Di sudut kamar yang ukurannya cukup besar, tampak seorang gadis muda yang memiliki salah satu usaha butik terkenal di kota Jakarta sedang meringkuk dan menangis meratapi kisah cintanya. Ia tidak menyangka jika kekasihnya yang bernama Jefri Alexander telah tega berselingkuh di depan matanya, padahal mereka sudah menjalin hubungan selama 4 tahun lamanya sejak mereka sama-sama duduk di bangku kuliah. Begitu hancur berkeping-keping dan sakit hati yang dirasakan oleh Nadine Karina Collin, ia yang baru pertama kali menjalin hubungan dan merasakan indahnya jatuh cinta, harus merasakan kecewa dan kandasnya juga terhempas oleh cinta. Tidak ada yang dapat Nadine lakukan saat ini selain hanya menangis sejadi-jadinya di dalam kamar sendirian untuk meluapkan rasa kekesalannya itu.
Karena letak kamar mereka yang secara berdekatan, Keenan Edward Collin yang merupakan Kakak dari Nadine pun mendengar suara tangisan adiknya itu saat ia lewat hendak menuju ke kamarnya. Ia merasa heran kenapa adiknya menangis di malam hari seperti ini. Keenan yang merasa khawatir itu segera saja mengetuk pintu kamar adiknya tersebut.
Tok … tok … tok …
"Nadine kamu kenapa? Kamu nangis?" Tanya Keenan sembari mengetuk pintu. Tetapi sama sekali tidak ada jawaban apapun, apalagi tanda-tanda bahwa Nadine akan membukakan pintu untuknya.
Berkali-kali Keenan mengulangi ketukan pintu itu lagi sembari memanggil-manggil nama Nadine tetapi hasilnya tetap nihil. Keenan terlihat begitu khawatir karena adiknya sama sekali tak mau membukakan pintu tersebut.
"Nadine … buka pintunya, kalau kamu nggak mau buka, aku kasih tahu Mama sama Papi ya," kata Keenan.
Karena mendengar akan hal itu, dengan sangat terpaksa akhirnya Nadine pun membukakan pintu tersebut untuk kakaknya. Tentu saja Nadine tidak mau jika kedua orang tuanya sampai tahu dengan keadaannya saat ini.
Keenan sangat terkejut melihat kondisi Nadine yang acak-acakan, matanya sembab, hidungnya juga tampak memerah dengan sisa air mata yang terlihat baru saja dihapus olehnya.
"Kenapa?" Tanya Nadine dengan suara khas sehabis menangis.
"Kamu kenapa nangis? Berisik tahu malam-malam begini nangis," tanya Keenan.
"Nggak usah di dengar kalau memang berisik. Lagipula siapa juga yang nangis," bantah Nadine.
"Nggak usah bohong kamu, aku dengar kok kamu menangis. Kamu juga nggak bisa menyembunyikannya dari aku, dari raut wajah kamu saja aku bisa melihatnya Nadine. Ada apa sebenarnya?" Tanya Keenan.
Nadine terdiam, ia tidak mungkin menceritakan kepada Keenan. Sudah pasti Kakaknya itu akan menghajar Jefri jika tahu telah menyakiti hatinya. Karena Nadine tahu bagaimana besarnya rasa sayang yang dimiliki Keenan untuknya.
"Aku nggak apa-apa kok Kak," jawab Nadine.
"Nggak usah bohong. Kasih tahu ke aku, kamu kenapa? Aku janji nggak akan bilang ke Mama dan Papi," pinta Keenan.
Akan tetapi bukannya menjawab, Nadine malah memasang wajah mewek seperti anak kecil. Ia yang tak bisa lagi membendung kesedihannya itu segera saja menangis kembali lalu memeluk sang Kakak. Keenan terkejut, ia pun segera saja membalas pelukan adiknya itu sembari mengelus lembut pundaknya agar Nadine merasa lebih tenang.
Setelah Nadine sedikit tenang, ia mulai menceritakan masalah yang terjadi pada dirinya ke kakaknya itu. Keenan mengepal erat kedua tangannya, ia tampak begitu murka kepada pria yang telah berani menyakiti hati adiknya. Tetapi Keenan juga tidak mau terlalu penampakkannya di depan Nadine, takutnya Nadine malah merasa takut atau khawatir.
