NovelToon NovelToon

SENJA YANG MERINDUKAN LANGIT

Bab 1. Awal Kisah Senja dan Langit.

"Karena senja selalu menerima langit apa adanya."

Senja terbangun dari tidurnya dan melihat ke samping, tampak Langit yang tidur dengan lelapnya. Senja menarik rambutnya frustrasi, kenapa dia mau melakukan ini lagi?

Pertama kali mereka melakukan hubungan badan, saat ada acara sekolah. Mereka pergi ke luar kota untuk study tour.

Ketika teman mereka pergi ke kolam renang, Langit malah mengajak Senja jalan-jalan ke pantai hingga hujan turun dengan derasnya. Tidak ingin basah kuyup, Langit mengajak Senja berteduh ke teras hotel yang berada di dekat pantai.

Dua jam berlalu, hujan tak jua reda. Langit yang merasa tubuhnya lelah dan mulai mengantuk mengajak Senja untuk memesan sebuah kamar. Awalnya Senja menolak, tapi karena Langit yang memaksa akhirnya dia setuju.

Di dalam kamar, Langit langsung membaringkan tubuhnya. Diam-diam dia melirik Senja yang tidur di sofa. Udara dingin membuat pikiran langit melayang hingga menjurus ke hal yang tidak seharusnya.

Dia memperhatikan tubuh Senja yang di balut baju tipis sedikit basah hingga manampilkan dalaman yang dipakai Senja. Hal itu membuat pikiran Langit semakin menjadi. Seperti mendapat sebuah bisikan, Langit menghampiri Senja dan mengangkat tubuh Senja kemudian membaringkan di kasur.

Langit perlahan-lahan membuka kancing baju Senja, membuat gadis itu terbangun dan terkejut melihat pakaian bagian atasnya telah terbuka. Senja langsung bangun dan menutupi dengan kedua tangannya.

"Langit, kamu mau apa?" tanya Senja dengan suara gemetar. Namun, langit tidak memjawab dan naik ke ranjang dan mendekatinya.

"Sayang, kita ini sudah mulai dewasa. Aku sudah 19 tahun dan kamu juga sudah 18 tahun. Nggak ada salahnya kita melakukan itu," ucap Langit.

"Tetap saja tidak boleh, Langit. Aku hanya akan memberikan mahkota ku untuk suamiku kelak," ucap Senja dengan lirih.

"Apa kamu tidak mencintaiku? Apa kamu tidak ingin menikah denganku?" desak Langit.

Senja terdiam dan berpikir. Kenapa Langit bertanya begitu? Tentu saja dia sangat mencintai Langit.

"Tentu saja aku mencintai kamu, jika tidak mana mungkin kita pacaran?"

"Jika kamu mencintaiku dan ingin kita menikah, itu berarti akulah suami kamu. Apa bedanya melakukan sekarang dengan setelah menikah?"

"Aku takut nanti setelah aku memberikan segalanya, kamu pergi meninggalkan aku!" ucap Senja dengan suara sendu.

"Kenapa kamu berpikir begitu, Senja? Aku nggak akan meninggalkan kamu."

Langit berusaha membujuk Senja, hingga akhirnya gadis itu setuju dan meyerahkan mahkotanya yang paling berharga pada kekasih hatinya itu.

Setelah melakukan hubungan terlarang, hujan pun reda. Langit dan Senja kembali berkumpul dengan teman yang lain. Rasa sakit karena baru berhubungan di tahan Senja. Dia tidak ingin temannya yang lain curiga.

Kejadian itu telah berlangsung seminggu yang lalu. Saat ini mereka kembali melakukan hubungan badan yang tidak seharusnya mereka lakukan.

Dari hatinya yang terdalam, sebenarnya ada rasa takut yang Senja rasakan. Ini semua karena Senja merasa perbedaan antara dirinya dan Langit terlalu jauh. Langit yang berasal dari keluarga mampu, sedangkan dirinya orang tidak punya.

Langit membuka matanya dan tersenyum dengan kekasihnya itu. Langit memeluk pinggang Senja dan tidur di paha gadis itu.

"Kenapa memandangi aku seperti itu?" tanya Langit.

"Sebentar lagi kita lulus. Apakah kita akan bisa tetap begini dan menjalin hubungan? Aku dan kamu belum pasti bisa satu kampus."

"Walau kita tidak satu kampus, aku dan kamu akan tetap bersama. Senja, harus berapa kali aku meyakinkan kamu, jika aku sangat mencintaimu?" tanya Langit.

"Bukannya aku tidak percaya denganmu, tapi perbedaan antara kita terlalu jauh. Apakah orang tuamu dan keluarga yang lain akan bisa menerimaku?"

