NovelToon NovelToon

SPD (Sales Penjual Daster)

1. Ukuran

Terik matahari terasa menyengat kulit. Dua orang sales pakaian keliling nampak berjalan berbaris di sebuah gang sempit. Sebuah tas besar yang terisi penuh tergantung di bahu kanan mereka. Di lengan mereka pun tergantung barang dagangan mereka.

Di sisi lain, dua orang gadis berpakaian SMU yang sedang berboncengan motor baru saja masuk ke dalam gang yang sama dengan kedua sales pakaian keliling tadi. Kedua gadis itu terlihat asik berbincang hingga..

"Petok! Petok! Petok!"

Tiba-tiba ada seekor ayam betina yang berlari menyeberang jalan dikejar seekor ayam jago. Tepat di depan dua orang siswi yang sedang berboncengan itu.

"Akkhh! Ayam sialan!"dua siswi itu menjerit karena kehilangan keseimbangan setelah menghindari dua ekor ayam tadi hingga...

"Brakk!"

"Akkh"

Dua siswi SMU itu sukses menabrak dua orang sales pakaian keliling yang ada di depan mereka. Motor dua siswi itu terguling dan mereka pun jatuh. Namun bukannya merintih kesakitan, kedua siswi itu malah tertawa terbahak-bahak saat melihat dua orang sales yang menjadi korban tabrakan mereka.

Seorang sales berambut keriting dan berkulit putih jatuh tengkurap ditimpa temannya yang memakai topi. Tapi bukan hanya posisi mereka yang membuat dua siswi itu tertawa terbahak-bahak. Yang membuat mereka tertawa sampai memegangi perut adalah sales yang memakai topi jatuh dengan posisi terlentang di atas tubuh temannya dengan tumpukan kain berbentuk kacamata dan daster bermacam-macam warna serta model yang menutupi wajahnya.

"Dim, bangun! Aku bukan kasur! Sakit ini!"teriak pria yang ditimpa pria bertopi yang ternyata namanya adalah Dimas.

Dimas mengambil kain berbentuk kacamata dan daster jualannya yang menutupi wajahnya, kemudian berdiri dengan wajah yang terlihat kesal, namun kekesalan yang terlukis di wajahnya tidak terlihat karena tertutup oleh topi yang dipakainya.

"Hei! Kalian berdua! Bisa naik motor apa nggak, sich? Kami sudah berjalan di pinggir, kenapa masih menabrak kami? Apa mata kalian sudah rabun, hingga tidak bisa melihat kami!"bentak Dimas yang merasa kesal membuat dua gadis yang menertawakannya langsung berhenti tertawa. Entah mengapa suara pria di depan mereka itu terdengar begitu dingin dan menakutkan di banding suara guru killer di sekolah mereka.

"Jangan salahkan kami! Salahkan ayam tadi tuh! Mereka pacaran sampai kejar-kejaran lalu menyeberang jalan sembarangan. Aku, 'kan kaget dan jadi hilang keseimbangan,"ucap gadis yang bernama Ayana yang sebenarnya agak ciut nyalinya mendengar suara pria di depannya, tapi pura-pura berani.

"Jangan menyalahkan ayam! Ayam mana punya akal! Seharusnya kalian yang punya akal itu lebih berhati-hati. Lihat, nih! Dagangan kami jadi berantakan,"sergah Dimas yang tasnya terpental dan daster serta kain berbentuk kacamata yang tadinya digantungnya di lengannya juga jadi berantakan.

"Heh, sales penjual daster! Penjual pakaian dalam! Kami sudah hati-hati, tapi mana kami tahu kalau itu ayam tiba-tiba menyeberang!"kilah Ayana sewot.

