Hallo Assalumalaikum🙏🏻Sebelumnya Author mau bilang makasih buat kalian yang selalu baca karya aku ya🙏🏻Di Novel ini, menceritakan kisah Cinta Ardi, Mentari dan Tina. So, pantengin terus ya😘Dan Jangan lupa, Tekan Fav dan Vote nya oke🤗Jangan lupa Guys, tinggalkan JEJAK kalian ya🙏🏻
Ini kelanjutan Novel PENGHIANTAN SUAMIKU.
Happy Reading....
Di sebuah rumah yang kecil, tepatnya di pemukiman yang lumayan kumuh. Seorang gadis, tengah memuntahkan semua isi di dalam perutnya. Sedari pagi dia merasakan pusing di kepalanya, dan terus saja muntah-muntah, tetapi tidak ada yang keluar selain cairan kuning. Hingga tenggorokannya pun terasa begitu pahit.
Dengan tangan bergetar, gadis itu mengambil sebuah alat kecil tapi panjang, dan saat dia melihat hasilnya, kedua matanya terbelalak kaget dengan mulut menganga. Lalu satu tangannya menutup mulut dengan tatapan tidak percaya, kemudian tubuhnya merosot di balik pintu kamar mandi.
''Ya Allah, apakah aku hamil? Tapi aku baru melakukannya dengan kak Ardi, satu kali. Bagaimana ini?'' Wanita itu terlihat begitu bingung, atas kenyataan yang baru saja dia terima.
Wanita itu adalah Mentari. Seorang wanita cantik berusia dua puluh satu tahun, dengan tubuh mungil dan paras yang begitu imut, membuat siapa saja pasti akan terpana. Walaupun Mentari berasal dari kalangan bawah dan tinggal di tempat yang tidak layak, tetapi dia mempunyai kulit yang bersih.
Dengan langkah gontai, Mentari keluar dari kamar mandi, lalu menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Sejujurnya tubuh Mentari terasa begitu lemas, karena sedari pagi tidak ada asupan makanan selain air putih yang masuk ke dalam tubuhnya. Itu pun Mentari memuntahkannya kembali, sebab dia merasa begitu mual.
'Aku harus bertemu dengan kak Ardi. Aku harus memberitahukan tentang kehamilan ini,' batin Mentari dengan tekad yang kuat, jika dia akan memberitahukan tentang kehamilannya kepada Ardi. Karena Mentari yakin, jika itu adalah hasil dari kejadian di malam itu bersama dengan Ardi, dan dia sangat yakin, jika itu adalah benih milik Ardi.
Mentari berjalan dengan lemas, tetapi dia harus tetap bertemu dengan pria itu. Karena walau bagaimanapun, Ardi harus bertanggung jawab tentang anak yang ada di dalam kandungan Mentari saat ini. Mentari juga sudah menelpon Bu Raya, jika dia hari ini libur untuk bekerja, dengan alasan tidak enak badan. Padahal Mentari ingin menemui Ardi di kantornya.
Bau angkot yang Mentari naiki, membuat gadis itu menutup hidungnya dengan syal yang dia pakai, tetapi Mentari tidak mungkin muntah di dalam angkot, karena itu bisa membuat penumpang kabur. Jadi, Mentari pun menahan nya sampai tibalah angkot di depan kantor milik Ardi. Lalu dia pun bertanya kepada satpam yang sedang berjaga di sana.
''Permisi Pak. Apakah, pak Ardi hari ini masuk ke kantor?'' tanya Mentari pada bapak-bapak yang berusia 50 tahun yang berada dihadapannya.
''Pak Ardi, hari ini tidak masuk Nona. Sebab di rumahnya sedang ada acara. Memangnya ada apa, Nona?'' tanya satpam tersebut kepada Mentari.
