Happy Reading 🌹🌹
"Haiss, kenapa followersku hanya bertambah sedikit." Gerutu seorang wanita dengan bibir mengerucut.
Dengan bertopang dagu, wanita itu tampak berfikir. Terlihat dari kedua matanya yang terus bergerak dengan kening yang berkerut dalam hingga sebuah iklan televisi membuat dia mendapatkan sebuah ide.
Asisten yang tengah mengepak pakaian sang selebgram hanya menggelengkan kepalanya pelan, dia sudah tahu pasti akan ada kehebohan setelah ini. Benar saja, dia mendapatkan perintah untuk memberi sesuatu di supermarket terdekat.
"Yona, tolong belikan aku yogurt seperti di iklan itu." Tunjuk Stevani pada layar televisi.
"Mau rasa apa?" Tanya Yona asisten Stevani.
"Apa saja." Kata Stevani dengan tersenyum lebar.
Yona beranjak pergi dari dalam kamar, memastikan jika asistennya telah pergi dengan cepat Stevani melakukan siaran live secara langsung. Banyak yang berkunjung di siaran live streaming Stevani, dengan mata bulat seperti boneka, wajah tak terlalu lonjong, hidung mancung, kulit putih, dan tinggi semampai.
Membuat Stevani banyak di elu-elukan oleh kaum adam dan kaum hawa, menjadi trend senter di negaranya. Dengan memasang senyum ramahnya, Stevani mulai menyapa para penggemar.
"Anyong, yorobun! Bagaimana kabar kalian hari ini, hah ... aku memiliki banyak jadwal pemotretan untuk beberapa bulan ke depan, aku akan jarang menyapa kalian di media sosial. Aku ingin membagikan sesuatu kepada kalian, kalian pasti tahu siapa ayahku bukan? Kalian penasaran tidak saat konglomerat memakan yogurt." Ucap Stevani panjang lebar dengan wajah yang ramah.
Kolom komentar di banjiri oleh penggemar yang penasaran dengan pertunjukan yang akan di bagikan oleh sang idola, tapi tidak sedikit pula yang memuji kecantikan Stevani.
Nona Stevani sangat cantik!
Daebak! Apakah kamu manusia?
Aku penasaran, apakah ayahmu menjilat tutup yougurt saat pertama kali membukanya.
Apakah kalian memakan dengan sendok emas 24 karat.
Stevani gelar fanmeeting, aku akan mengantri paling awal untukmu!
Stevani tersenyum dengan anggun membaca setiap komentar yang dia dapatkan, "Aku juga penasaran bagaimana ayahku saat memakan yougurt. Baiklah aku akan turun, karena hari ini ayahku libur bekerja aku akan menyimpan ponsel ini di tempat tersembunyi." Kata Stevani yang berjalan menuruni tangga.
Tampak, Stevani tengah mencari keberadaan sang ayah. Melihat suasana mansion sepi segera Stevani menaruh ponselnya di bawah vas bunga belakang meja makan. Bertepatan dengan itu, Yona baru saja datang dengan membawa satu kantung kresek berisi yogurt dan snack lainnya.
"Ini pesananmu." Ucap Yona.
"Ayahku ke mana?" Tanya Stevani berbisik.
"Tuan Kristoff? Tadi aku lihat memberi makan burung di samping." Jawab Yona jujur.
"Baiklah, terima kasih." Stevani tersenyum menampilkan deretan giginya dan menepuk pundak Yona pelan.
Dengan wajah bingung, Yona memandang Stevani yang menghampiri Tuan Kristoff. "Apa lagi yang dia rencanakan." Ucapnya pelan.
"Ayah! Ayo ikut aku sebentar." Seru stevani.
Mendengar teriakan Stevani membuat Tuan Kristoff terjingkat kaget, "Jangan berteriak, Stev!" Tegasnya.
Stevani yang selalu mengacuhkan ucapan ayahnya hanya menganggapnya angin lalu, segera Stevani menarik lengan Tuan Kristoff untuk masuk ke dalam mansion, lebih tepatnya di meja makan.
"Yougurt?" Ucap Tuan Kristoff melihat satu kotak yougurt di atas meja.
"Iya, ayah coba rasakan. Ini yougurt keluaran terbaru," jawab Stevani dengan menarikkan kursi makan untuk ayahnya duduki.
