NovelToon NovelToon

Perjuangan Cinta Arsyad

Bab. 1

Plak!!

Tamparan itu sangat keras menghujani salah satu pipinya Pratiwi Andien.

"Tiwi apa kamu sudah gila ingin menikah dengan pria yang sama sekali tidak punya masa depan seperti dia!!" Bentaknya Pak Lukman Sardi pria berusia sekitar empat puluh lima tahun itu.

Tiwi mengelus pipinya yang sudah memar kebiruan bekas tamparan dari ayahnya itu yang seorang asn pegawai negeri itu. Pemuda yang ditunjuk oleh Pak Lukman itu segera berdiri dari duduknya dan berniat untuk menolong kekasihnya itu.

Arsyad Anggara Wijayanto hari ini berniat melamar Pratiwi Andien perempuan yang sudah dipacarinya sejak mereka putih abu-abu itu.

"Stop! Jangan coba-coba kamu sentuh adikku dengan tanganmu itu!"gertaknya Ferdy kakak sulungnya Tiwi sambil menepis tangannya Arsyad yang ingin meraih tangannya Tiwi hingga tubuhnya Arsyad terhuyung sedikit kebelakang.

Langkahnya Arsyad terhenti dengan terpaksa, ia mengepalkan genggaman tangannya itu dengan kuat. Tatapan matanya cukup tajam menatap ke arah satu persatu keluarga dari pacarnya.

Bagas menatap jengah ke arahnya Arsyad, "Kamu hanya kerja sebagai driver ojol berani-beraninya melamar putri tunggalku, apa kamu lupa untuk bercermin atau kamu belum sadar dari mimpi kamu ha!!" Hardiknya Bagas kakak keduanya Tiwi yang turut hadir di dalam tempat itu.

"Apa pekerjaan sebagai tukang ojek sangat hina dimata kalian sehingga lamaranku kalian tolak dengan mentah-mentah!" Ketusnya Arsyad.

"Hahahhaha,"

Suara tawa itu menggema di dalam ruangan hingga kedua paman dan bibinya Arsyad tersentak kaget mendengar ketiga pria itu tertawa bersamaan hingga memekakkan telinga bagi siapa pun yang mendengarnya.

"Arsyad… Arsyad coba kamu pikir putriku itu sejak kecil tidak pernah menderita sedikitpun apa yang dia inginkan selalu aku penuhi sedangkan kamu apa kira-kira kamu bisa memenuhi semua keinginannya itu!" Sarkasnya Pak Lukman yang kembali duduk di tempatnya semula dengan menatap rendah wajah pacar anaknya.

Tiwi berusaha sekuat tenaga melepaskan genggaman tangan kakaknya Ferdy lalu berlari ke arah papanya dan langsung berlutut meminta belas kasihan.

"Papa aku mohon terima lamaran Arsya Pa, kami saling mencintai Papa dan Arsyad pemuda yang baik, sopan, rajin dan juga sholeh, apa semua itu tidak ada gunanya di mata Papa!?"

"Tiwi, Abang mohon jangan seperti ini abang mengerti dengan penolakan mereka siapa pun yang berada di posisi papa dan kakakmu pasti akan melakukan hal seperti ini, jadi abang mohon jangan berlutut untuk meminta belas kasih mereka karena hal itu percuma saja," imbuhnya Arsyad sembari membantu Tiwi untuk bangkit dalam posisinya.

"Bi Siti! Tolong antar Nona Tiwi ke dalam kamarnya dan jangan biarkan dia keluar dari kamarnya tanpa perintah dariku!" Perintahnya Pak Lukman.

"Jangan! Saya mohon jangan pisahkan aku dengan Arsyad Pa! Saya tidak bisa hidup tanpa abang Arsyad, saya mohon restui kami, saya mohon!" Teriaknya Tiwi sebelum dia diseret ke dalam kamarnya.

Arsyad ingin mengejar Tiwi tapi, langkah dan usahanya segera dihentikan oleh Bagas dan Ferdy dengan cepat. Ferdy dengan kekuatan penuh menarik tangan kanannya Arsyad sehingga tubuhnya Arsyad terhenti dan tertarik dengan kuat.

"Jangan coba untuk mendekati adikku secuil kuku pun kami tidak akan biarkan hal itu terjadi kecuali kalau kamu sudah sukses dan kaya!" Tegasnya Bagas seraya memukul perutnya Arsyad dengan kuat.

"Aahh!" Keluhnya Arsyad yang tersungkur di atas lantai wajahnya tampak memar kebiruan.