"Ya sudahlah, untuk apa juga kamu menangisi pria seperti itu. Sayang tahu nggak air mata kamu. Nggak usah kamu pikirkan lagi pria bajing** seperti Jefri itu ya Dek, lebih baik sekarang kamu tidur, istirahat. Karena besok pagi kamu ada janji mau ketemu dengan klien kan," kata Keenan.
"Iya Kak, kok Kakak tahu?" Tanya Nadine.
"Mama tadi yang bilang katanya ada WO baru yang mau kerja sama dengan butik kamu," jawab Keenan. "Ah ya sudahlah, aku juga mau tidur karena besok ada meeting pagi."
"Ya udah Kak, makasih ya udah bikin aku tenang," ucap Nadine tersenyum.
Keenan pun membalas senyuman tersebut dan mengacak-acak rambut sang adik seperti yang biasa yang ia lakukan.
"Ih Kakak kebiasaan banget sih," gerutu Nadine kesal sembari membenarkan rambutnya.
"Ha … ha … Ha … ," tawa Keenan, lalu ia segera keluar dari kamar Nadine dan menuju ke kamarnya.
****
Keesokan harinya, Keenan membatalkan meeting paginya di perusahaannya karena ia sudah berniat akan pergi menghampiri Jefri dimanapun dia berada. Menurutnya ini lebih penting, ia akan memberi perhitungan kepada pria yang telah menyakiti hati adik kesayangannya.
Bug …
Sebuah pukulan langsung saja mendarat di pipi tampan milik Jefri, artis terkenal itu. Menurut pengakuan Nadine, Jefri berselingkuh dengan teman mainnya sesama artis.
"Keenan, apa-apaan kau ini. Kenapa kau memukulku," ucap Jefri, ia merasa terkejut dengan sikap Keenan yang tiba-tiba.
Keenan berdecak kesal. "Kau tidak perlu berpura-pura Jefri, aku tahu kau telah menyakiti adikku. Sudah aku katakan, jangan pernah menyakitinya kalau kau tidak mau aku hajar. Dari awal aku juga sudah tidak menyukaimu karena kau adalah artis, sudah pasti kau banyak dekat dengan wanita lain. Selama ini adikku sudah sangat sabar menghadapimu, dia menerimamu dari kau bukan apa-apa, tetapi nyatanya kau malah selingkuh di depan matanya. Kau benar-benar pria yang brengsek," ujar Keenan.
"Selingkuh? Aku tidak pernah selingkuh. Adikmu saja yang menganggapnya seperti itu. Dia menuduhku selingkuh dengan Anisa yang jelas-jelas hanya teman syuting saja, jadi terlihat sedikit mesra apa itu salah," kata Jefri membela diri.
"Hentikan omong kosongmu itu! Kau pikir adikku itu bodoh tidak bisa membedakan yang benar-benar selingkuh atau akting hah. Ingat ya, jangan pernah kau mengganggu adikku lagi. kalau sampai kau mengganggunya, aku pastikan kau tidak akan pernah hidup tenang, ini baru peringatan saja," ancam Keenan. Lalu segera saja ia pergi meninggalkan lokasi syuting.
"Akh, sialan! Berani-beraninya dia memukul wajahku seperti ini," umpat Jefri.
"Sayang, kamu kenapa? Kenapa wajah kamu memerah seperti itu?" Tanya Anisa yang baru saja kembali membelikan kopi untuk mereka.
"Untung saja Anisa tidak melihatnya," gumam Jefri dalam hati.
"Aku nggak kenapa-kenapa Sayang. Itu tadi hanya fans gila yang begitu antusias sehingga membuatku seperti ini," kata Jefri berbohong.
"Fans? Seharusnya kamu melaporkannya kepada pihak keamanan. Lagipula mereka bagaimana sih, kok bisa ada fans fanatik seperti itu yang masuk ke lokasi syuting," gerutu Anisa sembari mengobati luka memar pada wajah Jefri.
"Ya sudah kamu tidak perlu memikirkannya Sayang. Mana minuman untukku," kata Jefri.
"Oh iya ini," kata Anisa lalu memberikan minuman tersebut untuk Jefri.
****
Baru saja menemui klien, di saat itu ponsel Nadine berdering. Ia pun segera saja menjawab telepon tersebut yang ternyata dari Jefri.
"Ada apa? Untuk apa kamu menghubungiku lagi," kata Nadine ketus.
"Heh Nadine, aku sudah mengatakan padamu kalau aku tidak pernah berselingkuh. Lalu apa-apaan kakakmu itu tiba-tiba saja datang ke lokasi syuting dan memukulku. Kamu ingat ya Nadine, aku bisa saja melaporkannya ke polisi dengan tindakan yang telah kakakmu lakukan," bentak Jefri dari seberang telepon.