"Sudah! Sudah! Jangan ribut lagi! Maaf, kak Dimas, Bang Toyib! Kami tidak sengaja menabrak kalian. Temanku ini, tadi kaget karena dua ekor ayam tadi menyeberang tiba-tiba,"ucap teman Ayana yang bernama Wulan. Wulan mengenal dua pria yang baru saja mereka tabrak, karena dua pria itu memang punya banyak langganan di kampungnya, termasuk ibunya.

"Oh, namanya Dimas sama Toyib,"gumam Ayana,"Bang Toyib nggak pulang-pulang selama tiga kali puasa, tiga kali lebaran, ya?"tanya Ayana seraya tertawa mengolok-olok Toyib.

"Ay, jangan berkata seperti itu!"Wulan memperingati Ayana karena merasa tidak enak dengan Toyib,"Maaf, Bang Toyib! Teman saya ini mulutnya memang suka nyablak,"ucap Wulan.

"Dasar gadis tengil Tidak punya sopan santun! Mulutmu itu sepertinya harus di beri les privat biar tahu sopan santun,"cetus Toyib merasa kesal. Pasalnya, Toyib memang pernah tidak pulang selama tiga kali puasa, tiga kali lebaran. Mirisnya saat puasa ke empat dirinya pulang malah mendapati istrinya berselingkuh dengan pria lain. Padahal dirinya tidak pulang waktu lebaran karena ingin menghemat pengeluaran hingga dapat mengirim uang lebih banyak untuk anak dan istrinya saat lebaran. Namun dirinya malah mendapati kenyataan bahwa istrinya telah berselingkuh darinya.

"Bang Toyib, Bang Toyib, mengapa tak pulang-pulang.. Anakmu, anakmu.. panggil-panggil namamu. Bag Toyib... Ha.ha.ha.ha..."Ayana menyanyikan lagu Bang Toyib yang dulu pernah tenar itu. Gadis itu tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

"Dasar gadis tengil! Aku sumpahi kamu tergila-gila pada sales pakaian keliling!"Toyib menyumpahi Ayana karena merasa kesal dengan gadis tengil itu.

"Sudahlah, Yib! Dia itu gadis nggak waras. Tidak usah diladeni, nanti ketularan nggak waras,"tukas Dimas yang juga merasa kesal.

"Eh, Kak Dimas! Gelar kak Dimas SPd, ya? Sales Penjual daster!"ucap Ayana kemudian kembali tertawa terbahak-bahak. Kali ini gadis itu mengolok-olok Dimas.

"Kau! Dasar cabe-cabean!"geram Dimas merasa kesal karena gadis itu mengolok-olok pekerjaan nya yang memang sales penjual daster keliling. Tapi memberinya gelar SPd yang diplesetkan menjadi Sales Penjual daster membuat Dimas menjadi geram.

"Dasar SPd! Sales Penjual daster!"balas Ayana sambil menjulurkan lidahnya pada Dimas.

"Kancing kan kemeja mu itu! Apa kamu tidak malu dadamu dilihat pria? Baru juga SMU, ukuran mu sudah 38 B. Gimana nanti kalau kamu sudah menyusui?"ujar Dimas seraya memungut tas besarnya yang berisi pakaian jualannya.

Mendengar Dimas membahas dadanya, Ayana pun langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dengan wajah malu bercampur geram.

"Dasar sales mesum! Pasti kamu itu pria nggak bener, 'kan! Sudah berapa banyak gadis yang kamu tiduri? Menjijikkan sekali! Sales kurang ajar! Mesum!"umpat Ayana dengan wajah geram. Pasalnya ukurannya memang 38 B dan ukuran Wulan 34 A. Jadi yang dimaksud Dimas pastilah dirinya. Namun Dimas langsung berbalik meninggalkan dua gadis SMU itu bersama Toyib tanpa memperdulikan dua gadis itu.

Sedangkan Wulan malah tertawa terbahak-bahak mendengar Dimas yang menebak ukuran pakaian dalam Ayana dengan tepat.

"Tebakan Kak Dimas memang tidak pernah salah,"ucap Wulan kembali tertawa.

