NovelToon NovelToon

Mahligai Cinta Yang Terbagi

Bab. 1. Sebuah Pesta.

Klang!

Suara nyaring dari benda yang terjatuh ke lantai menggema di ruang dapur, tampak seorang wanita berlari dari arah luar untuk melihat apa yang terjadi di dapur rumahnya.

"Ya Allah, dasar kau ya, kucing!"

Ternyata ada kucing nakal yang menjatuhkan alat penggorengan, dengan cepat wanita itu segera mengambilnya dan kembali meletakkan di rak piring.

"Ada apa? Kenapa berisik sekali?"

Seorang lelaki dengan muka bantal masuk ke dalam dapur, rambutnya sangat berantakan karna dia langsung melompat dari ranjang saat mendengar keributan.

"ini Mas, ada tuan kucing yang jatuhin alat tempurku!"

"Huh!"

Laki-laki bernama Mahen itu menghembuskan napas lega, dia tadi sudah sangat khawatir terjadi sesuatu dengan sang istri.

"Tunggu, Mas mau ke mana?"

Mahen yang sudah berbalik dan hendak ke kamar, kembali melihat ke arah belakang. "Mau mandi lah, memangnya mau ke mana lagi?"

"Bukannya hari ini Mas libur?"

Wanita itu menunjuk ke arah kalender, untuk menunjukkan pada suami tercintanya kalau hari ini adalah hari minggu.

"Iya bener, tapi mas ada pertemuan diluar!"

Laki-laki itu menarik kursi makan, lalu duduk di sana sambil menuang minuman ke dalam gelas untuk membasahi tenggorokannya.

"Pertemuan? Tumben, Mas?"

Wanita itu merasa heran, biasanya Mahen tidak mau berurusan dengan pekerjaan saat sedang libur.

Mahen menganggukkan kepalanya sambil meletakkan gelas yang sudah kosong. "Memang kayak gitu janjinya, kamu enggak mau pergi ke mana-mana kan, hari ini?"

Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Enggak kok Mas, paling nanti mau belanja kewarung!"

"Mama, Papa!"

Tiba-tiba, terdengar alarm dari putri mereka membuat sepasang suami istri itu langsung lari kalang kabut ke dalam kamar.

Brak.

"Ya ampun Dek, bikin Papa kaget aja!"

Mahen langsung mengangkat putrinya yang ternyata sudah bangun, gadis kecil itu tersenyum senang saat melihat  kedua orangtunya.

"Papa, gendong!"

Mahen langsung menggendong putrinya dan mengeluarkannya dari boks bayi, sementara istrinya sedang sibuk menyiapkan air untuk mandi mereka.

"Sekalian mandiin Yara ya, Mas!"

Devan menujukkan jempolnya pada sang istri, dia lalu masuk ke dalam kamar mandi bersama dengan Yara yang tampak bergelayut manja dilehernya.

Wanita itu tersenyum melihat kesigapan sang suami, dia lalu keluar dari kamar itu untuk menyiapkan sarapan mereka.

Begitulah hari-hari yang dijalani oleh seorang wanita bernama Silvia Maharani, walau usianya masih terbilang muda, tetapi dia menjadi istri dan Ibu yang sangat bisa diandalkan.

Dia bahkan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, tidak lupa untuk mengurus keperluan suami dan juga anaknya.

"Mama!"

Via langsung melihat ke arah ruang tengah saat mendengar suara Yara, senyumnya mengembang saat melihat putrinya sudah cantik dengan balutan dres berwarna hijau.

"Waah, putri Mama cantik sekali!"

Yara mengembangkan senyumnya, bola matanya yang bulat serta pipi gembul membuat siapa saja yang melihatnya merasa gemas.

Via segera menyuruh putrinya untuk duduk, dan menikmati sarapan yang sudah dia siapkan sebelumnya.

"Tapi, di mana Papamu, Sayang?"

Via tidak melihat keberadaan suaminya, mungkinkah Mahen masih belum selesai bersiap?

"Papa masih telepon!" jawab Yara tanpa mengalihkan pandangannya dari makanan, karna menu pagi ini sangat menggugah selera makannya.