Nadine membelalakkan matanya, sontak saja ia terkejut mengetahui hal yang dilakukan oleh kakaknya itu. Memang Keenan selalu saja sensitif jika mendengar ia disakiti sedikit saja oleh orang lain. Karena rasa sayangnya yang mendalam itu membuatnya tidak rela melihat Nadine tersakiti.
Bersambung …
Visual Nadine dan Keenan 🥰
"Kenapa kamu diam saja? Apa sekarang kamu mendadak menjadi tuli tidak mendengar ucapanku, atau bisu sehingga tidak bisa berkata apapun dari tadi," celoteh Jefri yang masih terdengar dari seberang telepon
Sedangkan Nadine saat ini sudah tidak bisa menyimak ucapan mantan pacarnya itu. Pikirannya langsung melayang kepada sosok Keenan.
"Maaf Jef, tapi aku sama sekali tidak tahu jika Kak Keenan akan melakukan hal itu. Sekali lagi aku minta maaf," ucap Nadine langsung menutup panggilan telepon tersebut.
"Kak Keenan, aku sudah menyangka kalau kamu pasti akan melakukan hal ini," umpat Nadine.
Lalu Nadine pun segera saja menghubungi Keenan dan memintanya untuk datang ke butik sewaktu jam istirahat makan siang.
****
"Hai, ada apa? Tumben banget kamu suruh aku datang ke sini, kangen ya," goda Keenan, padahal saat itu ia dapat melihat Nadine yang menatapnya dengan tajam seakan ingin menerkamnya. Akan tetapi, Keenan berusaha untuk tetap santai menghadapi adiknya itu.
"Kakak nggak usah pura-pura bodoh ya. Apa yang sudah Kakak lakukan terhadap Jefri?" Tanya Nadine.
"Lakukan terhadap Jefri? Memang apa yang sudah aku lakukan?" Ucap Keenan malah kembalikan pertanyaan itu.
"Kak Keenan cepat jawab!" Pinta Nadine dengan sedikit membentak.
"Apa ya? Oh aku hanya memberikannya peringatannya saja, agar dia tidak berani menyakiti hati kamu lagi. Siapa suruh dia sudah buat adik kesayangan aku nangis," jawab Keenan dengan santai.
"Kak, sudah aku bilang berapa kali sama kamu, kamu nggak usah ikut campur urusan aku, ini masalah pribadi aku Kak. Aku jadi menyesal udah menceritakan masalah aku sama Kakak. Seharusnya kamu itu nggak perlu ikut campur, Kamu urus aja urusan kamu sendiri," kata Nadine.
"Nadine, kok kamu bicaranya seperti itu. Aku melakukan ini semua demi kamu, demi kebaikan kamu. Aku nggak mau melihat kamu disakiti, aku sayang sama kamu, kamu itu adik aku," kata Keenan.
"Iya aku tahu kalau Kakak sayang sama aku, kamu melakukan itu semua demi kebaikan aku. Tapi yang kamu lakukan ini salah Keenan, kamu terlalu overprotektif. Bahkan Mama dan Papi aja tidak berlebihan seperti kamu," ucap Nadine.
"Ya itu karena mereka percaya aku bisa jaga kamu Nadine," ucap Keenan.
"Oh ya? Lalu bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan Jefri? Jefri melaporkan kamu ke polisi atau bahkan dia malah semakin ingin menyakiti aku lagi? Apa kamu bisa menjamin kalau Jefri akan berhenti menyakiti aku dengan sikap kamu yang arogan itu. Sikap kamu yang semena-mena memukul orang itu udah melewati batas Kak. Kamu tahu kan kalau Jefri itu artis, dengan cepat berita ini akan tersebar kalau ada melihatnya, dia bisa saja membalikkan fakta kalau semua ini seolah-olah kamu yang sengaja menyerangnya dan dengan mudah dia melaporkan kamu ke polisi. Kamu akan masuk penjara, kasihan Mama dan Papi nantinya Kak. Kamu pernah mikir nggak sih," ucap Nadine.
"Aku tidak peduli. Ingat Nadine, aku tidak peduli apapun yang akan terjadi padaku nantinya. Yang terpenting adalah kamu baik-baik saja," ucap Keenan yang begitu keras kepala.
