NovelToon NovelToon

Belenggu Hasrat Anak Tiri

Kejadian Mengejutkan

***KISAH YANG TERJADI PADA NOVEL INI, MERUPAKAN KISAH FIKSI DAN TIDAK MENGANDUNG UNSUR REALIGI ATAU PUN KEAGAMAAN. SEHINGGA APA PUN KONFLIK YANG TERJADI DI DALAMNYA TIDAK AKAN BERKAITAN PADA KEAGAMAAN***

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi hari di dalam sebuah Mansion mewah, terdengar kericuhan yang cukup bising. Dimana kedua security berusaha mencoba menenangkan para wartawan yang mulai memberontak.

Kedua security tersebut sekuat tenaga mencoba untuk menghalangi, agar mereka semua tidak sampai naik ke atas menuju kamar Tuannya.

“Aduh, Pak. Bagaimana sih, kami janjian sama Tuan Hans jam 7 loh, dan sekarang udah mau jam 8!”

“Makannya bilangin sama Tuan Hans, kalau enggak bisa tepat waktu enggak usah sok-sok’an mau live di pagi hari. Buang-buang waktu aja!”

“Udahlah, mendingan kita langsung ke atas aja. Tuan Hans juga sebelumnya sudah mengizinkan kita, kan? Jadi apa lagi yang kita tunggu. Ayo sekarang kita ke atas!"

Para wartawan saling melontarkan pendapatnya satu sama lain, terlihat jelas dari raut wajah mereka yang kesal akibat waktunya terbuang sia-sia.

Kedua security terus berusaha menghalangi para wartawan untuk naik ke atas. Sehingga tanpa di sengaja akibat dorongan yang cukup keras, membuat mereka terjatuh ke lantai.

Para wartawan berbondong-bondong menaiki anak tangga. Kemudian mereka membuka semua kamar satu persatu. Tetapi, sayangnya semua kamar terkunci rapat.

Hanya ada 1 kamar yang tidak terkunci. Cuman di saat masuk ke dalam, betapa terkejutnya mereka. Matanya kian membola besar, melihat kejadian langka yang berhasil menyita perhatian mereka.

Tanpa basa-basi lagi, para wartawan langsung mengaktifkan kamera serta yang lainnya untuk merekam kejadian tersebut.

“Cepat nyalakan kameranya, ini akan jadi berita yang sangat trending buat kita!” titah seorang reporter kepada rekan-rekannya.

“Hentikan! Saya mohon jangan liput kejadian ini, semua ini tidak seperti apa yang kalian lihat. Say---“

Ucapan pria tampan, gagah dan juga berwibawa tersebut terhenti, ketika seorang reporter langsung meliput acara tanpa persetujuan darinya.

Pria itu tidak lain adalah Hans Diandra Ivander, CEO muda di perusahaan Ivander Company dengan usia 27 tahun. Perusahaan itu merupakan, perusahaan peninggalan sang Daddy.

“Selamat pagi pemirsa, salam sejahtera untuk kalian semua. Kembali lagi bersama saya Wulandari Pransiska, selaku pembawa acara di Liputan Terkini.”

“Saat ini saya beserta rekan yang lainnya, telah berada di dalam kamar Tuan muda Hans. Siapa sih yang tidak kenal dengan beliau, pria tampan dengan sejuta kedinginannya."

"Awalnya kami akan mengadakan sebuah live, tentang bagaimana keseharian Tuan muda Hans saat berada di rumah ketika libur.”

“Namun, semua itu tidak terjadi. Ketika kami malah dikejutkan olej pemandangan yang tidak senonoh darinya."

"Dimana Tuan muda Hans, yang kita tahu sebagai pria dingin anti dengan sentuhan wanita. Ternyata, diam-diam dia sudah meniduri Ibu tirinya sendiri.”

"Jika kalian tidak percaya, maka lihatlah dibelakang saya ini!"

Seorang reporter langsung berbalik, bersamaan dengan kameramen yang menyorot cukup dekat ke arah ranjang.

"Nampaknya di sini, kedinginan Tuan muda Hans sudah mulai mencair. Dia terlihat begitu romantis saat memeluk Ibu tirinya, dalam keadaan tubuh hanya terbalut selimut berwarna putih."

