NovelToon NovelToon

Pertarungan Tanpa Akhir

Ratusan tahun yang lalu.

Perhatian : Cerita ini hanya fiksi

Maka bijaklah dalam membaca.

***

Sebagian daratan timur di huni oleh bangsa siluman dan sebagian daratan yang lainnya di huni oleh umat manusia. Pada awalnya mereka hidup aman dan damai saling berdampingan, akan tetapi semua itu mulai berubah dikala keserakahan yang di miliki oleh siluman naga batu.

Sang penguasa di antara para siluman itu ingin menguasai seluruh daratan timur. Dan pada akhirnya perselisihan pun di mulai dari hal-hal kecil seperti merebut makanan, merebut wilayah yang mengakibatkan jatuhnya korban dari umat manusia.

Mendapat perlakuan kejam terus menerus dari bangsa siluman, umat manusia pun pada akhirnya melawan dan menimbulkan korban dari bangsa siluman juga. Sang penguasa siluman naga batu merasa tidak terima dan pada akhirnya mengibarkan bendera perang.

Perang selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut tanpa istirahat menjadi sebuah peristiwa yang akan selalu di kenang oleh setiap generasi turun temurun, dikarenakan perang besar itu sukses meluluh lantahkan seisi daratan timur. Tidak ada lagi yang namanya keindahan, semuanya hancur akibat serangan yang maha dahsyat.

Di saat para tetua mulai terpojok oleh serangan sang penguasa siluman naga batu dan di saat detik-detik terakhir kekalahan umat manusia, tanpa diduga suatu keajaiban pun terjadi dengan datangnya sosok pemuda yang berparas tampan dengan aura yang begitu agung yang entah dari mana asalnya.

Pemuda itupun mengambil alih pertarungan melawan siluman naga batu, di karenakan sang penguasa siluman naga batu itu sangat sulit untuk di kalahkan maka pada akhirnya sosok pemuda itu pun mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk membentuk segel tingkat tinggi dan berhasil mengurung sang siluman naga batu dalam segel yang berhasil pemuda itu ciptakan.

Setelah sang penguasa siluman naga batu berhasil di lumpuhkan, maka jalannya pertarungan pun kini berbalik menjadi kemenangan bagi para umat manusia.

Setelah banyaknya korban yang berjatuhan diantara kedua belah pihak, pertarungan pun mulai berakhir, sosok pemuda misterius itu menciptakan kembali sebuah segel dengan seluruh sisa-sisa kekuatannya untuk menyegel perbatasan antara daratan kekuasaan umat manusia dan daratan kekuasaan bangsa siluman.

Siluman rubah yang selama ini mendampingi siluman naga batu berusaha untuk melarikan diri. Tanpa ada seorang pun yang menyadari kepergiannya, siluman rubah yang cerdik itu pun berhasil kabur dengan menggunakan sisa-sisa kekuatannya.

Perang pun akhirnya berhenti dan kini hanya menyisakan pung-puing kehancuran. Banyaknya kawah tercipta di tanah yang kini mulai gersang, pohon yang tumbang melintang ke segala arah dan bau amis darah tercium sangat kental begitupun mayat dari kedua belah pihak tergeletak di mana-mana.

Aliran sungai yang tadinya jernih pun kini menjadi merah tercampur darah yang mengalir bersama derasnya air hujan.

Kini umat manusia saling bahu-membahu untuk bangkit dan kembali menata kehidupan untuk masa depan generasi selanjutnya.

Sementara sosok pemuda misterius yang telah menjadi penolong mereka kini telah pergi kembali entah kemana setelah memastikan segel yang ia ciptakan aman, sosok pemuda misterius itupun memberikan senyuman sebagai tanda perpisahan.

Para tetua sangat menyesalkan kepergian sosok pemuda itu, dikarenakan mereka belum sempat mengucapkan rasa terima kasih atas pertolongannya.

Semua orang sepakat untuk membuat sebuah patung besar yang sama persis dengan sosok pemuda misterius sebagai tanda terima kasih dan untuk mengenang semua jasanya, dengan bertuliskan

'sang pahlawan' yang tersemat di bawah patung sang pahlawan.

***

Seorang bocah lelaki berusia lima tahun sedang mendongakkan kepalanya memandang sebuah patung di atasnya dengan mata penuh binar rasa kekaguman.

