☘️☘️Seorang wanita telah di lengkapi Tuhan dengan keindahan jiwa dan raga itu adalah sebuah kebenaran.
Yang sekaligus nyata dan maya, yang hanya bisa di pahami dengan cinta kasih. Dan hanya bisa kita sentuh dengan kebajikan.☘️☘️☘️
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
"Teh nya sayang?" tawar Paulina, kepada sang suami Ozan Omar.
"Boleh." Ozan menjawab disertai dengan senyuman yang merekah di wajahnya yang manis pada sang istri tercinta Paulina Martinez.
Paulina kemudian menuangkan teh yang masih panas yang ada di teko kecil itu ke dalam cangkir milik sang suami.
Ozan Omar adalah suami Paulina Martinez. Mereka pasangan suami-istri yang selalu berlaku romantis dan hangat satu sama lain.
Saat ini mereka tengah menikmati kebersamaan berlibur dengan kapal pesiar pribadi mereka di lautan lepas.
Ozan dan Paulina sudah menjalani pernikahan selama 12 tahun.
Tapi hingga kini mereka belum dikaruniai keturunan.
Meskipun mereka belum dikaruniai keturunan. Hal itu tidaklah membuat kehidupan rumah tangga dan keromantisan Ozan dan Paulina bermasalah.
Mereka sama sama dewasa dalam berpola pikir.
Tidak mau menyalahkan dan menyudutkan salah satu pihak hanya karena mereka belum dikaruniai anak.
Paulina dan Ozan lebih memaknai dan mengartikan pernikahan mereka sebagai simbol dari sebuah kebersamaan dan kesetiaan.
Bukan mendefinisikan jika menikah itu harus dan segera punya anak agar pernikahan itu terlihat sempurna dan bahagia.
Meski sudah 12 tahun menikah dan belum dikaruniai seorang anak. Hal itu tidak mengurangi keromantisan dan juga kedamaian kehidupan rumah tangga Ozan dan Paulina.
Bahkan Ozan selalu meluangkan waktu berapa bulan sekali untuk mengajak Paulina liburan ke berbagai belahan dunia yang mereka ingin tuju.
Hal itu Ozan sempatkan di tengah-tengah kesibukannya sebagai seorang CEO.
Ozan merupakan anak tunggal, demikian pula dengan Paulina.
Mereka sama sama anak tunggal dari orang tua mereka yang seorang konglomerat.
Sore itu Ozan dan Paulina menikmati sajian matahari tenggelam dari sisi dek kapal pesiar mereka yang tengah berlayar di lautan lepas.
Bersandar pada dada bidang Ozan. Disebuah kursi panjang di dek kapal. Mereka terlihat menikmati keindahan sajian langit jingga sore kala itu di lautan lepas.
Keromantisan dan juga cinta mereka sepertinya tidak pernah luntur oleh waktu.
Meskipun mereka menjalani kehidupan rumah tangga hanya berduaan saja selama 12 tahun terakhir ini.
Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Paulina sebenarnya sangat merasa sedih.
Ketika mereka menghadiri berbagai undangan pesta pernikahan dari temen temen dan juga rekan bisnis Ozan. Kebanyakan merea sudah memiliki anak.
Saat mereka saling bersua dalam sebuah pesta. Kondisi semacam itu membuat Paulina kadang tidak percaya diri dan minder. Apalagi jika bukan statusnya yang masih belum di panggil ibu.
Tapi Ozan selalu berada di samping sang istri untuk memberikan Paulina dukungan. Karena Ozan tau hal itu tidak membuat hati Paulina nyaman dengan dirinya sendiri.
Ozan dan Paulina sendiri sebenarnya dinyatakan sehat oleh dokter. Tidak ada masalah berarti tentang kondisi kesehatan mereka berdua.
Tapi entah kenapa mereka tak kunjung di berikan momongan. Hanya Tuhan yang tau dan yang punya mukjizat itu.
Ozan yang sangat paham dengan karakter sang istri. Sebagai seorang suami, Ozan juga sebenarnya kasihan terhadap Paulina.
Sang istri pasti sangat tertekan dengan ujian pernikahan mereka yang belum dikaruniai anak. Padahal Paulina sendiri sudah sangat ingin punya anak.
Tapi pandangan Ozan sendiri tentang anak tidak lah mempengaruhi kesetiaan dan cintanya pada sang istri.
Oleh sebab itu, meskipun dirinya disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan dan kegiatan di kantor. Ozan selalu menyempatkan waktu untuk bersama sang istri.
Seperti apa yang ia lakukan saat ini. Mengajak Paulina berlibur.
Saat ini mereka tengah berlibur di sebuah pantai di teluk Persia yang indah.
"Ozan, bagaimana seandainya. Kita sampai tua juga tidak punya anak. Bagaimana jika kita adopsi saja?"