“Terlihat betul jika Tuan muda Hans, berusaha keras untuk melindungi wajah Ibu tirinya dari kamera. Sepertinya Tuan muda Hans tidak rela, jika wajah enak Ibu tirinya kerekam di kamera."

Para wartawan terus meliput semua kejadian langka tersebut, membuat Hans beberapa kali berusaha menangkis kamera yang menyorot di dekatnya.

Hans berteriak keras menggunakan suara baritonnya, untuk pertama kalinya Hans memohon agar mereka semua menyudahi acara live yang tidak masuk akal ini.

Ibu tirinya Hans hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang sangat malang. Dulu dia rela menikahi Daddynya Hans demi wasiat sang Ayah.

Kemudian sekarang, dia harus kuat mental menerima hinaan serta cacian dari seluruh dunia atas kejadian yang saat ini sedang menimpanya.

Meera Orianthi Ivander adalah Ibu tiri dari kedua anak mendiang mantan suaminya, yang saat ini sudah berusia 25 tahun.

Sebelum sang Ayah meninggal dunia, akibat tidak sengaja ditabrak oleh Daddynya Hans. Beliau memberikan sebuah wasiat kepada mereka berdua.

Jika Meera harus menikah dengan sahabat Ayahnya, walaupun umur mereka terpaut sangat jauh. Bahkan bisa dikata, Meera dan Daddynya Hans terlihat layaknya seorang Bapak dan anak.

Awalnya Daddynya Hans tidak menyetujui semua itu, karena menurutnya pernikahan yang di minta oleh mendiang Ayah Meera, adalah hal yang paling konyol.

Daddy Hans tidak mau merebut masa depan gadis seperti Meera, yang pada saat itu masih berusia 20 tahun.

Berbeda sama Meera, dia terpaksa berjanji mau menikah dan hidup bersama Daddynya Hans. Demi sang Ayah bisa pergi dengan tenang, Meera harus mengesampingan masa depannya sendiri.

Namun sayangnya, pernikahan mereka hanya bertahan selama 2 tahun. Daddynya Hans meninggal dunia akibat penyakit jantung yang dideritanya, selama kurang lebih 5 tahun yang lalu.

Meera barusaha berjuang seorang diri selama 3 tahun ini, cuman demi merawat serta menjaga anak sambungnya bagaikan anaknya sendiri.

Susah payah Meera berdiri di atas kedua kakinya, tanpa sedikit pun merasa mengeluh. Tetapi siapa sangka, ketika Meera sudab telah berhasil melewati semuanya, lagi dan lagi dia kembali mendapatkan ujian besar.

Kejadian hari ini benar-benar berhasil mengguncang mental Meera, yang beberapa tahun ini sudah mulai kembali pulih.

Selang beberapa menit, seorang pria tampan berpostur tubuh tinggi semampai, hidung mancung, wajah tampan, kulit putih, dan juga gagah. Langsung memasuki kamar dalam keadaan tergesa-gesa.

Pria tersebut menghentikan langkahnya, ketika melihat seorang wanita yang sangat dia cintai berada di pelukan pria lain. Apa lagi keduanya dalam kondisi tubuh tertutul oleh selimut tebal berwarna putih.

“Bram, tolong usir mereka semua dari kamarku. Sekarang!” Hans berteriak sekeras mungkin penuh penekanan.

Hans terus berusaha bagaimana caranya agar wajah Ibu tirinya bisa tertutup dari kamera yang terus menyorot. Hans tidak mau, jika wajah Meera terekspor dimana-mana dengan capsion yang buruk.

Pria bernama Bram diam sejenak, hatinya begitu hancur melihat kekasihnya sudah mengkhianati cintanya. Kurang lebih 6 bulan ini, Meera sedang mencoba untuk menjalani hubungan baru bersama Bram.

Bram Andreas Ivander adalah seorang pemilik Cafe The Reas yang cukup terkenal dengan usia 25 tahun.

Bram juga merupakan adik kandung dari Hans. Hanya dia satu-satunya pria, yang bisa menarik perhatiannya.