"Kalau gitu, tunggu sebentar ya, Sayang! Mama mau lihat Papa dulu!"

Via segera beranjak dari sana setelah melihat anggukan Yara, dia harus melihat suaminya yang mungkin saja sedang butuh bantuan.

"Mas-"

"Aku segera berangkat, kenapa kau tidak sabar sekali sih?"

Via menghentikan langkahnya saat mendengar suara Mahen, ternyata benar kalau suaminya sedang menelpon.

"Kau tunggu saja di sana, setengah jam lagi aku sampa!"

Via mengernyitkan keningnya saat mendengar ucapan Mahen. "sepertinya pertemuan itu sangat penting!"

"Iya iya, aku segera ke sana!"

Tut, Mahen langsung mematikan panggilan telpon itu dan segera membenahi dasinya yang belum terpasang sempurna.

"Mas!"

Mahen terlonjak kaget saat mendengar suara Via. "Sa-sayang? Bikin kaget saja!" Dia mengusap dadanya yang berdebar kencang.

Via berjalan masuk ke dalam kamar dan langsung mengambil alih dasi Mahen, dengan cepat tangan laki-laki itu langsung melingkar dipinggangnya.

"apa pertemuan hari ini sangat penting?" tanya Via disela-sela kerja tangannya.

"Kenapa, Sayang? Apa kau mau mengajakku ke suatu tempat, hem?"

Mahen mengecupi kening Via yang sibuk dengan dasinya, inilah salah satu kegiatan yang sangat dia sukai.

"Em ... tidak, hanya bertanya saja!"

Via menepuk dada bidang Mahen sekilas, dan memastikan kalau penampilan suaminya sudah sempurna.

Mahen mengacak-acak rambut Via dengan gemas, dan tentu saja membuat istrinya itu memberengut kesal.

"Sudahlah, aku harus pergi sekarang!"

Cup. Mahen kembali mengecup kening Via, lalu segera menyambar tas kerjanya sebelum semakin terlambat. Namun, dia kembali menghentikan langkahnya saat melupakan sesuatu.

"oh ya, hari ini Mas pasti akan pulang terlambat. Jadi, nanti makan malam duluan aja ya!" ucap Mahen, hampir saja dia lupa memberitahu istrinya.

"memang pertemuannya sangat penting ya Mas?"

Mahen menganggukkan kepalanya. "Kira-kira kayak seperti itu, makanya Mas pasti akan pulang terlambat!"

"baiklah Mas, yang penting Mas hati-hati saja di jalan!" balas Via.

Mahen tersenyum dengan perhatian yang diberikan istrinya, mereka lalu segera beranjak dari sana untuk bergabung dengan Yara diruang makan.

Setelah semuanya siap, Via segera mengantar Mahen sampai di halaman depan. Dia menyapa beberapa tetangga yang melintas, kemudian kembali masuk ke dalam saat suaminya sudah pergi.

Tidak terasa, waktu berjalan dengan sangat cepat. Via yang baru selesai menidurkan putrinya tampak sedang melihat-lihat akun media sosial, dia sangat suka melihat desain-desain pakaian keluaran terbaru saat ini.

Tiba-tiba, ada sahabatnya yang menelpon. Dengan cepat Via mengangkat panggilan itu sembari mendudukkan tubuhnya.

"assalamu'alaikum, Rin?"

"wa'alaikum salam, Vi! Apa aku mengganggumu?"

Via menggelengkan kepalanya walau sahabatnya tidak bisa melihat itu. "Enggak lah, aku sedang nyantai kok! Kenapa?"

"Vi, temani aku ke pesta yuk!" ajak Riani.

"pesta? Duuh, pergi sama pacarmu aja sana!" tolak Via dengan halus.

"Dia sedang pergi, makanya aku ajak kau! Mau ya, aku tidak enak kalau tidak datang!"

Via berpikir sejenak, dia lalu ingat kalau suaminya malam ini akan pulang malam. "Baiklah, tapi aku bilang sama Mas Mahen dulu. Nantu ku kabarin!"

"oke, aku tunggu ya! Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikum salam."

