Bismillahirohmanirohim.
Brak!
Brak!
Brak!
Suara tabrakan terdengar begitu keras di sebuah jalan Raya, orang-orang yang menyaksikan tabrakan itu saling berteriak satu sama lain.
"Astagfirullah, cepat tolong, tolong, tolong ada tabrakan," teriak beberapa orang yang saling bersahutan.
Jalan Raya yang tadinya ramai lancar, kini Jalan Raya itu saat ini macet total akibat tabrakan yang baru saja terjadi.
Untungnya orang-orang yang melintasi jalan raya tersebut bergerak cepat membantu korban kecelakaan, ada juga yang langsung menghubungi pihak rumah sakit atas kejadian pagi hari ini.
"Cepat tolong para korban." Salah satu bapak-bapak memberi intrukasi untuk mengatur agar para korban kecelakaan diselamatkan.
"Apakah sudah ada yang menghubungi pihak Rumah sakit?"
"Sudah pak." Jawab salah satu bapak-bapak yang ada disana.
Saat melihat ada kecelakaan di tempatnya melintas bapak-bapak itu segera menghubugi pihak rumah sakit.
Setelah semua korban sudah diamankan, tak lama kemudian dua mobil ambulans datang dari arah yang bersamaan para petugas yang ada di dalam mobil ambulans itu segera menolong para korban.
"Terima kasih sudah membantu dan meringankan pekerjaan kami." Ucap salah satu petugas yang turun dari mobil ambulans pada orang-orang yang sudah menolong para korban kecelakaan.
"Sama-sama Pak, kita semua memang harus saling tolong-menolong bukan." Jawab mereka semua hampir serempak.
Ada empat korban tabrakan yang mengalami kecelakaan itu, satu diantaranya mengalami luka parah, sudah diamakan lebih dulu dia hanya berada di dalam mobil sendirian. Sementara mobil yang bertabrakan itu yang satu lagi membawa satu anak dan satu istrinya mereka hanya mengalami luka-luka ringan saja.
"Mari Pak kami akan menyelamatkan mereka dulu terima kasih banyak semuanya." Ucap petugas itu lagi.
Setelah dibereskan hampir 30 menit akhirnya Jalan Raya di tempat kejadian itu kembali berjalan lancar tanpa ada hambatan seakan tidak ada yang terjadi apa-apa di jalan tersebut.
Sampai di rumah sakit para korban langsung dilarikan ke UGD setelah itu pihak rumah sakit yang bertugas menghubungi para keluarga korban segera menghubungi keluarga korban.
Salah satu korban itu laki-laki sekitar berumuran 27 tahun dia sudah tak sadarkan diri lagi saat ini.
"Cepat berikan pertolongan pertama pada orang ini." Suruh seorang dokter pada para suster.
"Apakah kalian sudah menghubungi keluarganya? " dokter itu sambil memeriksa keadaan korban di hadapannya ini.
"Sudah dok, orang tuanya sedang menuju ke sini nama korban kecelakaan ini adalah Sakti Bara Kusuma."
"Itu artinya dia salah satu dari anggota keluarnya Kusuma."
"Benar dok, baik aku mengerti sekarang kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan keluarga Kusuma."
Mereka semua para suster menggangguk paham apa yang dikatakan oleh dokter mereka.
Setengah jam berlalu setelah dokter dan para suster itu memeriksa keadaan Sakti tapi tidak ada tanda-tanda jika saat ini Sakti baik-baik saja.
"Dia mengalami komax kita sudah berusaha semaksimal memungkin namun Allah berkehendak lain, jantungnya masih berdetak walaupun begitu lemah, ada kemungkinan dia akan bangun dari komanya."
"Tapi kemungkinan bangun dari komanya hanya ada 2% sedangkan kemungkinan dia tidak akan bangun lagi 98%"
"Aku akan menjelaskan pada keluarganya yang sudah menunggu di luar, mereka harus tahu keadaannya saat ini."
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya di dalam dan sudah memastikan pasien sudah diperiksa kondisinya dokter yang memeriksa keadaan Sakit itu segera membuak pintu ruang UGD.