"Yang terpenting aku sangat mencintai kamu."

"Itu tidak cukup, Langit. Seandainya seluruh keluarga kamu, meminta kita berpisah, apa yang bisa kamu lakukan?"

"Aku akan tetap mencintaimu dan berusaha meyakinkan keluarga jika kamulah wanita pilihanku."

***

Langit anak dari Bapak Topan, seorang pengusaha ternama. Perawakannya tinggi dengan wajah yang tampan membuat wanita banyak menyukainya. Namun, pilihanya jatuh pada Senja, gadis berparas ayu dengan badan yang mungil.

Langit tinggal dengan neneknya. Sementara itu kedua orang tuanya tinggal di luar negeri mengurus bisnisnya.

Langit melangkah masuk ke ruang keluarga di mana neneknya biasa duduk sambil menonton televisi. Pemuda itu kaget saat melihat kedua orang tuanya.

"Papi, Mami, kapan datang?" tanya Langit. Biasanya kedua orang tuanya akan mengabari jika akan datang.

"Papi dan Mami datang untuk menjemputmu. Besok kita langsung berangkat!" ucap Mami Angel.

"Kenapa begitu terburu-buru. Aku belum menerima ijazah."

"Ijazahmu nanti menyusul. Susunlah barang mana yang akan kau bawa. Saat ini juga kita langsung ke Jakarta karena pagi sudah harus langsung ke Amerika."

"Aku nggak bisa tergesa begini. Mami dan Papi duluan saja berangkat. Aku menyusul," ucap Langit.

"Tiket sudah Papi beli. Jangan membantah!" ucap Papi dengan emosi. "Sekarang juga susun barang yang ingin kau bawa. Atau kita langsung berangkat. Barang-barang itu bisa di beli lagi."

Langit tahu bagaimana Papinya. Jika dia sudah memerintahkan pergi berarti harus. Dia tidak akan bisa membantah.

"Aku permisi sebentar. Satu jam lagi kembali," ucap Langit. Tanpa menunggu jawaban dari kedua orang tuanya, Langit langsung berlari ke halaman rumah. Dia mengambil motor dan mengendarai menuju rumah Senja.

Sampai di rumah wanita itu, suasana sunyi. Langit bertanya dengan tetangga Senja. Kemana perginya Senja dan keluarga.

"Baru saja pergi. Ibunya Senja ingin pulang ke kampung berobat," ucap tetangga Senja itu.

"Terima kasih, Bu," ucap Langit.

Pemuda itu langsung melarikan motornya ke terminal, berharap bisa bertemu Senja. Namun, bus yang Senja tumpangi telah berangkat. Langit masih ingat, Senja mengatakan jika ibunya telah sebulan ini sakit.

Akhirnya Langit kembali ke rumah nenek. Kedua orang tua Langit telah menunggu di depan mobil. Begitu melihat Langit, Papi meminta kedua anak buahnya untuk memaksa Langit masuk ke mobil. Tanpa bisa melawan, Langit masuk dan mobil segera meninggalkan desa itu.

****************

Selamat siang. Mama datang dengan karya terbaru. Semoga semua suka. Mohon dukungannya dengan menekan tombol love. Beri like dan komentar. Terima kasih.

Bab 2. Positif Hamil

“Senja mengajarkan kita bahwa sesuatu yang terlihat indah sebagian besar hanya bersifat sementara.”

Langit tidak menyadari jika kepergia dia yang di paksa orang tua karena memang di sengaja. Orang tuanya mendengar dari salah satu orang suruhan yang mengawasi Langit dan nenek, jika pemuda itu sedang menjalin hubungan dengan seorang gadis desa.

Kedua orang tua Langit juga mengetahui jika anaknya telah beberapa kali berhubungan badan dengan Senja. Mami dan Papinya tidak ingin putranya Langit jadi terikat karena telah merenggut mahkota gadis itu, dan harus bertanggung jawab.

Langit tidak bisa menghubungi Senja karena ponselnya tertinggal di rumah nenek. Dia tidak hafal nomor kekasihnya itu.

Sebulan telah berlalu, barulah Senja kembali ke desanya. Dia sangat kuatir, kenapa ponselnya Langit tidak pernah aktif? Senja terpaksa lebih lama di kampung ibunya karena wanita yang telah melahirkan dirinya itu telah tiada.

Sampai di rumah, Senja memasak buat makan malam mereka. Walau hatinya ingin secepatnya bertemu Langit, tapi dia tetap menomor satukan kebutuhan ayahnya. Apa lagi ibunya saat ini telah tiada. Siapa lagi yang memasak jika bukan dirinya.

