Sepasang manusia yang dipaksa menikah oleh kedua orang tua mereka kini baru saja masuk ke kamar yang sama.
"Nih, taruh sendiri baju-bajumu. Cari tempat yang kosong jangan letakkan bajumu berdekatan dengan bajuku apalagi satu tempat atau bertumpukkan." Jeff mendorong koper besar milik istrinya dengan kasar.
Rindu diam, entah tak ada jawaban, tak ada keberanian, atau memang ia sedang lelah untuk mendebat. Ia diam seribu bahasa seraya menyeret kopernya ke dekat lemari.
Rindu membuka semua pintu lemari besar itu. Terdapat lima pintu di sana. Dan semua sudah terisi dengan baju pria yang baru saja menjadi suami karena perjodohan.
Karena ada satu ruang yang tidak terisi penuh akhirnya Rindu memindahkan beberapa baju Jeff ke ruang yang lain agar menjadi satu tempat.
Jeef yang baru saja keluar kamar mandi terbelalak melihat Rindu dengan lancang memindahkan beberapa pakaiannya.
"Heh, lepaskan! Siapa suruh kau memindahkan bajuku." Jeff merebut pakaian yang berada di tangan istrinya.
"Di ruang yang ini bajumu tidak penuh, makanya aku pindah agar aku bisa meletakkan bajuku di sini. Kalau nggak mau aku pindahin, ya artinya baju ini akan satu ruang dengan bajuku. Tadi yang bilang nggak mau satu ruang sama bajuku siapa?"
Jeff hendak menjawab ucapan Rindu, namun dering ponsel yang tergeletak di atas tempat tidur membuat perhatiannya teralihkan ke benda pipih itu.
Ratu?
Jeff beringsut ke balkon. Ia menantang angin malam agar pembicaraannya dengan sang kekasih tidak terdengar oleh istrinya yang sebenarnya tak masalah juga jika wanita yang baru dua puluh dua tahun itu mendengarnya.
"Nggak, siapa yang sentuh dia, sih? Kamu tahu aku nggak kenal sama dia. Kamu tahu aku, cinta aku cuman buat kamu, kasih aku kepercayaan dong, Sayang."
"Udah nangisnya, aku nggak bisa ke sana. Kan nggak lucu kalau aku keluar rumah habis nikah. Ketahuan sama Mama, Papa gimana? Iya janji besok kita habiskan waktu seharian."
Jeff mendengus kesal. Ia sangat benci hari ini. Hari di mana semua kebebasannya berakhir dan hubungannya dengan sang kekasih yang sudah ia pacari lima tahun harus ia jalani dengan sembunyi-sembunyi.
Pernikahan yang terjadi hari ini bukanlah pernikahan yang ia mau. Ia rela melakukan dan mengambil keputusan besar ini hanya karena satu hal.
Jeff kembali ke kamar setelah perbincangan itu usai beberapa menit yang lalu. Melihat Rindu yang sedang berkemas dengan wajah polosnya terkadang mengundang rasa kasihan jika ia harus menyakiti hatinya baik dengan kata-kata atau tindakan. Biar bagaimanapun, ia juga terpaksa menerima perjodohan ini.
Apaan, sih Jeff! Nggak lucu lo kasihan sama dia. Yang ada diri lo sendiri yang harus dikasihani. Banyak yang lo korbankan buat mempertahankan hak yang seharusnya jadi milik lo.
Jeff membawa langkahnya ke dalam kamar. Kakinya ia bawa ke ranjang, bukan untuk tidur, tapi untuk memindahkan satu bantal ke atas sofa.
"Ini adalah tempat tidurmu, jangan sekali-kali kau berani membawa tubuhmu ke ranjang ku." Tatapan yang diberikan Jeff sungguh mematikan. Bahkan nyamuk yang hendak melewati wajahnya saja sampai putar arah karena tatapan pria yang di juluki anak Sultan itu.
