NovelToon NovelToon

Menikah Dengan Suami Sahabat Karena Dijebak

1 : Dijebak Di Hari Pernikahan

Pagi di hari pernikahannya, Arnita mendapati dirinya tak hanya tidur sendiri. Karena di kamarnya yang sudah dihias khas kamar seorang pengantin, ada seorang pria yang sampai mendekapnya dan juga sama-sama tak berbusana layaknya dirinya. Lebih fatalnya lagi, Pria itu bukan Juan—calon suami Arnita, melainkan Restu yang tak lain suami dari Azelia, sahabat Arnita!

Jantung Arnita langsung berdetak sangat kencang selain tubuh wanita cantik itu yang langsung gemetaran hebat. Arnita benar-benar takut, pikirannya campur aduk.

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa keadaan mendadak seperti itu padahal yang Arnita ingat, kemarin malam dirinya hanya tidur sendiri dan itu pun masih memakai pakaian lengkap?

Susah payah Arnita menguasai diri, mencoba bangkit dari kenyataan yang ia harapkan hanya mimpi bu-ruk. Mimpi bu-ruk yang juga tetap akan terasa menyakitkan lantaran biar bagaimanapun, Restu merupakan suami Azelia. Sayangnya, rasa nyeri luar biasa dari pangkal pahanya selaku keberadaan pusat kewanitaannya, menampar Arnita dengan kenyataan, bahwa dirinya benar-benar tidak sedang bermimpi. Karena bahkan, Arnita sudah kehilangan kesuciannya sebagai wanita, dan itu ia lakukan bersama suami sahabatnya, tanpa ia sadari!

Ya Tuhan, ... cobaan apa lagi, ini? Di hari pernikahanku, kenapa malah begini? Batin Arnita yang langsung ingin mati saja daripada ia malah menjadi peng-hancur rumah tangga sahabatnya. Belum lagi jika ia memikirkan Juan, rencana pernikahan mereka, dan tentunya keluarga besar mereka.

Apa yang Arnita alami sekarang tak ubahnya mala petaka. Aib! Itu sebabnya Arnita lebih memilih mati daripada hidup dan otomatis akan membuatnya mendapatkan banyak kecaman.

Di saat Arnita yang akhirnya berhasil duduk sembari menahan sakit di pangkal pahanya selaku pusat kewanitaannya masih kalang kabut, seseorang justru mencoba membuka pintu kamarnya. Naasnya, perlahan tapi pasti, pintu berwarna putih itu akhirnya benar-benar terbuka! Hati Arnita menjerit, meronta-ronta menolak kenyataan ada orang lain yang melihatnya dalam keadaan seperti sekarang.

Ya Tuhan, lebih baik cabut nyawaku. Matikan saja aku kalau keadaannya malah begini! Batin Arnita.

Deg! Jantung Arnita seolah jatuh dari posisinya detik itu juga. Itu Juan. Orang yang membuka pintu kamarnya benar-benar Juan calon suaminya. Anehnya, kenapa pintu kamar yang Arnita yakini sudah Arnita kunci, juga tak lagi terkunci?

Langit kehidupan seorang Arnita langsung runtuh detik itu juga bersama kehancuran yang wanita itu rasakan. Kehancuran yang rasanya teramat menyiksa.

Arnita membatu, tak sanggup menatap Juan yang terlihat begitu syok memergokinya. Tuhan, apakah aku sekuat ini? Siapa yang dengan keji membuatku ada dalam posisi seperti ini? Kejam sekali .... Dalam hatinya Arnita tak hentinya menjerit. Ia masih sibuk meronta-ronta walau pada kenyataannya, mulutnya bungkam seribu bahasa.

“Ya ampun Mbak Nita! Astafirullooooh!” jerit Sita, adik tiri Arnita yang kebetulan datang di belakang Juan.

Detik itu juga Restu yang awalnya masih pulas, menjadi terbangun karena seruan Sita benar-benar kencang. Seruan yang juga sukses mengundang orang rumah termasuk sanak-saudara sekaligus tetangga yang akan menjadi saksi pernikahan Arnita dan Juan. Mereka berdatangan silih berganti, menyaksikan apa yang terjadi. Arnita dan Restu mendadak menjadi artis. Artis mak-siat.