Dengan tatapan polosnya bocah itu memperhatikan patung 'sang pahlawan' entah untuk yang ke sekian kalinya, di karenakan bocah itu begitu mengagumi 'sang pahlawan' mendengar cerita sejarah yang selalu sang ibu ceritakan sebelum bocah itu pulas tertidur.

"Lin'er"

Terdengar suara seorang wanita dengan begitu lembut memanggil anak lelaki semata wayangnya.

bocah lelaki yang merasa namanya di panggil pun seketika menoleh ke asal suara. "Ibu." bocah itupun berlari menghampiri sang ibu dan langsung menarik tangan sang ibu untuk berjalan mendekat ke arah patung 'sang pahlawan' yang tidak pernah ada bosannya ia pandangi.

"Ibu lihat, akhirnya Guan Lin bisa melihat patung 'sang pahlawan' yang selalu ibu ceritakan sebelum Guan Lin tidur Bu.!" dengan penuh semangat Guan Lin menunjukan patung 'sang pahlawan' pada sang ibu.

"Iya Lin 'er ibu melihatnya, sekarang kita harus kembali ke kediaman tuan penguasa kota, kasihan ayah mu dari tadi sibuk mencari mu!" bujuk sang ibu.

Setelah di bujuk dengan sedemikian rupa akhirnya Guan Lin pun bersedia ikut sang ibu dengan syarat harus di belikan permen kapas terlebih dahulu.

***

"Ku serahkan anakku Tian Zhi untuk kau didik di akademi mu, tolong jaga Tian Zhi anak ku satu-satunya selama dia belajar di akademi!"

pinta Tian ma sang penguasa kota kepada sahabatnya Guan Lao sang tetua agung di akademi.

"Itu sudah pasti, Tian Zhi sudah ku anggap seperti anak ku sendiri, dan sudah menjadi kewajiban ku untuk menjaganya karena selain dia anak dari sahabatku sekaligus anak didik ku Tian Zhi juga sang putra mahkota yang memang harus selalu di lindungi."

Keduanya pun berjabat tangan sebagai tanda perpisahan. Kedatangan Guan Lin beserta kedua orang tuanya ke ibu kota atas permintaan sang penguasa kota yang tidak lain adalah sabat Guan Lao yang bernama Tian Ma. Penguasa Tian Ma meminta Guan Lao untuk menjemput anak semata wayangnya untuk belajar di akademi milik Guan Lao.

Merekapun melakukan perjalanan dengan menaiki kereta kuda, di saat mereka melewati patung 'sang pahlawan' Guan Lin langsung melambai-lambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan.

Di sepanjang perjalanan Guan Lin tidak henti-hentinya berceloteh membicarakan banyak hal ini dan itu, sementara Tian Zhi hanya diam saja sambil menyimak apa isi dari celotehan Guan Lin. Sesekali Tian Zhi mengangguk atau menggeleng jika mendapatkan pertanyaan dari Guan Lin, namun Tian Zhi tidak merasa risih sedikitpun mendengar celotehan Guan Lin yang begitu panjang sepanjang perjalanan pusat kota ke pegunungan akademi.

Begitupun dengan Guan Lin yang enjoy saja melanjutkan ceritanya meski hanya mendapatkan anggukan atau gelengan dari Tian Zhi sebagai tanggapan.

Perjalanan panjang ini membutuhkan waktu sekitar tiga hari tiga malam dengan menggunakan kereta kuda, sesekali mereka akan berhenti di sebuah kedai untuk sekedar mengisi perut sambil beristirahat sejenak.

Dan saat malam akan tiba Guan Lao akan mencari sebuah penginapan, bukan masalah bagi Guan Lao ataupun Nuwa istrinya untuk tidur di luar ruangan beralaskan rumput berselimutkan langit, tapi tidak dengan Guan Lin kecil dan Tian Zhi kecil yang masih membutuhkan kenyamanan.

.........

Tiba di akademi pedang dan sihir

Penjaga gerbang segera menyambut dengan penuh hormat saat ketua Guan Lao turun dari kereta kuda beserta tetua Nuwa, Guan Lin dan Tian Zhi.

"Salam Ketua, salam master, salam tuan muda!" para penjaga segera memberi salam dengan melipat tangan kanan di dada sambil menundukkan kepala sebagai tanda hormat.