Pintu terbuka dengan sempurna menampakkan seorang dokter laki-laki paruh baya yang masih berbadan segara bugar, walaupun sudah terlihat tua.
Saat pintu kamar itu sudah terbuka seorang perempuan berpapasan cantik menghadap dokter itu ditemani suaminya, cepat wanita itu melontarkan pertanyaan pada sang dokter.
"Dok bagaimana keadaan anak saya? Apa benar yang anda periksa saat ini merupakan Sakti Bara Kusuma?" kedua bola mata wanita berparas ayu itu sudah berkaca-kaca.
"Maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi saudara Sakti kehabisan banyak darah."
"Sehingga mengalami koma, kemungkinan kecil untuk saudara Sakti bisa bangun dari komanya, kemungkinan kedua bisa mengakibatkan tiada, ataupun koma untuk selama-lamanya."
"Maafkan saya terpaksa memberi tahu pada keluarga Kusuma masalah ini, karena sudah begitu fatal tapi kami hanya seorang dokter, semuanya bisa kita pasrahkan pada Allah, kami hanya bisa berusaha dan keluarga membantu doa untuk kesembuhan saudara Sakti."
Dokter paruh baya itu sudah menjelaskan segala hal pada keluarga pasien, tapi ibu Wati belum selesai mendengar semua penjelasan dari pasien tubuhnya sudah merosot lemas.
Ibu Wati sudah tidak sanggup lagi menopong badanya, dia sudah begitu lemas untuk menerima kenyataan pahit yang menimpa anaknya.
"Lakukan apapun dok asalkan anak saya bisa diselamatkan!" putus pak Kusuma.
"Insya Allah pak, kami butuh dukungan dan doa dari keluarga pasien." Ucap dokter itu, setelahnya dokter tersebut membantu pak Kusuma untuk memeriksa keadaan istrinya yang sudah jatuh pingsan.
Kusuma tak langsung melihat keadaan anaknya dia menunggu istrinya siuman terlebih dulu agar mereka bisa melihat keadaan Sakti bersama.
"Kamu baru saja pulang dari luar negeri Sakti. tapi sudah ada hal buruk yang menimpamu saat sampai di tahan air, papa sungguh menyesal tidak menjemputmu." Ucap Kusuma pada dirinya sendiri.
Dia memandangi wajah ayu istrinya itu sambil memegang tangan sang istri untuk memberikan kekuatan pada dirinya sendiri maupun pada istrinya.
Hampir setengah jam menunggu akhirnya Wati siuman juga, perlahan wanita beranak satu itu mengerjapkan kedua matanya agar dapat menstabilakan apa yang dia lihat.
Wanita itu belum sepenuhnya sadar, apa yang sudah terjadi, sampai bau obat yang sangat menyengat memasuki hidupnya.
"Papa." Ucap wanita itu setelah membuka kedua bola matanya dengan sempurna.
"Alhamdulillah mama sudah siuman."
"Apa yang terjadi pa?" sepertinya sejenak Wati melupakan keadaan Sakti, otaknya belum kembali berputar dengan kata-kata dokter beberapa jam lalu tentang keadaan Sakti.
Kusuma mengehela nafas berat, tak tega melihat keadaan istrinya seperti ini, mulut kepala rumah tangga dari keluarga Kusuma itu masih bungkam.
"Mama ingat bagaimana keadaan Sakti pa? Sakti baik-baik saja kan? Dia baru pulang dari Itali pa tapi kenapa sudah ada musibah yang menimpanya saat berada di tanah air, kenapa pa? Kenapa harus Sakti yang mengalami semua ini."
Kusuma memeluk istrinya dengan erta, dia tak bisa seperti ini terus, Kusuma begitu tahu istrinya saat menyayangi anak mereka.
"Ya sabar ma mungkin ini cobaan untuk kita agar kita selalu melibatkan Allah disetiap surusan kita, Allah sedang menegur kita ma, kita jarang sekali melibatkan Allah disetiap urusan kita." Kusuam berusaha memberi pengertian pada istrinya.
Bismillahirohmanirohim.
Masih di area rumah sakit, tepatnya di ruang pemeriksa anak dari orang terkaya di kota itu, dia orang yang baru saja mengalami kecelakaan.