Saat ke warung, Senja bertemu teman sekelasnya yang rumahnya berdebatan dengan rumah neneknya Langit. Senja menegur dan menyapanya, dengan tujuan mencari tahu tentang Langit.

"Apa kabar, Shell?" tanya Senja, untuk sekedar basa basi sebelum bertanya mengenai Langit.

"Baik. Kamu izin udah satu bulan tidak sekolah. Tapi emang sih kita tidak belajar, hanya menunggu ijazah. Kamu kompakan ya menghilangnya dengan Langit," ucap Shella.

Senja kaget mendengar penuturan Shella. Jadi selama dia di kampung ibunya, Langit juga tidak sekolah. Pantas nomor ponselnya tidak bisa dihubungi. Salahnya Senja juga, ketika pergi tidak langsung menghubungi Langit. Dia tergesa pergi dan kuatir keadaan Ibunya yang saat itu makin memburuk.

"Langit kemana, Shell? Apa kamu tahu?" tanya Senja akhirnya.

"Apa Langit tidak menghubungi kamu. Dia'kan ikut orang tuanya. Dengar-dengar sih pindah ke luar negeri. Di mana kedua orang tuanya tinggal."

Mendengar ucapan Shella, tubuh Senja terasa lemah. Dia langsung memegang meja tempat jualan sayur itu. Senja merasa dunianya runtuh seketika. Bukankah Langit berjanji tidak akan meninggalkan dirinya.

"Senja, kamu kenapa?" ucap Shella, melihat wajah Senja yang pucat.

"Kepalaku terasa pusing banget. Aku duluan pulang, Shel," ucap Senja. Dia membayar belanjaannya.

"Senja, aku turut berduka atas kepergian ibumu. Semoga kamu tabah menghadapi semua ini."

"Terima kasih, Shella. Aku pamit duluan," ucap Senja.

Tanpa menunggu jawaban dari Shella, Senja berjalan cepat menuju rumahnya. Air matanya sudah tidak dapat di bendung lagi. Jatuh membasahi kedua pipinya. Setiap orang yang menegur dan menyapanya di jalan hanya di jawab sekadarnya. Orang mengira jika Senja menangis karena teringat ibunya.

Sampai di rumah, Senja langsung masuk ke kamar. Akhirnya tangisan gadis itu pecah.

"Mana janjimu Langit. Kamu janji tidak akan meninggalkan aku. Semuanya janji palsu. Aku bukannya kecewa karena kau berbohong padaku. Aku kecewa karena mulai sekarang aku tidak bisa memercayaimu. Yang pernah bilang cinta mati, ternyata juga ninggalin pergi."

Senja merasa kepalanya pusing sekali. Namun, dia tetap harus masak buat makan malam ayahnya. Setelah masak Senja kembali tidur. Kepalanya tidak bisa diajak kompromi.

***

Senja telah bertekad akan melupakan semua janji Langit. Dia harus bisa melupakan pria yang pernah singgah sementara dihatinya itu.

Tidak ada lagi air mata karena aku tidak kehilangan kamu, kamu yang kehilangan aku. Berpisah mungkin jalan terburuk yang tak pernah aku pikirkan. Namun, yakinlah. Suatu hari, kelak mungkin aku akan bersyukur mengapa Tuhan memberikanku rasa sakit ini.

Ya, aku akan melupakannya pada akhirnya dan mungkin bahkan segera, tetapi itu tidak mengurangi rasa sakitnya sekarang. Ketika kamu meninggalkanku, dunia ini tidak pernah berhenti memberikan harapan dan peluang baru untukku. Maju, karena hidup tidak menunggu. Kenanglah dia secukupnya. Sebab, dia pun mengingatmu seperlunya.

Sudah dua minggu Senja merasakan perubahan pada tubuhnya. Badannya sering capek dan lemas. Kepala juga sering terasa pusing.

"Kenapa aku ini? Padahal sudah sering minum obat sakit kepala, tapi mengapa rasa pusingnya masih sering terasa. Apa lagi jika pagi dan malam hari," gumam Senja pada dirinya sendiri.

Mata Senja tertuju ke kalender. Dia selalu menandakan pada kalender ketika haid hari pertama. Senja baru menyadari jika bulan ini dia tidak ada menandai kapan datang bulan dan hari ini telah ada dipenghujung bulan.

Senja berdiri mendekati kalender. Dia baru teringat jika bulan ini tidak datang bulan. Senja memegang perutnya yang rata.