Tuan Kristoff masih duduk dengan tenang, sedangkan Stevani sudah bertopang dagu lagi. Namun, pandangannya tidak lepas dari sang ayah. Perlahan Tuan Kristoff membuka penutup yougurt yang terbuat dari kertas, kedua mata Stevani membulat sempurna dengan menegakkan tubuhnya perlahan.
Seakan para penonton live juga tengah ikut merasakan ketegangan seperti yang di rasakan Stevani, idola mereka. Saat kertas itu di dekatkan di depan bibir Tuan Kristoff, sontak membuat penonton menahan nafasnya. Hingga gerakan lidah tak bertulang menyapu penutup bagian dalam yogurt.
"Yes!" Teriak Stevani dengan kencang sambil berdiri.
Membuat Tuan Kristoff kaget dan menatap anak pertamanya bingung, Stevani segera berjalan ke arah vas bunga untuk mengambil kameranya, "Kalian sudah lihat teman-teman, jika orang konglomerat juga menjilat penutup yogurt sebelum memakannya."
Mendengar ucapan Stevani sontak saja membuat kedua mata Tuan Kristoff membulat sempurna, tanpa rasa berdoosa dan bersalah. Stevani menampakkan sang ayah di siaran livenya.
"Ayah, sapa para penggemarku. Mereka penasaran bagaimana orang kaya saat memakan yougurt yang di berli dari swalayan." Kata Stevani dengan memandang sang ayah.
Meskipun sangat marah dan kesal, sebaik mungkin Tuan Kristoff menyapa penggemar sang putri dengan baik, "Hallo semuanya!"
Stevani yang merasakan hawa angker segera menyudahi siaran livenya, "Baiklah yorobun! Kalian sudah tidak penasarankan, sampai jumpa di lain waktu. Anyong!" Stevani menutup siaran livenya.
"Duduk." Ucap Tuan Kristoff.
Stevani menurut ucapan sang ayah dengan menundukkan kepalanya, tapi Stevani tengah berfikir agar kabur dari situasi ini.
"Stevani Kristoff, apa yang kamu lakukan baru saja sangat memalukan!" Seru Tuan kristoff dengan menggebrak kaca meja.
"Ayah tenang, jika yugurt ini laris aku akan menjadi Brand Ambasador mereka. Benarkan, itu sangat menguntungkan." Jawab Stevani cepat untuk mencegah kemarahan sang ayah.
"Kemarikan ponselmu!" Pinta Tuan Kristoff dengan wajah garang.
Stevani langsung berdiri dengan wajah kaget, "Oh, Mama! Selamat siang ayah!" secepat kilat dia berlari meninggalkan ruang makan menuju kembali ke kamarnya.
Tuan Kristoff yang masih ingin memarahinya hanya bisa mende*sah kasar, Nyonya Kristoff yang melihat suami dan putrinya bertengkar hanya memasang wajah malas. Setiap saat ada saja ulah keduanya, "Di mana Stevan, Yah?" Tanya sang istri.
"Mana aku tahu." Jawab Tuan Kristoff yang melanjutkan makan yogurtnya.
Stevani Kristoff yang biasa di panggil Stevani adalah anak salah satu konglomerat di negara yang terkenal dengan sebutan negara gingseng. Wanita yang kini berusia dua puluh lima tahun adalah seorang selebgram sejak dirinya duduk di bangku SMA.
Dia enggan meneruskan perusahaan sang ayah karena memiliki saudara kembar laki-laki yang dapat menggantikan orang tuanya. Stevani lebih suka berinteraksi dengan orang luar. Dari bangku SMP dia sering membagikan kegiatan olahraga seperti taekondow, menembak, berkuda, memanah, balap motor, dan masih banyak lagi.
Seiring berjalannya waktu, Stevani terkenal dan mengikuti tuntutan dari para penggemar yang lebih suka melihat dia mengenakan pakaian feminim dan sejak saat itu banyak brand mulai berdatangan untuk menggaetnya menjadi brand ambasador untuk produk dagangan maupun jasa. Namun, tidak melunturkan sikap bar-bar Stevani yang sudah mengakar dalam dirinya.
"Apakah sudah selesai?" Tanya Stevani kepada Yona yang baru saja masuk ke dalam kamar.
"Sudah, kita berangkat sekarang. Dua jam lagi penerbangan pesawatnya." Jawab Yona dengan menyeret dua koper dan di serahkan kepada Stevani satu.
"Let's go! time is party!" Seru Stevani dengan riang.
Happy Reading 🌹🌹
Di negara Eropa tengah memasuki musim gugur, biasa terjadi di bulan November-Desember. Suhu udara di negara tersebut cenderung hangat menuju dingin, sehingga membuat beberapa orang sudah mengenakan mantel.