Siapa lagi kalau bukan Sakti anak dari pak Kusuma. Tanpa sepengetahuan siapapun jiwa Sakit keluar dari dalam tubuhnya.
"Aku, di mana ini?" ucap Sakti yang kini sudah seperti arwah.
Sebelum pergi jiwa Sakti memandangi dirinya sendiri yang masih berbaring di atas brankar rumah sakit, Sakti seakan tidak mengenali dirinya.
"Lebih baik aku segera pergi dari tempat ini, bau obatnya masuk ke dalam mulutku rasanya tidak enak sekali." Ujar Sakti.
Jiwa itu begitu cepat meninggalkan rumah sakit tersebut, sampai dia tidak terlihat lagi.
"Aku, harus kemana?" keluh Arwah tampan itu.
Dia turus saja berjalan mengikuti kemana kakinya itu akan melangkah, membawa dirinya yang sudah menjadi arwah.
"Aku ikuti saja langkah kakiku ini." Putus Sakit akhirnya.
Tanpa sadar Sakti kembali ke tempatnya kecelakaan, tapi Sakti sama sekali tidak ngeh jika saat ini jalan raya yang begitu macet akibat kecelakaan yang sudah menimpa dirinya.
"Kenapa di sini macet sekali." Ucap Sakti berbarengan dengan suara seorang perempuan, tapi Sakti tidak dapat melihat siapa orang yang sudah berbicara kompak dengan dirinya.
"Astaga Kenapa jalan raya ini harus macet segala? Ada apa di depan sebenarnya? jika begini terus aku bisa telat Berangkat kerja, Aku bisa di hukum jika begini."
"Mana hari ini ada pertemuan dengan CEO baru." Gadis itu meremas rambutnya dengan kasar.
Sakti masih mendengar ocehan seorang tapi dia tidak menemukan juga siapa perempuan yang terus mengoceh seperti burung beo itu.
"Siapa sih cerewet sekali, ada suaranya tapi tidak ada wujudnya, hantu kali ya." Setelah mengatakan itu Sakti sadar akan satu hal.
Sakit cepat mendekati seseorang sambil melambaikan tanganya di depan orang tersebut. "Permisi." Sapa Sakti tapi tak ada respon apa-apa dari orang itu.
Sakti melakukan hal yang sama berulang kali tapi tidak ada pegerkan sama sekali dari orang di hadapannya ini.
"Kenapa dia tidak bisa melihatku." Keluhnya.
"Jangan-jangan." Ucap Sakti yang tertahan.
"Masa aku jadi Arwah gentayangan, kalau iya terus jasadnya di mana?"
Sementara itu di dalam angkot seorang perempuan berpakaian formal sedang merasa frustasi, perempuan itu adalah orang yang tadi Sakti dengar keluhannya.
Ternyata Sakti berdiri tepat di sebelah perempuan itu, hanya bedanya Sakti berdiri di sebelah angkot, sedangkan perempuan itu duduk di dalam angkot.
"Neng di depan ada pangkalan ojek lebih baik neng ke sana, kalau buru-buru. Di depan terjadi kecelakaan, mungkin akan sedikit lama." Usul ibu-ibu itu pada gadis tersebut.
"Terima kasih banyak Bu atau solusinya, kalau begitu saya duluan, mari semua." Ucapan gadis tersebut ramah.
Gadis itu segera turun dari angkot berwarna merah muda. Angkot yang bertujuan mengantar ke arah tempatnya bekerja, tetapi hari ini dia terpaksa menggunakan ojek karena keadaan yang begitu macet.
"Niatnya sih mau Awet awet uang, eh, ada ada aja kejadian yang tak terduga." Keluhnya.
"Ayolah Zila jangan terus mengeluh anggap saja hari ini kau bersedekah, Jika kau terus mengeluh maka benar sampai di kantor kau akan mendapat hukuman dari pihak kantor."
Setelah itu gadis yang bernama Zila itu berjalan ke arah di mana tempat pangkal ojek berada. Dikatakan ibu-ibu di dalam angkot tadi. Bersamaan dengan itu Arwah Sakti sudah tidak ada lagi di sebelah angkot entah ke mana perginya Arwah tampan tadi.