Arnita sungguh tak bisa menjelaskan perasaannya sekarang. Yang jelas, siapa pun yang telah membuatnya berada dalam keadaan sekarang, orang itu benar-benar kejam. Bisa-bisanya memfitnahnya di hari pernikahannya dan itu dengan suami dari sahabatnya.

Tak ada yang tidak tercengang termasuk Restu yang akhirnya berhasil duduk. Juan yang tampak sangat marah langsung mendekat, melayangkan bogemnya kepada Restu yang belum sepenuhnya sadar.

Sementara yang terjadi dengan Arnita, wanita itu hanya diam dan memang tak bisa berbuat apa-apa lagi selain itu. Nasi sudah menjadi lebih dari bubur. Arnita tak semata tidur dengan Restu suami sahabatnya sendiri. Sebab ia juga sadar, mahkota kegadisannya sudah turut hilang. Menyisakan rasa nyeri sekaligus sakit di setiap kedua kakinya bergerak berlebihan.

Suara tangis ibu Misya mamah tiri Arnita, terdengar meraung-raung. Keributan pun tak terelakkan bahkan Restu sudah diseret keluar sembari terus diha-jar oleh Juan. Juan melakukannya tanpa memberi Restu kesempatan untuk menutupi tubuhnya menggunakan pakaian lebih dulu.

Ibu Misya yang sudah sampai di sebelah Arnita langsung menga-muk. Ibu Misya tak hentinya memukuli sekaligus menjambak Arnita yang masih menutupi rapat-rapat tubuh polosnya menggunakan selimut. Arnita melakukannya di tengah keadaan Arnita yang sangat berantakan.

“Aku ... aku memang tidak bisa menjelaskan, tapi aku yakin, aku dijebak, Bu!” Arnita berusaha menjelaskan sekaligus membela diri karena pada kenyataannya, ia sungguh tidak tahu kenapa ia dan Restu sampai ada dalam keadaan seperti sekarang. Namun Arnita sadar, apa yang mereka lihat jauh lebih membuat mereka percaya. Mereka tidak membutuhkan penjelasan lain bahkan meski itu kebenaran yang sebenarnya terjadi.

Beberapa saat kemudian, bersama Restu, Arnita diarak ke hadapan banyak orang. Di sana tidak hanya ada pihak keluarga Arnita. Karena keluarga Juan dan juga tetangga terdekat juga sudah berdatangan mengingat acara ijab kabul memang akan segera dimulai. Beruntung, Arnita dan Restu sudah memakai pakaian meski penampilan mereka masih sangat berantakan. Rambut panjang Arnita masih awut-awutan. Wajah cantiknya tampak miris karena penuh lebam sekaligus bekas cakar. Sedangkan yang terjadi pada Restu, jangan tanyakan lagi karena wajah pria itu sudah sampai babak belur. Bibir bawah sebelah kanan Restu sampai berdarah oleh amukan Juan dan kakak-kakaknya.

Dalam diamnya, Arnita yang sadar dirinya akan langsung disidang di hadapan semuanya yakin, tak beda dengannya, Restu juga korban. Hanya saja yang membuat Arnita tak habis pikir, kenapa harus Restu, bukan laki-laki lain saja? Kenapa semuanya benar-benar seolah direncanakan untuk mempermalukannya dan juga menghancurkan pernikahannya dengan Juan?

“Sudah, dinikahkan saja biar mereka puas! Biar mereka bisa kawin sepuasnya tanpa harus berzi-na dan membuat aib keluarga bahkan warga!” kesal ibu Arimbi, mamah Juan.

Dari semuanya, pihak Juan apalagi orang tuanya memang menjadi pihak yang paling tidak bisa menerima. Mereka merasa sangat dirugikan. Apalagi pak Imron selaku bapak Juan, merupakan seorang kades. Fatalnya, sebagian aparat desa juga sudah berdatangan untuk menjadi saksi pernikahan Juan dan Arnita.

Bisa dipastikan, apa yang menimpa Arnita dan Restu sudah langsung viral. Diunggah ke grup WA desa, atau malah sudah langsung ke sosial media. Arnita dan Restu benar-benar sudah tidak memiliki harga diri.

