaku.

"Akan aku coba, Kek," ucapku dan mulai membaca.

...Akan ada seorang pendatang,...

"Pendatang? Maksudnya aku," batinku.

...Dimana kedatangannya akan membuat bencana yang besar datang....

"Apa? Bencana besar?" Tubuhku bergetar hebat karena ketakutan.

...Namun, bencana besar itu dapat dihentikan,...

"Hmm," aku mulai tenang setelah kalimat itu aku baca.

...Dapat dihentikan oleh pendatang itu sendiri....

"Apa!" kagetku, "Aku mana mampu menghentikannya," batinku, kemudian aku menoleh, ternyata masih ada sedikit tulisan dibawahnya, lalu aku membacanya.

...Untuk pendatang, semoga beruntung menghentikan bencana besar, ingatlah akan ada yang selalu mendukung dan membantumu....

Dan selesailah aku membaca tulisan di prasati itu. Tentu saja aku syok mengetahui kebenaran di prasasti itu. Kemudian Kakek Sasaki bertanya apa yang tertulis di prasasti itu.

"Nak, apa kamu sudah membacanya?"

"Su-sudah, Kek," jawabku dengan gagap.

"Apa yang tertulis di situ?"

"Yang tertulis adalah akan datang bencana yang besar."

"Apa? Bencana besar?" kaget semua orang di situ.

"Bencana apa?" tanya seorang warga kepadaku.

"Aku tidak tahu, tapi yang jelas bencana itu dapat dihentikan, dan tertulis di sana yang dapat menghentikannya hanyalah aku, orang yang diramalkan."

Suasana di sini tiba-tiba hening, kemudian orang yang aktif tadi mulai buka mulut.

"Hidup orang yang diramalkan!" Dan direspon oleh seluruh warga.

"HIDUP!"

Aku disanjung-sanjung oleh semua orang yang ada disitu dan membuatku sangat senang. Kesenangan yang tidak pernah terbayang akan bisa kudapatkan. Selama hidupku aku tidak pernah merasa sesenang dan sebahagia ini. Aku bersyukur aku berada di tempat ini, semoga ini akan bertahan untuk selamanya.

BERSAMBUNG..............

HALLO GUYS MASIH INGAT SAMA AKU? MAAF SEBELUMNYA KALAU CERITA INI AKU HAPUS KARENA HARUS MELAKUKAN BEBERAPA PERBAIKAN, JADI KALI INI AKU UPLOAD KEMBALI

Part 3

Setelah mendapatkan kebahagian yang belum pernah aku rasakan, Kakek Sasaki mengajakku untuk ke rumahnya lagi, seperti yang sudah dia lakukan sebelumnya.

"Nak. Ayo, langsung ke rumah Kakek," ajak si Kakek.

Aku menganggukkan kepala pertanda setuju dengan ajakannya. Kakek Sasaki menuntunku ke rumahnya. Berjalan ke arah utara desa sekitar 100 meter dari tempat tadi dan tepat di sebelah kanan. Disitulah rumah Kakek Sasaki berada. Rumah yang sangat megah dengan desain jepang tradisional dan sangat luas. Kakek Sasaki mengucapkan kata 'aku pulang.' Lalu ada seorang gadis lumayan cantik dengan rambut hitam panjang yang diikat ke belakang berlari ke arah kami dan berkata 'selamat pulang, Ayah,' ucap Gadis itu. Ternyata dia adalah anak dari Si Kakek ini. Lalu gadis itu beralih memandangku. Rasa penasaran mungkin menghantuinya dan bertanya-tanya siapa sebenarnya aku?

"Ayah? Ini siapa?" tanya Si Gadis. Kakek Sasaki tersenyum dan segera menjawab dengan semua yang ada di pikirannya.

"Oh ini. Ini adalah orang baru. Ternyata ramalan itu benar adanya." Kembali Kakek Sasaki membicarakan soal ramalan. Apakah aku sangat ditunggu di dunia ini? Tapi kehadiranku hanya akan mendatangkan bencana.

