Matahari masih belum menampakan diri dari peraduannya, saat ini masih pagi buta. Di dalam sebuah kamar penginapan sederhana dengan cahaya temaram, dua insan muda terlihat tidur dalam satu ranjang dan satu balutan selimut. Pakaian mereka berserakan di bawah lantai, raut lelah nampak di wajah keduanya.
Suara dering ponsel terdengar begitu nyaring mengusik tidur remaja pria berusia delapan belas tahun tersebut, tangannya meraba, meraih benda pipih yang berada di atas nakas. Sedangkan sang gadis masih terlelap dalam tidurnya, tidak terusik sama sekali.
"Hallo." Ucapnya tanpa melihat siapa yang meneleponnya.
"Anders kau di mana? Mommy baru saja mendapat kabar kalau sakit Daddy mu kambuh."
Seketika mata hazel milik remaja itu melebar mendengar suara panik di balik ponselnya.
"Sakit Daddy kambuh? Lalu bagaimana keadaan Daddy, Mom?" Tanya Anders khawatir karena setahunya Daddy nya sedang berada di luar kota.
"Mommy tidak tahu. Belum ada kabar terbaru lagi yang Mommy terima. Lebih baik kau pulang sekarang. Mommy benar-benar mengkhawatirkan Daddy mu." Suara wanita itu terdengar bergetar menahan tangis.
"Iya Mom. Aku pulang sekarang." Anders menutup teleponnya.
Sejenak kemudian Anders tersadar, kalau dirinya berada di tempat asing.
"Di mana ini? Ini bukan kamarku." Gumam Anders, matanya menatap sekeliling. Kemudian berhenti pada sosok yang sedang tertidur di sampingnya. Anders memperhatikan wajah yang terlihat tidak asing itu, walau hanya dengan cahaya temaram ia masih bisa melihat cukup jelas wajah sang gadis.
"Ellia?!"
Ya gadis itu Ellia, teman satu sekolahnya!
Kenapa Ellia bisa bersamanya? Apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Ellia hingga berada di satu tempat tidur?
Pemuda itu berusaha mengingat apa yang telah terjadi semalam. Jantung Anders berdetak lebih cepat, sepasang matanya membulat saat kepingan kejadian semalam perlahan hadir.
Dirinya membantu Ellia saat Karen dan teman-temannya membuat gadis itu mabuk berat. Berniat mengantarkan Ellia pulang, tapi ia malah membawa Ellia ke penginapan dan.....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Elliana Scherie, seorang gadis muda yang awalnya merasa sangat beruntung karena mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan menengah atasnya di sekolah paling elite di kota tempat tinggalnya. Justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang ia terima. Hanya karena ia bukan dari keluarga berada serta berpenampilan culun dengan rambut panjang yang diikat dua dan kacamata tebal yang menghiasi wajahnya, Ellia malah menjadi bahan bullyan di sekolahnya.
Hampir tiap hari ada saja hinaan dan keisengan yang ia terima dari teman-teman di sekolahnya. Tapi yang lainnya seakan tutup mata akan apa yang di terima Ellia di sekolah itu, tidak ada yang peduli apalagi membelanya. Semua tak lepas karena pengaruh uang. Yang bisa Ellia lakukan hanyalah selalu bersabar, dan berharap semua akan cepat berlalu. Ia juga merahasiakan perlakuan yang diterimanya di sekolah dari ibunya.
Setelah tiga tahun, akhirnya Ellia mampu menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Walaupun harus melewati semua itu dengan tidak mudah.
Hari ini sekolah mengadakan pesta perpisahan, Ellia sudah memutuskan untuk tidak datang ke acara tersebut. Untuk apa datang ke sana? Teman-temannya pun tak akan ada yang mengharapkan kehadirannya, dan yang ada ia hanya kembali menjadi bahan bullyan di pesta itu.
_
_
_
Semburat jingga sudah nampak di atas langit. Ellia sedang duduk bersantai di teras rumah sederhananya menikmati senja. Sambil melihat ijazah sekolah yang sudah ia terima pagi tadi, nilainya di atas rata-rata. Ellia merasa cukup puas dengan nilai yang ia dapatkan, dan ia ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah. Tapi sepertinya keadaan ekonomi keluarganya kurang mendukung keinginannya.