Sedagkan perempuan yang baru saja ingin melangkah tiba-tiba seorang memanggilnya dengan berteriak sedikit kencang.
"Zilaaaaa!" gadis yang bernama Zila itu menoleh ke sumber suara, dia sangat mengenal siapa orang yang sudah meneriaki namanya di tengah keramaian seperti ini.
Zila memutar bola matanya malas, kalau sudah menemukan sosok orang yang memanggil namanya di tengah keramaian itu dengan suara yang sedikit cempreng, siapa lagi itu jika bukan Aya teman satu kantornya.
"Zila tunggu Aku." Gadis yang berpakaian formal seperti Zila itu mendekati Zila.
"Kenapa kamu Aya?" tanya Zila saat Aya sudah berada di dekatnya.
Aya terlihat ngos-ngosan Setelah dia sedikit berlari tadi menghampiri Zila, entah apa yang dilakukan teman satu kantor Zila itu hingga berlari-lari seperti sekarang ini.
"Aku berjalan dari ujung sana sampai ke sini agar tidak telat masuk kantor." Jawab ayah suaranya ngos-ngosan.
"Sudah ayo lebih baik sekarang kita berangkat menggunakan ojek saja, kamu Ingatkan jika hari ini ada CEO baru di kantor tempat kita bekerja."
"Mengingat hal itu semangatku sudah kembali lagi, Aku penasaran seperti apa CEO baru di perusahaan kita, aku yakin pasti dia CEO muda ya tampan."
Zila memukul kepala Aya sedikit pelan menggunakan tasnya." Begini nih efek kebanyakan membaca novel, belum tentu CEO di dunia nyata dan di dunia Khayalan kamu itu sama siapa tahu CEO kita lebih tua dari yang sebelumnya."
"Zila sayang lebih baik sekarang kita naik ojek dulu oke main pukul-pukul aja kamu." Ajak Aya, sambil mengusap kepalanya yang tadi dipukul oleh Zila.
Akhirnya kedua orang itu segera memesan dua gojek untuk dua orang, dua tukang ojek itu mengantar Zila dan Aya ke tempat kerja mereka, menggunakan jalan pintas yang tidak terkena macet saat ini.
"loh Zila mana?" tanya Aya entah pada siapa.
"Zilaaaa! kenapa kamu ninggalin aku!" teriak Aya sambil berlari mengejar Zila.
Zila yang masih dapat mendengar suara Aya hanya menggelengkan kepala, sambil bergumun pada dirinya sendiri. "Itu anak nggak capek apa terika-teriak mulu."
"Itu kan sudah menjadi kebiasaan Aya, Zila jika terus berteriak seperti itum"
Zila terlonjak kaget dengan suara seorang laki-laki yang menyambung ucapannya barusan, Zila menoleh ke arah samping ternyata di sampingnya ada seorang laki-laki yang bertubuh tegap dan lumayan ganteng sedang tersenyum manis pada dirinya.
"Bima kamu mengagetkanku saja." Kesel Zila sambil mengusap dadanya karena dia memang benar-benar kaget.
Bima menyengir tanpa dosa tapi setelah itu dia meminta maaf kepada Zila. "Maaf dia reflek tadi habisnya kuping aku juga terasa terganggu saat mendengar teriakan Aya." canda Bima.
"Woi! kalian berdua ngomong ini aku ya." Aya kini sudah menyusul Zila dan Bima Ketiga orang itu kini berjalan dengan seiringan masuk ke dalam gedung pencakar langit tersebut.
"PD banget kamu Aya Siapa juga yang lagi ngomongin kamu." Sahut Bima dengan tingkah tengilnya yang dia tunjukkan kepada Aya.
"Sudah tidak usah mulai sana pergi ke ruang kalian masing-masing!" tegur Zila sebelum pertengkaran kedua orang itu terjadi.
"Baik Ibu Zila." Ucap Bima dan Aya secara kompak.
"Tumben kompak." Zila terkekeh sambil meninggalkan Bima dan Aya yang masih berdiri di sampingnya.
Di tepat lain Sakti berada. "Rumah siapa ini?"