"Apa maksud mu? Kenapa kamu malah tertawa?"tanya Ayana pada Wulan yang malah tertawa. Gadis itu semakin terlihat kesal.

"Kamu tahu, nggak? Kak Dimas itu paling pinter menebak ukuran pakaian. Dari pakaian luar sampai pakaian dalam, dia nggak pernah salah menebak. Dia juga paling pinter memilihkan pakaian yang cocok sama pembelinya,"ujar Wulan panjang lebar.

"Jangan-jangan dia itu memang laki-laki nggak bener! Masak iya, bisa menebak ukuran pakaian orang lain, dari pakaian luar sampai pakaian dalam dengan benar?"ujar Ayana merasa curiga.

'Dia itu pria baik-baik. Kalau dia playboy, udah di pacari semua nih, anak gadis dan janda muda di kampung ini. Banyak yang naksir sama kak Dimas, tapi nggak satupun yang bisa menarik perhatiannya,"jelas Wulan seraya mencoba menegakkan motor mereka yang jatuh.

"Cewek satu kampung naksir sama dia? Naksir apanya? Paling juga pura-pura naksir biar dapat baju murah,"sahut Ayana seraya membantu Wulan.

"Jangan salah! Kak Dimas itu ganteng banget tahu! Kamu kan tadi nggak terlalu jelas lihat wajahnya karena dia pakai topi. Aku juga naksir sama dia, Ay. Tapi aku nggak berani deketin dia. Dia itu terlalu ganteng, nggak kalah sama artis-artis luar dan dalam negeri,"ujar Wulan nampak antusias.

"Aku jadi penasaran, gimana wajah sales penjual daster itu,"gumam Ayana kemudian terkekeh karena tidak percaya jika Dimas itu tampan.

"Aku yakin, kamu juga bakalan naksir dan klepek-klepek kalau lihat gimana gantengnya wajah kak Dimas,"ujar Wulan terlihat sangat yakin.

...🌟"Tidak ada yang tahu kapan, dimana dan bagaimana kita akan bertemu jodoh yang ditakdirkan Tuhan untuk kita."🌟...

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

.

.

To be continued

2. Tidak Pernah Salah

Ayana kembali membonceng Wulan dengan motor matic nya. Sedangkan dua sales pakaian keliling tadi sudah tidak terlihat lagi. Entah masuk ke gang yang mana kedua sales itu tadi. Tapi jujur, Ayana sangat penasaran dengan sosok yang bernama Dimas. Apa benar pria itu tampan?

Tidak lama kemudian, Ayana sudah tiba di depan rumah Wulan. Rumah yang terlihat sederhana berlantai semen dengan beberapa macam bunga yang ditanam di depan rumah. Ini adalah pertama kalinya Ayana akan menginap di rumah Wulan. Sebelumnya, Ayana sudah menginap di beberapa rumah temannya. Ayana jarang pulang ke rumah karena kedua orang tuanya jarang di rumah. Mereka sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing dan kurang memberi perhatian pada Ayana. Sehingga membuat Ayana lebih memilih menginap di rumah teman-temannya karena ingin merasakan bagaimana tinggal di sebuah keluarga yang harmonis.

"Ayo, masuk! Maaf, rumahku keadaannya seperti ini,"ujar Wulan yang takut jika Ayana tidak betah berada di rumah nya yang sederhana. Apalagi akan menginap seperti apa yang dikatakan oleh temannya itu.

"Nggak apa-apa,"sahut Ayana tersenyum lebar. Bagi Ayana, tidak masalah jika rumahnya sederhana, yang penting bersih dan rapi.

"Assalamu'alaikum! Bu, aku pulang!"ucap Wulan seraya masuk ke dalam rumah menggandeng Ayana.

"Wa'alaikumus salam!"sahut ibu Wulan dari dalam.