"Tidak mungkin jika aku hamil. Bukankah terakhir aku melakukan satu setengah bulan lalu saat terakhir kami bertemu," ucap Senja dengan lirih.

Senja memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia takut jika apa yang ada dipikirannya itu benar. Senja tidak tahu harus melakukan apa.

Senja mengambil uang hasil jualannya, dan pergi ke apotik buat membeli tespek. Setelah itu Senja langsung ke kamar mandi. Mencoba tespek. Jantung Senja berdetak cepat. Gugup bercampur takut jika hasilnya positif.

Diangkatnya tespek dan Senja hampir tidak percaya melihat hasilnya. Tubuhnya langsung luruh ke lantai melihat hasil tespek yang memperlihatkan dua garis merah.

"Ya, Tuhan. Cobaan apa lagi ini. Kenapa aku bisa hamil? Ini memang salahku. Kenapa percaya dengan ucapan pria?" ucap Senja dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya.

****************

Bab 3. Ke Rumah Nenek Langit.

Cobalah jadi malam agar kau tahu rasanya rindu, dan jadilah senja sesekali agar kau tahu artinya menanti. Aku adalah senja yang sama; senja yang tak berani mengucapkan selamat tinggal, senja yang selalu menolak pergi meski dihalau paksa oleh waktu.

Hari ini aku belajar dari senja bahwa yang indah dan mempesona akan datang dan hilang pada waktunya.

Senja kembali ke kamar dan kembali terduduk di lantai. Wanita itu sedang berpikir, apa yang akan dia lakukan. Membuang darah dagingnya ini tidak mungkin. Mengatakan kebenaran ini pada ayahnya itu lebih tidak mungkin.

"Langit, di mana kamu saat ini? Apakah kau telah melupakan janjimu? Lihatlah, aku di sini harus menanggung beban itu seorang diri. Aku harus bagaimana dengan anak kita ini?" gumam Senja pada diri sendiri.

Senja merasa hidupnya sangat hancur. Setelah kepergian ibu untuk selamanya di tambah lagi dia hamil di luar nikah. Kemana dia akan mengadukan nasibnya. Hanya tersisa ayahnya. Apakah Ayahnya bisa menerima kehadiran calon bayi di rahimnya.

Kepergianmu sudah cukup membuatku paham bahwa aku tak perlu lagi berharap terlalu tinggi. Aku bisa saja melupakanmu, tapi aku tidak mau. Sebab setelah kepergianmu, hanya kenangan yang tersisa. Biaskan ia tetap berada di tempatnya.

Setelah cukup lama menangis. Akhirnya Senja memutuskan untuk menemui nenek Langit. Siapa tahu wanita tua itu bisa membantu dan memberikan jalan keluar untuknya.

Senja mengambil sepeda dan mengayuh menuju rumah kediaman nenek Langit. Sampai di rumah yang paling besar dan mewah di antara rumah lainnya, Senja turun dari sepeda.

Mengetuk pintu rumah dengan pelan. Beberapa kali baru terdengar sahutan dari dalam rumah. Tampak seorang wanita paruh baya membuka pintu. Senja berpikir, mungkin wanita ini pekerja di rumah nenek Langit.

"Maaf, Bu. Apa neneknya Langit ada di rumah?" tanya Senja. Wanita itu tidak pernah datang ke rumah ini. Hanya melihat dari kejauhan jika dia menunggu Langit.

"Silakan masuk! Bu Renti sedang sakit. Ada perlu apa ya?" tanya wanita itu.

"Ada yang ingin aku tanyakan. Apa aku bisa bertemu?" Kali ini Senja yang bertanya.

"Mari ikuti saya!" ucap wanita itu lagi.

Senja mengikuti langkah kaki wanita itu menuju salah satu kamar. Dibukanya pintu dan terlihat seorang wanita tua sedang terbaring sakit.

Bu Renti, neneknya Langit itu memandangi kedatangan Senja. Sepertinya dia bertanya, siapa Senja. Wanita itu mendekati neneknya Langit.

"Nek, kenalkan aku Senja. Temannya Langit. Aku datang ingin tahu alamat Langit atau nomor yang bisa aku hubungi. Aku ada urusan dikit dengannya. Apa aku boleh memintanya?" tanya Senja dengan suara pelan.

Bu Renti menggeleng kepalanya. Dia tampak berusaha membuka mulutnya. Namun, sepertinya sangat sulit bagi wanita tua itu bersuara.

"Bu Renti kesulitan bicara sejak sakit," ucap wanita yang bekerja membantu neneknya Langit.