Via langsung mematikan panggilan itu, dan bergegas menelpon suaminya untuk meminta izin pergi ke pesta bersama dengan temannya.

Tbc.

Bab. 2. Mas Mahen?

Via langsung menelpon nomor suaminya untuk meminta izin pergi bersama dengan Riani, tetapi panggilannya tidak dijawab oleh Mahen.

"Mungkin dia sedang sibuk!"

Via memutuskan untuk mengirim pesan melalui aplikasi hijau, supaya suaminya tau kalau dia akan pergi bersama dengan Riani.

Setelahnya, dia segera membereskan mainan Yara yang sudah berserakan keseisi rumah. Tidak lupa Via juga membersihkan seluruh meja dan yang terkena debu.

Selagi Yara masih tidur, Via langsung saja bersiap untuk pergi ke pesta bersama temannya, karna sekarang sudah pukul 6 sore.

Saat sedang memakai pakaian, dia mendengar sebuah notifikasi diponselnya. Dengan cepat Via mengambil benda pipih itu, dan melihat sebuah pesan balasan dari Mahen.

"Tentu saja boleh, Sayang! Tapi ingat, jangan pulang terlalu malam! Kasihan Yara!"

Via tersenyum senang saat melihat pesan suaminya, dia lalu membalas pesan itu dan berharap Mahen kembali membalasnya. Akan tetapi, tidak ada balasan apapun dari Mahen membuat Via kembali meletakkan ponsel itu.

Tidak berselang lama, terdengar suara bel rumahnya membuat Via langsung keluar dari kamar untuk melihat siapa yang bertamu.

"Hay, Vi! Udah siap?"

Ternyata tamu itu adalah Riani, dia langsung saja masuk walau belum dipersilahkan oleh tuan rumah.

"Wa'alaikum salam!"

Riani tergelak mendengar jawaban temannya itu. "Hehehe, assalamu'alaikum wahai sahabatku yang paling baik dan rajin menabung!" Dia mengedipkan sebelah matanya yang langsung di cubit oleh Via.

"wa'alaikum salam! Dasar kau enggak punya aturan, datang-datang bukannya salam dulu!"

"itu tadikan udah!"

"Cih!"

Via melengos sebal, temannya itu selalu saja membuat dia naik darah. "Oh ya, kita perginya habis maghrib saja ya. Yara juga belum bangun!"

Riani menganggukkan kepalanya, dia lalu mengikuti Via yang berjalan ke dalam kamar untuk kembali bersiap.

Tepat pukul 7 malam, Riani dan Via segera berangkat ke pesta itu. Tidak lupa mereka juga membawa Yara, yang tampak senang karna akan pergi ke pesta.

"memangnya yang pesta siapa, Rin?" tanya Via yang saat ini sedang memangku Yara.

"Oh, dia langganan ku. Kemarin dia memesan kue untuk acara ulang tahun, sekaligus mengundangku untuk datang!"

Via menganggukkan kepalanya, kemudian beralih pada sang putri yang sedang asyik melihat kartun diponselnya.

Tidak berselang lama, mereka sampai juga di tempat tujuan karna memang lokasinya tidak terlalu jauh. Mereka semua segera turun dari mobil, tidak lupa Riani membawa bingkisan sebagai hadiah bagi pemilik pesta.

"tapi kita enggak bisa lama ya Rin, takutnya Mas Mahen keburu pulang!" ucap Via, dia tidak mau suaminya lebih dulu pulang daripada mereka.

Riani menganggukkan kepalanya. "Aman itu, kita gak akan lama kok!"

Via menghela napas kasar, awas saja kalau sampai mereka lama di tempat itu. Dia lalu mengikuti langkah Riani sembari menggandeng tangan Yara, yang tampak sangat senang saat melihat dekorasi pesta.

Riani celingukan ke sana kemari untuk mencari sang tuan rumah, banyaknya tamu undangan membuat dia kesulitan untuk menemukan wanita itu.

"Ah, itu dia!"

Deg, Riani yang akan melangkahkan kakinya mendadak jadi kaku saat melihat seseorang yang sangat dia kenal. "Itu ... bukannya Mas Mahen?" Dia terus menatap lurus ke depan sampai ada sebuah tangan yang mengagetkannya.