Musim gugur identik dengan cuaca cerah langit biru dengan gumpalan awan putih yang menghiasi langit.
Pepohonan yang berada di sepanjang jalan mengugurkan daun-daunnya setiap detik. Dedaunan yang berwarna hijau berubah menjadi merah, orange, dan kuning.
Gradasi warna daun yang di hasilkan pada setiap pohon berbeda-beda, menambah kecantikan musim gugur di negara Eropa menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
Matahari keemasan menerpa salah satu gedung pencakar langit, membuat gedung yang di dominasi dengan kaca memantulkan cahaya dari kejauhan berkilauan bak permata.
Para pegawai yang mulai berdatangan, tampak ada yang terburu-buru masuk ke perusahaan, berjalan santai dengan membawa segelas kopi, ataupun mengobrol sejenak sebelum bertempur dengan pekerjaan.
Derap sepatu terdengar melangkah dengan cepat, para karyawan yang berpapasan dengan dua petinggi perusahaan hanya mampu memandang dari kejauhan.
"Bagaimana jadwal hari ini?" Tanya Bara yang kini tengah berdiri di depan pintu lift.
"Hari ini tidak ada jadwal apapun, besok kita harus menghadiri rapat di Granada, Tuan." Jawab Jundi dengan mengecek jadwal atasannya.
Bara menoleh ke arah Jundi sebentar sebelum melangkah masuk ke dalam lift yang sudah terbuka, "Granada? Cukup jauh dari perusahaan." Kata Bara pelan.
"Benar, Tuan. Klien kita kali ini dari negara Arab dan Dubai mereka ingin mengunjungi Istana Alhambra yang berada di kota Granada." Ucap Jundi menjelaskan kepada Bara.
Bara mengangguk paham, pantas jika klien yang dari negara timur menginginkan pertemuan di sana. Setidaknya Bara tahu sedikit tentang agama Islam, karena asal sang ibu dari negara Indonesia yang di dominasi pemeluk agama Islam.
Alhambra adalah nama sebuah kompleks istana sekaligus benteng yang megah dari kekhalifahan bani ummayyah di Granada, Spanyol bagian selatan (dikenal dengan sebutan Al-Andalus ketika benteng ini didirikan), yang mencakup wilayah perbukitan di batas kota Granada. Istana ini dibangun sebagai tempat tinggal khalifah beserta para pembesarnya.
"Baiklah kita selesaikan pekerjaa hari ini, tidak ada salahnya juga libur beberapa hari di sana." Kata Bara kepada Jundi.
Jundi hanya menghela nafas panjang, "libur rasa kerja." Gerutunya yang hanya berani dia ucapkan di dalam hati.
"Jangan menggerutu." Ucap Bara yang menatap Jundi dari pantula dinding lift.
Jundi kaget karena seperti ketahuan berkencan dengan wanita lain, "Mana saya berani, Tuan." Jawab Jundi cepat dengan menghilangkan rasa gugupnya.
"Bagus! Ayo kembali bekerja." Bara segera berjalan keluar dari lift menuju ruangan kerjanya.
Begitu juga Jundi yang masuk ke dalam ruangannya sendiri, keduanya harus menyelesaikan pekerjaan sebelum pergi ke Granada.
Meskipun masih satu benua, tetapi letak kota Granada cukup jauh karena Bara tinggal di Eropa lebih tepatnya Jerman.
Jundi segera memesan tiket pesawat untuk pergi ke Granada, jika melalui jalur udara dari ibu kota (Berlin) hanya memerlukan waktu kurang lebih lima jam dengan sekali transit.
Bara menenggelamkan dirinya dengan tumpukan dokumen dan pemberkasan penting, meski tidak bisa selesai dalam satu hari. Pekerjaan yang membutuhkan tanda tangannya harus selesai hari ini juga.
Dia tidak ingin, saat menemui klien penting harus wara-wiri dengan menempuh perjalanan yang cukup jauh. Dengan tenang, Bara nampak mencoret beberapa berkas dan juga mengetikkan sesuatu di komputer yang ada di hadapannya.
Di tengah keseriusan Bara ponselnya berdering. Dia enggan menjawab tapi ponsel terus berbunyi hingga merusak konsentrasinya, dengan wajah kesal dia melihat siapa yang menelfon.
Seulas senyum tipis tercetak di bibirnya, dengan menggeser ikon berwarna hijau ke atas sambungan telfon terhubung.