Ibunya yang sudah tidak muda lagi, tak sesehat dulu lagi. Tak mungkin untuk terus bekerja demi biaya kuliahnya. Sedangkan sang ayah sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Tak jarang Ellia meminta sang ibu untuk berhenti bekerja, biar dia saja yang bekerja paruh waktu, tapi ibunya selalu menolak dan mengatakan kalau pendidikan itu penting. Setidaknya sampai ia lulus sekolah menengah atas. Dan setelah ini Ellia sudah memutuskan akan bekerja saja, agar ibunya bisa bersantai menikmati masa tuanya.
Lamunan Ellia buyar ketika melihat sebuah mobil mewah masuk ke halaman rumahnya. Mata cokelat milik gadis itu menyipit melihat seseorang yang keluar dari mobil tersebut.
"Karen?" Gumamnya sambil berdiri dari duduknya.
Karen adalah teman sekelas Ellia yang hampir tiap hari menjahili dirinya. Karen terlihat menghampiri Ellia, di ikuti dengan ketiga temannya yang berjalan di belakangnya.
"Hai Ellia!" Sapa Karen dengan ramahnya, senyum manis tercetak jelas di bibirnya. Tidak jutek seperti hari-hari biasanya. Ellia mengerutkan keningnya. Sejak kapan Karen jadi ramah padanya?
"Em, hai..." Balas Ellia ragu.
"Ayo kita ke pesta!" Ajak Karen yang begitu semangat. Tapi Ellia malah tercengang mendengar ajakan Karen.
"Ke pesta?" Tanya Ellia heran, mata di balik lensa kacamata itu nampak mengerjap beberapa kali.
"Iya, pesta. Bukankah hari ini hari perpisahan sekolah kita? Kami sengaja datang kemari untuk menjemputmu." Celoteh Karen di iringi anggukan dari ketiga temannya yang berdiri di belakangannya. Lagi-lagi membuat Ellia tercengang.
"Ma... Maaf. Aku tak bisa pergi, Karen." Ellia mencoba menolak.
"Kami tidak menerima penolakan, Ellia. Cepat ganti bajumu." Tukas Linda, salah satu teman Karen.
"Ta... Tapi aku tidak..."
"Ellia, ada apa?" Tanya Ibu Ellia yang baru keluar dari kamarnya. Hari ini jatah liburnya, jadi Ibu Ellia tidak bekerja.
"Halo Tante, perkenalkan kami teman sekolah Ellia." Sapa Karen dengan ramah.
"Kami datang kemari untuk menjemput Ellia. Karena hari ini hari perpisahan sekolah kami, jadi sekolah kami mengadakan pesta. Dan semua murid di minta untuk hadir, termasuk Ellia." Jelas Karen lagi dengan sopan.
Ibu Ellia sejenak memandang Karen dan teman-temannya yang nampak berdandan sangat cantik dan elegan. Mereka pasti mengenakan gaun mahal dari rancangan designer terkenal.
"Ellia, apa kau akan pergi?'' Tanya wanita paruh baya itu menatap putri tunggalnya. Ellia menggeleng.
"Emm, Ellia tak ingin pergi, Bu..." Jawab Ellia pelan.
"Ellia, ayolah. Ini pesta terakhir kita bersama teman-teman yang lainnya. Dan kau wajib untuk ikut serta." Bujuk Karen sedikit memaksa.
"Ellia, pergilah..." Ujar Ibu Ellia sambil tersenyum lembut.
"Ibu, Ellia tidak ingin pergi..." Ulang Ellia.
Ellia memang tak pernah ikut serta jika sekolahnya itu mengadakan acara. Untuk apa hadir di sana? Yang ada dirinya hanya jadi bulan-bulanan teman-temannya saja di sana.
"Ellia, kau tak pernah ikut jika sekolah kita mengadakan acara. Dan sekarang, pesta terakhir pun kau tak ikut?" Tanya Karen dengan wajah memelas. Ellia sempat di buat bingung dengan perubahan sikap Karen padanya. Kenapa Karen tiba-tiba jadi ramah begini? Ke mana Karen si nona sombong dan arogan yang selalu menghinanya?
......................