Wulan menghampiri ibunya yang berada di dapur, kemudian mencium punggung tangan wanita paruh baya itu. Ayana yang melihat hal itu pun mengikuti apa yang dilakukan oleh Wulan.

"Bu, aku pulang sama temanku. Kenalkan, namanya Ayana,"ujar Wulan pada ibunya seraya merangkul Ayana.

"Wahh.. teman kamu cantik sekali, Lan,"ujar Lastri ibu Wulan, tersenyum lebar menatap Ayana.

"Ibu terlalu memuji,"sahut Ayana tersenyum manis. Padahal sebenarnya gadis itu sangat senang saat Bu Lastri memujinya. Memang banyak cowok yang memuji kecantikannya. Tapi rasanya sangat berbeda jika yang memuji seorang ibu. Karena saat di rumah, mamanya tidak pernah memperhatikan dirinya, apalagi memujinya. Mama dan papanya terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga tidak punya waktu untuk Ayana.

"Bu, Ayana ingin menginap di rumah kita. Boleh, 'kan?"tanya Wulan pada ibunya.

"Tentu saja boleh. Tapi maaf, ya, nak! Rumah kami hanya rumah sederhana,"ujar Bu Lastri.

"Tidak apa-apa, Bu,"sahut Ayana tersenyum manis.

"Ya sudah, cepat ganti baju, cuci tangan dan kita makan bersama. Oh, ya. Nak Ayana bawa baju tidak? Kalau tidak, bisa pakai baju Wulan,"ujar Bu Lastri ramah.

"Bawa, kok, Bu. Panggil aja aku Ay, Bu,"sahut Ayana tersenyum manis.

"Ya sudah, cepat ganti baju dan makan. Kalian pasti sudah lapar,"ujar Bu Lastri ramah.

Ayana merasa senang dengan respon ibu Wulan yang nampaknya menerima kehadirannya di rumah itu dengan baik. Sudah sering Ayana menginap di rumah teman yang berbeda-beda. Namun dari sekian banyak ibu dari teman-temannya, Bu Lastri lah yang terlihat paling menyenangkan.

Ayana masuk kekamar Wulan yang sederhana. Ada ranjang yang tidak terlalu besar di ruangan itu, tapi mungkin cukup untuk mereka berdua tidur. Ada juga meja belajar sederhana di dalam kamar itu, dengan buku yang tersusun rapi.

"Ay, maaf, ya! Kamarku seperti ini. Kamar mandinya pun hanya ada satu di dekat dapur,"ujar Wulan yang takut Ayana merasa tidak nyaman.

"Nggak apa-apa. Santai aja,"sahut Ayana tersenyum tipis.

Setelah berganti pakaian dan mencuci tangan dan kaki mereka, kedua gadis itu pun makan bersama Bu Lastri. Bu Lastri sangat perduli pada Wulan dan juga Ayana, membuat Ayana merasa sangat senang. Walaupun lauk di meja yang dihidangkan oleh Bu Lastri hanya sayur, dan tahu tempe, tapi Ayana menikmati makan siangnya. Walaupun sederhana, masakan Bu Lastri terasa enak di lidah Ayana. Tidak seperti di rumah teman-temannya yang lain. Masakan Bu Lastri terasa cocok di lidah Ayana.

Selesai makan siang, Ayana membantu Wulan membereskan meja makan. Sedangkan Bu Lastri dan Wulan mencuci peralatan masak dan juga peralatan makan yang baru saja mereka pakai.

"Assalamu'alaikum!"terdengar suara pria dari pintu depan.

"Ay, tolong lihat, siapa di depan!"pinta Wulan yang masih mencuci piring.

"Oke,"sahut Ayana yang baru saja selesai membereskan meja makan, segera pergi ke pintu depan.

Ayana tidak melihat ada orang di depan pintu, karena pintu itu tidak ditutup. Gadis itu kemudian melihat ke depan dan tidak mendapati siapa pun, hingga akhirnya menoleh ke kursi teras.