''Tidak apa-apa, Pak. Tadinya saya ingin bertemu dengan pak Ardi, tapi jika beliau tidak ada di tempat, saya permisi dulu, Pak.'' Mentari pun melangkah pergi meninggalkan kantor Ardi, sebab orang yang dia cari tidak ada di tempat, dan Mentari menghentikan sebuah ojek untuk menuju ke kediaman Anjasmara.
30 menit motor pun sampai dan ter-parkir di halaman rumah megah itu, dan di sana juga sudah ada beberapa mobil yang ter-parkir, seperti sedang ada acara yang penting. Setelah membayar ojek, Mentari pun turun dan masuk ke dalam kediaman Anjasmara. Karena kebetulan satpam di sana juga sudah kenal dengan Mentari, dan beberapa kali Mentari diajak ke kediaman Anjasmara oleh Ardi atas permintaan sang Mama.
''Maaf Mbak, ini ada acara apa ya? Kok sepertinya, ramai sekali?'' tanya Mentari pada salah satu pelayan yang sedang menyapu di halaman kediaman Anjasmara.
''Oh, itu Nona, di dalam sedang ada acara lamaran,'' jawab pelayan itu sambil melanjutkan pekerjaannya kembali.
''Lamaran? Lamaran siapa, Mbak?'' tanya Mentari dengan penasaran. Entah kenapa perasaannya merasa tidak enak, karena di dalam rumah itu hanya ada dua Putra dari keluarga Anjasmara, yaitu Bagas dan juga Ardi. Sedangkan Bagas sudah menikah, dan Ardi belum.
Saat pelayan itu akan menjawab pertanyaan Mentari tiba-tiba saja, salah satu temannya memanggil pelayan itu untuk menyiapkan minuman. ''Maaf ya, Nona. Saya permisi dulu,'' ucap pelayan itu sambil mengundurkan diri dari hadapan Mentari.
Dengan perasaan berdebar, takut dan cemas. Mentari melangkah masuk ke dalam rumah mewah itu. Entah kenapa, di pikirannya saat ini hanyalah Ardi, karena dia takut apa yang dipikirkan menjadi kenyataan.
'Ya Allah, semoga saja memang ini bukan lamarannya kak Ardi, tetapi jika itu benar, bagaimana dengan nasib kehamilan ku, Ya Allah?' batin Mentari dengan bingung. Bahkan, raut wajahnya terlihat begitu khawatir dan juga penuh kecemasan.
Perlahan kakinya mulai masuk ke dalam rumah, dan di sana terlihat begitu ramai oleh pelayan yang sedang sibuk mengantar makanan dan juga minuman. Saat langkah Mentari dekat dengan ruang tamu. Tiba-tiba saja, dia mendengar seseorang yang tengah berbicara, dan itu membuat seketika tubuh Mentari terasa tidak bertulang.
''Pokoknya pernikahan kalian, harus secepatnya dilaksanakan ya! Dan Mama mau, semua kolega bisnis kita datang, dan kamu Ardi, lusa kamu harus fitting baju pengantin bersama dengan Tina. Karena 'kan, pernikahan kalian satu bulan lagi, dan harus dilaksanakan dengan cepat,'' ucap Mama Ranti dengan nada yang begitu bahagia, ke arah Ardi dan juga Tina.
Dunia Mentari seakan runtuh, hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. Dia memegangi perutnya yang masih rata. Air mata, yang sejak tadi Mentari tahan, seketika lolos mengalir dengan deras di kedua pipinya. Rasa sesak kian mendera di hati Mentari, saat ia mendengar penuturan dan kalimat yang terucap dari bibir Mama Ranti.
Ketakutan yang sejak tadi Mentari pikirkan pun, ternyata menjadi sebuah kenyataan yang begitu pahit. Dia tidak menyangka, jika apa yang dipikirkannya bener-bener terjadi. Acara itu, adalah acara lamaran Ardi untuk Tina. Tubuhnya merosot dibalik dinding, yang menjadi skat antara ruang tamu dan juga ruang utama.