Bismillahirohmanirohim.
"Ada apa ini kenapa semua karyawan berkumpul di sini? Bukankah penyambuatan CEO baru akan segera diadakan?"
"Tapi kenapa mereka semua masih derdiri disini." Zila menatap bingung semua karyawan.
Saat sampai di lantai atas Zila memberhentikan langkahnya ketika melihat para karyawan beramai-ramai seperti sedang menonton sesuatu.
Padahal seingat Zila 5 menit lagi ada pertemuan para karyawan dengan CEO baru yang akan menggantikan jabatan CEO lama mereka di perusahaan tersebut.
Merasa bingung dengan semua yang dia lihat Zila melangkah lebih mendekat pada karyawan sedang bergerombolan itu untuk menanyakan apa yang sudah terjadi. Zila melihat raut muka dari setiap orang yang berbeda-beda entah apa sebabnya hal itu kembali membuat Zila semakin penasaran.
"Ada apa ini? kenapa semua orang belum bersiap untuk menyambut CEO baru kita?" ucap Zila sambil menepuk salah satu karyawan perempuan yang berdiri tidak jauh di dekatnya.
perempuan yang berdiri di samping Zila itu merasa ada yang mengganggu pundaknya menoleh pada Zira yang langsung mengajukan pertanyaan pada karyawan yang berdiri di sampingnya itu.
"Bu Zila, tidak jadi bu karena CEO baru kita hari ini mengalami kecelakaan saat akan menuju perusahaan." Jelas karyawan itu pada Zila.
"Ya ampun Bagaimana bisa lalu Sekarang jadwalnya semua berubah?" Zila sedikit panik karena dia harus kembali mengatur semua yang sudah disusun untuk menyambut CEO baru mereka.
Tapi sayangnya musibah yang tidak diinginkan menimpa CEO baru itu sungguh semua yang terjadi tidak dapat ditebak oleh siapapun.
"Baiklah kalau begitu kalian semua silakan kembali ke meja kerja kalian masing-masing, Hari ini bekerja seperti biasanya." Ucap Zila pada seluruh karyawan yang ada di sana.
Mereka semua patuh dengan apa yang Zila katakan karena Zila merupakan atasan mereka. semua orang satu persatu mulai meninggalkan rombongan itu yang kini sudah tidak ada lagi siapa-siapa hanya Zila yang berdiri di sana.
"Aku pasti hari ini akan lembur, sungguh membosankan, menjengkelkan! aku tidak bisa istirahat dengan banyak jika aku harus lembur lagi." Keluh Zila sambil melangkah masuk ke dalam ruangannya.
Tapi sekeras apapun mengeluh Zila tetap melakukan pekerjaannya karena dia merupakan seorang yang begitu bertanggung jawab atas semua yang sudah dia pegang.
"Ayo semangat Zila untuk hari ini saja, kita selesaikan pekerjaan hari ini agar tidak kembali lembur."
Setelah masuk ke dalam ruangannya Zila langsung bergerak dengan dokumen-dokumen dan 10 pekerjaan yang sudah menantinya dari kemarin-kemarin.
"Aku harus menyelesaikannya dengan cepat, apalagi sekarang CEO di perusahaan ini belum juga digantikan pasti Pak Kusuma akan menuangkan semua pekerjaannya padaku."
Benar saja apa yang dikatakan oleh Zila setelah 1 jam berlalu mengajarkan semua pekerjaannya yang tertinggal sebuah email masuk dari Pak Kusuma yang menyuruh dirinya untuk menyelesaikan semua dokumen yang belum sempat diperiksa oleh Pak Kusuma.
Zila sendiri tidak tahu mengapa Pak Kusuma begitu mempercayai dirinya padahalkan pak Kusuma sendiri memiliki sekretaris yang siap membantu beliau kapanpun.
"Baru juga tadi diomong muncul juga ini email dari Pak Kusuma." Zila mendengus dengan sebal.
Sedetik kemudian Zila langsung langsung merasa bersedih dan bersalah pada Pak Kusuma setelah membaca email dan menjelaskan jika saat ini anaknya yang merupakan orang yang akan menjadi CEO baru di perusahaan mereka mengalami koma dalam waktu yang cukup lama.