Berkat ketulusan cinta serta perhatian yang dia berikan, berhasil meluluhkan hati Meera.

Belum lagi Meera selalu mendapatkan kasih sayang serta kenyamanan, melebihi kasih sayang mendiang mantan suaminya sendiri.

6 bulan lalu, Bram menyatakan cintanya kepada Ibu tirinya sendiri. Meera yang memang memiliki perasaan lebih kepada Bram, mencoba untuk membuka hatinya.

Walaupun Meera tahu jika apa yang mereka jalani salah, tetapi cinta tidak bisa dibohongi.

Ya, memang mereka tahu kalau suatu saat nanti, akan ada pro dan kontra di kalangan banyak orang.

Namun, kembali lagi. Bram selalu menguatkan Meera agar dia tidak boleh berpacu oleh ucapan-ucapan jelek mengenai hubungan mereka.

Cuman tidak disangka-sangka, rencana Bram ingin melamar Meera bulan depan harus kandas begitu aja. Berkat kejadian hari ini, hatinya terasa sangat hancur.

Hati yang harusnya utuh dipenuhi oleh hiasan bunga-bunga di sekelilingnya, seketika harus patah akibat kekasihnya bermain api di depannya.

Beberapa kali Hans berusaha menyadarkan Bram, sampai akhirnya Bram mulai tersadar. Meskipun masih keadaan wajah penuh kekecewaan, Bram tetap berusaha menjaga nama baik keluarganya.

...***Bersambung***...

Merebut kebahagiaan

Hati yang harusnya utuh dipenuhi oleh hiasan bunga-bunga di sekelilingnya, seketika harus patah akibat kekasihnya bermain api di depannya.

Beberapa kali Hans berusaha menyadarkan Bram, sampai akhirnya Bram mulai tersadar. Meskipun masih keadaan wajah penuh kekecewaan, Bram tetap berusaha menjaga nama baik keluarganya.

Sepenuh tenaga Bram mencoba mengusir semua para wartawan, sampai kedua security pun tiba dan ikut serta untuk membantunya.

Setelah mereka semua keluar, Bram segera menutup pintu sambil menguncinya. Kemudian melangkahkan kakinya perlahan mendekati ranjang, lalu Bram melemparkan sesuatu ke arah wajahnya.

“Pakai itu!” ucap Bram, melempar celana tersebut tepat di wajah Hans. Kedua matanya selalu menatap tajam di selimuti oleh amarah yang begitu besar.

Hans tahu, jika saat ini adiknya benar-benar kecewa dengannya. Tanpa menunggu lama, Hana egera bergegas memakai celananya tanpa mengatakan satu kata apa pun.

Ketika Bram melihat Hans sudah memakai celananya, tanpa basa-basi dia langsung menarik serta mendorongnya sangat keras ke arah lantai.

Bugh!

Hans terjatuh cukup keras, lalu berkata. “Tu-tunggu, Dek! Ka-kamu itu udah salah paham, a-aku tidak---“

Belum selesai Hans berbicara, Bram terus menghantamnya tanpa ampun dengan beberapa pukulan mendarat tepat di wajahnya.

“Bram, stop. Aku mohon, stop! Apa kamu sudah gila? Dia itu Kakakmu sendiri Bram, hiks ....” teriak Meera, di dalam isak tangisannya.

Meera meringkukkan tubuhnya, kedua kaki di tekuk sambil memegangi selimut yang kini masih menutupi tubuhnya.

Di rasa Bram tidak menggubris semua ucapan Meera, membuatnya langsung bangkit menuju kamar mandi. Tak lupa dia pun memunguti pakaiannya.

Setelah Meera selesai berganti pakaian, dia berlari sekuat tenaga untuk memisahkan kedua anak sambungnya

Dimana saat ini wajah Hans sudah benar-benar menyedihkan. Luka lebam, biru memar, bahkan berda*rah sudah berhasil merubah wajah tampannya menjadi wajah mengerikan.

Sebenarnya Hans bisa saja membalas perbuatan Bram. Hanya saja dia enggan melakukan itu, lantaran Hans sadar. Jika semua ini memang pantas dia dapatkan.