Rindu menoleh ke sumber suara. Sama seperti nasib nyamuk tadi, ia hendak menjawab ucapannya, namun tatapan yang Jeff lempar seakan bekerja seperti santet yang bisa membunuh tanpa menyentuh. Dan akhirnya ia memilih diam dan berjalan menuju sofa.
Dan akhirnya malam itu habis dengan sendirinya karena mereka yang sama-sama terlelap dibuai dan dibelai mimpi.
Rindu bangun dengan tubuh yang terasa pegal. Sofa kecil itu sungguh menyakiti tubuhnya yang mulus dan mungil. Ia merenggangkan sedikit otot-otot yang terasa kaku, dan di saat bersamaan telepon yang berada di meja dekat ranjang suaminya meronta ingin diperhatikan. Takut ada yang penting, ia menghampiri benda tipis itu.
"Ratuku?"
Lama Rindu membawa ponsel suaminya, Hingga akhirnya sebuah tangan merebut ponsel itu dan membuatnya terkejut. Karena terkejutnya itu ia hampir melempar benda yang bisa jadi sangat berguna bagi suaminya.
"Jangan lancang!"
Jeff menyibak selimut yang menutupi kakinya dan bangkit dari ranjang. Namun sianya, kakinya sedikit tersangkut di selimut dan membuatnya tersungkur ke lantai, bukan-bukan, bukan ke lantai, lebih tepatnya jatuh tepat di atas wanita yang ia benci namun ia nikahi.
Tinggal satu gerakan lagi, satu saja gerakan di kepala Jeff, maka kedua bibir yang semalam digunakan untuk adu mulut mendarat dengan sempurna di bibir tebal Rindu. Sudah seperti sinetron atau serial drama, di saat moment seperti itu pasti mereka akan saling tatap dalam diam dan seakan telinga mereka terdengar lantunan lagu yang begitu mendayu-dayu.
Berada sedekat ini dengan seorang laki-laki membuat Rindu merasakan jantung yang terasa ingin melompat dari tempatnya.
Tampan.
Itulah satu kata dan pikiran yang saat ini menguasai kepala Rindu. Ia baru mengenal Jeff beberapa bulan yang lalu. Baginya ia adalah pria yang biasa saja, bahkan cenderung galak dan tua, tapi entah kenapa berada di dekatnya dengan jarak sedekat ini, Rindu seperti melihat sisi lain di diri suaminya.
"Jauhkan tubuhmu dari tubuhku atau nanti kita akan melakukan yang seharusnya kita lakukan semalam."
Jeff seketika gelagapan. Ia bangkit dari tengkurapnya dan membersihkan pakaiannya untuk menutupi kegugupannya.
"Halo, Jeff. Kamu habis ngapain sih?"
Ternyata kesialan yang dialami Jeff tidak berhenti di situ. Ponsel yang sudah ia genggam sebelum terjatuh ternyata tak sengaja tergeser dan menerima panggilan dari sang kekasih.
"Ha? Nggak sayang aku... aku tadi nggak sengaja tersandung dan dia hanya menolongku itu saja kok." Jeff melangkah menjauhi Rindu.
"Ribut nggak tuh." Rindu cekikikan seraya berjalan ke kamar mandi.
Sementara di balkon, Jeff sedang pusing dengan kekasihnya yang sedang merajuk.
"Ah sialan, ini semua gara-gara Rindu."
Jeff tergesa-gesa berjalan keluar kamar, pria itu hendak ke apartemen kekasihnya. Kecintaannya terhadap Ratu tidak perlu diragukan lagi bagi siapa pun yang mengenal mereka.
"Jeff mau ke mana pagi-pagi begini? Bahkan kamu belum cuci muka udah keluar rumah?" Bu Merlin yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah terkejut dengan langkah sang anak yang berjalan dengan tergesa-gesa.
"Eee. Itu Ma.. Eee Rindu pengen bubur ayam. Iya Rindu ingin bubur ayam, makanya aku tergesa-gesa untuk membelikan makanan itu untuknya."