"Ini adalah yang terakhir kalinya kamu mencampuri urusanku. Kenapa kamu nggak urus hidup kamu kamu sendiri? Kamu sendiri pernah disakiti oleh wanita kan, kenapa kamu nggak mencoba membuka hati buat wanita lagi. Terus kamu selalu bersama dengan wanita kamu itu, selalu sibuk dengannya, jadi kamu tidak ada waktu untuk mencampuri urusan orang lain, termasuk urusanku," kata Nadine yang berhasil membuat Keenan terdiam.
Ya memang dulu semasa kuliah, Keenan pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita selama 2 tahun. Tetapi karena sikapnya yang terlalu cuek dan selalu mementingkan Nadine adiknya, membuat wanita itu merasa cemburu dan pergi meninggalkannya. Bahkan kini wanita itu pun telah menikah dan tidak tahu lagi dimana keberadaannya. Sedangkan Keenan masih betah menjomblo di usianya yang menginjak 24 tahun.
"Aku minta maaf Nadine kalau kelakuan aku sudah salah dan berlebihan. Tapi aku tidak bermaksud apapun, semua yang aku lakukan benar-benar hanya demi kebaikan kamu. Ya sudah kalau itu memang mau kamu, aku janji tidak akan pernah mencampuri urusan pribadimu lagi. Aku kembali ke kantor lagi ya," ucap Keenan, lalu ia segera saja pergi meninggalkan butik milik adiknya itu.
****
Keenan telah tiba di perusahaan, Keenan adalah seorang presdir di Perusahaan Collin Group, ia menggantikan posisi sang ayah yang saat ini sudah memilih untuk pensiun dan menghabiskan masa tua di rumah. Entah kenapa setelah bertemu Nadine dan mendengar kata-katanya tadi, seakan telah menampar hatinya. Keenan tak menyangka jika tindakannya telah membuat Nadine marah. Meskipun sudah sering Keenan melakukan hal ini, tetapi sepertinya kali ini Nadine benar-benar murka dan kecewa terhadapnya.
Sedangkan Nadine yang tadinya sedang sibuk mendesain gaun pesanan customer juga terlihat termenung duduk di depan laptopnya. Ia memikirkan kata-katanya tadi yang telah dilontarkannya kepada Keenan.
"Kak Keenan sekarang gimana ya? Apa ucapan aku tadi sudah keterlaluan. Ah biarkan saja lah, siapa suruh Kak Keenan sudah bersikap seperti itu. Biar saja kali ini Kak Keenan kapok dan dia tidak akan pernah melakukan hal bodoh itu lagi. Itu semua juga demi kebaikan Kak Keenan, aku nggak mau sampai Kakak dilaporkan ke polisi oleh Jefri. Aku hanya takut nanti Kak Keenan masuk penjara, nggak akan ada lagi dong yang melindungi aku," gumam Nadine.
****
Malam harinya, saat mereka sedang berkumpul makan malam bersama keluarga seperti biasa. Keenan dan Nadine tampak berdiam dan terlihat tidak berselera untuk makan. Sedangkan Kenzie dan Kenzo sedang membahas liburan menjelang kelulusan mereka.
"Ma, Pi, nanti kalau kita sudah liburan, kita jalan-jalan ya. Sudah lama banget kita nggak jalan-jalan," kata Kenzie.
"Iya Ma, Pi, aku setuju. Gimana kalau kita ke Disneyland. Kita kan sudah lama banget nggak ke sana, sebelum aku dan Kenzie mulai masuk kuliah," usul Kenzo.
"Wah … ide bagus tuh. Tapi tanya dulu dong sama Kakak-Kakak kalian yang super sibuk ini, kalau mereka nggak banyak pekerjaan kita bisa pergi," kata Dinda lalu menatap sepasang anaknya yang masih tampak terdiam.
Dinda memberi gestur kepada Nathan sembari melirik ke arah Keenan dan Nadine yang membuat Nathan juga memperhatikan kedua anaknya itu. Hening, tidak seperti biasanya yang selalu saja berdebat dimanapun mereka berada.
"Keenan, Nadine, kalian berdua kenapa? Apa ada masalah dengan pekerjaan kalian?" Tanya Nathan.
"Iya, Mama perhatikan kalian berdua diam saja dari tadi. Biasanya berdebat terus tanpa henti," sambung Dinda.
"Aku nggak apa-apa kok Pi, Ma. Hanya lelah saja. Aku duluan ya ke kamar," kata Keenan, ia beranjak dari tempat duduknya lalu melangkahkan kaki pergi meninggalkan ruang makan.