"Arsyad!" Jeritnya Bu Hanifah bibinya Arsyad yang berlari ke arah keponakannya itu sambil berusaha untuk membantu Arsyad untuk bangkit dari tempatnya itu.

Pak Budi Jaya segera membantu istrinya untuk melindungi Arsyad dari pukulan Bagas dan Ferdy.

"Aahh! Sakit!" Keluhnya Pak Budi Jaya ketika kakinya terkena pukulan.

"Tolong hentikan pukulannya Tuan, kami akan pergi dari sini dan kami juga tidak akan pernah muncul di hadapan kalian," ratapnya bu Hanifah yang bersujud di kakinya Bagas.

"Ingat jangan sekali-kali berani menampakkan batang hidung kalian dan kamu Arsyad sebelum kamu sukses jangan pernah berpikir untuk mendapatkan dan menikahi adikku," ketusnya Ferdy.

"Enyahlah kalian dari sini!" Dengusnya Bagas sambil menutup pintu rumahnya setelah Arsyad, Bu Hanifah dan Pak Budi Jaya sudah didorong dengan kuat oleh tukang kebun dan security rumah terbesar di kawasan perumahan tersebut.

Fery diam-diam menemui Arsyad dan pamannya," Saya berikan kamu waktu lima tahun untuk mengumpulkan uang biaya pernikahan kalian jadi jangan kecewakan saya dan saya minta kamu penuhi permintaan ku ini jika kamu masih ingin hidup bersama dengan adikku kalau masalah papaku biarkan menjadi urusanku jadi kamu fokus cari uang saja, aku akan berusaha untuk menghalangi papa untuk menikahkan Tiwi dengan pria manapun,"

Fery celingak-celinguk melihat sekitarnya apa ada orang yang melihatnya atau tidak dia sangat sedih dan kecewa melihat sikap kakak dan papanya yang memandang segala-segalanya dengan materi harta kedudukan dan kekayaan bibit bebet bobot suatu pria.

Arsyad membantu pamannya berdiri,"ayo Paman kita pergi dari sini, aku mohon jangan pernah dendam dengan perlakuan mereka pada kita karena aku berjanji akan datang suatu hari nanti dan waktu itu aku berjanji akan menikahi Tiwi seperti janjiku padanya selama ini," ungkap Arsyad sembari membantu paman dan bibinya itu.

"Kami akan selalu mendukung usahamu nak, berjanjilah pada kami kalau kamu akan menikahi Tiwi suatu saat nanti," balasnya Bu Hanifah sambil membersihkan pakaiannya itu.

Arsyad menatap ke arah lantai dua rumah tingkat itu dimana Tiwi berdiri dengan air matanya yang terus menetes membasahi pipinya.

"Abang Arsyad jangan tinggalkan aku, bawa aku pergi bersamamu juga!" Pekiknya Tiwi seraya memukul kaca jendela kamarnya.

Arsyad menatap dengan penuh kesedihan kekasihnya itu," Tiwi aku mohon bertahanlah dan kelak aku pasti akan datang untuk menjemputmu dan menjadikanmu istriku, mungkin ini adalah pertemuan kita yang terakhir sebelum aku sukses," lirihnya Arsyad sambil menyeka air matanya itu.

Bab. 2

Setelah hari itu, Arsyad tidak pernah lagi bertemu dengan Pratiwi. Seolah hubungan mereka sudah terputus begitu saja tanpa ada kata dan pertemuan perpisahan dari keduanya.

Satu bulan kemudian, Bu Hanifah melihat keponakannya itu sedang mengemas barang-barang pakaiannya ke dalam tas punggung yang akan akan dipakainya itu.

"Arsyad maafkan bibi yang tidak sanggup untuk membantu kamu Nak untuk memenuhi permintaan Pak Lukman," ujarnya Bu Hanifah sambil duduk di ujung ranjangnya Arsyad.

Arsyad menolehkan kepalanya ke arahnya Bu Hanifah seraya menggenggam tangan yang mulai kelihatan keriputnya itu.

Arsyad berusaha untuk kuat dan tersenyum di hadapan bibinya perempuan yang sudah berjasa membesarkannya hingga sampai seperti sekarang, "Ini semua bukan salahnya siapa-siapa kok Bi, ini sudah menjadi takdir dan jalan hidup kami berdua yang mau tidak mau kami harus lalui dengan penuh kesabaran dan keikhlasan semoga kepergian ku ke ibu kota membawa kebaikan untuk hubungan kami," imbuhnya Arsyad dengan senyuman yang berusaha setulus mungkin ia tunjukkan di hadapan bibinya itu.