“Saya memang akan menikahi Arnita, tapi bukan berarti saya akan membiarkan ini. Semalam, alasan saya ke sini karena saya mengantarkan pesanan kue Arnita yang dipesan kepada istri saya. Selebihnya saya masih ingat, saya dipak-sa duduk menunggu di ruang keluarga oleh ibu Misya selagi biliau mengecek setiap pesanan kue. Namun saya juga masih sangat ingat, setelah saya meminum teh manis hangat pemberian adik Nita, setelah itu kepala saya terasa sangat pusing. Rasanya sangat aneh, dan setelah itu ... saya beneran enggak ingat apa pun termasuk apa yang terjadi hingga keadaan jadi seperti ini!” ucap Restu.

Restu berucap sangat tertata, tegas bahkan terdengar bijak. Orang-orang termasuk Arnita tahu, Restu suami Azelia merupakan orang kota dan kabarnya dari keluarga berada. Namun tentu saja, kenyataan tersebut tidak akan mengubah keadaan sekarang.

“Jadi, sekarang mau Mas bagaimana? Mas ingin mempermasalahkan ini ke ranah hukum? Itu tentu saja, tapi sebelum itu terjadi, bereskan dulu urusan ini. Mas harus menikahi Arnita setelah apa yang kalian lakukan. Tak semata karena apa yang kalian lakukan sudah menciderai kami sekeluarga, tetapi juga agar hal semacam ini tidak terulang. Ibaratnya efek jera karena jangan sampai, ada yang ikut-ikutan karena apa yang kalian lakukan sudah menyalahi norma. Apalagi selain Mas sudah punya istri, harusnya hari ini bahkan sekarang juga, Nita menikah dengan Juan.” Pak Imron selaku kades sekaligus mantan calon bapak mertua Arnita, berucap dengan setenang mungkin. Ia yang memimpin sidang dadakan di sana, mewakili suara masyarakat sekaligus keluarganya.

“Denda! Aku beneran enggak terima, di hari pernikahanku, aku malah dipermalukan seperti ini!” tegas Juan yang berdiri di belakang Arnita dan Restu yang duduk bersebelahan.

Juan yang sudah memakai setelan jas hitam lengkap dengan dasi, benar-benar tidak bisa terima. Pria itu selalu ingin menga-muk, meluapkan kekecewaan sekaligus kekesalannya.

“Baik!” sanggup Restu yang kemudian menghela napas dalam, seiring ia yang menunduk. Ibaratnya, sudah jatuh, tertimpa tangga, bahkan ia juga sampai tertindih beton.

“Namun jika setelah ini kami benar-benar terbukti hanya dijebak, tolong kembalikan nama baik kami!” tegas Arnita. Suara lembutnya terdengar gemetaran, yang mana sampai detik ini, air matanya terus berlinang. Terlepas dari semuanya, ia memilih tetap menunduk. Walau ketika suara Azelia terdengar menyapa dari belakang, Arnita mendadak linglung. Arnita benar-benar bingung.

“Ini ada apa? Mas, kamu kenapa? Kenapa kamu babak belur begini?” tanya Azelia yang sudah ada di sebelah Restu.

Bukan hanya Arnita yang tak sanggup menghadapi Azelia. Sebab Restu jauh lebih dari itu apalagi sebelumnya, hubungan Restu dengan sang istri baik-baik saja. Terbukti, alasan Restu malam-malam mau mengantar kue pesanan Arnita, tak lain karena Restu diminta Azelia.

2 : Dinikahkan Paksa

“Nikahkan mereka! Nikahkan mereka agar kita yang mengetahui, tidak sampai menanggung dosa dari apa yang mereka lakukan!”

Suara Azelia terdengar bergetar sekaligus emosional. Azelia tampak jelas menahan emosi, tentu saja.

Mendengar itu, Arnita yang langsung bergidik refleks terpejam pasrah. Sungguh hanya itu yang bisa Arnita lakukan. Sebab andai Arnita yang ada di posisi Azelia, bisa jadi Arnita akan jauh lebih emosional bahkan melakukan tindakan kejam. Bisa jadi, Arnita nekat meng-gorok leher wanita maupun suaminya yang malah melakukan hubungan suami istri di luar pernikahan, apa pun alasannya. Terbukti, kini semuanya kompak menilai, menganggap Restu si orang kaya yang sedang membuka usaha di kampung mereka, tidak lebih bo-doh dari katak dalam tempurung.