"Orang yang diramalkan? Dia?" Gadis itu mulai memandangkangku lagi, namun sangat dekat. Tubuhku panas dingin disertai gemetar. Bagaimana tidak, dipandangi dengan gadis yang cantik tentunya aku akan gemetar, sebab ini pertama kalinya bagiku.

"A-ada apa?" tanyaku dengan gugup. Lalu gadis itu berhenti memandangku. Dan mulai berbicara,

"Tidak mungkin banget dia orang yang diramalkan," ucap gadis itu. "Bagaimana mungkin orang yang kumuh, bajunya kotor, terus sangat bau ini adalah orang yang diramalkan."

"Eek!" Aku serasa ditusuk beberapa kali. Tapi emang benar, orang seperti diriku ini tidaklah pantas untuk menjadi orang yang ditunggu. Tidak ada sedikitpun yang salah dari ucapan gadis itu.

"Nak, kamu jangan bilang begitu. Sopan sedikit sama orang baru," ucap Kakek, dan gadis itu membalutkan dua tangannya di bawah dada serta wajahnya dipalingkan ke sebelah kiri dengan mata tertutup lalu. 'Huh.' pendek kata yang keluar, jelas sekali Gadis itu sangat membenciku.

"Oh iya, Nak orang baru. Sebelumnya Kakek belum tau siapa nama kamu. Boleh kakek tau siapa namamu, Nak?" Kakek bertanya kepadaku mengenai nama.

"Namaku seharusnya adalah ini, tapi ini atau itu ya? Ya sudahlah aku jawab aja keduanya."

"Namaku adalah Hajime Ensunawari, salam kenal Ka ... kek Sa–saki?" Jawab dan bingungku. Bingung karena aku belum mengetahui dengan jelas nama Kakek ini. Tapi untungnya kakek mengetahui kebingungan dariku dan dengan senang hati memperkenalkan dirinya lagi.

"Nama kakek Mirai Sasaki. Sangat senang bisa berkenalan denganmu, Nak."

Ternyata nama Kakek adalah Sasaki dan marganya adalah Mirai. Namun, pandangan yang tidak menyenangkan terus menghantuiku. Pandangan dari gadis tadi yang sangat tidak senang denganku. Menyadari hal itu Kakek Sasaki menyuruh anaknya untuk berkenalan denganku juga.

"Aku adalah Sasaki Aya, senang berkenalan denganmu Ensuna-kun." Dia mengacungkan tangannya kepadaku, aku pun membalas dan menjabat tangannya. Tangannya sangat lembut dan halus serta sangat putih. Seumur hidupku aku tidak pernah berjabatan dengan cewek begini.

"Jangan lama-lama." Gadis itu langsung melepas jabat tangannya. Yah aku juga hampir terlena tadi. Jadi, menurutku itu merupakan tindakan yang benar.

"Karena kalian berdua sudah saling kenal. Mulai hari ini kalian berdua akan tidur sekamar," ucap Kakek Sasaki dengan mudahnya plus santai.

"Apa!" Kami berdua kaget secara bersamaan. Tentu saja, kami saja baru kenal beberapa menit yang lalu. Dan sudah disuruh tidur berdua. Aya yang paling menentang hal ini.

"Kenapa begitu ayah? Aku tidak mau tidur satu kamar dengan dia. Aku menolak!" Aya sangat marah dan sangat menentang, diriku cuma bisa diam.

"Tapi Aya, rumah ini kamarnya sudah penuh. Satu-satunya pilihannya hanyalah kalian tidur berdua, dan juga kamu pernah bilang begini Aya," jelas Kakek Sasaki.

"Bilang apa?" Aya bertanya-tanya.

Flash back

"Ayah-ayah. Saat aku sudah besar nanti aku ingin menikah dengan orang yang diramalkan. Tidur bersama dia dan mempunyai anak," ucap Aya saat berumur 7 tahun.

"Baiklah, nak." Kakek Sasaki menyetujui.

Flash back End

"Ingat, kan. Ayah cuma ingin membuat mimpi anak ayah jadi kenyataan, apa ayah salah," ucap Kakek Sasaki dengan muka melas.