Selamat datang di cerita baruku, semoga para readers suka 😁😁
JANGAN LUPA LIKE dan KOMEN UNTUK SUPPORT AUTHORNYA 😊
TERIMA KASIH 😘
"Ellia, kau tak pernah ikut jika sekolah kita mengadakan acara. Dan sekarang, pesta terakhir pun kau tak ikut?" Tanya Karen dengan wajah memelas. Ellia sempat di buat bingung dengan perubahan sikap Karen padanya. Kenapa Karen tiba-tiba jadi ramah begini? Ke mana Karen si nona sombong dan arogan yang selalu menghinanya?
"Ellia pergilah. Benar kata temanmu, selama ini kau tak pernah ikut acara sekolah. Apa salahnya jika sekarang kau pergi?" Ujar ibu Ellia lagi. Ellia terlihat bimbang. Ia tak ingin pergi tapi Ibunya mengizinkannya, apalagi Karen ikut memaksanya.
"Lihatkan? Ibumu bahkan sudah memberimu izin untuk pergi." Sahut Karen.
"Ayo cepat ganti bajumu." Karen menarik tangan Ellia masuk ke rumahnya sendiri. Mau tak mau Ellia menurutinya.
"Di mana kamarmu?" Tanya Karen sambil mengedarkan pandangannya.
"Rumahnya kecil sekali. Ini tak jauh beda dengan gudang di rumahku." Karen memaki dalam hati.
"Di sana." Jawab Ellia menunjuk sebuah pintu kayu berwarna putih.
Mereka berdua masuk kedalam kamar tersebut, Ellia mendudukkan tubuhnya di sisi tempat tidur. Sedangkan Karen membuka lemari dan mengacak-ngacak isinya tanpa meminta izin dulu dari pemiliknya. Ellia hanya bisa menghela nafas panjang melihat kelakuan Karen.
"Apa kau tak punya gaun pesta?" Tanya Karen setelah membuat isi lemari itu berantakan.
"Aku tidak punya gaun, lagipula aku tidak pernah ke pesta." Jawab Ellia apa adanya.
"Ck, kau ini." Decak Karen sambil memutar bola matanya. Ia kembali melihat-lihat tumpukan baju yang sudah acak-acakan tersebut.
"Nah, kau pakai ini saja!" Serunya ketika menemukan sebuah longdress kemeja dengan warna biru tua yang hampir memudar.
"Cepat pakai!" Perintah Karen sambil menyerahkan baju tersebut. Ellia memandang pakaian itu, pakaian itu sangat tidak cocok jika dipakai ke pesta. Itu hanyalah sebuah baju rumahan.
"Karen, tapi..."
"Cepatlah Ellia, acaranya sebentar lagi di mulai. Dan aku tidak ingin kita terlambat hanya gara-gara baju." Tukas Karen. Ellia membuang nafas berat, mau tak mau ia menerima longdress tersebut dan berjalan keluar kamar menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur untuk berganti baju. Sementara itu mata Karen mengedar mengelilingi kamar tersebut.
"Kamar tidurnya kecil sekali, tak ada kamar mandi di dalamnya. Dan lihatlah baju-bajunya yang ketinggalan jaman itu. Dia benar-benar gadis miskin dan culun." Maki Karen dalam hati.
Tak lama Ellia kembali ke kamarnya.
"Hei lihatlah, kau cantik sekali." Puji Karen ketika Ellia masuk kembali ke dalam kamarnya, berbanding terbalik dengan hatinya yang memaki penampilan Ellia.
"Hah, gadis culun ini benar-benar terlihat kampungan." Batin Karen.
Ellia menunduk melihat penampilannya. Tidak ada yang istimewa, sangat biasa sekali. Sudah pasti Karen berbohong.
"Ayo cepat, rapikan rambutmu." Perintah Karen lagi. Dan lagi, Ellia hanya menurut. Diikatnya rambut hitam legamnya, leher jenjang nan putih mulus nampak terlihat.
"Sudah tak perlu make-up. Kita berangkat sekarang, karena kita sudah hampir terlambat." Ajak Karen sambil menarik tangan Ellia. Lagi, Ellia hanya pasrah dan mengikuti langkah Karen.
Di depan teras terlihat Ibu Ellia sedang mengobrol dengan Linda dan juga yang lainnya.
"Ibu, Ellia pergi dulu. Ellia akan cepat kembali." Pamit Ellia.
"Iya, Nak. Kau baik-baik ya di sana." Pesan Ibunya.
"Tante, kami permisi dulu." Pamit Karen diikuti teman-temannya.
"Iya, hati-hati di jalan. Tante titip Ellia."