Bisa-bisanya Restu menyia-nyiakan seorang Azelia yang selain memiliki paras cantik, Azelia juga dari keluarga terpandang di kampung mereka. Azelia bahkan lebih paham agama dan tentunya penampilannya jauh lebih dijaga. Sebab ketika Azelia berhijab, Arnita tidak. Mereka termasuk wanita yang tidak berhijab layaknya Arnita berdalih, ibarat permen, Azelia ini tipikal permen yang dibungkus, sementara Arnita permen yang sudah sempat dimakan kemudian diludahkan dan walau akan dibungkus pun sudah telanjur ko-tor sekaligus susah dibersihkan.

Bagi mereka, Azelia juga masih menang jauh jika dilihat dari pekerjaannya. Karena ketika Arnita hanya seorang guru TK, Azelia malah sudah memiliki toko kue besar yang juga memiliki cukup banyak karyawan. Tentunya, semua kenyataan tersebut sudah langsung membuat semuanya memandang bu-ruk seorang Arnita. Bahkan meski adanya hubungan cinta satu malam itu dilakukan oleh dua belah pihak, yang disalahkan cenderung wanitanya dan itulah yang tengah Arnita rasakan.

Semudah itu mereka menilai tanpa memikirkan perasaan Arnita. Tak peduli walau Restu berdalih akan mengusut kasusnya. Bagi mereka, apa yang mereka lihat merupakan kenyataan yang memang terjadi dan tidak bisa diganggu gugat.

“Ya sudah, ... benar kata Lia, ... nikahkan saja daripada kita juga harus menanggung dosa dari perzinahan mereka!” sergah seorang pria dari belakang dan terdengar meledak-ledak.

Arnita mengenal suara barusan sebagai suara Juan, calon suaminya. Pria yang dua tahun terakhir menjadi tunangannya itu sama sekali tidak memberinya simpati. Jangankan percaya kepada Arnita kemudian berdiri membela Arnita, sekadar menatap Arnita penuh cinta layaknya biasa saja tak lagi Juan lakukan. Semua yang ada dalam hubungan mereka seolah langsung tak tersisa bersama kesalahan yang Arnita lakukan.

“Enggak perlu. Siapa pun enggak perlu menikahiku. Termasuk Mas Restu, ... Mas Restu enggak perlu menikahiku,” ucap Arnita pasrah. Baginya, menjalani pernikahan setelah apa yang ia alami yaitu dijebak sekamar dengan suami sahabat , sama saja bunuh diri.

“Romantis sekali?” ujar Azelia menatap miris Arnita yang baru saja berdiri.

“Duduk dan diamlah!” tegas Restu yang kemudian berkata, “Aku akan menikahimu!”

Tak hanya jantung Azelia yang seolah nyaris rontok akibat lanjutan dari ucapan seorang Restu barusan. Karena Arnita yang dimaksud dan akan dinikahi oleh suami Azelia, sahabatnya sendiri, jauh lebih parah.

“Ya! Nikahi dia karena aku pun akan menikahi wanita lain! Sita, ... aku akan menikah denganmu. Sekarang kamu siap-siap! Kita menikah! Aku percaya kepada wanita baik sepertimu!” tegas Juan tak mau kalah dengan Restu.

Semuanya termasuk Arnita beranggapan, bahwa Juan sengaja tak mau kalah. Pria itu terlalu marah sekaligus kecewa kepada Arnita. Hanya saja, kenyataan tersebut malah membuat Arnita lega.

“Terima kasih banyak ya Tuhan. Terima kasih banyak karena telah menunjukkan siapa yang benar-benar tulus kepadaku ketika aku sedang dalam keadaan paling buruk sekalipun,” batin Arnita. Diam-diam, ia mengamati sekitar. Tak ada yang peduli kepadanya bahkan sekadar bapaknya. Maman sang bapak malah sibuk menunduk di sebelahnya.

Arnita mendapati sang bapak perlahan terisak. Hanya sebatas itu hingga benar-benar tak ada yang membelanya. Sebab alasan Restu mau menikahinya pun Arnita yakini agar pria itu tak makin disalahkan lagi.

Singkat cerita, Restu sungguh menikahi Arnita dengan mas kawin berupa uang tiga ratus ribu, dan itu pun Restu bayar dengan hutang karena pria itu meminjamnya dari Azelia.

Pernikahan Arnita dan Restu sungguh jauh dari kata layak karena keduanya saja masih dalam keadaan berantakan. Semacam kain penutup kepala pengantin pun tidak ada. Selanjutnya, setelah pernikahan Arnita dan Restu dinyatakan SAH oleh semuanya dan itu pun mereka lakukan tidak ikhlas sekaligus malas, pak Maman dan ibu Misya selaku orang tua Arnita, memasrahkan Arnita kepada Restu.