"Tampannya!"gumam Ayana lirih saat melihat seorang pria tampan sedang duduk di kursi teras itu sambil membuka buku kecil. Pria dengan hidung mancung, bibir tebal tapi terlihat seksi, alis tebal dan kulit yang terlihat putih bersih. Ayana begitu mengagumi wajah tampan pria itu hingga terdiam terpaku di tempatnya berdiri.

"Siapa, Ay?"tanya Wulan yang tiba-tiba muncul membuat Ayana terkejut. Pria yang sedari tadi di perhatikan Ayana, pun menoleh.

"Ibunya ada, dek?"tanya pria itu terdengar ramah. Suara bariton pria itu terdengar lembut dan maskulin, tapi penuh wibawa.

"Eh, kak Dimas. Ada, kak. Sebentar, ya, kak!"ucap Wulan bergegas masuk ke dalam rumah untuk memberitahu ibunya.

"Iya,"sahut Dimas tersenyum tipis pada Wulan dan hanya melirik Ayana sekilas, kemudian kembali melihat buku catatan yang dibawanya mengacuhkan Ayana.

Mendengar Wulan memanggil pria itu dengan panggilan kak Dimas, Ayana pun mengernyitkan keningnya. Ayana melihat topi yang tergeletak di atas meja teras itu, dan juga beberapa daster serta kain penutup dada wanita disana. Kemudian Ayana melihat tas besar yang ada di lantai di sebelah kursi tempat pria yang bernama Dimas itu duduk.

"Ohh.. jadi kamu SPd tadi, ya? Sales Penjual daster,"ujar Ayana kemudian tertawa renyah. Entah mengapa, Ayana sangat senang mengolok-olok pria di depannya saat ini. Walaupun diakui Ayana, pria yang bernama Dimas itu memang tampan, bahkan sangat tampan. Benar kata Wulan, pria ini tidak kalah tampan dengan artis dari dalam maupun luar negeri.

Dimas nampak acuh tidak menanggapi kata-kata Ayana. Membuat gadis itu merasa kesal.

"Hei, aku bicara padamu!"cetus Ayana yang merasa tidak dianggap.

"Nak, Dimas. Maaf menunggu lama. Ini cicilan ibu bulan ini,"ujar Bu Lastri yang baru keluar dari dalam rumah diikuti Wulan, mengulurkan uang seratus lima puluh ribu pada Dimas.

"Ini pelunasan, ya, Bu. Apa ibu mau mengambil lagi. Saya bawa model daster yang baru, Bu. Bahannya lembut dan nyaman di pakai. Ini, warna ini cocok untuk ibu,"ujar Dimas menunjukkan daster batik berwarna coklat muda pada Bu Lastri.

"Wahh.. bagus sekali. Tapi ibu lagi butuh pakaian dalam, nak. Beli dasternya lain kali aja,"tolak Bu Lastri. Wanita paruh baya itu nampak tertarik dengan daster yang ditunjukkan oleh Dimas, tapi nampak masih ragu-ragu untuk membelinya.

"Ambil saja daster dan pakaian dalamnya sekaligus, Bu. Kalau nggak bisa bayar kontan, 'kan bisa di cicil. Oh, iya. Ibu mau beli pakaian dalam untuk ibu atau putri ibu?"tanya Dimas ramah.

"Buat ibu sama putri ibu,"sahut Bu Lastri.

"Sebentar,"sahut Dimas, mengambil pakaian dalam dari dalam tasnya.

"Memangnya kamu tahu berapa ukuran pakaian dalam Wulan dan ibunya Wulan?"tanya Ayana seraya memicingkan matanya. Teringat kata-kata Wulan yang mengatakan bahwa Dimas tahu semua ukuran pakaian konsumen nya. Dari pakaian luar sampai pakaian dalam.