"gimana? Udah ketemu sama yang ulang tahun?" tanya Via, sejak tadi dia sibuk ke sana kemari menemani Yara mengambil makanan.

Mendadak Riani jadi gugup saat mendengar pertanyaan Via, lidahnya terasa kelu dan tidak bisa untuk mengucapkan kata-kata.

"Hey, kau mendengarku?"

Via menggoyangkan lengan Riani dengan bingung, kesambet apa temannya itu sampai diam dengan wajah pucat seperti itu.

"Vi, kau bilang suamimu sedang ada pertemuan pentingkan?"

Via melihat Riani dengan bingung, tetapi dia menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan temannya itu. "Iya, memangnya kenapa?" Dia merasa terheran-heran.

"La-lalu, bu-bukannya itu suamimu?"

Riani langsung menunjuk ke arah depan, melalui sorot matanya untuk memberitahukan keberadaan Mahen pada Via.

Via yang merasa bingung langsung saja menoleh ke arah samping, dan betapa terkejutnya dia saat melihat sang suami ada di depan matanya.

"Ma-Mas Mahen?"

Mata Via membulat dengan sempurna, beberapa kali dia mengedipkan matanya untuk memastikan bahwa laki-laki itu adalah suaminya.

"Bukannya dia ada pertemuan? Apa pertemuannya di pesta ini?"

Jantung Via langsung berdetak sangat cepat saat melihat ada sebuah tangan yang merangkul lengan suaminya, tanpa menunggu apapun lagi. Kaki Via bergerak dengan sendirinya, dan menuju ke arah Mahen.

"Astaga, Vi! Tunggu aku!"

Riani langsung menggendong Yara dan menyusul langkah Via, saat ini dia sangat takut jika terjadi keributan antara Via dan Mahen.

Mahen yang tidak menyadari keberadaan sang istri asik bersenda gurau dengan teman-temannya, begitu juga dengan wanita yang sedang memeluk lengannya dengan erat.

"Mas Mahen!"

Deg, Mahen langsung mengalihkan pandangannya saat mendengar suara panggilan yang sangat dia kenali. Matanya membulat sempurna saat melihat Via berdiri di hadapannya, dengan jarak beberapa langkah saja.

"Sa-Sayang?"

Tubuhnya mendadak jadi kaku, bahkan teman-temannya yang lain juga sama terkejutnya saat melihat keberadaan Via di pesta itu.

Mata Via memerah saat benar-benar memastikan bahwa laki-laki yang dia lihat saat ini adalah suaminya, dengan langkah lebar dia mendekati Mahen yang sepertinya sangat terkejut melihat keberadaannya.

Mahen langsung tersentak saat melihat Via berjalan cepat ke arahnya, dia langsung melepaskan pelukan seorang wanita yang ada di sampingnya.

"Sa-Sayang, kau di-di sini?"

"Apa yang kau lakukan di sini, Mas?"

Suasana pesta yang meriah berubah menjadi hening saat mendengar suara Via, karna saat ini dia sedang berada tepat di tengah-tengah pesta.

"I-ini, ini-"

Mahen tidak tau harus mengatakan apa pada Via, tiba-tiba kepalanya menjadi kosong dan tidak bisa untuk memikirkan apapun.

"Sudah, Rin! Lebih baik kita pulang sekarang!"

Riani menarik tangan Via untuk pergi dari pesta itu, dia tidak mau kalau temannya menjadi bahan tontonan semua orang.

"Mama, Yala mau kue!"

Via langsung sadar saat mendengar suara putrinya, dengan cepat dia mengambil Yara dari gendongan Riani.

"Pulang sekarang juga, Mas!"

Tbc.

Bab. 3. Mencoba Untuk Percaya.

Via segera pergi dari pesta itu bersama dengan Riani dan juga putrinya, sekuat tenaga dia menahan air mata karna tidak mau Yara melihatnya menangis.

Sepanjang perjalanan, tidak ada yang bersuara di mobil itu, beberapa kali Yara mengajak Mamanya untuk bicara dan Via hanya menjawab dengan singkat-singkat saja.