"Hey! Apa perlu aku menghubungimu dengan nomor istriku agar kamu angkat." Cecar seorang pria di sebrang telfon.
Bara yang awalnya senang menjadi layu, "Aku sedang sibuk, apa kamu pikir aku pengangguran sepertimu." Jawab Bara tidak sepenuhnya berbohong.
"Syal ... Aku hanya menjaga istri dan putraku. Aku hanya ingin memastikan, apa benar perusahaan Kakekmu akan di jual. Kenapa tidak kamu serahkan kepada orang kepercayaanmu saja di sini." Tanya Kenan dengan cepat.
Bara menyandarkan punggungnya dk kursi kerja, "Benar, aku sudah membicarakannya dengan Kakek. Bagaimana pun Kakek harus ikut denganku, kamu tahu sendiri kesehatan Kakekku menurun." Jawab Bara dengan wajah sendu.
"Aku akusisi saja perusahaan Kakekmu tidak perlu di jual. Jadi kalian tetap memiliki saham di perusahaan meskipun tidak lebih dari 30%." Ucap Kenan mengatakan tujuannya.
"Deal, kalian saja yang mengurusnya. Aku harus kembali bekerja karena benar-benar sibuk, salam untuk Alice dan anakmu." Jawab Bara yang langsung menyetujui pengajuan Kenan.
"Tidak akan aku sampaikan, kamu menikahlah maka aku akan percaya jika kamu sudah move on dari istri cantikku." Ucap Kenan dengan terkekeh pelan di sebrang telfon.
"Aku akan menunggu jandanya Alice." Kata Bara yang langsung menutup sambungan telfonnya.
Tawanya pecah karena Kenan kembali menghubungi dirinya, tapi Bara enggan untuk mengangkat. Dirinya cukup tau jika pria bucin itu sedang kebakaran jenggot saat ini.
Jundi yang akan masuk ke dalam ruangan Bara hanya diam terpaku, sepertinya sudah cukup lama tidak melihat pria yang dia ikuti tertawa lepas seperti itu.
"Semoga kamu mendapatkan kebahagiaanmu sendiri, Bar." Doa Jundi dalam hati.
Jundi teringat kisah cinta mengenaskan atasannya, meski tidak begitu mengenaskan sejujurnya. Karena Bara tahu status wanita yang dia cintai tapi masih nekat mendekatinya.
"Hey! Kenapa hanya diam saja di sana." Seru Bara yang membuat Jundi kaget.
"Ck, aku hanya merinding saja melihatmu tertawa sendiri." Jawab Jundi berdecak kesal.
"Kamu pikir aku gila." Omel Bara dengan menerima dokumen yang Jundi sodorkan.
"Kalau tidak gila lalu apa, jelas di ruangan ini hanya ada kamu saja." Kata Jundi dengan mimik wajah yang di buat-buat.
"Kenan baru saja menelfon, dia akan mengakusisi perusahaan Kakek." Jelas Bara dengan membubuhkan tanda tangan di atas kertas.
"Itu lebih baik sih, daripada kamu menjualnya dan akan hancur lebih baik biarkan Kenan ataupun paman Kalevi yang mengelolanya." Kata Jundi setuju.
"Benar, apakah kamu sudah memesan tiket pesawat untuk besok?" Tanya Bara yang menyusun dokumen untuk di bawa Jundi.
"Sudah, besok kita akan berangkat pagi hari karena sebelum pukul satu siang sudah harus berada di sana." Jawab Jundi menjelaskan.
"Baiklah, selesaikan cepat agar kita bisa pulang awal. Berkas yang akan di bawa untuk besok jangan lupa di cek kembali, jangan sampai kamu sibuk sendiri saat aku mengajakmu liburan." Kata Bara dengan wajah serius.
Jundi hanya memutar bolanya malas, "Liburan ya liburan saja, bukan liburan berkedok rapat." Akhirnya unek-unek dalam hati tersampaikan juga.
Happy Reading 🌹🌹
Menempuh perjalanan panjang, dari Korea ke Granada kurang lebih empat belas jam perjalanan jalur udara. Pesawat telah mendarat dengan selamat di Bandar Udara Federico García Lorca Granad juga dikenal sebagai Bandar Udara Internasional Granada.
"Aaaaa! Melelahkan." Stevani meregangkan tubuhnya setelah keluar dari dalam pesawat.