"Aku tidak setuju adopsi." jawab Ozan tegas.
"Kenapa?"
"Jika tujuan memiliki anak dengan cara adopsi agar bisa menemani kita di hari tua. Apa bedanya dengan para pelayan yang kita pekerjaan di rumah." jawab Ozan. Paulina nampak sedikit bingung dengan jawaban yang di berikan sang suami.
"Kita tidak perlu anak adopsi jika hanya untuk menghilangkan rasa kesepian kita. Aku tidak ingin mencari perhatian dengan sesuatu yang lain. Apalagi ini tentang anak. Aku hanya ingin anak dari mu Paulina. Jika kita sampai saat ini belum di karuniai. Aku yakin, suatu saat kita pasti di berikan momongan. Jika kita tidak adopsi anak untuk supaya rumah kita ramai. Kita punya banyak pelayan di rumah yang semua sangat baik pada kita. Mereka bisa menemani kita di rumah. Contohnya Bibik Maya dan Bibik Suki. Mereka sudah seperti keluarga. Tidak ada alasan rumah kita sepi dan kita kesepian." jelas Ozan.
"Sayang, aku ingin kamu tidak perlu memikirkan soal keturunan. Aku tau setiap pasangan pasti menginginkan kelangsungan hidup dari keturunan yang lahir dari darah daging mereka. Karena saat ini kita belum juga di beri. Aku hanya ingin bilang satu hal ini pada mu. Jangan mengukur kebahagiaan kita soal keturunan. Aku tau kamu sudah sangat ingin punya anak, aku pun juga. Tapi Tuhan belum berkehendak Paulina. Aku ingin kita menikmati pernikahan kita apa adanya. Aku mencintaimu, lebih dari apapun. Dan itu sudah cukup bagi kita untuk bisa saling menguatkan bukan. Ayolah sayang, jangan bahas itu. Aku membawa mu kemari untuk bersenang senang menikmati senja, matahari tenggelam, bermalam di lautan. Bukankah itu hal yang asik. Nikmatilah kebersamaan kita apa adanya sayang. Jangan risau tentang anak. Aku percaya dengan mukjizat. Jika suatu saat Tuhan akan izin itu dan akan ada janin yang tumbuh di rahim mu. Seorang bayi mungil pasti akan kita bisa dekap bersama. Anggap saja ini adalah ujian pernikahan kita." ucap Ozan, menenangkan sang istri. Ozan kemudian melabuhkan satu kecupan ke pipi Paulina.
"Terimakasih Ozan, kau selalu menjaga hati ku."
"Aku akan selalu menjadi penjaga hati mu Paulina."
"Jangan mengukur kebahagiaan kita dengan keturunan. Aku tau kamu sudah sangat ingin punya anak, aku pun juga. Tapi Tuhan belum berkehendak Paulina. Aku ingin kita menikmati pernikahan kita apa adanya. Aku mencintaimu, lebih dari apapun. Dan itu sudah cukup bagi kita untuk bisa saling menguatkan bukan. Ayolah sayang, jangan bahas itu. Aku membawa mu kemari untuk bersenang senang menikmati senja, matahari tenggelam, bermalam di lautan. Bukankah itu hal yang asik. Nikmatilah kebersamaan kita apa adanya sayang. Jangan risau tentang anak. Aku percaya dengan mukjizat. Jika suatu saat Tuhan akan izin itu dan akan ada janin yang tumbuh di rahim mu. Seorang bayi mungil pasti akan kita bisa dekap bersama. Anggap saja ini adalah ujian pernikahan kita." ucap Ozan, menenangkan sang istri. Ozan kemudian melabuhkan satu kecupan ke pipi Paulina.
"Terimakasih Ozan, kau selalu menjaga hati ku."
"Aku akan selalu menjadi penjaga hati mu Paulina
Sekembalinya Ozan dan Paulina berlibur dari luar negeri. Mereka telah kini telah kembali ke mansion mewah mereka.
Ozan disibukkan kembali dengan pekerjaan dan segala kegiatannya sebagai seorang CEO.
Sedangkan Paulina sendiri kembali beraktivitas seperti biasa sebagai seorang pengacara di kantor firma hukum miliknya.
Untuk mengurangi kesibukannya sebagai seorang pengacara. Paulina sudah punya banyak partner di firma hukum di kantor yang ia dirikan.
Jika ada banyak kasus hukum yang memintanya untuk menjadi pengacara. Paulina akan melimpahkan penanganan kasus pada partnernya yang lain jika ia telah menangani banyak kasus.
Dan belakangan ini, Paulina mengeluhkan kepalanya yang sering pusing dan terasa amat sakit.
Paulina pikir, itu hanya sakit kepala biasa. Karena setelah ia minum obat sakit kepala. Biasanya sakit itu akan berangsur-angsur reda.