"Apa kau baik-baik saja, Vi?"

Tanpa ditanya pun, seharusnya Riani sudah tau bagaimana perasaan temannya saat ini. Hanya saja dia tidak tau harus mengatakan apa untuk menghilangkan kesunyian yang terjadi.

"aku tidak apa-apa, Rin!" jawab Via sembari mengalihkan wajahnya ke jendela, tentu membuat Riani menjadi sedih.

Tidak berselang lama, mereka sudah sampai di halaman rumah Via. Wanita itu segera turun dengan menggendong putrinya, begitu juga dengan Riani.

"apa Yara sudah ngantuk?" tanya Via yang langsung mendapat gelengan dari putrinya.

Via tersenyum sambil mengusap kepala Yara, kemudian dia melihat ke arah Riani yang berdiri di sampingnya. "Rin, bisakah kau membawa Yara jalan-jalan?"

Riani yang mengerti dengan apa yang Via lakukan langsung menganggukkan kepalanya. "Tentu, Vi! Aku akan mengajaknya jalan-jalan ke taman, pasti di sana sangat ramai!"

"Benalkah? Apa Tante mau bawa aku ke taman?"

Yara menatap Riani dengan mata berbinar-binar, dan tentu saja membuat Via dan Riani langsung tersenyum gemas.

"Tentu saja, Sayang! Sana, masuk duluan ke mobil!"

Tanpa disuruh dua kali, gadis kecil itu langsung masuk kembali ke dalam mobil dengan semangat yang membara.

Setelah melihat Yara masuk ke dalam mobil, Riani langsung mengalihkan pandangannya ke arah Via. "Vi, aku-"

Via menggenggam tangan Riani membuat wanita itu tidak bisa melanjutkan ucapannya. "Aku tidak apa-apa, Rin! Terima kasih karna sudah mengajakku ke pesta!"

Riani menatap Via dengan sendu, dia berharap bahwa tidak terjadi apapun dengan rumah tangga sahabatnya itu.

Tidak berselang lama, datanglah Mahen yang langsung mengalihkan perhatian mereka. Kedua wanita itu menatap Mahen dengan tajam, seolah-olah ingin menerkam laki-laki itu saat ini juga.

Mahen yang belum keluar dari mobil mencoba untuk menenangkan diri, dia harus bisa menjelaskan semuanya pada Via agar istrinya itu tidak berpikir macam-macam.

"Papa!"

Yara yang melihat Papanya keluar dari mobil langsung berteriak sambil melambaikan tangannya, membuat Mahen tersenyum dengan canggung.

"Sayang, kenapa tidak masuk ke dalam?" tanya Mahen sambil berjalan mendekati Via dan Riani.

"Aku sedang menunggumu, Mas!" Kemudian Via beralih melihat Riani. "Aku titip Yara sebentar ya Rin, nanti aku akan menelponmu!"

Riani langsung menganggukkan kepalanya. "Oke, kalau gitu kami pergi sebentar ya Vi! Mari Mas Mahen!"

Mahen yang tidak tau apapun hanya melihat mereka dengan bingung, apalagi saat Riani membawa putrinya. "Sayang, kenapa Yara ikut bersama dengannya?" Dia merasa heran.

Via yang akan melangkahkan kaki terpaksa mengurungkan niatnya saat mendengar pertanyaan Mahen. "Aku rasa ada hal yang jauh lebih penting dari pada pertanyaanmu itu, Mas!"

Glek. Mahen menelan salivenya dengan kasar, dia lalu mengikuti langkah Via yang sudah masuk duluan ke dalam rumah.

Mereka duduk di ruang keluarga dengan saling berhadapan, di mana Via menatap Mahen dengan tajam membuat laki-laki itu menjadi gugup.

"jadi, apa Mas bisa menjelaskan kenapa ada di pesta itu?" tanya Via secara langsung, dan tentu saja dia tidak mau berbasa-basi lagi sekarang.

"i-itu pesta salah satu karyawan baru di kantor, Sayang! Dia mengundang Mas untuk datang ke sana, jadi tidak mungkin Mas tidak datang!" jawab Mahen dengan senyum tipis.