"Tante tenang saja, kami akan menjaga Ellia dengan sangat baik." Jawab Karen dengan senyum manisnya yang diiringi anggukkan oleh teman-temannya.
_
_
_
Perjalanan mereka di penuhi dengan obrolan antara Karen dan teman-temannya. Sedangkan Ellia hanya diam saja, sambil sesekali tersenyum menanggapi obrolan mereka yang membahas baju dan tas keluaran designer terbaru dan menjadi trend saat ini.
Ellia memandang dirinya sendiri yang nampak begitu berbeda. Mereka berdandan dengan full makeup dan gaun pesta yang mewah, sedangkan dirinya hanya memakai longdress kemeja yang berwarna pudar tanpa makeup apapun di wajahnya. Hanya kacamata tebal yang menghiasi wajah polosnya.
Ellia menghela napas panjang, ia mulai menyesali keputusannya menerima ajakan Karen. Seharusnya tadi ia bisa menolaknya dan tak ikut bersama mereka. Bagaimanapun level mereka jauh berbeda, dan itu membuatnya mulai merasa tak nyaman. Tapi tidak mungkin juga meminta pada Karen untuk putar balik dan kembali ke rumahnya. Bisa-bisa yang ada dirinya malah diturunkan di tengah jalan oleh karen.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih dua puluh menit, mobil yang mereka tumpangi berhenti di salah satu hotel mewah berbintang, tempat pesta itu di adakan.
_
_
_
Suara gemerlap musik menyatu dengan cahaya redup di sebuah ballrom hotel menjadi saksi betapa bahagianya para remaja yang rata-rata berusia delapan belas tahun tersebut. Pesta yang sangat meriah. Tak heran, karena para siswa yang sekolah di sana bukan anak dari orang sembarangan. Sangat mudah bagi mereka untuk mengadakan pesta semacam itu.
Di sudut ruangan nampak beberapa gadis sedang berkumpul. Seorang di antara mereka nampak duduk di sebuah kursi, dan di kelilingi oleh gadis lain seusianya.
"Ayo cepat Ellia, minum ini!" Perintah Karen sambil menyerahkan segelas anggur pada Ellia.
"Aku tidak mau. Tolong jangan paksa aku." Tolak Ellia sambil menutup mulutnya.
"Aku tidak menerima penolakan! Kau pikir untuk apa aku dan teman-temanku mau repot-repot menjemputmu kalau bukan untuk menjadikanmu mainan kami malam ini?!" Ketus Karen diiringi senyum jahat di bibirnya.
Hilang sudah keramahan yang tadi di perlihatkannya saat menjemput Ellia tadi. Seperti inilah sikap asli Karen yang sebenarnya terhadap Ellia.
"Karen, aku mohon jangan. Lebih baik aku pulang saja." Pinta Ellia memelas. Baru saja dirinya akan bangkit, tapi teman-teman Karen yang lain langsung mencegahnya.
"Jangan berani untuk kabur, Ellia!" Seru Linda sambil menekan bahu Ellia.
Ellia menggelengkan kepalanya, kedua telapak tangannya masih menutupi mulutnya. Matanya berkeliling melihat sekitar, berharap ada yang mau menolongnya. Tapi sepertinya semua sia-sia, tidak ada seorang pun yang peduli padanya di tempat itu sama seperti saat dirinya di sekolah.
"Ayo cepat, paksa dia membuka mulut!" Perintah Karen lagi.
Teman-teman Karen yang berjumlah tiga orang itupun terus memaksa Ellia, memegangi tangannya dan wajahnya. Sampai akhirnya Elia menyerah. Ia tak memiliki tenaga lagi untuk melawan mereka.
"Hahahaha....!" Tawa Karen dan teman-temannya pecah ketika melihat Ellia terpaksa meminum segelas anggur tersebut.
"Bagaimana Ellia? Rasanya enak bukan?" Tanya Karen masih dengan tawa jahatnya.
Ellia hanya mampu menahan air matanya, merasakan rasa pahit dan panas yang seakan membakar kerongkongannya.
"Ini, kau harus meminumnya lagi!" Linda kembali menyodorkan paksa segelas anggur pada Ellia.
......................
JANGAN LUPA LIKE dan KOMEN UNTUK SUPPORT AUTHORNYA 😊
"Hahahaha....!" Tawa Karen dan teman-temannya pecah ketika melihat Ellia terpaksa meminum segelas anggur tersebut.