Ketua Guan Lao dan tetua Nuwa pun mengangguk tanda hormat di terima, begitu pula dengan Guan Lin dan Tian Zhi melakukan hal yang sama.

"Ah.. Akhirnya sampai juga, ayo Tian Zhi ikut dengan ku!" begitu sampai di akademi Guan Lin langsung turun dan mengajak Tian Zhi untuk masuk, tak lupa Guan Lin menggandeng tangan Tian Zhi dengan begitu erat seolah takut terlepas, dan nantinya Tian Zhi akan tersesat mengingat akademi ini sangat luas.

"Akan ku perkenalkan kau dengan seseorang!" Guan Lin berucap dengan penuh semangat.

"Lin'er tunggu, biarkan Zhi 'er istirahat terlebih dahulu!" Nuwa berusaha menghentikan Guan Lin yang dengan semangat langsung mengajak Tian Zhi pergi entah kemana, namun Guan Lin tidak mendengarnya karena dua bocah itu memang sudah berjalan semakin menjauh.

"ck, anak itu!" keluh tetua Nuwa.

"Sudah biarkan saja, paling juga Guan Lin mengajak Tian Zhi ke tempat tetua Ming Hao untuk menemui Ming Shu," tutur ketua Guan Lao.

"Baiklah," tetua Nuwa pun akhirnya menyerah karena tetua Nuwa tau pasti seperti apa kelakuan anak lelaki semata wayangnya itu.

"Ini semua juga karena kau terlalu memanjakannya. Lihat, sikapnya semakin hari semakin seenaknya saja!" protes tetua Nuwa

"Guan Lin itu masih kecil, biarkan saja dia menikmati masa kecilnya dengan bahagia!"

bela ketua Guan Lao.

***

Sebelum pergi ketempat tetua Ming Hao, Guan Lin mengajak Tian Zhi ke beberapa tempat favoritnya terlebih dahulu seperti danau dan hutan kecil yang terdapat di paling ujung belakang akademi.

Setelah puas berkeliling tibalah Guan Lin dan Tian Zhi di kediaman tetua Ming Hao, sebenarnya Ming Shu juga sudah tidak tinggal bersama tetua Ming Hao sekarang Ming Shu tinggal di suatu tempat yang nanti akan di tempati oleh Tian Zhi juga Guan Lin tapi biasanya setelah selesai latihan Ming Shu akan pergi ke tempat ayahnya yaitu tetua Ming Hao.

"Ming Shu... Ming Shu..." Guan Lin memanggil teman baiknya yang selama ini selalu menjadi objek kejahilannya. Ups, bukan hanya Ming Shu saja sih tapi hampir semua orang karena Guan Lin memang tipe bocah aktif yang suka sedikit jahil.

"Shu'er, sepertinya Guan Lin mencari mu?" tetua Ming Hao yang sedang duduk di kursi sambil menikmati secangkir teh hangat memberitahukan kedatangan Guan Lin.

"Sutt, Ming Shu tau ayah," bisik Ming Shu sambil menempelkan telunjuk di bibirnya dan menggeleng sebagai tanda supaya sang ayah tidak memberitahukan keberadaannya.

"lalu, kenapa kau malah berdiam diri di bawah meja?" tetua Ming Hao mengernyit heran.

"Haish.. ayah payah," Ming Shu pun kesal karena sang ayah sangat tidak peka.

Sementara Guan Lin langsung masuk seperti biasanya dan menyapa tetua Ming Hao.

"Paman, mana Ming Shu, Guan Lin ingin memperkenalkan teman baru padanya!" Guan Lin berkata dengan penuh semangat.

"Ah. Lin'er rupanya, di mana teman barumu itu nak?" tanya tetua Ming Hao berusaha mengalihkan perhatian Guan Lin yang sibuk mencari Ming Shu ke sekeliling sudut ruangan.

"Ada diluar Paman, teman ku itu memang sedikit kaku, katanya dia tidak mau masuk ke dalam sebelum dia di persilahkan masuk oleh tuan rumah!" terang Guan Lin.

"Itu bukan kaku namanya! cih, dasar bocah payah," batin Ming Shu yang masih bertahan sembunyi di bawah meja.