"Sakit kepala lagi?" tanya Ozan pada sang istri. Ketika mereka telah berada di kamar.
"Iya, entahlah. Akhir akhir ini aku sering sekali sakit kepala." tutur Paulina, lalu ia meminum obat sakit kepala yang baru saja ia ambil dari laci meja di kamarnya.
"Jangan minum obat sakit kepala terus menerus. Sebaiknya kamu periksa saja ke dokter." ujar Ozan memberikan saran.
"Tidak perlu. Biasanya setelah minum obat ini, pusing ku akan hilang." jawab Paulina setelah ia selesai minum obat.
"Tapi kamu hampir setiap malam minum obat itu sayang. Itu tidak bagus." Imbuh Ozan lagi, yang ketika itu ia sudah berada di atas ranjang sambil membaca buku.
"Sudahlah jangan di khawatirkan. Ini juga sakitnya mulai mereda." tutur Paulina, kemudian ia naik ke atas ranjang dan langsung merebahkan tubuhnya di sisi sang suami.
"Bagaimana hari mu hari ini?" Paulina bertanya pada Pria yang sangat ia cintai yang sudah berstatus sebagai suaminya itu dengan menyadarkan kepadanya di bahu Ozan.
"Seperti biasa, aku sibuk di kantor, mengurus file demi file pekerjaan. So, bagaimana dengan dirimu. Apa ada kasus baru yang kamu sedang tangani?" Tanya Ozan balik pada sang istri yang sudah menempel pada pundaknya kala itu.
"Setiap hari selalu ada yang datang ke kantor untuk minta di bantu menangani kasus mereka. Aku sedang menangani kasus perceraian salah satu klien. Namanya Laura, dia mau bercerai dengan suaminya. Dia menuduh suaminya telah selingkuh dan telah menelantarkan dirinya dan juga ketiga anak mereka. Bagi ku, kasus ini sangat menarik untuk aku tangani sendiri." ujar Paulina bercerita tentang sebuah kasus yang ia saat ini sedang tangani.
"Kenapa menarik?" tanya Ozan penasaran.
"Ya karena wanita yang bernama Laura ini ingin mendapat hak asuh penuh atas ketiga anaknya. Dan dia menuntut sang suami 50 milyar untuk kasus perceraian mereka."
"Menutut 50 milyar. Rumah tangga macam apa yang mereka jalani. Sudah di berikan tiga anak masih ingin berpisah dan saling menuntut." Ozan nampak berkomentar.
"Entahlah, aku juga kurang paham detailnya permasalahan mereka."
"Itulah sayang, keberadaan anak anak tidak bisa menjamin kebahagiaan berumah tangga. Dalam kasus mereka contohnya." papar Ozan.
"Iya, tapi tetap saja Ozan. Aku sangat menginginkan seorang anak ada ditengah tengah kita."
"Kita selama ini tidak pernah lelah berjuang dan berusaha sayang. Meskipun aku mengizinkan mu aktif sebagai pengacara. Ingatlah pesan ku, jangan sampai kamu kelelahan mengurusi masalah orang." Mendengar itu Paulina terkekeh.
"Aku bisa membedakan mana masalah ku pribadi dan mana masalah klien. Kamu tenang saja sayang, aku masih bisa handle. Kamu tau sendiri kan. Dunia hukum adalah dunia yang aku senangi. Ini bukan soal aku akan mendapatkan banyak uang dari sana. Tapi menjadi seorang pengacara adalah cita cita ku dari kecil. Aku senang bisa membantu menyelesaikan masalah mereka. Aku merasa puas di saat aku bisa membantu seseorang mendapatkan keadilan. Uang mu tak ternilai, aku bisa berfoya foya dengan uang mu kalau aku mau. Tapi kau tau sifat ku kan."
"Apa saja lakukanlah, asal kamu bahagia dan senang. Sudah malam, ayo kita tidur."
Ozan kemudian meletakkan buku yang barusan ia baca ke atas nakas yang ada di sisi tempat tidur.
Sambil saling berpelukan, pasangan suami-istri yang selalu romantis itu kemudian sama sama mengistirahatkan tubuh mereka dari lelahnya beraktifitas seharian itu.
Paulina POV
Siang itu, klien ku bernama Laura menemui ku.
Seperti yang sudah kami sepakati bersama. Aku akan membantunya dalam menangani kasus perceraian dengan sang suami.
Aku pikir, Laura adalah seorang wanita yang sempurna.
Selain cantik dia juga seorang pebisnis hebat. Dia adalah ibu dari ketiga anaknya. Sungguh aku iri dengannya yang telah menjadi seorang ibu dari tiga buah hatinya.
Yang membuat ku ingin membantu menyelesaikan masalahnya adalah. Menurut Laura, suaminya sudah tidak ada gunanya lagi berada di sisinya.