"Bagaimana Ellia? Rasanya enak bukan?" Tanya Karen masih dengan tawa jahatnya.
Ellia hanya mampu menahan air matanya, merasakan rasa pahit dan panas yang seakan membakar kerongkongannya.
"Ini, kau harus meminumnya lagi!" Linda kembali menyodorkan paksa segelas anggur pada Ellia.
Ellia yang sudah lemah tak berdaya hanya pasrah saja ketika mereka memegangi tubuhnya sambil memaksanya kembali untuk minum.
Tak terasa sudah tiga gelas anggur yang diminum Ellia. Gadis itu nampak hampir kehilangan kesadarannya. Sedangkan Karen dan teman-temannya hanya tertawa melihat Ellia yang mulai mabuk.
"Lihatlah Karen, sepertinya si culun ini sudah mabuk." Celetuk Linda.
"Cih. Dasar lemah, baru minum tiga gelas saja sudah mabuk seperti itu." Sinis Karen.
"Lalu, kita apakan dia?" Tanya salah satu teman Karen yang lainnya.
"Kita..." Belum sempat Karen menjawab, seseorang menyela percakapan mereka.
"Apa yang kalian lakukan?!" Seru salah seorang pemuda di sana, membuat keempat gadis itu terkejut dan menoleh ke asal suara.
"Kau tak perlu tahu apa yang kami lakukan!" Sembur Karen.
Remaja pria itu beralih menatap Ellia yang nampak kacau dan bergumam tak jelas.
"Kalian memaksanya minum?" Tanyanya sambil menatap Karen dan yang lainnya secara bergantian.
"Kalian benar-benar keterlaluan!" Bentak remaja bernama Anders Calvert Willians tersebut.
"Kenapa memangnya kalau kami memaksanya? Itu bukan urusanmu, Anders! Dan kau juga tak perlu berpura-pura baik seperti itu! Dia hanyalah sampah yang tidak berguna di sekolah kita!" Bentak Karen tak mau kalah.
"Karen! Dia adalah salah satu murid di sekolah kita, sudah selayaknya dia di perlakukan sama seperti yang lainnya!" Seru Anders.
"Kenapa kau jadi membelanya? Jangan katakan kalau seleramu sudah terjun bebas dan menyukai seorang gadis culun dan miskin seperti dia?!" Seru Karen dengan sinisnya. Sedangkan Anders masih menatapnya dengan tajam.
Anders Calvert Willians adalah salah seorang siswa paling terkenal sekaligus playboy di sekolah mereka. Hampir tiap bulan ia selalu berganti kekasih. Karena ketampanannya di atas rata-rata, akan sangat mudah untuknya mendapatkan gadis manapun yang ia inginkan. Dan Karen adalah wanita terakhir yang di pacarinya sebelum akhirnya Anders memutuskan hubungan mereka yang baru berjalan dua minggu.
Di banding yang lainnya, Karen lah yang paling singkat menjalin hubungan dengannya. Pada awalnya Karen sangat senang bisa berpacaran dengan Anders, karena Anders adalah pria incarannya sejak dua tahun yang lalu.
Namun ketika hubungan itu baru berjalan dua minggu, tiba-tiba saja Anders memutuskannya begitu saja tanpa alasan yang jelas. Dan itu membuat Karen sangat kesal dan marah pada Anders.
Jadi tak heran bila keduanya bertemu, Karen selalu tak bisa mengendalikan emosinya, karena ia merasa dipermainkan oleh Anders.
_
_
_
Sebuah mobil sport melaju membelah jalanan malam yang gelap. Pemuda itu sesekali melirik pada sosok yang tengah duduk bersandar sisinya. Nampak Ellia yang sudah tak sadarkan diri. Tadi Anders nekat membawa Ellia pergi dari pesta, setelah Karen dan teman-temannya membuat gadis itu mabuk berat.
Tanpa peduli beribu umpatan yang Karen ucapkan untuknya, ia nekat membawa Ellia pergi dari pesta itu.
Anders merasa tak tega melihat keadaan Ellia yang sudah sangat kacau.