"Oh, itu berarti teman mu itu beretika bagus!" tetua Ming Hao memberi pengertian.

"Iya Paman, ayo aku perkenalkan padanya, dia itu meski sedikit kaku tapi aslinya baik," Guan Lin menarik tangan tetua Ming Hao dan mengajaknya keluar menemui Tian Zhi.

Sementara Ming Shu akhirnya bisa bernafas lega, dia keluar dari persembunyiannya sambil mengendap-endap masuk ke dalam kamar.

***

Melihat kedatangan lelaki seusia ayahnya, Tian Zhi langsung menunduk memberi hormat.

"Salam master."

Sebelumnya Guan Lin telah bercerita banyak tentang tetua Ming Hao dan anaknya Ming Shu, ayah Tian Zhi pun pernah bercerita bahwa selain ketua Guan Lao, tetua Ming Hao juga salah satu teman baik ayahnya.

Tetua Ming Hao mengangguk dan langsung menyapa Tian Zhi.

"Panggil Paman saja biar sama seperti Lin'er, wah.. ternyata Zhi 'er sudah besar ya!" tetua Ming Hao menepuk punggung Guan Zhi dengan ringan. "Bagaimana kabar ayah mu? pasti dia sedang sibuk!" tanya tetua Ming Hao, sebelumnya tetua Ming Hao juga sudah tau akan kedatangan Tian Zhi hari ini.

"Ayah baik Paman, beliau memang sedang sibuk akhir-akhir ini."

"Mn, Paman mengerti."

"Yah... Sayang sekali Ming Shu tidak ada," keluh Guan Lin. "akhir-akhir ini kenapa dia sering menghilang ya?!" Guan Lin berucap sambil mengetuk-ngetuk kan jarinya di kening sudah seperti orang dewasa yang sedang banyak pikiran saja.

Tetua Ming Hao mengulum senyum melihat tingkah menggemaskan Guan Lin.

"Tidak apa, besok kalian bisa bertemu di kelas etika bukan?!" tetua Ming Hao berniat menghibur Guan Lin namun bukannya terhibur kini Guan Lin malah terlihat sedang salah tingkah.

"Kenapa, Lin'er masih juga sering bolos kelas?" tanya tetua Ming Hao penuh selidik.

Sementara Guan Lin hanya cengengesan sambil menarik-narik ujung pakaiannya. Dan pada akhirnya Guan Lin mengajak Tian Zhi untuk segera pamit pulang.

"Paman, hari sudah mau berganti malam, sebaiknya Paman segera beristirahat. Menjaga kesehatan itu sangat penting, iya kan?!" ucap Guan Lin sebelum melangkah.

"Lin'er benar, baiklah kalau begitu kalian juga beristirahatlah," ucap tetua Ming Hao sambil tersenyum, namun senyumannya langsung membeku saat mendengar kelanjutan dari perkataan Guan Lin.

"Tentu saja, apalagi Paman kan sudah lanjut usia!" Guan Lin berkata sambil berjalan tanpa dosa.

Sementara tetua Ming Hao hanya menggelengkan kepalanya sambil menyunggingkan senyum tipis melihat kearah perginya dua bocah anak dari kedua temannya.

***

Guan Lin dan Tian Zhi tiba di kediaman yang akan mereka tempati bersama, satu bangunan dengan tiga kamar khusus untuk Guan Lin, Tian Zhi dan Ming Shu sesuai permintaan sang ketua Guan Lao.

"Selamat beristirahat Tian Zhi, nanti malam kita makan bersama, setelah itu aku akan mengajak mu berkeliling kembali. Ok?!" Guan Lin mempersilahkan Tian Zhi masuk ke dalam kamarnya.

"Mn." Tian Zhi hanya mengangguk sebagai jawaban, sepeninggalan Guan Lin Tian Zhi memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum beristirahat karena Tian Zhi memang pencinta kebersihan. Tian Zhi merasa badannya sudah sangat lengket setelah seharian di ajak berkeliling ke beberapa tempat di akademi ini oleh Guan Lin.

Tian Zhi berjalan menuju sekat kayu di belakang kamar yang sudah tersedia bak dengan penuh air. Tian Zhi pun berendam sejenak sambil memejamkan matanya menikmati suasana yang berbeda dengan suasana ibu kota udara pun terasa lebih sejuk, mungkin karena akademi ini di bangun di atas bukit pegunungan, untuk sesaat Tian Zhi hanyut dalam suasana yang membuat Tian Zhi nyaman.