'Ya Allah, kak Ardi akan menikah dengan Mbak Tina? Lalu, bagaimana dengan kehamilan ku, ya Allah? Apakah aku tega, menghancurkan kebahagiaan mereka di saat seperti ini? Apakah aku tega, melihat bagaimana wajah sedih Tante Ranti, ketika aku mengatakan, jika aku tengah mengandung anaknya kak Ardi?' Mentari sedang berdebat dengan batinnya, dengan pikirannya. Dia benar-benar bingung, apa yang harus dilakukan saat ini.
Di satu sisi, tentu saja Mentari sangat hancur, saat mengetahui kenyataan jika Ardi dan Tina akan menikah. Akan tetapi, di sisi lain Mentari juga bingung atas kehamilannya. Dia tidak mungkin menggugurkan anaknya, karena itu adalah dosa yang sangat besar. Dengan perlahan, Mentari bangkit dari duduknya, kemudian dia menghapus air matanya yang terus aja mengalir deras, tetapi tetap saja, air mata itu tidak bisa terhapus dan terus-menerus menetes membasahi kedua pipinya.
Dengan sisa tenaga yang Mentari punya, dia pun keluar dari kediaman Anjasmara dengan sedikit berlari kecil. Sehingga dia tidak sadar, tubuhnya menabrak seorang pelayan, hingga membuat pelayan itu jatuh dan menatap Mentari dengan heran.
''Mbak Mentari. Mbak Mentari ke sini? Kok Mbak Mentari nangis?'' tanya pelayan itu saat melihat Mentari menangis tersedu-sedu, tapi Mentari langsung menggelengkan kepalanya dan melangkah pergi, meninggalkan kediaman Anjasmara dengan luka menganga yang ada di dalam hatinya saat ini.
Bersambung.......
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN YA😘😘
Happy reading.....
Mentari berjalan menyusuri jalan dengan air mata yang sudah mengalir deras. Dadanya terasa sesak, dan begitu sakit, karena kenyataan yang baru saja dia hadapi benar-benar membuat kesedihannya semakin mendalam.
Kenyataan yang begitu pahit membuat Mentari berpikir, jika itu hanyalah sebuah mimpi. Dan dia ingin terbangun dari mimpi buruk itu, tapi ternyata Mentari salah saat hujan mengguyur tubuhnya hingga basah kuyup.
'Jika kak Ardi menikah dengan mba Tina. Lalu, bagaimana dengan kandungan ku ya Allah? Bagaimana dengan anak yang berada dalam perutku?' batin Mentari sambil menengadahkan kepalanya ke atas, membiarkan hujan membasahi wajah cantiknya.
Tubuhnya merosot seperti tidak mempunyai tenaga sama sekali. Dia benar-benar rapuh, dan hanya air mata saja yang mewakili rasa sakitnya saat ini.
Badannya terasa lemas, akibat tidak memakan asupan apapun dari pagi, membuat Mentari tidak memiliki tenaga sama sekali. Dia bangkit sambil berjalan dengan sempoyongan menuju ke rumah.
Sesampainya di rumah, Mentari masih termenung. Dia masih tidak percaya dengan kenyataan yang baru saja dia hadapi. Air matanya bahkan terus mengalir deras tanpa bisa ditahan, walaupun Mentari sudah sekuat tenaga untuk menahannya, tetapi rasa sakit di dalam hati Mentari tidak bisa lagi dia pungkiri.
''Jika kak Ardi menikah dengan mba Tina. Lalu, janji-janji yang selama ini dia ucapkan, dan juga janji untuk menikahiku bagaimana? Kenapa semua terjadi kepadaku, ya Allah? Kenapa kau memberikanku cobaan yang begitu berat?'' gumam Mentari sambil menatap kosong ke arah luar.