Selain sudah menelantarkan keluarga, sang suami juga telah berselingkuh.
Hal itu lah yang membuat Laura mantap ingin bercerai dengan sang suami.
"Hai apa kabar Nyonya Laura." Sapa ku padanya. Saat ia telah datang dan menemui ku di ruangan ku.
"Baik Bu Paulina. Sebelumnya saya sudah datang kemari beberapa hari yang lalu untuk membicarakan niatan saya. Dan kedatangan saya kemari untuk membicarakan lebih lanjut mengenai kasus perceraian yang akan saya gugatkan pada suami saya. Dan, saya kemari untuk mengkonfirmasi semuanya." jelas Laura pada ku.
"Oke, baik Nyonya Laura. Saya akan siapkan semua dokumen dokumen penting untuk menunjang pembuatan berkas nya. Apa anda sudah membawa semua kelengkapan dokumen yang sudah saya sampaikan sebelumnya."
"Tentu, semua dokumen penting yang anda butuhkan semua sudah ada di dalam map ini." Tutur Laura. kemudian ia memberikan sebuah map pada ku.
"Silahkan di cek. Panggil saya Laura saja. Kita sepertinya seumuran." Aku pun tersenyum padanya. Dua orang yang humble
"Oke, Laura." Kemudian, aku mengecek map yang telah ia serahkan pada ku.
"Semua dokumennya sudah lengkap. Saya akan segera memprosesnya."
"Selama prosesnya berjalan. Mohon tunggu aba aba dari saya untuk menambah bukti konkrit sebagai penunjang kuat agar saya bisa lepas dari suami saya tanpa dia bisa sangkal. Saya pokoknya ingin mendapat hak asuh penuh ketiga anak saya." Jelasnya.
"Baik, saya akan membantu anda untuk memenangkan hak asuh dan juga untuk memuluskan proses cerai anda."
"Anda pengacara yang hebat. Saya yakin anda bisa memenangkan saya, Bu Paulina."
"Paulina, pangil aku Paulina saja. Sejujurnya kasus mu ini sangat menarik untuk ku. Kau hebat, wanita dengan tiga anak yang cukup sabar."
"Tapi kini aku sudah tidak sabar lagi dengan suami ku yang tidak bertanggung jawab itu." ujarnya.
"Kita pasti akan menang." Kataku, karena aku yakin. Laura bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
"Sayang. Tumben kamu datang ke kantor." Ozan langsung berdiri dari singgasana kebesarannya ketika aku masuk ke ruangannya di kantor.
Dengan wajah yang tersenyum manis seperti biasanya, ia berjalan ke arah ku.
Siang itu, aku sengaja memberi kejutan untuk Ozan dengan mendatangi kantornya.
"Aku ingin makan siang bersama suami tercinta ku." ujar ku, sambil bergelayut manja pada lehernya.
"Hemmmmm, sudah ku duga pasti kamu ada maunya. Oke, ayo kita makan siang." jawaban, sambil memberikan ciuman singkat ke bibir ku.
"Kau tidak sibuk kan?"
"Sesibuk apapun aku, aku akan selalu ada untuk mu. Lagipula kamu sudah disini. Mana mungkin aku bilang aku sibuk. Tenang saja sayang. Menyempatkan waktu untuk makan siang bersama mu tak akan membuat saham ku turun." kelakarnya, sambil tersenyum tipis.
Entahlah, aku tidak dapat membayangkan bagaimana dunia ku tanpa Ozan.
Pria yang telah bersama ku 12 tahun ini adalah Pria yang berhati mulia,manis perlakuannya dan setia.
Meskipun hingga kini aku belum bisa memberikan dia seorang anak.
Ketika aku bersedih, jika telah membicarakan soal keturunan. Dia justru menghibur ku dengan berbagai cara agar aku tidak sedih dan tertekan.
Sedangkan dalam dunia pekerjaan ku sebagai seorang pengacara. Aku banyak menangani kasus perceraian antara suami dan istri. Salah satu kasus yang pernah aku tanganin adalah. Seorang istri yang bernasib sama dengan ku. Dia tidak kunjung memberikan sang suami anak sehingga dia harus mau di madu. Karena tidak mau di madu, akhirnya dia mengugat cerai suaminya.
Dan di kasus lain. Laura, klien baru ku berbeda kasus.
Dia telah memberikan suaminya tiga anak tapi suaminya masih selingkuh dan mengabaikannya dan anak anaknya.
Sungguh, di antara banyak Pria yang tidak bersyukur dengan Istri istri mereka. Aku mungkin yang beruntung.
Suami ku, Ozan selalu meratukan diri ku dalam ketidak sempurnaan ku sebagai seorang istri yang belum bisa memberikan dia keturunan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!