Sama dengan Stevani, Yona juga meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Meskipun keduanya berada di kelas satu tetapi tasanya tetap setiap sendi terasa pegal.
"Hah! Lain kali kita harus menolak pekerjaan yang jauh seperti ini Stev." Ucap Yona berjalan beriringan dengan temannya.
"Hemm, tapi tidak masalah sih. Kita bisa liburan gratis dan mendapatkan uang." Jawab Stevani dengan merangkul pundak Yona.
"Kamu ini kaya raya tapi menyusahkan diri sendiri, masukkan saja aku ke kantor ayahmu agar dapat bekerja dengan tenang. Duduk di kursi empuk dan ruangan ber AC." Kata Yona membayangkan dirinya menjadi karyawan di perusahaan Kristoff.
"Yon, kamu tahu." Kata Stevani dengan nada serius.
"Apa?" Ucap Yona menoleh ke arah Stevani sebentar.
"Kamu sudah di takdirkan bersamaku, jadi secara tidak langsung kamu sudah bekerja dengan perusahaan Kristoff." Kata Stevani dengan di akhiri tawanya.
Yona hanya memutar bola matanya malas, selalu saja berakir sama.
"Seharusnya kamu senang karena ...."
"Karena bersahabat dengan anak pemilik perusahaan." Kata Yona membuat ucapan Stevani terjeda.
Hening sesaat hingga tawa kedua nya terdengar, keduanya berjalan menuju tempat pengambilan koper. Meskipun Yona bekerja sebagai asistennya, Stevani tidak langsung lepas tangan mengenai pekerjaannya.
Grep!
Kedua tangan saling menyentuh satu koper yang sama, "Maaf Nona, ini koper saya." Ucap seorang pria dengan suara bassnya.
Yona yang merasa tangan kekar berada di atas tangannya seketika menoleh, nampak pria mengenakan pakaian rapi tengah menatapnya.
"Tapi...."
Hingga suara bariton membuat Yona tidak bisa melanjutkan ucapannya karena pria itu sudah lebih dulu mengangkat koper yang Yona yakini adalah miliknya.
"Jun! Cepatlah." Seru pria dengan cukup jauh dari keduanya.
Yona menatap punggung kedua pria dengan balutan jas hitam, rambut tertata rapi, pundak bidang.
Kesadaran Yona kembali saat pundaknya di tepuk cukup keras oleh Stevani, "Apa yang kamu lihat?" Tanya Stevani mencari sesuatu yang mungkin menarik untuknya.
"Ah, tidak. Tadi hanya salah ambil koper." Jawab Yona dengan tersenyum kaku.
Stevani dan Yona berjalan dengan menyeret koper masing-masing menuju ke luar bandara, Yona sibuk dengan ponselnya karena harus memastikan mobil jemputannya sudah berada di depan.
Begitu juga Stevani yang sibuk mengambil beberapa foto untuk mengabadikan moment di Bandara Granada.
Bandara yang di dominasi warna putih dengan tulisan besar yang menggantung di tembok, jendela-jendela yang estetic bagi para turis yang datang, juga deretan mobil taxi berwarna putih yang sudah terparkir rapi menunggu penumpang.
Yona lantas menarik pergelangan tangan Stevani yang masih asik mengabadikan momen di ponsel miliknya, "Eh tunggu! Koperku."
Stevani berlari ke arah koper yang tertinggal dan kembali berlari menyusul Yona yang sudah berada di depan mobil jemputannya. Keduanya telah masuk ke dalam mobil jemputan dari hotel yang mereka pesan, mobil mulai bergerak meninggalkan area bandara setelah sang sopir memasukkan koper ke dalam bagasi mobil.
Stevani dan Yona tampak takjub dengan pemandangan Kota Granada, tidak henti-hentinya mereka berdecak kagum, dan mengabadikan banyak moment yang ada di sana. Tampak rumah warga dan toko-toko yang mereka lalui, suasana di Granada sedikit berbeda dengan benua Eropa lainnya. Di sini cukup kental dengan peninggalan agama Islam.
Bangunan di dominasi cat putih dan batu merah, tidak lupa beberapa piring kramik yang di pajang di beberapa tembok rumah, lampu gantung, dan juga tanaman rambat yang menempel pada tembok batu bata. Mayoritas penduduk Granada adalah pemeluk agama Kristen dan Khatolik, tetapi penduduk di sana sangat toleran terhadap agama Islam karena tidak memiliki statement fobia buruk terhadap Islam sebagaimana terjadi di negara-negara Eropa lainnya.