Baru kali ini Hans merasa gagal menjadi seorang Kakak, sekaligus sahabat untuk adiknya sendiri. Padahal selama ini Hans merupakan panutan serta kebahagian tersendiri bagi Bram.

Hans yang sudah tidak bisa berkata apa-ala lagi, benar-benar merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Karena bisa-bisanya dia merebut kebahagiaan serta impian Bram, adiknya sendiri.

Sebenarnya Hans bisa saja membalas perbuatan Bram, cuman dia enggan melakukan itu lantaran Hans sadar, jika semua ini memang pantas dia dapatkan.

Baru kali ini Hans merasa gagal menjadi seorang Kakak, sekaligus sahabat untuk adiknya sendiri. Hans benar-benar kecewa dengan dirinya, lantaran dia telah berhasil merebut kebahagiaan Bram.

Setelah puas melampiaskan rasa kecewanya kepada sang Kakak, Bram pun pergi begitu saja meninggalkan rumah yang masih dalam keadaan tidak kondusif.

Meera melihat Hans terkapar tak berdaya, segera membantunya dan membaringkan di ranjang secara perlahan.

“Di-dimana kamu menyimpan kotak P3Knya?” tanya Meera sambil mencari di setiap laci, dalam keadaan wajah penuh kepanikan.

“Ti-tidak u-usah, sa-saya tidak apa-apa, sstt ....” ucap Hans sambil memegangi perut serta wajahnya yang terasa kesakitan.

“Aku bilang dimana kotak P3Knya!” bentak Meera untuk pertama kalinya.

Hans terkejut, lalu menunjuk ke arah ruangan ganti sambil berkata. “Di-di sana, di-di laci panjang.”

Tanpa berlama-lama Meera segera pergi ke ruang ganti, mengecek semua laci yang ada di sana.

Setelah menemukan apa yang dia cari, secepat kilat Meera duduk di samping Hans dan langsung membuka kotak P3K.

“Sa-saya bi-bis, awshh.” ucapan Hans terhenti ketika sesuatu sudah menempel di wajahnya.

Rasa perih dan sedikit panas seketika menghilang, saat menatap wajah yang selama ini tidak pernah dia tatap dari dekat.

Degh!

Jantung Hans berpacu sangat cepat, napasnya pun kian memburu. Bersamaan dengan itu, kedua mata Hans tidak terlepas dari bola mata cantik berwarna coklat.

“Tadi kamu kenapa di saat Bram memukulmu, kamu sama sekali tidak menangkisnya?”

“Aku tahu Hans, bela dirimu jauh di atas Bram. Tetapi kenapa kamu tidak menyelamatkan dirimu sendiri dari pukulan itu!”

Meera berbicara sambil tangannya terus bergerak mengobati wajah anak sambungnya.

Dimana Hans cuman bisa terdiam sejenak, merasakan jantungnya terus berdebar keras, tidak seperti biasanya.

“Hans, aku bertanya padamu. Kenapa kamu malah diam seperti ni ishh!” sambung Meera, kesal.

“Saya memang pantas mendapatkan semua ini. Karena kecerobohan saya, hubungan kalian jadi berantakan. Ma-maaf!” jawab Hans, di penuhi rasa bersalah.

“Tu-tunggu, ke-kenapa aku bisa ada di kamar ini?” tanya Meera sambil menghentikan tangannya yang sedang mengobati wajah Hans.

“Ini salah saya, karena semalam pulang dalam keadaan mabuk. Mungkin itu pemicu awal mula terjadinya kejadian ini.”

“Tapi tenang aja, saya akan bertanggung jawab atas semua! Yang saya lakukan padamu dan saya juga tidak mau jika ada pemberitaan jelek tentangmu. Saya janji akan memperbaiki nama baikmu.”

Ucapan Hans, berhasil membuat Meera membolakan matanya. Dia tidak menyangka jika Hans akan menikahinya, padahal di antara mereka tidak ada kedekatan apa pun.

Seharusnya Bram menikah dengan Meera, anak sambung bontotnya. Karena mereka sudah menjalani hubungan kurang lebih setengah tahun lamanya.

Hans melihat Meera begitu syok, kembali berkata sesuatu yang semakin membuat Meera menjadi dilema.