Mulai pembelajaran

Di pagi hari Tian Zhi sudah rapi dengan seragam putih akademi yang ia kenakan, ini adalah hari pertama Tian Zhi akan menuntut ilmu di akademi pedang dan sihir.

Tian Zhi sudah sangat siap untuk menjalani harinya, tapi sebelum berangkat terlebih dahulu Tian Zhi memastikan teman barunya apakah sudah siap atau belum, karena sebelumnya tetua Nuwa sempat memberitahunya beberapa kebiasaan dari teman barunya itu. Salah satu kebiasaannya adalah jika sudah tertidur maka akan sangat susah di bangunkan.

"Tok tok tok"

Tian Zhi mengetuk pintu kamar Guan Lin untuk yang kesekian kalinya namun tidak ada respon sama sekali, kemudian Tian Zhi pun berusaha memanggil Guan Lin dari balik pintu, namun sayangnya sama sekali tidak ada tanda-tanda pergerakan ataupun sahutan dari dalam.

Pada akhirnya Tian Zhi membuka pintu dan mendorongnya dengan perlahan, begitu pintu terbuka nampak lah sosok Guan Lin kecil yang masih menelungkup di atas kasur dengan mata terpejam.

Tian Zhi hanya bisa menghela nafas melihat teman barunya ini yang masih terlelap dari tidurnya padahal sebentar lagi kelas etika akan segera di mulai.

Dengan perlahan Tian Zhi membangunkan Guan Lin dengan sabar namun benar kata tetua Nuwa bahwa Guan Lin sangat susah di bangunkan, bahkan Tian Zhi sudang mengguncang-guncang kan badannya namun Guan Lin masih juga betah memejamkan mata dan hanya gumaman kecil yang tidak begitu jelas yang keluar dari mulut Guan Lin.

Kesabaran Tian Zhi kini benar-benar sedang diuji , Tian Zhi yang biasanya selalu tenang dalam segala hal pun kini ia mulai kesal pada temannya ini karena tidak kunjung bangun juga. Pada akhirnya Tian Zhi menyeret Guan Lin kecil ke arah sekat kayu, hal itu sukses membuat Guan Lin terperanjat kaget, Guan Lin langsung terbangun dan baru menyadari bahwa dirinya kini berada di bilik kamar mandi.

"Tian Zhi, kau!" pekik Guan Lin.

"Sedang apa kau disini?" tanya Guan Lin dengan heran.

"Memandikan mu," jawab Tian Zhi singkat.

Guan Lin pun menatap horor pada Tian Zhi sambil menyilang kan tangannya di depan dada. Persis seperti anak gadis, sementara Tian Zhi menahan senyum melihat respon berlebihan Guan Lin.

"A-aku bisa mandi sendiri, kau keluarlah!" pinta Guan Lin yang mendapatkan anggukan dari Tian Zhi.

***

Dengan sabar Tian Zhi menunggu Guan Lin hingga pada akhirnya Guan Lin keluar dari kamarnya dan berjalan ke arah Tian Zhi dengan senyum yang selalu menghiasi wajah tampannya. Mereka berdua pun berjalan beriringan keluar dari kediaman namun saat di tengah perjalanan, Guan Lin berjalan ke arah belakang akademi dan bukannya ke arah kelas etika, dengan sigap Tian Zhi menarik kerah belakang seragam yang Guan Lin kenakan.

"Kau mau kemana?"

"Tian Zhi, kumohon lepaskan dulu tangan mu dari bajuku, ok."

Tian Zhi tidak menghiraukan permintaan Guan Lin dan langsung saja menariknya berjalan menuju kelas etika, sepanjang jalan Guan Lin terus memohon untuk dilepaskan dengan berbagai macam alasan namun Tian Zhi masih juga tidak menghiraukannya karena Tian Zhi tau kebiasaan buruk Guan Lin yang lainnya adalah tidak mengikuti kelas etika.

Semua orang menatap kagum pada Tian Zhi yang berhasil membawa Guan Lin untuk mengikuti kelas etika, kelas etika sangatlah penting untuk ilmu pengetahuan awal, semua siswa di haruskan mengikuti kelas etika sebagai tahap awal membentuk kepribadian.