"Bubur ayam?" ulang Bu Merlin mengerutkan dahi.
"Iya. Aku pergi dulu, ya Ma. Kasihan dia nanti nunggu lama." Jeff kali ini bukan lagi tergesa-gesa, tapi ia sudah mengajak kakinya untuk berlari. Ia menunggangi motor sang adik agar bisa sampai di apartemen Ratu lebih cepat.
"Rat, Ratu. Buka pintunya!" Jeff berteriak menggedor pintu apartemen sang model majalah dewasa.
Si pemilik nama dengan wajah kesal membuka pintu dengan malas.
"Mau apa? Kenapa ke sini? Sana sama istrimu aja. Aku, kan bukan siapa-siapa."
Jeff membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam. Menutup pintu dan mengunci tubuh Ratu di balik pintu. Rutinitas bercumbu yang sering mereka lakukan saat salah satu di antara mereka sedang merajuk pun terjadi beberapa detik setelah pintu tertutup.
"Berapa kali aku bilang kalau aku, hati aku, semua yang ada di aku punya kamu. Bersabarlah sampai aku bisa melakukan sesuatu untuk mengakhiri pernikahan ini. Bukankah aku sudah katakan aku tidak akan menyentuh siapa pun selain kamu? Kalau kamu cinta aku, harusnya aku nggak perlu bilang ini berkali-kali. Kamu harusnya percaya sama apa pun yang aku katakan. Sekarang katakan padaku, apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu lebih sabar lagi nunggu aku." Jeff bicara dengan jarak dekat seraya tangannya mengelus bibir yang tadi ia santap.
"Kamu tinggal satu atap, satu kamar, ketemu dua puluh empat jam dalam sehari, mustahil kalau kamu suatu hari nanti nggak melakukan kesalahan. Kamu punya hasrat, Jeff. Aku mau kita pisah aja." Ratu menepis tangan Jeff yang sejak tadi menguncinya dan membawa tubuhnya ke dekat jendela.
Pergerakan Ratu tentu saja diikuti oleh Jeff. Entah apa yang membuat Jeff begitu mencintai dan seakan menyerahkan segala kehidupannya untuk kekasihnya itu. Mungkin kebersamaan mereka yang bertahun-tahun lamanya membuat cinta itu tumbuh melewati batas kewajaran dan akhirnya tercetaklah Jeff yang sekarang.
Jeff melingkarkan tangannya ke sepanjang perut Ratu, meletakkan dagunya di pundak sang kekasih dan
"Kamu tahu apa yang membuat aku menerima perjodohan ini. Beri aku waktu untuk mengubah semuanya. Aku janji akan mengakhirinya dengan cepat."
"Orang tua kamu aja nggak setuju sama hubungan kita. Aku harus nunggu kamu berapa lama? Aku sangat berharap kamu bisa menepati janji kamu, tapi setelah mendengar ucapan istrimu tadi aku jadi berpikir kalau aku hanya akan melakukan hal yang sia-sia jika nunggu kamu."
Belum sempat Jeff menjawab ucapan kekasihnya, Ratu sudah megamuk dan mendorong tubuh Jeff untuk keluar apartemennya. Jeff sudah berusaha untuk menenangkan wanitanya itu, tapi sepertinya emosinya belum stabil membuat Jeff kesulitan untuk mengendalikan emosi kekasihnya.
Hembusan nafas kasar terdengar setelah pintu dibanting hingga menimbulkan suara keras. Jika sudah seperti ini, Jeff tidak akan bisa membujuk, harus menunggu beberapa hari untuk mengembalikan mood kekasihnya.
***
Bu Merlin datang saat semua suami dan anak angkatnya sudah duduk di meja makan. Beliau melihat Rindu yang membantu Bibi menghidangkan makanan.