"Bibi dan pamanmu hanya berdoa yang terbaik untuk kalian berdua, tapi ingat Nak pesannya bibi walau dalam keadaan apapun yang menghimpit kehidupan kamu, Bibi mohon jangan sekali-kali berani dan mencoba untuk berbuat hal yang tidak baik sedikitpun itu," pintanya Bu Hanifah yang memohon kepada keponakannya itu.

Pasangan Pak Budi Jaya dan Bu Hanifah sampai detik ini belum dikaruniai seorang anak, untungnya kehadiran Arsyad di tengah-tengah keluarga mereka menjadi pelipur laranya. Hingga hari ini, Arsyad bertekad untuk ke ibu kota Jakarta mencari pekerjaan dan juga mencari keberadaan kedua orang tuanya itu.

Pak Budi Jaya masuk kedalam kamar Arsyad dengan membawa sebuah kotak dan sebuah map besar berwarna cokelat.

"Arsyad tolong bawa ini Nak, Paman yakin insya Allah kedua benda ini sangat berguna untuk kamu kelak," jelasnya Pak Budi Jaya.

Arsyad segera menghentikan kegiatannya sementara waktu,lalu meraih kedua barang penting miliknya sejak kecil.

"Ini apa Paman?" Tanyanya Arsyad dengan penuh selidik sambil membolak-balik keduanya.

"Bukalah supaya kamu bisa tahu apa isi dari map ini," pinta Pak Budi yang tersenyum tipis.

Arsyad awalnya agak ragu dan bimbang untuk membuka semua benda penting tersebut satu persatu.

Bu Hanifah menyentuh punggung tangan Arsyad," bukalah Nak, semoga benda ini bermanfaat untuk kehidupan kamu kelak dan pergunakan sebaiknya,"

Arsyad tanpa ragu lagi membuka kotak persegi empat yang lebih mirip dengan kubus. Tatapan matanya yang langsung berbinar terang melihat sebuah perhiasan emas yaitu sebuah cincin dan liontin emas yang bertahtakan permata rubi.

Arsyad menatap satu persatu anggota keluarganya yang dimilikinya saat itu," Paman maaf ini cincin siapa dan juga kalung siapa?"

Pak Budi berdehem sebelum membuka suaranya itu," ini semua peninggalan mamamu sebelum pergi dari sini setelah berhasil melahirkan kamu dengan selamat ke dunia ini."

Arsyad sangat terkejut mendengar penuturan dari pamannya itu karena,selama ini dia mengira jika dia adalah anak yatim piatu yang dirawat oleh paman dan bibinya tersebut.

"Paman saya mohon perjelas dengan baik karena saya sama sekali tidak mengerti dengan semua ini," kilahnya Arsyad pemuda yang baru berusia dua puluh tahun itu yang sudah berani dan nekat melamar pujaan hatinya walau pun mendapat penolakan mentah-mentah dan perlakuan kasar dari keluarga kekasihnya itu.

Pak Budi menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan nafasnya dengan cukup keras sembari menatap ke arah istrinya berada.

Pak Budi pun mulai berbicara tentang masa lalunya yang berkaitan langsung dengan Arsyad," Sekitar kurang lebih dua puluh tahun lalu,kami bekerja di salah satu rumah orang terkaya di Jakarta,kami bekerja di sana sudah hampir sepuluh tahun lamanya, tapi suatu kejadian memaksa kami pulang dari sana dan kembali ke desa bersama dengan Nona Muda dari majikan kami yang saat itu dalam keadaan hamil tanpa suami karena anak majikan kami itu terjebak dalam situasi yang mencintai pria yang sudah beristri dengan berat hati, kami pulang malam itu dalam kondisi hujan badai kala itu dan hanya butuh waktu sekitar tujuh bulan Nona kami mengandung dan berhasil kamu dilahirkan ke dunia ini dengan selamat tanpa kekurangan apapun dan dalam keadaan sehat dan montok, hanya satu minggu kamu dilahirkan Nona Muda pergi dari sini dan meninggalkan kotak dan map ini sebelum beliau pergi ia menyampaikan kepada kami jika kamu kelak dewasa carilah kedua orang tuamu Nak," terang Oak Budi sambil menyeka air matanya menetes membasahi pipinya itu.

Bu Hanifah sesekali mengelus punggung suaminya untuk memberikan kekuatan kepada Pak Budi untuk melanjutkan penjelasannya saat itu. Arsyad tidak menyangka jika dirinya adalah anak dari keluarga yang berada.

"Tapi, mungkin saja semuanya sudah berubah Paman karena sudah dua puluh tahun lamanya kejadian ini terjadi, tapi saya berharap masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengan mereka," harapnya Arsyad yang sangat berharap hal itu menjadi kenyataan dalam hidupnya.