"Aku harus membawanya ke mana? Aku tidak tahu di mana rumahnya? Kalaupun aku tahu dan membawanya pulang, apa yang akan aku katakan pada orang tuanya nanti? Bisa-bisa aku yang di marahi habis-habisan karena pasti orang tua Ellia akan menyangka kalau aku lah penyebab Ellia mabuk." Pikiran Anders berkecamuk, ia jadi bingung sendiri.
Setelah beberapa menit berfikir, Anders akhirnya memutuskan untuk membawa Ellia ke penginapan terdekat. Setidaknya gadis itu bisa beristirahat malam ini, dan dirinya akan langsung pulang. Ia juga tak berani membawa Ellia pulang ke rumahnya karena itu bisa menjadi masalah untuknya. Yang ada nanti dirinya malah di introgasi keluarganya. Walaupun seorang playboy, tapi Anders tidak pernah membawa gadis manapun berkunjung ke rumahnya.
Akhirnya mereka tiba di sebuah penginapan sederhana di pinggir jalan. Setelah mendapatkan kamar, Anders meletakkan tubuh Ellia di atas tempat tidur. Meskipun sudah terlihat tertidur, namun masih saja ada gumaman kecil yang terdengar dari bibir mungil gadis itu.
Anders kemudian melepaskan kacamata tebal yang selalu dipakai Ellia dan meletakkannya di atas nakas. Ia juga membuka ikatan rambut Ellia. Setidaknya itu membuat Ellia terasa lebih nyaman.
Pria bermata hazel itu terpaku, sejenak terpana melihat wajah Ellia. Gadis itu nampak begitu cantik walaupun tanpa makeup apalagi saat rambutnya tergerai. Pipinya putih mulus, hidungnya mancung namun ramping, dan bibir mungilnya yang berwarna merah muda. Sungguh sangat menggoda.
Wajah yang selama ini selalu dihiasi dengan kacamata tebal itu ternyata begitu cantik. Anders mendekatkan wajahnya, ia ingin menikmati pemandangan indah itu dari dekat.
Jantung Anders berdetak lebih cepat, belum pernah ia melihat wanita secantik itu. Kecantikan wajah itu membuatnya mengurungkan niatnya untuk kembali pulang. Tanpa sadar jemari Anders membelai pelan wajah Ellia.
"Ternyata kau sangat cantik. Kenapa aku tak pernah menyadarinya?" Gumam Anders, jiwa playboynya dalam dirinya langsung keluar.
Jemari Anders dengan berani terus menyusuri wajah gadis itu, berhenti tepat di bibirnya. Remaja pria itu nampak tak bisa mengendalikan dirinya. Entah setan apa yang merasukinya, ia mengusap bibir Ellia kemudian dengan beraninya Anders mengecup bibir mungil itu.
Padahal selama ini walaupun dirinya di kenal sebagai playboy, nyatanya Anders tak pernah menyentuh gadis yang jadi pacarnya lebih dari sekedar berpegangan tangan saja. Anders memang senang berganti-ganti pacar tapi ia selalu memegang komitmen untuk tidak merusak gadis yang jadi pacarnya.
Karena ia memiliki seorang adik perempuan, dan tidak ingin suatu hari nanti adiknya malah menanggung akibat dari perbuatannya.
Anders hanya akan menghabiskan waktu dengan para kekasihnya dengan berjalanan-jalan atau berbelanja, dan tak pernah sekalipun ia berbuat kurang ajar.
Tapi begitu melihat Ellia, tembok kokoh yang selama ini dibangunnya seakan runtuh begitu saja. Apalagi melihat Ellia yang sudah tak berdaya karena mabuk berat, membuatnya semakin berani menyentuh gadis itu.
Ellia selama ini di kenalnya sebagai wanita culun dan miskin, yang selalu menjadi bahan bullyan teman-temannya di sekolah. Mungkin hanya Anders seorang yang tak pernah membully gadis itu. Bukan karena Anders tertarik padanya, namun Anders yang enggan berurusan dengan gadis culun itu.
Ellia satu-satunya wanita yang tidak menarik di mata setiap siswa di sekolahnya, justru mampu membuat seorang Anders Calvert terlena.
Masih terus mencum-bu wanita yang di bawah kuasanya, Anders benar-benar di buat gila. Ellia hanya menggeliat sesekali karena serangan Anders, namun mampu membuat nafsu remaja itu memuncak.
......................
JANGAN LUPA LIKE dan KOMEN UNTUK SUPPORT AUTHORNYA 😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!