"Tentu saja. Ukuran Bu Lastri 38 A dan XL. Ukuran putri nya, 34 A dan M,"ujar Dimas seraya memberikan pakaian dalam yang baru saja di ambilnya pada Bu Lastri,"Apa kamu juga ingin beli? Ukuran kamu 38 B dan L, 'kan?"tanya Dimas membuat Ayana melongo. Pria itu begitu lancar mengatakan berapa ukuran pakaian dalam Bu Lastri, Wulan dan dirinya.

"Nak Dimas memang tidak pernah salah saat menebak ukuran,"ujar Bu Lastri tertawa renyah.

...🌸❤️🌸...

.

.

To be continued

3. Double Kill

Ayana mengendarai motor matic nya menuju sekolah bersama Wulan. Pagi ini pelajaran jam pertama dimulai dengan pelajaran bahasa Inggris. Dengan guru mata pelajaran bernama Pak Sugeng. Guru paling ditakuti yang merupakan wakil kepala sekolah.

Ayana memarkirkan motornya, kemudian berjalan beriringan dengan Wulan menuju ruang kelas mereka.

"Ay, kamu nggak lupa membawa nama kamu, 'kan? Jika kamu lupa tidak membawa nya, kamu akan dapat tugas khusus dari Pak Sugeng. Lupa nggak bawanya?"tanya Wulan.

"Ada di dalam tas. Itu guru aneh banget, lah! Kenapa juga kita di suruh nulis nama kita di kertas karton dengan huruf yang besar? Sudah itu di suruh meletakkannya di meja kita masing-masing. Itu tandanya dia nggak hafal sama nama kita, 'kan?"gerutu Ayana.

"Iya, juga, ya. Tapi mana ada murid yang berani protes? Selesai menjelaskan materi, Pak Sugeng ngasih kita pertanyaan. Yang tidak mengacungkan jari akan diberi tugas khusus setelah mata pelajaran selesai. Dan yang mengacungkan jari, tapi jawabannya salah malah akan mendapatkan tugas lebih banyak dari yang tidak mengacungkan jari. Yang selamat tidak mendapatkan tugas khusus adalah yang mengacungkan jari dan jawabannya benar,"ujar Wulan menghela napas panjang.

"Dan satu lagi. Yang paling beruntung adalah yang mengacungkan jari, jawabannya salah, tapi nggak dapat tugas khusus karena nggak sempat dapat giliran pertanyaan dari Pak Sugeng,"sahut Ayana.

"Iya, kamu benar!"sahut Wulan membenarkan kata-kata Ayana.

"Dan itu adalah aku,"ucap Ayana kemudian tertawa.

"Serius?"tanya Wulan nampak tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Ayana.

"Serius. Waktu itu jawaban yang aku siapkan ternyata salah. Tapi nggak sempat dapat pertanyaan dari Pak Sugeng. Jadi aku selamat dari hukuman, deh!"sahut Ayana kemudian tertawa.

"Sebenarnya apa yang dilakukan Pak Sugeng itu hanya agar kita benar-benar memperhatikan materi yang disampaikan dan mendidik kita agar berpikir dengan kritis.Kamu tahu, 'kan, jika kita mengacungkan jari, berarti kita harus menyiapkan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh Pak Sugeng? Itu, 'kan membuat kita mau tak mau berpikir mencari jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh Pak Sugeng,"ujar Wulan panjang lebar.

"Iya, juga, ya. Tapi guru satu itu memang benar-benar menakutkan. Dari aura, suara dan bentuk tubuhnya saja bisa membuat kita semua ketakutan,"curhat Ayana yang tidak terasa sudah tiba di kelas mereka. Kedua gadis itupun duduk di bangku mereka. Ayana dan Wulan awalnya tidak duduk satu bangku. Namun mereka duduk di satu bangku yang sama setelah bertukar tempat duduk dengan teman mereka.

"Kamu tahu, nggak? Ada anak dari kelas sebelas F yang mengirim surat ijin. Isi dari surat ijin itu mengatakan kalau dia tidak masuk sekolah karena takut sama Pak Sugeng,"ujar Wulan kemudian tertawa.