Granada, kota indah ini terletak di Negara Spanyol bagian selatan. Lebih tepatnya, di kaki Gunung Sierra Nevada dan memiliki ketinggian 738 meter dari permukaan laut. Sehingga, para penduduk membangun rumah mereka sesuai dengan struktur tanah. Ratusan anak tangga menjadi pijakan bagi mereka untuk beraktifitas menuju rumah mereka. Sungguh sangat cantik.
Menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit dari bandara Granada menuju Hotel Gran Hotel Luna de Granada, hotel bintang empat ini memiliki tiga gedung utama. Gran Hotel Luna de Granada menawarkan kolam renang dalam ruangan berpemanas dan kolam renang luar ruangan musiman. Tersedia Wi-Fi gratis di semua area. Kamar-kamarnya yang luas memiliki AC, minibar, dan TV satelit dengan saluran Canal Plus Fútbol.
Kamar mandi pribadinya menyediakan bathtub dan shower. Suite-suitenya juga memiliki area tempat duduk dengan tempat tidur sofa. Spa di Gran Hotel Luna de Granada mencakup hot tub, bathtub Turki, sauna, dan layanan pijat, tersedia dengan biaya tambahan. Ada juga kolam renang dalam ruangan, lapangan paddle tennis, dan gym gratis.
Istana Alhambra terletak 3 km dari hotel. Stasiun Kereta Api Granada dan universitas kota terletak 1 km dari hotel. Tempat parkir tersedia di akomodasi dengan biaya tambahan dan hotel ini memiliki akses langsung ke Jalan Lingkar A44 di Granada.
Stevani dan Yona keluar dari dalam mobil jemputan sedangkan sopir mengeluarkan koper mereka, "Terima kasih," kata Yona dan Stevani bersamaan.
Keduanya lantas masuk ke dalam hotel, pemandangan di dalam hotel seperti kebanyakan hotel bintang empat pada umumnya. Dengan lobi yang luas dan megah, Stevani berjalan menuju resepsionis untuk meminta kunci kamar yang sebelumnya sudah Yona pesan.
Pandangan kedua gadis itu terkunci pada dua sosok pria berbalut jas hitam, dengan tenang keduanya mengantri di bagian resepsionis hotel. Yona mengenal salah satu pria yang ada di depannya "Bukankah dia pria di bandara tadi." Gumamnya dalam hati.
"Jika kali ini salah lagi, akan aku tendang kau sampai planet Pluto." Omel Bara dengan wajah masam.
"Pluto bukan lagi planet, lagipula kenapa kamu juga tidur tidak menemaniku mencari di mana letak hotelnya." Jawab Jundi tidak ingin mengalah.
"Hey! Di sini aku bosnya." Bara bertambah kesal karena Jundi menyalahkan dirinya.
"Di luar perusahaan kamu bukan bosku, lihat. Kita sampai terlambat menghadiri rapat, beruntung klien kita berbaik hati mengundurnya besok pagi karena mereka hanya tinggal satu hari lagi berada di sini." Oceh Jundi yang tidak terima Bara memarahinya.
Pegawai resepsionis yang melihat tamu hotelnya bertengkar menjadi bingung, karena saat akan menyela baik tangan Jundi maupun Bara bergerak menandakan jika tidak ingin di ajak mengobrol. Hingga Stevani merasa jengah karena kedua pria yang berada di depannya bertengkar seperti anak kecil.
Dengan kasar Stevani mendorong kedua bahu Bara dan Jundi sehingga Stevani berada di tengah-tengah kedua pria yang masih ingin melanjutkan adu mulut mereka.
"Selamat datang, Nona. Ada yang bisa kami bantu?" Tanya sang resepsionis ramah.
"Pesanan atas nama Stevani Kristoff." Ucap Yona dengan menunjukkan bukti transaksi.
"Tunggu sebentar." Jawab sang resepsionis yang mengecek pesanan kamar hotel secara online.
"Ini kunci anda, dengan nomor kamar B-123." Resepsionis menyerahkan kartu berwarna hitam dengan nama hotel berwarna emas.
"Terima kasih." Jawabnya serempak.
"Selamat beristirahat."
Stevani memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Bara, menatap jengah pria tampan yang tampak kesal karena ulahnya. Dengan sengaja Stevani berjalan melalui Bara menyenggolkan pundaknya dengan pundak Bara.
"Wah...." Bara tersenyum tidak percaya karena baru kali ini menemui wanita kasar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!