Sedangkan Dinda hanya terdiam menatap punggung Nathan yang kian menjauh dari pandangan matanya dengan perasaan bersalah.
Bersambung …
Visual Kenzie dan Kenzo ❤️
"Keenan kenapa? Kok seperti lagi ada masalah yang rumit gitu ya. Terus Nadine juga, kenapa kamu diam saja dari tadi Sayang?" Tanya Dinda.
"Aku nggak apa-apa kok Ma. Sama seperti Kak Keenan, aku juga lagi capek aja, lagi banyak pekerjaan," jawab Nadine beralasan.
"Yang benar? Kamu nggak lagi berantem sama Kakak kamu kan?" Tanya Nathan.
"Nggak kok Pi, aku lagi nggak ada masalah apapun dengan Kak Keenan," jawab Nadine.
"Nggak seru deh kalau Kak Keenan sama Kak Nadine diam-diaman. Biasanya kalian kan paling ribut, paling heboh, tapi sekarang kalian diam seperti ada yang kurang gitu," kata Kenzo.
"Iya benar, kurang ramai aja gitu kan," sambung Kenzie.
Memang si kembar ini selalu kompak, jika sudah ada salah satu yang berbicara, pasti yang satunya lagi akan ikut nimbrung. Sedangkan Nadine hanya menanggapinya dengan senyuman terpaksa.
"Sudah Kenzo, Kenzie, kalian berdua sana masuk ke dalam. Jangan lupa belajar, kalian sudah mau mendekati UN loh. Kalau nilai kalian nggak bagus, nggak akan ada tuh yang namanya liburan," kata Dinda.
"Siap Ma, Mama kan tahu kita berdua ini anak yang genius, keturunan Mama dan Papi. Sudah pasti dong kita akan lulus dengan nilai yang sangat memuaskan," kata Kenzie dengan percaya diri.
"Mama dengan Papi tenang aja, kita berdua pasti akan menjadi anak kebanggaan kalian seperti Kak Keenan dan Kak Nadine. Kita berdua akan lulus dengan nilai yang bagus dan akan melanjutkan ke fakultas impian kita masing-masing," sambung Kenzo.
Setelah lulus sekolah nanti, Kenzo berniat akan mengambil jurusan kedokteran. Karena dari kecil ia yang sifatnya begitu perhatian jika keluarganya terluka, bahkan luka kecil sekalipun, ia sudah bercita-cita untuk menjadi dokter. Sedangkan Kenzie berbeda, ia ingin menjadi polisi agar dapat memberantas kejahatan seperti impiannya sejak kecil juga.
Sedangkan Keenan sendiri memang sudah berkeinginan menjalani bisnis sehingga ia yang meneruskan bisnis keluarganya, berbeda dengan Nadine juga memang sangat menginginkan dunia bisnis seperti ibunya, sehingga ia yang sangat hobi mendesign pakaian sesuai juga dengan jurusan kuliahnya saat itu, memutuskan untuk membangun butik dengan mendesign pakaiannya sendiri.
Yang jelas apapun impian keempat anaknya, selagi itu positif, Dinda dan Nathan akan selalu mendukungnya. Mereka tidak pernah memaksa atau pun melarang apapun yang sudah menjadi keputusan anak-anaknya itu. Nathan dan Dinda sendiri saat ini memilih untuk menghabiskan waktu di rumah, hanya sesekali saja Nathan memantau pekerjaan anaknya itu. Begitupun dengan Dinda, juga hanya sesekali saja ia datang ke beberapa cabang toko kuenya yang telah berdiri beberapa cabang di Jakarta, bahkan luar kota.
****
Saat hendak membuka pintu kamarnya, tiba-tiba pandangan mata Nadine tertuju pada kamar Keenan. Terbesit rasa bersalah dalam dirinya atas ucapan yang ia lontarkan tadi siang. Nadine tak terbiasa melihat kakaknya itu yang hanya diam saja, tidak mengusiknya seperti biasa, seperti ada yang kurang dalam hidupnya. Lalu Nadine pun menggeserkan langkahnya hingga tiba di depan pintu kamar sang kakak.
Tok … tok … tok …
Nadine mengetuk pintu tersebut, segera saja pintu itu terbuka dan kini Keenan telah berdiri di hadapannya tanpa mengucap kata apapun.
"Kak Keenan, Kakak belum tidur?" Tanya Nadine lirih.