"Yang benar? Lucu sekali! Sampai segitunya dia takut sama Pak Sugeng. Kena tekanan mental dia,"ujar Ayana ikut tertawa.

"Sudah, sudah! Sebaiknya kita siapkan karton nama kita, dan juga buku pelajaran kita. Sebentar lagi, Pak Sugeng akan masuk kelas kita,"ujar Wulan seraya menyiapkan buku pelajarannya.

Dan benar saja, tak lama kemudian, Pak Sugeng sang guru bahasa Inggris yang ditakuti para siswa pun memasuki kelas mereka. Seketika keadaan kelas pun menjadi sunyi senyap.

"Good morning students! ("Selamat pagi anak-anak!")"sapa Pak Sugeng dengan suara bariton nya yang terdengar tegas.

"Good morning, sir! ("Selamat pagi, Pak!")"sahut murid-murid di kelas itu yang sebagian besar dari mereka menjadi tegang.

"Oke, kita akan memulai pelajaran hari ini. Berhubung semua materi yang harus kita pelajari pada semester genap ini sudah habis, dan sebentar lagi akan diadakan ujian semester genap, maka kita akan mengulang materi sebelumnya. Hari ini kita akan mengulang materi pelajaran tentang Suggestion (Saran). Yaitu Asking & Giving Suggestion (Meminta dan memberi saran)"ujar Pak Sugeng kemudian mulai menjelaskan materi.

Para siswa nampak mendengarkan materi yang dijelaskan oleh Pak Sugeng dengan seksama. Berusaha mengertilah dan memahami apa yang di jelaskan Pak Sugeng.

"Tunjuk jari siapa yang masih ingat dengan materi pelajaran yang baru bapak jelaskan ini!"perintah Pak Sugeng setelah selesai menjelaskan materi.

Sebagian murid ada yang mengacungkan jari telunjuknya, ada pula yang hanya diam menunduk yang berarti pasrah mendapatkan tugas setelah mata pelajaran selesai dan di kumpulkan pada pertemuan berikutnya. Ayana dan Wulan pun mengacungkan jari telunjuk mereka. Tidak mengacungkan jari berarti siap menerima tugas, mengacungkan jari berarti harus mempersiapkan jawaban. Salah menjawab akan mendapatkan tugas khusus lebih banyak. Jika tidak mengumpulkan tugas, maka orang tua murid akan di panggil ke sekolah. Benar-benar guru yang tegas dan menakutkan. Karena itulah Pak Sugeng disebut sebagai guru killer.

"Dina! Beri saya contoh kalimat Recommend You To..."perintah pak Sugeng.

"I hink you have to study this material (Saya pikir kamu harus mempelajari materi ini.)"ucap Dina memberikan contoh kalimat saran untuk melakukan sesuatu dengan jemari tangan yang saling bertautan karena takut jawabannya salah.

"Good! Farid! Beri saya contoh kalimat Advice You To.."ucap Pak Sugeng menunjuk pada Farid. Membuat Dina bernapas lega.

"I advice you to apologize to him.(Saya sarankan kamu untuk meminta maaf padanya.)"ucap Farid yang terlihat tegang.

"Good! Riya, give me an example sentence that uses the word you should... (Bagus. Riya, beri saya contoh kalimat yang menggunakan kata kamu harus..)"perintah Pak Sugeng menatap pada Riya yang jarang mengacungkan jarinya.

"Brak"

Riya yang mengacungkan jari, tapi tidak menyiapkan jawaban pun terkejut saat namanya di sebut. Sangking terkejutnya Riya yang duduk paling belakang terjatuh dari kursinya. Melihat Riya yang jatuh dari kursinya dengan wajah pucat pasi bercampur malu, teman-teman sekelas Riya pun mati-matian menahan tawa.