“Mulai sekarang semua yang berkaitan dengan Arnita, sudah otomatis langsung menjadi tanggung jawab kamu. Setelah apa yang kalian lakukan, kami sungguh tidak bisa menerimanya lagi,” ucap pak Maman.

Suasana di sana masih dipenuhi cibiran, mendadak menjadikan seorang Arnita sebagai terdakwa tunggal. Di mata mereka, Arnita langsung tak ada baik apalagi bagusnya. Kendati demikian, Arnita hanya berusaha mencoba setegar karang sambil terus berdiri tak jauh dari Restu dan Azelia. Arnita terus menunduk dalam. Namun ketika akhirnya sang bapak menyuruhnya untuk mengemasi semua barang-barangnya, Arnita langsung pergi membereskan semua barangnya, sesuai titah.

Semuanya sudah langsung berubah termasuk rencana pernikahan Arnita dan Juan. Namun, kenyataan Juan yang langsung dengan sangat mudah berubah dan kini pun pria itu ia pergoki masuk ke kamar Sita dan kebetulan ada di sebelah kamar Arnita, malah membuat Arnita merasa beruntung. Jauh di lubuk hatinya, Arnita menjadi sibuk bersyukur lantaran Tuhan Tak sampai menjodohkannya dengan Juan. Bahkan meski takdir yang ia jalani kini tidak lebih baik, Arnita tetap merasa sangat bersyukur dirinya tak berjodoh dengan Juan.

“Ini benar-benat jauh lebih baik ya Tuhan. Karena andai Juan sampai mati-matian membelaku dan dia tetap mau menikah denganku, aku pasti enggak bisa setegar sekarang,” batin Arnita. Kini, ia yang masih berantakan dan memang tak sengaja merapikan penampilannya terlebih dulu, sudah duduk di bangku penumpang.

Arnita mirip orang hilang, duduk dengan pandangan kosong sambil memangku ransel jinjing, persis di belakang Azelia yang duduk di sebelah Restu. Tak jauh berbeda dengan Azelia, Restu juga tampak sangat lesu dan jauh dari baik-baik saja.

Arnita belum tahu nantinya dirinya akan tinggal di mana. Namun setelah mereka sampai, Arnita berniat langsung meminta cerai. Arnita berniat menjalani lembaran baru di tempat yang benar-benar jauh dan tak ada seorang pun yang mengenalinya.

“JANGAN PERNAH MEMINTA CERAI. JANGAN PERNAH BERCERAI DARI SUAMIKU JIKA KAMU BENAR-BENAR MANUSIA! INI HUKUMAN UNTUK WANITA JA-LANG SEPERTIMU! BISA-BISANYA KAMU MENUSUKKU, NIT!” tegas Azelia ketika Arnita mengajaknya mengobrol empat mata. Mereka belum lama sampai di rumahnya dan Restu.

“Kami beneran dijebak, Li. Bahkan suamimu akan mengusutnya ke pihak kepolisian.” Arnita langsung bungkam. Gam-paran keras dari tangan kanan Azelia lah penyebabnya. Tubuhnya sampai limbung dan ia nyaris terjatuh ke lantai di tengah kedua tangannya yang langsung sibuk menahan pipi kirinya selaku bekas gam-paran Azelia.

3 : Pe-lacur Kelas Kakap

“Aku beneran enggak habis pikir, Nit. Kamu tahu aku lebih dari siapa pun. Semuanya beneran aku ceritain ke kamu termasuk semua yang berkaitan dengan suamiku. Namun sekarang aku beneran merasakan anggapan, bahwa orang terdekat semacam kamu memang enggak tahu diri!” tegas Azelia. “Niat hati ingin mengelabuhi dua laki-laki sekaligus, eh kamu lagi kurang hoki!”

Arnita yang masih memegangi pipi kirinya menggunakan kedua tangan, berangsur menghela napas pelan. “Aku benar-benar minta maaf Li. Tolong maafkan aku, tolong bantu aku bercerai dari suamimu.”