Tiga bulan lebih, dia menanti kepulangan Ardi ke Indonesia. Dan saat mengetahui jika Ardi sudah pulang ke Indonesia, tiba-tiba saja dia mendapatkan sebuah kenyataan yang membuatnya bahagia tetapi sekaligus membuatnya merasakan sakit yang begitu dalam.
''Aku harus pergi. Aku tidak mau, jika kak Ardi mengetahui tentang kehamilanku. Itu bisa membuat pernikahannya bersama Mba Tina, batal.''
Mentari bertekad untuk meninggalkan Ardi dan pergi jauh dari pria itu. Walaupun sebenarnya Mentari ingin memberitahu kenyataannya kepada Ardi, tetapi dia tidak bisa saat mengetahui jika Ardi dan juga Tina akan menikah.
Dia tidak ingin menjadi penghalang antara Tina dan Ardi. Mentari juga dapat melihat raut wajah bahagia Mama Ranti, saat di rumah kediaman Anjasmara. Dia tidak ingin membuat wajah bahagia itu menjadi sebuah tangisan.
'Biarkan aku yang mengalah. Biarkan aku yang pergi, demi kebahagiaan keluarganya kak Ardi. Mungkin, memang aku dan dia tidak berjodoh, dan akan aku besarkan anak ini seorang diri.' batin Mentari dengan tekad yang penuh. Kemudian dia melangkah masuk ke dalam kamar dan membereskan pakaiannya.
Akan tetapi, sebelum itu dia mengirim pesan kepada Bu Raya untuk berhenti bekerja di cafe milik Ardi, dengan alasan dia akan pulang kampung. Padahal, Mentari ingin menjauh dari kehidupan Ardi.
*********
Di kediaman Anjasmara, Ardi tengah membaringkan tubuhnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar dengan wajah yang gelisah. Dia baru saja pulang 2 hari yang lalu dari Jepang.
Kemudian Ardi merogoh ponselnya yang berada di saku celana, lalu menghubungi nomor Mentari, tetapi nomor itu malah tidak aktif. Dan beberapa kali Ardi menelponnya, masih operator yang menjawab.
''Aku harus ketemu dengan Mentari. Aku ingin sekali menemuinya, rasanya rinduku sudah tidak tertahan lagi.'' Ardi pun bangkit dari tidurnya kemudian dia berjalan keluar kamar untuk menuju mobil, tapi baru saja kakinya menapaki anak tangga yang terakhir tiba-tiba Mama Ranti memanggil dirinya.
''Kenapa Mah?'' tanya Ardi kepada Mama Ranti.
''Ardi, kamu dan Tina 'kan akan menikah. Jadi, kamu harus mempersiapkan diri untuk untuk memulai hidup yang baru. Ingat Nak, walaupun kamu tidak mencintai Tina, tapi Mama yakin kok, kalian suatu hari nanti pasti akan saling mencintai.''
''Mah, tapi Ardi mencintai orang lain, Mah. Ardi tidak mencintai Tina,'' ucap Ardi dengan wajah yang lesu.
Mama Ranti menepuk pundak Ardi, kemudian dia berkata, ''Tapi kamu harus tetap menikahi Tina. Itu adalah pesan terakhir Riko. Ingat Nak, kamu berhutang budi kepadanya,'' ucap Mama Ranti sambil menatap Ardi dengan tatapan yang serius.
Pria itu menghela nafas dengan panjang, saat mendengar penuturan sang Mama.
Ardi kembali melanjutkan langkahnya untuk keluar dari kediaman Anjasmara. Kemudian dia masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil itu menuju rumah Mentari. Akan tetapi, di tengah jalan sekretarisnya Menelpon Ardi dan meminta pria itu untuk datang ke kantor, karena ada beberapa berkas yang harus ditandatangani.
Ardi mencoba menolaknya, tetapi sekretaris itu bilang jika berkas yang harus ditandatangani Ardi sangat penting. Jadi mau tidak mau, Ardi pun pergi ke kantor baru dia akan pergi ke rumah Mentari.