"Iya sih, tapi itu kan waktu Aya masih kecil. Sekarang Aya sudah besar. Kalau tidur sama cowok itu se-sedikit ...." Aya tertunduk. Diriku bertanya apa kelanjutan kata-katanya? Dan apa dia malu?

"Tidak ada tapi-tapian. Sekarang orang yang sudah kamu impikan sudah ada. Jangan sia-siakan kesempatan ini, Anakku. Hehe." Kakek Sasaki pun masuk ke dalam terlebih dahulu meninggalkan kami berdua. Sangat canggung tidak ada siapapun yang ingin memulai bicara terlebih dahulu. Karena aku adalah cowok disini maka aku harus berani dan mulai bicara.

"E-eto ... Aya-san. Dimana kamar kita? Bisakah kamu menunjukkannya." Tatapannya langsung menuju ke arahku. Namun segera ia redakan, aku pun lega. Aya langsung menuntunku ke kamar. Berada di paling kiri pojokan dari rumah ini. Kamar yang lumayan besar dan juga tenang disertai dengan suara kincir air bambu di kolam sebelah kamar. Sangat-sangat tenang.

"Kalau begitu aku pergi dulu," ucap Aya.

"Kamu mau kemana?" Tanyaku.

"Banyak yang harus aku urus dirumah ini. Nanti aku akan kesini lagi. Dan jika kamu ingin mandi, pemandian air panas ada disini. Tinggal jalan lurus dari sini ke arah belakang. Masalah pakaian akan aku siapkan sekarang, jadi kamu tinggal pakai kalau udah selesai mandi," jelas Aya. Gadis yang sangat anggun. Aku terpana melihatnya. Lalu aku mengangguk kepadanya, dan ia pun pergi.

"Nampaknya, aku memang harus mandi. Badanku sangat bau, maklum gak pernah mandi saat di dunia sana. Habis mulung lagi," batinku

Aku berjalan lurus untuk ke pemandian air panas seperti yang dibilang Aya. Sekitar 2 menit aku sudah sampai di pemandian, dan segera mengistirahatkan diriku. Airnya sangat pas dan membuat badanku jadi segar kembali. Sangat lama aku di pemandian sampai sampai aku tertidur. Dan tidak terasa haripun sudah sore dan menjelang malam.

"Ensuna-kun ... Ensuna-kun!" Seseorang membangunkanku. Aku membuka mata dan ternyata dia adalah Aya. "Cepat keluar dari pemandian. Sekarang giliranku buat mandi," ucap Aya.

"Eh iya," jawabku dan langsung keluar dari pemandian. Mengambil baju yang sudah disiapkan Aya. "Kimono?" Ternyata baju yang disiapkan Aya adalah Kimono. Langsung aku kenakan dan segera menuju ke kamar. Aku merebahkan diriku di futon yang sudah disiapkan.

"Disini sangat nyaman. Aku bersyukur bisa berada di dunia ini," batinku. Sangat lama aku rebahan di kasur. Hingga,

KRIEET!

Suara pintu digeser. Ternyata Aya sudah selesai mandi. Dan juga dia membawa makanan ditangannya dan memberikannya kepadaku.

"Makanlah." Dia menyuruhku makan. Aku pun makan, dan makanan ini sangat enak. Aku akhirnya bisa makan enak seperti di restoran. Sekitar 10 menit aku makan. Dan Aya cuma duduk diam dan tidak bicara apa-apa.

"A–aya-san, boleh aku tanya sesuatu?" Pintaku dan Aya pun mengangguk. "Sekarang berapa umurmu?"

"Unurku 17 tahun, kalau Ensuna-kun?" Ia menanyaiku balik. Aku pun dengan senang hati nenjawab.

"Aku 20 tahun," jawabku.

Seketika itu raut wajah Aya berubah. Dari dingin menjadi riang dan tertawa terbahak-bahak.

"Fuf-fuhahaha! Ternyata Ensuna-kun sudah tua, haha." Aya menertawaiku. Aku senang dia bisa tertawa saat bersamaku. Dan dia juga tersenyum, sangat indah itulah kata yang pas untuknya.

BERSAMBUNG............

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!