"Are you okey? (Kamu baik-baik saja?)"tanya pak Sugeng pada Riya yang dengan tubuh gemetar kembali duduk di kursinya.

"O.. okey, sir. (Baik, Pak)"jawab Riya gugup.

"All right, give me an example sentence that uses the word you should..! (Baiklah, beri saya contoh kalimat yang menggunakan kata kamu harus..)"perintah Pak Sugeng.

"You should.. you should... "Riya nampak bingung bagaimana harus melanjutkan kalimatnya.

"Kamu berani mengacungkan jari tanpa menyiapkan jawaban?"tanya Pak Sugeng dengan tatapan tajam, membuat Riya semakin menundukkan kepalanya dengan tubuh yang gemetaran. Melihat Riya seperti itu, Pak Sugeng hanya bisa membuang napas kasar.

"Ayana! Give me an example sentence that uses the word you should...! (Ayana, beri saya contoh kalimat yang menggunakan kata kamu harus..) perintah Pak Sugeng.

"You should eat more vegetables! (Kamu harus makan banyak sayuran.)"sahut Ayana yang nampak santai.

"Good!"ucap Pak Sugeng kemudian menunjuk beberapa murid yang lain dan memberikan pertanyaan yang berbeda.

"Oke. Pelajaran hari ini cukup sampai di sini. Bagi yang namanya saya sebut, dipertemuan berikutnya harus mengumpulkan tugas membuat kalimat Asking & Giving Suggestion (Meminta dan memberi saran) sebanyak seratus kalimat. Bagi yang mengacungkan jari tapi tidak bisa menjawab pertanyaan saya dengan benar, harus mengumpulkan seratus lima puluh kalimat Asking & Giving Suggestion,"ujar Pak Sugeng kemudian menyebutkan nama-nama yang harus mengumpulkan tugas di pertemuan berikutnya. Para murid yang namanya disebut pun langsung lesu.

"Oke. Sampai disini pertemuan kita hari ini. Belajarlah lebih giat agar kalian bisa mendapatkan nilai yang memuaskan. Good morning!"ucap Pak Sugeng setelah bel tanda pergantian pelajaran berbunyi.

"Good morning, sir!"sahut para murid di kelas itu.

"Akhirnya... jam pelajaran guru killer itu berakhir juga,"

"Sial sekali! Aku harus menulis seratus kalimat saran,"

"Aku harus menulis seratus lima puluh kalimat,"

"Double kill itu namanya,"

"Risiko menjawab dengan jawaban salah,"

"Pak Sugeng benar-benar guru killer,"

"Untung saja aku tidak di tunjuk,"

"Aku beruntung karena bisa menjawab pertanyaan Pak Sugeng,"

Itulah celoteh para siswa di kelas Ayana dan Wulan setelah jam mata pelajaran bahasa Inggris selesai. Selama dua jam pelajaran bersama Pak Sugeng adalah waktu yang paling menegangkan bagi para murid yang tidak pintar berbahasa Inggris. Dan sayangnya banyak murid yang tidak bisa pelajaran bahasa Inggris. Sekolah tempat Ayana bersekolah ini bukan sekolah elit dengan fasilitas lengkap. Dan juga bukan sekolah elit tempat anak-anak pintar. Sekolah Ayana saat ini adalah sekolah negeri biasa.

Orang tua Ayana memang menyekolahkan Ayana di sekolah internasional. Tapi Ayana malah keluar dari sekolah itu dan memilih bersekolah di sekolah negeri. Ayana tidak mau bersekolah di tempat yang dihuni orang-orang kaya yang memandang orang lain karena tingkat kekayaannya. Dan berteman karena melihat status sosialnya. Ayana ingin mendapatkan teman yang tulus menerima dirinya apa adanya tanpa memandang latar belakangnya.

...🌟"Tidak bisa dipungkiri, status sosial mempengaruhi penilaian orang lain terhadap diri kita."🌟...

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

.

.

To be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!