Kelas etika di pimpin oleh tetua Yu, seorang sesepuh yang sudang menjalani kehidupan dengan berbagai macam peristiwa, baik dan buruk silih berganti telah ia lewati.

"Tidak ada yang namanya ilmu hitam ataupun ilmu putih semua ilmu itu pada dasarnya sama, yang menjadi perbedaan adalah diri kita sendiri. Jika ilmu yang kita miliki untuk kebaikan maka kebanyakan orang akan mengklaim bahwa yang kita gunakan adalah ilmu putih, dan jika ilmu yang kita gunakan untuk kejahatan maka ilmu yang di gunakan akan di klaim menjadi ilmu hitam!" terang tetua Yu menjelaskan segala tentang hal dasar.

Semua siswa menyimak dengan khidmat apa saja yang sedang di terangkan oleh tetua Yu, sementara Guan Lin sudah merasa sangat bosan harus duduk manis selama berjam-jam untuk mendengarkan siraman kalbu dari tetua Yu, pada dasarnya memang Guan Lin anak yang sangat aktif jadi wajar saja jika Guan Lin merasa mati rasa karena terlewat bosan.

Setelah kelas etika selesai semua siswa keluar ruangan dan mendapat waktu untuk istirahat sejenak sebelum mengikuti pelatihan.

Di akademi ini tidak mempermasalahkan umur, yang menjadi patokan adalah kemampuan, jika siswa yang kemampuannya tinggi maka akan cepat dalam proses pembelajarannya.

Seperti halnya Guan Lin, ia yang paling muda diantara para siswa lainnya, saat ini Guan Lin baru berusia lima tahun, sedangkan Tian Zhi tujuh tahun dan Ming Shu sembilan tahun, begitupun siswa lainnya yang berbeda umur.

***

Selain kelas Etika yang di pimpin oleh tetua Yu, juga ada kelas pedang yang di pimpin oleh tetua Ming Hao dan juga kelas sihir yang di pimpin oleh tetua Nuwa, tapi sebelum itu semua siswa harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu.

Yang pertama adalah pelatihan kekuatan pisik dan yang kedua pelatihan penyerapan energi alam, setelah itu barulah siswa mulai belajar di kelas pedang dan kelas sihir.

***

2 tahun kemudian.

Di sebuah lapangan kini para siswa sedang belajar ilmu pedang sesuai arahan yang tetua Ming Hao ajarkan melalui para guru pembimbing, untuk belajar ilmu pedang semua siswa menggunakan pedang yang terbuat dari kayu yang telah di sediakan di akademi.

Jika siswa yang sudah bisa mengikuti arahan maka akan berlanjut ke tahap selanjutnya. Seperti saat ini, Tian Zhi dan Ming Shu mendapat arahan langsung dari tetua Ming Hao, saat ini Tian Zhi dan Ming Shu sedang berdiri berhadap-hadapan sambil mendengarkan arahan dari tetua Ming Hao.

"Yang pertama. Perhatikan skenario pertarungan!" terdengar suara tetua Ming Hao memberi arahan.

"Yang kedua. Amati lingkungan pertarungan."

"Dan yang ketiga. Cabutlah pedang sebelum bertarung!" Tian Zhi dan Ming Shu mengangguk dan langsung mencabut pedang sesuai arahan tetua Ming Hao.

"Keempat. Bersikaplah santai."

"Kelima. Jagalah agar tubuh tetap seimbang sehingga bisa menyerang dan menangkis tanpa terpukul, kalian mengerti?" tanya tetua Ming Hao memastikan.

"Kami mengerti master," Tian Zhi dan Ming Shu menjawab serempak.

"Bagus, sekarang yang keenam. Mulailah pertarungan dengan hati-hati!" Tetua Ming Hao pun mundur memberi ruang untuk Tian Zhi dan Ming Shu memulai pertarungan.

Tetua Ming Hao masih terus memberikan arahannya. "Ketujuh. miliki pertahanan yang kuat, kedelapan jagalah agar senjata selalu siap," Tetua Ming Hao berbicara dengan menambahkan energi pada suaranya supaya Tian Zhi dan Ming Shu bisa mendengar suaranya dengan jelas meski keduanya sedang berlatih tanding.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!