Kejadian ini benar-benar seperti bencana tsunami untuknya, gelombang besar yang sudah lama surut. Kini kembali pasang, akibat kejadian yang sama sekali mereka tidak sadari.

Namun berbeda halnya di suatu tempat, terdapat pasutri sedang tertawa puas saat menyaksikan kejadian tersebut.

“Haha, mam*pus! Itu karma untuknya, siapa suruh cari masalah sama kita!” ucap seorang pria berusia 38 tahun, bernama Jaka Wardana.

“Bener banget, Pak! Semoga dengan adanya kejadian ini, reportase mereka menjadi hancur. Terutama Hans!” tagas seorang wanita berusia 35 tahun, bernama Atun Asanah.

Jaka dan Atun adalah pasangan suami istri, yang sudah bekerja di rumah keluarga Ivander selama kurang lebih 5 tahun lamanya. Mereka berdua bekerja sebagai asisten rumah tangga dan juga tukang kebun.

Pada saat kejadian, mereka berdua sudah memantaunya dari jarak jauh untuk menyaksikan pertunjukkan yang sangat menarik.

Saat ini wajah mereka terlihat begitu bahagia, setelah menyaksikan pertunjukan tersebut. Mereka tertawa sambil menikmati camilan di taman belakang rumah.

Berbeda dengan Bram, dia melajukan motornya begitu cepat menyalip sana-sini. Sehingga beberapa kali orang yang tidak salah, telah menjadi sasaran empuk pelampiasan emosi kian melanda hatinya.

Dulu Bram merupakan pria yang terkenal bandel dan juga susah untuk diarahi. Cuman di saat dia mulai menaruh hati pada Ibu sambungnya, membuat Bram sedikit demi sedikit berubah.

Bahkan Bram udah memiliki usaha tersendiri yaitu Cafe The Reas, yang dibangun dari hasil sendiri tanpa bantuan siapa pun.

...***Bersambung***...

Hancurnya Sebuah Impian Besar

Dulu Bram merupakan pria yang terkenal bandel dan juga susah untuk diarahi. Cuman di saat dia mulai menaruh hati pada Ibu sambungnya, membuat Bram sedikit demi sedikit berubah.

Bahkan Bram udah memiliki usaha tersendiri yaitu Cafe The Reas, yang dibangun dari hasil sendiri tanpa bantuan siapa pun.

...*...

...*...

Bram pergi ke suatu tempat, dimana tempat itu sudah hampir 1 tahun tidak dia kunjungi. Bahkan saat Bram masuk ke tempat itu, dia langsung di sambut oleh semua temannya yang memang sudah mengenal dirinya.

“Hai, Bro. Gila, kemana aja lu selama ini. Udah 1 tahun lebih enggak mampir ke sini. Biasanya tiap hari ke sini mulu.” ucap salah satu teman Bram.

Deo Oktavio Jarvis, adalah pemilik salah satu BAR yang cukup terkenal di kalangan anak muda. Deo berusia 25 tahun, dan merupakan sahabat Bram disaat mereka duduk di sekolah SMK.

Bram cuman bisa duduk di sofa panjang, lalu Deo pun langsung mengikuti dan duduk bersamanya. Deo melihat adanya keanehan yang ada pada sahabatnya, membuatnya sedikit curiga.

Wajah kalut, kusut dan juga kesal, terlihat jelas di mimik wajah Bram. Deo sudah paham, jika Bram bertingkah seperti ini, itu berarti dia tidak senang baik-baik saja.

Tanpa basa-basi, Deo pun mulai merangkul punggung Bram secara perlahan. Kemudian berkata.

“Lu ada apa sih, Bro. Kenapa keliatannya kusut banget, bukannya bentar lagi lu mau nikah sama siapa itu? Hem, ahya. Ibu tiri lu itu, kan?”

Awalnya Bram duduk dalam posisi sedikit membungkuk, dengan kedua tangan menjambak rambutnya sendiri.

Namun, kini mulai berubah setelah dia perlahan mulai menoleh menatap Deo sambil berkata. “Hans, orang yang udah ngehancurkan semua impian gua sama Meera!”