Senja menarik napas dalam. Bagaimana bisa dia bertanya pada nenek yang sudah tidak bisa mengeluarkan suara itu. Wanita itu menarik rambutnya frustrasi. Kemana dia mencari tahu keberadaan Langit lagi.

Akhirnya Senja pamit. Tidak ada gunanya dia mengadu pada nenek Langit. Dia juga tidak bisa bicara. Wanita muda itu mengayuh sepedanya kembali ke rumah. Suasana kampung sudah mulai gelap, pertanda malam malam akan menjelang. Apa lagi awan mendung di langit pertanda hujan akan turun.

Hari ini, aku ingin membicarakan rasa kehilangan dengan bahagia. Aku tidak akan mengingatmu lagi sebagai kenangan, tetapi pelajaran. Terima kasih untuk semua pengalaman yang kamu ciptakan. Jika kelak kamu merasakan kehilangan sesuatu hal, setidaknya aku harap kamu masih mengingat siapakah yang dulu pernah kamu biarkan begitu saja untuk pergi.

Sampai di rumah, Senja melihat ayahnya yang telah pulang dari kebun. Ayah duduk di sofa yang telah usang itu. Pandangan mata ayah tampak tajam.

"Selamat malam, Ayah. Maaf, aku telat masak. Aku ke dapur dulu untuk masak," ucap Senja.

Senja tidak berani menatap mata pria itu. Ayah tiri Senja itu memang sedikit kejam dan pemarah. Dengan ibunya saja, pria itu sering membentak apa lagi dirinya. Padahal ayah tirinya telah Senja anggap seperti ayah kandung.

Ibu Senja, menikah dengan pria itu saat usia Senja masih satu tahun. Ayah kandungnya telah tiada saat dia masih dalam kandungan.

"Dari mana saja kamu? Menjual diri pada siapa kamu?" tanya Ayah Reno dengan suara tinggi.

Senja kaget dengan kata-kata yang dilontarkan ayah tirinya itu. Kenapa dia berkata kasar begitu?

"Ayah, kenapa bertanya begitu? Aku tadi keluar sebentar karena ada perlu."

"Dasar ja*lang! Siapa yang menghamili kamu? Baru saja ibumu meninggal, kau sudah menjual diri!" ucap Ayah Reno.

"Ayah, kenapa berkata kasar begitu?" tanya Senja. Air matanya telah tumpah membasahi pipi. Tidak percaya dengan ucapan pria itu. Walaupun dia hanya seorang ayah sambung, tapi bagi Senja sudah seperti ayah kandungnya.

"Jangan pura-pura, kau! Ini apa? Punya kau, bukan?" Ayah Reno melempar tespek ke arah Senja. Wanita itu kaget melihatnya. Senja baru ingat jika alat itu tertinggal di kamar mandi.

"Siapa pria yang menghamili kamu? Atau kau tidak tahu siapa laki-laki itu karena terlalu banyak pria yang meniduri kamu?"

Pertanyaan yang dilontarkan ayah tirinya itu terasa menusuk jantung Senja. Kenapa pria itu menuduh dirinya begitu.

"Ayah, aku tidak pernah tidur dengan banyak pria. Aku mengaku jika saat ini aku lagi hamil tapi bukan karena menjual diri," ucap Senja terbata karena menahan tangisnya.

Ayah bangun dari duduknya dan menghampiri Senja. Tanpa wanita itu duga, ayah melayangkan tamparan begitu keras ke pipinya. Senja merasakan panas di pipi.

"Dasar anak tidak tahu diri. Sudah aku besarkan kau, setelah itu kau buat aku malu. Katakan siapa ayah anak itu!" teriak Ayah.

Senja hanya bisa menangis. Tidak mungkin dia mengatakan Langit, ayah dari bayi dalam kandungannya. Sedangkan pria itu entah di mana berada saat ini.

Ayah lalu menarik tangan Senja hingga ke kamar dan mendorong tubuhnya hingga tersungkur ke lantai. Ayah lalu mendekati lemari dan mengeluarkan semua isi baju wanita itu. Melempar ke wajahnya.

"Kumpulkan semua barang-barangmu. Pergi dari sini sekarang juga. Aku tidak sudi tinggal seatap dengan wanita murahan seperti kamu!" usir Ayah dengan suara keras.

Senja merangkak, mendekati ayah. Bersimpuh di kaki pria itu. Sambil menangis wanita itu memohon pada ayahnya.

"Jangan usir aku, Ayah. Aku tidak tahu harus pergi kemana. Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ayah," ucap Senja dengan memohon.

Bukannya kasihan melihat Senja yang menangis terisak, ayah bahkan menendang Senja agar menjauh dari kakinya.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!