“Agar kamu bisa memamerkan, merasa menang karena kamu sudah pernah tidur dengan suamiku?” sambil bersedekap sekaligus menengadah untuk bisa menatap wajah Arnita yang memang lebih tinggi darinya, ia berkata, “Kamu ingin pamer, pernah tidur dengan suamiku dan sampai dinikahi, hingga kamu merasa telah menaklukkan rumah tangga kami?” Ia menyeringai, dan bisa ia pastikan tampangnya kali ini sudah langsung ke-ji. “Hebat banget kamu memang, Nit! Caramu begini bukan hanya membuatmu menjadi pe-la-kor! Karena prestasimu ini bisa membuat kamu jadi pe-lacur kelas kakap!”

“Jangan harap kamu bisa bercerai dari suamiku apa pun alasannya! Kamu wajib tinggal di sini, agar kamu merasakan romantis dan manisnya hubungan kami karena itu hukuman untuk pe-lacur kelas kakap sepertimu!” Azelia makin emosional walau ia masih bisa mengontrol suaranya agar tetap lirih.

Tanpa mau berkeluh kesah, mengungkapkan perasaan sekaligus kehancuran hidupnya yang benar-benar tragis setelah jebakan yang ia alami dengan suami sahabatnya sendiri dan itu di hari pernikahannya, Arnita meraih ransel jinjingnya dari sebelah tempat tidur kebersamaan mereka. Kini, mereka memang berada di kamar tamu kediaman Restu dan Azelia. Kamar tersebut Restu katakan menjadi kamar sementara Arnita, sebelum Restu menemukan tempat tinggal yang layak untuk Arnita.

Walau tidak banyak berbicara apalagi mengumbar janji sekaligus menenangkan, cara Restu yang akan mencarikan tempat tinggal untuk Arnita, menegaskan pria itu memang memiliki niat untuk bertanggung jawab. Restu berusaha seadil mungkin kepada mereka bahkan walau pria itu yakin, dirinya dijebak. Akan tetapi, walau kenyataan tersebut membuat posisi Arnita aman, tidak dengan Azelia yang pastinya menjadi tersakiti. Sebab suami yang biasanya hanya fokus mengurus Azelia, kini juga harus mengurus wanita lain yang juga sudah sampai menjadi istri. Kini, mau tak mau Azelia harus berbagi sang suami. Kenyataan tersebut pula yang membuat Arnita berusaha memaklumi emosi seorang Azelia dan ia yakini sangat kecewa, benar-benar terluka.

Kini, Azelia mendadak panik karena yakin Arnita akan pergi. Azelia nekat menam-par pipi kanannya menggunakan tangan kanannya, sekuat tenaga. Kemudian setelah itu, ia sengaja berteriak, meraung-raung. “Tega banget kamu, Nit! Kenapa kamu sampai tam-par aku?” raungnya ketika akhirnya Restu datang.

Restu datang dengan berlari sangat kencang, membuat Arnita terkejut untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya, Arnita nyaris jantungan gara-gara Azelia mendadak menjerit histeris sambil beberapa kali menam-par pipi kanannya sendiri. Ulah Azelia tadi yang nekat melukai dirinya sendiri membuat Arnita bergidik ngeri. Jantung Arnita sampai berdetak sangat cepat. Ingin mendekat dan menghentikan, ia takut Azelia yang sedang sangat tidak baik-baik saja itu malah hilang kendali.

Lia nekat melukai dirinya sendiri hanya untuk menyingkirkanku? Loh, ngapain harus begini? Bukannya dia cukup membantuku cerai dari suaminya? pikir Arnita ketar-ketir. Apalagi ketika akhirnya, Azelia menghampiri Restu yang berdiri di bibir pintu sebelahnya.

“Mas ...,” rengek Azelia masih berderai air mata. Tangan kanannya masih memegangi pipi kanannya. Kemudian, ia sengaja membenamkan tubuh termasuk kepalanya di dada bidang sang suami, meminta perhatian sekaligus perlindungan khusus dari pria tersebut.

Kekhawatiran Restu menjadi digantikan dengan keseriusan. Pria beralis tebal itu meraih tangan kanan Azelia, kemudian menatap saksama pipi kanan istri pertamanya itu dan awalnya tertutup tangan kanan. Azelia masih menatapnya dengan ketidakberdayaan. Wanita itu terlihat sangat terluka.

“Kamu menam-par pipi kamu sendiri?” lirih Restu terheran-heran. “Bekasnya, bekas tangan kanan kamu juga. Andai itu Nita yang melakukannya, harusnya ada di pipi kiri karena tangan kiri Nita saja menenteng ransel, dan bentuk jari kalian pun jelas berbeda,” jelas Restu.