Tatapan penuh kebencian terukir jelas di mata Bram, membuat Deo bergidik ngeri. Bahkan perkataannya pun sangat-sangat penuhi oleh penekanan.

Deo merasa, jika saat ini sahabatnya sedang dalam mode kekecewaan yang cukup besar. Bram memang benar-benar terlihat persis, seperti orang yang sedang menaruh dendam.

“Impian lu yang mana? Bukannya impian lu cuman mau menikah sama Ibu tiri lu itu?” tanya Deo, bingung.

“Dia udah merebutnya dari gua, De. Dia juga yang udah ngehancuri hubungan gua sama Meera, sampai akhirnya semua impian gua menjadi berantakan!"

"Lu kan tahu, De. Awal bulan ini, sebenarnya gua mau melamar dia. Cuman tinggal satu langkah lagi, gua bisa miliki Meera. Tetapi Hans? Dia malah menggunakan cara licik untuk merebut segalanya dari gua. Arrghh, si*al!”

Bram menjambak rambunya sekeras mungkin, lalu berteriak kembali membungkukkan badannya. Deo mendengar semua itu, malah menjadi semakin panik, bingung dan juga tidak percaya.

“Ma-maksudnya, Hans mencintai Ibu tiri lu, itu? Apa sebenarnya mereka juga punya hubungan di belakang lu, atau gimana? Argh, gua enggak paham!"

"Tapi, kalau emang bener Hans mau merebut dia dari lu, ala motifnya Bro? Sedangkan dia aja, Kakak kandung lu dan dia yang tahu segalanya tentang lu, tanpa harus lu jelasin."

"Apa bisa jadi, kalau dia enggak tahu tentang hubungan kalian?"

“Dan satu lagi, setahu gua Hans lu itu orang yang paling-paling sangat menyayangi lu. Bahkan lebih dari Bokap lu sendiri! Jadi, enggak akan mungkin jika dia menusuk lu dari belakang!”

Deo benar-benar merasa terkejut bukan main, seketika Bram menjelaskan sedikit mengenai kisah percintaannya. Apa lagi saat ini, Bram selalu menyalahkan semuanya kepada sang Kakak.

Inilah yang membuat Deo menjadi sangat bingung. Apa lagi, dia sangat mengenal Hans dan juga almarhum Daddynya. Jadi tidak mungkin bagi Deo, bisa langsung percaya sama apa yang dikatakan Bram.

Emosi yang Bram keluarkan dari dalam tubuhnya memang terlihat jelas, akan tetapi Deo masih tidak habis pikir.

Jika seandainya, kedua bersaudara tersebut memiliki problem terikat masalah cinta. Lantas bagaimana kabar kasih sayang, yang selama ini ada di dalam diri mereka?

Apakah kedepannya, mereka akan tetap baik-baik aja, ataukah mereka akan terlihat bagaikan musuh yang tinggal di 1 atap yang sama? Entahlah, Deo pun menjadi semakin bingung bercampur gelisah.

“Terserah, lu mau percaya sama gua atau enggak! Yang jelas gua benci sama semua kenyataan ini!"

"Andaikan kejadian itu terjadi sama gua dan Meera, bukan Meera dan Hans, mungkin masalah enggak akan serumit ini. Bang*sat!”

Suasana yang terkesan asyik, enjoy dan juga menyenangkan. Seketika berubah menegangkan, akibat suasana hati Bram mulai di selimuti oleh amarah dendam yang sangat besar.

Sifat buruk yang sudah mulai memudar didalam diri Bram, kini kembali muncul. Disaat Deo masih terdiam dengan segala kebingungannya, Bram langsung memanggil pelayan untuk membawakan sebuah minuman spesial.

Pilihan menu minuman tersebut, terjatuh pada Wiski. Minuman kesukaannya yang selalu dia pesan setiap dia berkunjung di sini.

Sudah hampir kurang lebih 1 tahun lamanya, Bram tidak pernah lagi menyentuh minuman tersebut, lantaran kadar alkoholnya terlalu tinggi. Cuman sesekali ketika mulut Bram terasa pahit, maka dia hanya sekedar meminum Wine, demi sedikit menyegarkan tubuhnya.

...***Bersambung****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!