Tepat jam 05.00 sore, pekerjaan Ardi selesai. Dan dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan pujaan hatinya. Ardi pun melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi agar cepat sampai di kediaman Mentari.
Saat dia sampai di rumah Mentari, Ardi mengetuk pintu rumah itu beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban. Kemudian Ardi mengeluarkan ponselnya dan mencoba menelpon Mentari, tetapi tetap saja nomor itu tidak aktif.
''Maaf Tuan, apa Tuan mencari mbak Mentari?'' tanya seorang ibu-ibu yang melewati rumah Mentari.
''Iya Bu, Mentari ke mana ya? Tumben sekali jam segini rumahnya kosong?'' tanya Ardi kepada ibu-ibu tersebut.
''Mbak Mentari tadi siang pergi Tuan, dan dia membawa tas yang besar. Sepertinya Mbak Mentari pergi jauh. Mungkin merantau ke kota Tuan,'' jawab Ibu tersebut saat mengingat jika Mentari keluar dari rumah sambil membawa tas yang besar.
Dahi Ardi mengkerut heran saat mendengar jawaban ibu-ibu tersebut. Sebab yang Ardi tahu, jika Mentari tidak mempunyai sanak saudara, dia sebatang kara. Lalu ke mana wanita itu pergi?
''Terima kasih ya Bu, atas infonya.'' Ibu itu pun mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Ardi yang masih berdiri di halaman rumah sederhana milik Mentari.
Ardi mencoba menelepon Mentari kembali, tetapi nomornya masih tidak aktif. Dengan wajah yang lesu dan juga frustasi, Ardi pun masuk ke dalam mobil dan pulang ke rumah, tetapi pikirannya terus mengarah ke mana Mentari pergi.
'Ya ampun sayang, ke mana kamu pergi? Kenapa kamu tidak mengabari aku? Aku benar-benar cemas. Padahal aku ingin sekali bertemu denganmu, tapi kamu malah pergi,' batin Ardi yang sangat merindukan Mentari.
Sesampainya Ardi di rumah, dia hendak menaiki tangga untuk ke kamarnya, tapi seketika seorang pelayan menghentikan langkah Ardi hingga membuat pria itu menengok ke arah pelayan tersebut.
''Maaf Tuan jika saya lancang, tapi saya hanya ingin mengatakan. Tadi siang saya melihat Nona Mentari di sini, tapi Nona Mentari menangis Tuan,'' ucap pelayan tersebut kepada Ardi.
Bersambung.......
Happy reading.....
''Apa! Mentari kesini? Kapan? Jam berapa?'' Ardi sangat kaget saat mendengar ucapan pelayan itu.
''Tadi siang, Tuan. Saat ada acara lamaran disini.''
Bagai di sambar geledek, Ardi termangu mendengar penuturan pelayan tersebut. Setelah mengatakan itu, pelayan pun pergi meninggalkan Ardi yang masih terdiam di tempat.
Pikiran Ardi seperti sebuah kertas kosong saat mengetahui jika Mentari datang ke rumahnya tadi siang. Dia sangat yakin, jika Mentari mendengar ucapan dan pembicaraan soal pernikahannya bersama Tina.
Dengan langkah gontai Ardi menaiki tangga menuju kamarnya. Dia mencoba menelepon Mentari kembali namun tidak diangkat sama sekali, dan itu membuat Ardi benar-benar frustasi.
''Aku yakin, Mentari pergi karena dia mendengar pembicaraan Mama tadi siang. Ya ampun sayang, kamu bener-bener salah paham,'' ucap Ardi dengan nada yang lirih sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
Ardi tidak bisa tidur, padahal jam sudah menunjukkan pukul 02.00 pagi. Dia masih mencoba menelpon Mentari, tapi masih tidak ada jawaban sama sekali, nomornya benar-benar tidak aktif.