Azelia langsung tak bisa berkata-kata. Tak menyangka, seorang Restu menjadi sangat teliti dalam menilai segala sesuatunya, hingga sandiwaranya langsung terbongkar.

“M-mas ...,” rengek Azelia masih balas menatap sang suami.

Restu langsung menggeleng pelan tapi tegas. “Beri aku waktu, sehari saja agar aku bisa mengurus tuntas kasusku!” mohonnya.

“Kalau begitu, aku pergi. Dari awal aku sudah memintamu untuk tidak menikahiku. Cukup talak aku dan itu akan membuatmu terbebas dari hubungan kita! Tak ada sedikit pun aku berniat meru-sak hubungan kalian,” ucap Arnita sengaja pamit. Ia masih berucap lirih, tak mau menciptakan keributan yang pastinya hanya akan membuatnya makin bo-brok di mata orang-orang.

“Kamu juga jangan gitu, dong ... apa kata orang, kalau kamu sampai pergi apalagi berkeliaran di luar?” kesal Restu masih berucap lirih karena biar bagaimanapun, di perkampungan tempatnya tinggal setiap rumahnya berjarak dekat. Tentu semacam berucap dijaga layaknya sekarang saja sudah bisa terdengar ke luar.

“Aku enggak akan berkeliaran, Mas! Aku beneran akan pergi dan kamu bisa pegang ucapan aku!” tegas Arnita meyakinkan walau jujur saja, ucapan Restu yang memintanya untuk tidak berkeliaran di luar, kembali membuat hatinya tersakiti. Karena sebelumnya pun, Arnita tipikal anak rumahan yang hanya akan keluar rumah untuk urusan penting.

“Kasih aku waktu satu hari saja untuk mengurus kasus kita!” tegas Restu.

Berbeda ketika kepada Azelia, pada Arnita, Restu sampai membentak. Kenyataan yang langsung membuat Azelia menunduk sambil tersenyum senang. Azelia merasa dirinya jauh lebih berarti untuk Restu ketimbang Arnita.

Lain dengan Azelia, Arnita yang meski merasa makin nelangsa akibat bentakan Restu barusan, hanya berusaha bersabar. Sebab pada kenyataannya, walau Restu jauh lebih tampan sekaligus matang jika dari segi ketampanan sekaligus fisik, Arnita sama sekali tidak tertarik kepada Restu apalagi Arnita tahu, Restu suami dari Azelia. Restu suami orang, dan tetap begitu meski kini, takdir kehidupan telah mengikat mereka dalam sebuah pernikahan.

“Baiklah, ... aku akan menunggu. Namun setelah kasus ini selesai, aku benar-benar mau cerai,” ucap Arnita.

Tak ada tanggapan berarti. Restu pun tak kembali bersuara. Hanya Azelia yang diam-diam melirik sengit Arnita sebelum wanita itu menggiring, membawa pergi sang suami dari sana.

Arnita mengembuskan napas panjang melalui mulutnya setelah ia yakin, Azelia dan Restu benar-benar pergi dari sana. Kemudian ia menoleh ke belakang, sengaja memastikan. Benar, keduanya memang sudah pergi. Segera ia melangkah cepat menutup pintu kemudian sampai menguncinya. Langkah cepat yang tetap ia biasakan, walau luka di kewanitaannya akibat kesuciannya sebagai seorang wanita sudah hilang, menorehkan rasa nyeri yang berlebihan di setiap ia juga melangkah berlebihan.

Kemudian, yang Arnita lakukan adalah mandi, membersihkan diri karena dari awal bangun, ia sama sekali belum membersihkan diri. Karena jangankan mandi, sekadar merapikan asal rambut panjang bergelombangnya saja, ia belum melakukannya. Termasuk sekadar membersihkan sudut matanya dari semacam belek, juga sama sekali tidak Arnita lakukan saking bingung sekaligus terpukulnya.

Kini, di bawah guyuran air hangat dari shower di atasnya, Arnita sengaja merenung. Arnita sungguh hanya akan menunggu, menjalani pernikahannya sampai Restu berhasil mengusut kasus mereka. Selebihnya, ada tidaknya izin, Arnita akan pergi, tak mau menjadi bagian dari Azelia maupun Restu lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!