"Maafkan aku pak Kusuma, sudah ngerundel di belakang bapak." Sesal Zila.
Setelahnya gadis berumur 22 tahun itu segera menyelesaikan pekerjaannya Bahkan dia sampai melewatkan makan siangnya, untung saja Zila memiliki teman yang perhatian seperti Aya.
"Aya terima kasih, kenapa kamu repot-repot sekali membawakanku makanan ke ruang kerjaku." Ucap Zila merasa tidak enak pada Aya.
Aya mendengus pela. "Aku sudah dari tadi di kantin mencari Keberadaanmu, tapi tidak menemukan dirimu disetiap sudut manapun Zila. Sampai aku ingat jika hari ini pak Kusuma tidak masuk kantor, pasti beliau akan menyerahkan semua tugasnya pada dirimu. Aku heran bahkan Pak Kusuma bisa lebih percaya padamu Zila dibandingkan Dengab sekretarisnya sendiri."
"Aku juga tidak tahu Aya, kenapa pak Kusuma lebih mempercayaiku ketimbang sekretarisnya."
"Sudah jangan pikirkan itu. Sekarang ini kamu harus makan Zila, aku akan kembali ke ruang kerjaku karena sebentar lagi istirahat akan usai." Zila mengangguk.
Tak terasa hari sudah semakin sore kini waktunya seluruh karyawan di perusahaan Kusuma group itu pulang ke rumah mereka masing-masing, Zilla yang sudah menyelesaikan semua pekerjaannya merentangkan semua otot-ototnya jari dan tangannya yang terasa kaku.
"Akhirnya selesai juga, aku ingin segera pulang dan sampai di rumah aku sudah tidak sabar ingin rebahan." Ucap Zila sambil membereskan semua bekas pekerjaannya.
Tak lama setelah memasuki taksi, Zila sampai di depan rumahnya. Rumah sederhana yang dia beli dari hasil jerih payahnya sendiri selama 3 tahun ini, kerja di perusahaan Kusuma group sungguh membuat hidup Zila perlahan berubah. Karena gaji yang ditawarkan di perusahaan itu lumayan membuat hidup seseorang akan dijamin lebih layak.
Zia membuka pintu kamarnya dengan senyum yang mengembang di kedua sudut bibir, tapi sedetik kemudian senyum itu hilang saat melihat ada seorang yang berada di dalam kamarnya.
"Argah! Siapa kamu? Kenapa bisa ada di kamarku? Kamu masuk dari mana?" Teriak Zila bertubi-tubi.
Zila menatap tajam seorang laki-laki yang terlihat sedikit pucat namun seperti menembus tak dapat disentuh.
"Pergi dari sini!" usir Zila saat laki-laki itu tak bergeming sama sekali.
"Siapa kamu?" tanya Zila untuk yang kedua kalinnya.
Laki-laki itu mengangkat kedua bahunya acuh. "Apa! jangan bilang kamu tidak mengetahui siapa dirimu?" tanya Zila memastikan.
Laki-laki itu membenarkan apa yang baru saja Zila katakan, jika dia memang tidak tahu siapa dirinya, karena merasa kesal akhirnya Zila melempar tasnya pada laki-laki itu.
Betapa tercengangnya Zila kalia tas yabg dia lempar menembus tubuh pria itu. "Bagaimana bisa." Ucap Zila ragu.
"Aku mohon pergi!" usir Zila sekali lagi, laki-laki itu malah duduk di kursi milik Zila yang ada di kamar.
"Yang benar saja aku akan tinggal bersama Arwah ini." Zila merasa takut.
Tenaganya sudah terkuras habis hari ini. tadi di kantor semua pekerjaan dia lakukan sampai pulang telat, saat sudah tiba di rumah tenaga Zila kembali terkuras habis, ketika mendapati ada seorang yang sama sekali tidak dia kenal masuk ke dalam kamarnya.
"Aih, sudahlah." Pasrah Zila, tenaganya benar-benar sudah terkuras habis saat ini, dia terpaksa mengalah pada arwah yang sama sekali tidak Zila kenal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!