Sementara itu di tempat lain, Mentari sedang berada di dalam bus menuju ke sebuah kota. Entah kenapa tujuannya saat ini adalah kota Pemalang, sebab Mentari pernah ke sana bersama sang nenek satu kali menemui temannya.
Tepat jam 04.00 pagi mobil telah sampai di kota Pemalang, kota yang kecil namun penduduknya begitu ramah. Setelah itu Mentari turun dari bus dan bertemu dengan tukang becak.
''Mbak, mau kemana?'' tanya tukang becak itu kepada Mentari.
Gadis itu terdiam, dia tidak tahu kemana harus pergi. Apalagi di Pemalang Mentari tidak mempunyai sanak saudara, bahkan tidak mempunyai kerabat yang dia kenal. ''Saya tidak tahu Pak, saya perantau. Apakah di sini ada kosan yang murah?'' tanya Mentari pada tukang becak tersebut.
''Oh, kalau kosan banyak Mbak. Mbaknya bukan asli Pemalang ya?''
Mendengar pertanyaan dari tukang becak, Mentari langsung menggeleng. ''Bukan Pak, saya asli dari kota jakarta,'' jawab Mentari dengan sopan.
Tukang becak itu mengerti, kemudian dia meminta Mentari untuk menaiki becaknya dan mengantarkan dia ke kosan yang tak jauh dari sana. Gadis itu senang, karena di kota yang tidak dia kenal itu dia bertemu dengan orang baik.
''Ini kosannya Mbak, sebentar biar saya panggilkan dulu pemilik kosannya,'' ucap tukang becak tersebut saat mereka sudah sampai di depan kosan.
Mentari melihat jejeran rumah rumah petak di hadapannya. 'Semoga kebahagiaanku dimulai dari sini,' batin Mentari berharap akan kebahagiaannya di masa depan.
Tak lama tukang becak tersebut keluar bersama seorang ibu-ibu yang berumur 50 tahun. Dan Mentari langsung mengungkapkan niatnya untuk menyewa kontrakan tersebut yang ternyata kontrakan itu perbulannya 500.000. Mentari langsung membayar selama tiga bulan, karena uangnya dari gaji bekerja sangatlah cukup.
Dia juga akan mencoba mencari pekerjaan, karena tidak mungkin Mentari berdiam diri saja dengan keadaannya yang sedang hamil.
Dia pun merebahkan tubuhnya di atas kasur lantai dengan kipas kecil dan juga satu lemari di sana. Mentari sudah sangat bersyukur mendapatkan fasilitas seperti itu, kemudian dia mencoba memejamkan matanya menyelam ke alam mimpi.
Sampai adzan subuh tiba, Mentari masih belum bisa memejamkan matanya. Dia kembali menangis saat mengingat ucapan mama Ranti tentang pernikahan antara Ardi dan juga Tina.
'Kenapa ya Allah, rasanya begitu sakit saat mengingat kejadian kemarin siang. Bantu aku untuk melupakan semuanya ya Allah, aku butuh dukungan. Berikan aku kekuatan serta kesabaran untuk menghadapi ujian ini ya Allah,' batin Mentari sambil menatap langit-langit kontrakan nya.
Dia menghapus air matanya, kemudian berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan menunaikan shalat subuh.
************
Tepat jam 08.00 pagi, Ardi sudah bersiap dengan pakaian santainya. Dia bahkan tidak sarapan sama sekali, karena saat ini pikiran Ardi tengah mengarah kepada Mentari. Dia benar-benar tidak bisa tidur semalaman, karena memikirkan keberadaan Mentari saat ini yang tidak tahu rimba nya.
Ardi melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju cafe, karena saat ini itulah tempat yang Ardi tuju. Saat sampai di sana Ardi segera turun dan masuk ke dalam cafe. Dia mencari Mentari dan mengawasi setiap karyawan namun tidak melihat keberadaan kekasihnya.