"Kami berdua selalu berdoa untuk kebaikan kamu nak dan semoga kamu segera bertemu dengan kedua orang tua kandungmu," jelas Bu Hanifah.

"Amin ya rabbal alamin," ujarnya mereka serentak.

Bab. 3

Arsyad memutuskan untuk meninggalkan kota kelahirannya menuju Ibu kota Jakarta. Setelah mengetahui jati dirinya yang sebenarnya, Arsyad semakin terpacu semangatnya untuk memperbaiki kehidupannya itu demi cita-cita dan tujuan awalnya untuk menikahi kekasihnya yaitu Pratiwi Nadine Aurora.

"Tiwi tunggu Abang dan aku mohon bersabarlah insya Allah Abang akan pulang dengan membawa lamaran yang sesuai dengan keinginan kedua orang tua dan kakakmu," gumamnya Arsyad sebelum masuk ke dalam bus yang akan mengantarnya ke Ibu kota malam itu.

Bu Hanifah tak hentinya menangis tersedu-sedu melihat kepergian keponakan angkatnya itu. Dia sangat sedih karena untuk pertama kalinya selama hidupnya Arsyad yang sudah berusia 21 tahun itu pergi jauh dari sisinya.

"Arsyad semoga kamu segera pulang Nak, bibi pasti akan sangat merindukan kehadiranmu," cicitnya Bu Hanifah dalam tangisnya ketika bus yang ditumpangi oleh Arsyad semakin menjauh dari terminal kota Surabaya.

Pak Budi Jaya yang melihat kesedihan istrinya itu segera merangkul tubuh istrinya dalam dekapannya.

"Istriku Hanifa ini jalan yang terbaik untuk anak kita, karena jika ia tidak mencari kedua orang tuanya itu harapan dan impiannya untuk menikahi Tiwi akan sia-sia dan pupus begitu saja, kamu hanya perlu mendoakan yang terbaik untuk mereka semoga Arsyad secepatnya pulang dalam keadaan yang sukses dan siap menikahi Pratiwi," ujarnya Pak Budi yang diam-diam juga ikut menyeka air matanya yang mewakili perasaannya saat itu.

Perpisahan kala itu menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi ketiganya. Mereka berharap apa yang dilakukan oleh Arsyad di Ibu kota membuahkan hasil yang maksimal dan sesuai dengan harapan mereka semua.

Dua hari kemudian, Arsyad sudah sampai di kota tujuan di salah satu stasiun yang adaedi Jakarta. Arsyad begitu terkejut melihat pemandangan kota Jakarta malam itu yang sangat jauh berbeda dengan kampung halamannya di pedesaan.

Hirup pikuk mobilitas kota Jakarta sangat ramai malam itu. Bangunan yang berjejer seakan berlomba untuk mencakar langit. Cahaya dari beberapa lampu pertokoan dan perumahan semakin memperindah suasana malam itu.

Arsyad mengagumi keindahan kota Jakarta pusat. Tapi, seketika itu perhatiannya tertuju pada sepasang anak kecil yang sekitar berumur sebelas tahun sedang berdiri sambil menyanyikan sebuah lagu untuk menghibur pejalan kaki.

Anak laki-laki itu memetik gitar kecil dalam tangannya sedangkan anak perempuan bernyanyi sambil membawa kotak yang mungkin dipakainya untuk memasukkan uang bagi orang yang menyukai pertunjukan mereka. Arsyad sempat miris melihat mereka berdua.

"Inilah sisi kehidupan Jakarta seperti yang diberitakan di televisi," gumam Arsyad.

Arsyad berjalan sambil menenteng tas ransel dipunggungnya. Arsyad berbekal alamat rumah salah satu sahabat pamannya yang sewaktu bekerja dulu di rumah kakeknya itu.

Arsyad membuka kertas itu yang bertuliskan nama jalan dan nama pria itu," Pak Ahmad Adam jalan xx,"

Arsyad segera berjalan beberapa langkah kakinya sambil mencari tukang ojek yang mangkal di sekitar area terminal. Tapi, sebelumnya ia bertanya kepada beberapa orang yang kebetulan lewat di tempat tersebut.

Arsyad bersyukur karena alamat rumah yang dicarinya itu cukup mudah dijangkau sehingga memudahkan langkahnya.

"Syukur Alhamdulillah, hanya sekitar satu jam perjalanan dari sini saya sudah sampai di rumahnya Pak Ahmad," lirih Arsyad.