Via menganggukkan kepalanya saat mendengar jawaban Mahen. "Lalu, bagaimana dengan pertemuan yang Mas katakan tadi pagi? Bukannya Mas bilang akan pulang terlambat?"

"Ya, ya pertemuan itu sudah selesai, Sayang! Ternyata lebih cepat dari yang Mas pikirkan, itu sebabnya Mas bisa datang ke pesta Clara!" Deg, Mahen merutuki mulutnya yang sudah keceplosan menyebut nama wanita itu.

"Ooh, jadi namanya Clara!" Via mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sepertinya pesta itu sangat penting, sampai-sampai kau tidak sempat untuk memberitahuku, Mas?"

Mahen langsung menggelengkan kepalanya. "Bukan seperti itu, Sayang! Mas cuma enggak sempat aja ngasi kabar, karna niat Mas memang cuma sebentar saja di sana!"

"Hem ... tapi, kenapa kalian terlihat sangat mesra, Mas? Dia menggandeng lenganmu loh, tadi! Sepertinya hubungan kalian sangat dekat!"

Mahen terdiam, dia harus memikirkan cara agar Via tidak terus memcurigainya. "Sayang!" Dia bangun dan berpindah tempat duduk di samping sang istri.

"Kenapa kita harus meributkan semua ini, apa kau tidak percaya dengan suamimu?"

Mahen melingkarkan tangannya dipinggang Via, berharap apa yang dia lakukan akan menghentikan pertanyaan wanita itu.

"bukannya aku tidak percaya, Mas! Tapi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, tentu saja kau harus menjelaskannya!"

"Iya-iya, Mas mengerti! Hanya saja semua tidak seperti yang kau pikirkan, Sayang! Dia itu cuma karyawan di kantor, dan Mas terpaksa datang ke sana untuk menghargainya. Kalau soal pegangan itu, jujur saja Mas tidak sadar!"

Via menatap kedua mata Mahen untuk mencari kejujuran di sana. "Apa kau berkata jujur, Mas?"

"Tentu saja, Sayang! Kapan sih Mas pernah bohong padamu, kau tau sendiri kalau Mas sangat mencintaimu!"

Via menghela napas berat, kemudian dia menganggukkan kepalanya membuat Mahen langsung mengecupi seluruh wajahnya. "Tapi ingat, Mas! Jangan seperti ini lagi, aku tidak mau memikirkan hal buruk tentangmu!" Dia menahan mulut Mahen yang akan kembali menciumnya.

"Iya, Sayang! Maafkan Mas ya, lain kali Mas pasti akan mengatakannya dulu padamu!"

Via kembali menganggukkan kepalanya, kemudian mereka saling berpelukan untuk meredam amarah masing-masing.

"Aku harap kau mengatakan yang sejujurnya, Mas! Karna aku tidak mau sesuatu terjadi pada rumah tangga kita!"

Setelah semuanya selesai, Via langsung menelpon Riani untuk membawa Yara pulang.

"terima kasih ya Rin!" ucap Via.

"Terima kasih apa sih, cuma kayak gitu aja!" Riani mencebikkan bibirnya dengan kesal. "Tapi, kalian baik-baik saja kan?" Dia masih merasa khawatir.

Via tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, membuat Riani bernapas lega. "Cuma salah paham aja kok, Rin!"

"Syukurlah, kalau gitu aku pulang ya!"

Riani segera pulang dengan diringi lambaian tangannya, kemudian Via kembali masuk ke dalam rumah setelah melihat temannya pergi.

Dia mendengar suara gemercik air pertanda kalau suaminya sedang mandi, Via lalu mengambil jas Mahen yang diletakkan di atas ranjang.

Namun, saat Via mengambil jas itu, tidak sengaja ada sebuah kertas yang jatuh. Dia langsung mengambil kertas itu dan hendak membuangnya, tetapi matanya melihat kalau kertas itu adalah bukti pembayaran untuk penyewaan sebuah gedung.

Deg. "Inikan gedung yang digunakan untuk pesta tadi?"

Tbc.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!