'Kamu kemana sayang? Tidak mungkin jika kamu belum datang ke cafe?' batin Ardi sambil mengacak rambutnya dengan frustasi.
Kemudian dia berjalan masuk ke ruangan Bu Raya. Dengan gerakan cepat, Ardi membuka pintu Bu Raya tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Membuat wanita yang berumur 40 tahun itu kaget saat melihat Ardi masuk dengan wajah yang letih dan lesu.
''Pak Ardi, tumben pagi-pagi ke sini?'' tanya Bu Raya saat melihat Ardi masuk ke dalam ruangan nya dan menelisik dengan kedua matanya.
''Apa Mentari tidak masuk ke cafe? Kenapa dia tidak ada?'' tanya Ardi tanpa menjawab pertanyaan dari Bu Raya.
Wanita itu mengerutkan dahinya saat mendengar pertanyaan Ardi. ''Loh, Mbak Mentari 'kan sudah mengundurkan diri Pak kemarin siang. Dia nge-chat saya, katanya dia mau pulang kampung Pak. Dan dia juga sudah izin sama Bapak,'' jelas Bu Raya dengan tatapan heran mengarah kepada Ardi.
''Apa! Mengundurkan diri? Saya tidak pernah menyetujui pengunduran diri dia. Lalu, ke mana dia pergi?'' Ardi begitu kaget saat mendengar jika Mentari mengundurkan diri dari cafe nya.
Bu Raya menggeleng dengan cepat. ''Maaf Pak, saya tidak tahu kemana dia pergi. Dia hanya mengatakan jika dia akan pulang kampung Pak. Setelah itu tidak ada kabar lagi sampai sekarang,'' jawab Bu Raya.
''Aaagghhh .....''
Ardi mengacak rambutnya, kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. Dia berteriak dengan frustasi, dia yakin jika Mentari telah mendengar semua pembicaraan keluarganya kemarin hingga gadis itu pergi dari hidupnya. Karena tidak mungkin jika Mentari pergi begitu saja tanpa sebab.
Tanpa mengucapkan apapun, Ardi keluar dari ruangan Bi Raya menuju mobilnya, kemudian di memukul setir beberapa kali, bahkan air matanya mengalir tanpa bisa ditahan lagi.
Rasanya begitu sesak di hati Ardi, saat mengetahui kekasih tercintanya telah pergi meninggalkannya. Sakit, hancur dan perih, itulah yang Ardi rasakan saat ini, karena dia tahu kenapa Mentari pergi.
''Maafkan aku sayang. Maafkan aku ... kamu benar-benar salah faham. Aku memang akan menikah dengan Tina, tapi aku tidak pernah mencintainya. Kenapa kamu tidak meminta penjelasanku dulu sebelum kamu pergi? Aku harus mencari kamu kemana, sayang?'' ucap lirih Ardi sambil menelungkupkan wajahnya di setir mobil dengan air mata yang sudah membanjiri wajahnya.
Dia benar-benar tidak sanggup kehilangan Mentari, dan Ardi tahu jika Mentari tidak mempunyai sanak saudara satu pun. Rasa bersalah seketika menyergap di hati Ardi. Padahal dia ingin sekali memeluk tubuh kekasihnya, memadu kasih dan juga menghabiskan waktu bersama, dia juga ingin menikahi Mentari.
Akan tetapi takdir berkata lain, Tuhan seakan mempermainkan perasaan Ardi. Disaat dia sudah bisa untuk melupakan perasaannya kepada Bunga, dan disaat dia sudah bisa mencintai Mentari sepenuh jiwanya. Wanita itu malah pergi meninggalkannya karena kesalahan yang tidak ingin Ardi lakukan.
''Kenapa Tuhan? Kenapa kau selalu mempermainkan perasaanku? Kenapa ...!'' teriak Ardi sambil memukul setir beberapa kali sambil menangis.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!