Kedatangan Arsyad di rumah Pak Ahmad disambut hangat oleh anggota keluarganya yang berjumlah empat orang itu. Istri Pak Ahmad Bu Dewi dan kedua anaknya yang kebetulan satu cewek yang seumuran dengannya dan satu cowok yang masih sekolah di SMA.

Pak Ahmad awalnya ragu tapi, setelah membaca sepucuk surat yang sengaja ditulis oleh pamannya yang meyakinkan mereka untuk menerima Arsyad dengan tangan terbuka lebar dan penuh suka cita.

"Ya Allah Tuan Muda Arsyad Arbani Naufal kamu sudah besar Nak," ucapnya Pak Ahmad dengan penuh sukacita.

Bu Dewi dan kedua anaknya yaitu Hani dan Gani itu hanya terdiam menyaksikan apa yang dilakukan oleh bapaknya.

"Tuan Muda," beonya Hani.

Pak Ahmad melirik sekilas ke arah putrinya itu," Panjang ceritanya Nak tapi suatu saat nanti Bapak akan jelaskan kepada kalian siapa Tuan Muda Arsyad ini karena kasihan kalau kita berbicara panjang lebar padahal sudah tengah malam hari dan waktunya istirahat mungkin besok bapak akan jelaskan kepada kalian semua,"

Tiga bulan kemudian, kehadiran Arsyad di dalam keluarga kecil itu sangat beruntung dan berguna karena membantu Pak Ahmad yang memiliki sebuah ruko d dalam tengah pasar.

Arsyad sedikit kecewa karena kakek dan mamanya sudah lebih sepuluh tahun terakhir tinggal dan menetap di luar negri sedangkan rumahnya yang ada di Jakarta dibiarkan kosong begitu saja tanpa dirawat.

Arsyad awalnya kecewa dan sedih, tapi senyuman manisnya Tiwi yang setiap saat datang dan terlintas dalam ingatan dan benaknya membuatnya optimis dan bersabar untuk menjalani kehidupannya di ibu kota Jakarta. Kakek dan neneknya Arsyad sudah dikabarkan meninggal dunia sedangkan mamanya beritanya sama sekali tidak ada yang mengetahui karena nama yang dicarinya itu, tidak ada orang satupun yang mengetahuinya.

"Apa Mama juga sudah meninggal dunia di luar negri karena aku sudah mencari beritanya tapi aku sama sekali tidak menemukan wanita yang bernama Anna Thalia Ivanka," lirihnya Arsyad yang putus asa kala itu.

Waktu terus berlalu tanpa mereka sadari, sudah dua tahun sejak kedatangannya Arsyad di ibu kota. Hari ini, Hani berencana membawa Arsyad untuk membeli sebuah hp untuk memudahkan Arsyad untuk berkomunikasi karena hp yang dia bawa beberapa hari lalu rusak sehingga ia tidak bisa lagi berkomunikasi dengan anggota keluarganya di kampung sedangkan dengan Tiwi komunikasi sama sekali terputus karena, nomor hpnya Tiwi sudah tidak pernah aktif.

Arsyad bersyukur dan bahagia karena anak-anaknya Pak Ahmad sudah menganggapnya sebagai saudara sendiri. Sepulang dari Mall, Hani duduk di depan televisi sambil membuka beberapa bungkus cemilan khas untuk menemani santainya malam itu.

"Arsyad apa kamu mau bekerja di Perusahaan tempat aku bekerja enggak? Kebetulan dia lagi cari tenaga bantu karena kantorku bulan ini dan beberapa bulan kedepannya akan sangat sibuk sehingga membutuhkan tenaga kerja lagi dan kebetulan penjaga keamanan yang kurang, kalau kamu minat aku akan tanya teman aku," terangnya Hani yang sama sekali pandangan matanya tak teralihkan dari drama Korea Selatan yang sedang ditontonnya itu.

 

Arsyad yang mendengar tawaran pekerjaan dari kakak angkatnya itu tergiur dan bahagia karena bisa mendapatkan penghasilan tambahan walaupun bekerja dengan pak Ahmad tetap mendapatkan gaji, tapi baginya kurang karena ia juga mengirimkan uang belanja ke kampung.

Hani memperhatikan gelagat Arsyad yang tiba-tiba terdiam, Hani menyunggingkan senyumnya karena yakin jika Arsyad tertarik dengan penawaran dari Hani.

"Bagaimana Are, apa kamu setuju? Kalau kamu setuju besok kamu ikut Mbak ke kantor," usulnya Hani yang kembali mencicipi cemilannya tanpa henti itu.

Arsyad menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan permintaan dari Hani perempuan yang hanya beda setahun dengan usianya itu.

Bagi Like, Komentar, gift iklan,poin dan koinnya dong kakak readers...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!