"Belum, kalau sudah tidur aku nggak akan berdiri di sini," jawab Keenan dengan wajah datar.
"Oh, Kak boleh berbicara sebentar nggak?" Tanya Nadine yang terlihat agak gugup.
"Boleh, ya sudah masuk aja," kata Keenan. Lalu Nadine pun mengikuti langkah Keenan masuk ke dalam kamarnya dan duduk di tepi ranjang.
"Kakak marah ya sama aku?" Tanya Nadine to the point.
"Soal apa?" Tanya Keenan pula.
"Soal tadi siang. Aku minta maaf ya Kak karena ucapan aku mungkin sudah sangat keterlaluan dan menyakiti hati Kakak. Aku benar-benar minta maaf, aku nggak bermaksud Kak. Aku-" ucapan Nadine terhenti.
"Sudahlah Nadine, aku juga nggak memikirkan masalah itu lagi kok. Lagipula apa yang kamu katakan itu benar, nggak seharusnya aku ikut campur masalah kamu terlalu dalam. Aku yang seharusnya minta maaf, maaf ya," ucap Keenan mencela ucapan Nadine begitu saja.
"Iya Kak, tapi aku tahu kok kalau semua yang Kakak lakukan demi kebaikan aku seperti yang kamu katakan. Seharusnya aku senang karena punya Kakak yang begitu sayang dan perhatian sama aku, tapi aku malah marah-marah sama kamu Kak. Maafkan aku ya Kak, aku nggak bisa lihat kamu diamin aku seperti ini. Aku kan rindu, padahal baru saja satu hari aku nggak dijahilin sama kamu," ucap Nadine dengan tatapan mendamba.
Keenan menatap nanar mata sang adik. Terlihat juga matanya yang kini tampak berkaca-kaca. Lalu Keenan pun tersenyum jahil dan mencubit kedua pipi Nadine yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Aduh … sakit Kak," gerutu Nadine sembari mengusap-usap pipinya.
"Nadine, kamu tuh kenapa sih lucu banget. Kenapa coba sampai sedih seperti itu? Aku benar-benar nggak apa-apa, aku juga nggak marah kok sama kamu. Aku hanya capek aja," kata Keenan.
"Yang benar? Tapi kenapa Kakak cuekin aku seperti tadi? Aku nggak mau Kakak cuekin aku, jangan cuekin aku lagi ya Kak," pinta Nadine.
"Iya, aku sudah maafkan kamu. Aku juga minta maaf ya sudah bersikap seenaknya," ucap Keenan.
"Enggak apa-apa Kak. Justru aku senang punya Kakak yang begitu perhatian, lagipula cowok brengsek seperti Jefri memang pantas kok mendapatkan pelajaran," kata Nadine.
"Nah itu tahu," gumam Keenan lalu meraih tubuh mungil adiknya itu ke dalam dekapannya.
Rasanya begitu hangat dan nyaman. Nadine membenamkan kepalanya itu di dada bidang milik sang kakak. Seandainya saja Keenan bukan kakaknya, sudah pasti Nadine akan merasakan jatuh cinta kepada Kakaknya itu, tapi sayangnya rasa sayang dan cintanya itu hanyalah sebatas saudara saja.
****
Saat tiba di perusahaan pada pagi hari, Keenan begitu terkejut melihat berapa banyak wartawan ada di depan perusahaannya. Lalu ia teringat dengan apa yang telah ia lakukan kepada Jefri, artis terkenal dan juga mantan kekasih adiknya itu.
"Hm, aku yakin ini pasti yang dimaksud oleh Nadine," gumam Keenan yang kini terlihat lebih santai.
Saat itu ponselnya berdering dan langsung saja ia menjawab panggilan telepon dari Bisma, asistennya.
"Halo Tuan Keenan, Anda ada dimana? Saat ini di Perusahaan sedang ramai sekali wartawan yang mencari Tuan," ucap Bisma.
"Ya aku tahu karena aku baru saja sampai. sekarang aku masih berada di dalam mobil, aku rasa mereka tidak menyadari jika saat ini aku sudah berada di depan perusahaan," jawab Keenan.
"Sebaiknya Tuan pergi saja dulu dari perusahaan, biar masalah ini saya yang tangani dulu," ucap Bisma.
"Tidak perlu, sebaiknya kau dan satpam ke sini saja menghampiriku. Aku akan menghadapi mereka," ucap Keenan tersenyum smirk.
Bersambung …
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!