"Rindu duduklah. Bibi sudah terbiasa dengan aktivitasnya, nggak usah kamu bantu nggak apa-apa." Bu Merlin memundurkan kursi yang biasa beliau duduki saat makan.
"Nggak apa-apa, Ma. Lagipula aku hanya membantu menghidangkannya, nggak bantu masak."
"Jeff mana? Kenapa nggak turun-turun?" Pak Jo bertanya.
"Nah itu dia, Pa. Aku keluar dari kamar mandi tadi udah nggak kelihatan Mas Jeff di mana. Aku kira sudah di sini, makanya aku langsung turun, tapi ternyata nggak ada juga."
Lah bukannya Jeff keluar rumah untuk beli bubur ayam buat Rindu, tapi Rindu kok....
Tak berselang lama pria yang sedang dibicarakan nampak berjalan dengan lemas. Penampilannya yang masih mengenakan baju tidur dan datang dari luar rumah tentu saja menimbulkan pertanyaan di kepala Pak Jo.
"Jeff kamu dari mana? Jam segini udah keluar rumah, pakai piyama lagi."
"Ha? E itu aku habis..."
Ah mampus, lupa nggak beli bubur ayam.
Jeff memaksa kepalanya untuk berpikir keras. Ia melupakan sesuatu yang ia jadikan alasan untuk keluar rumah. Biasa berontak, tapi tidak biasa berbohong rupanya merepotkan juga bagi Jeff.
Bu Merlin menatap tangan Jeff yang kosong. Melihat hal itu membuat beliau berpikir bahwa Jeff menjadikan Rindu alasan untuk keluar rumah dengan tujuan pribadinya. Menyadari anaknya diam karena sedang memikirkan kebohongan berikutnya membuat Bu Merlin harus menyelamatkan anaknya dari kebohongan selanjutnya.
"Udah nggak usah kebanyakan mikir, kamu duduk sini, sarapan!" Bu Merlin memberi kode melalui matanya untuk meminta anaknya segera duduk.
Meski tak mengajukan kembali pertanyaan, Pak Jo masih menatap sang anak dengan tatapan tajamnya. Beliau khawatir jika anaknya itu masih berhubungan dengan kekasihnya, wanita yang auratnya diumbar dan tidak punya sopan santun begitu tidak pantas berhubungan dengan keluarganya. Itulah yang ada di pikiran Pak Jo ketika melihat Ratu saat Jeff membawanya ke rumah.
Saat sedang menikmati santapan paginya, entah pikiran dari mana, Jeff tiba-tiba terpikir sesuatu yang bisa memudahkan dirinya dan Ratu bertemu tanpa menciptakan kebohongan lebih banyak.
"Pa, Ma. Kalau aku sama Rindu tinggal di rumah sendiri bagaimana? Kayaknya kita akan lebih baik jika hidup mandiri. Sekalian belajar juga."
"Tidak! Papa nggak akan izinkan."
"Pa, aku sudah menikah dan jadi seorang suami. Aku kepala rumah tangga, aku juga mau... "
"Sekali tidak tetap tidak, Jeff."
"Papa kenapa, sih? Papa itu nggak pernah dukung aku, Papa nggak pernah mendukung kemauan aku, nggak pernah support aku. Aku ini anak Papa apa bukan?"
"Papa tahu apa yang ada dalam pikiran kamu. Jadi berhenti berusaha untuk membuat Papa percaya kamu bisa menjaga diri ketika sudah pisah rumah."
Rindu yang baru satu hari berada di rumah itu sedikit bingung dengan apa yang dibicarakan oleh suaminya dan juga Ayah mertuanya. Yang menjadi pertanyaan besar bagi Rindu adalah mengapa Ayah mertuanya itu justru tidak mendukung jika anaknya ingin berusaha mandiri? Apa Ayah mertuanya itu mengetahui kalau anaknya masih berhubungan dengan kekasihnya itu? Itulah beberapa pertanyaan yang mampir di kepala Rindu.
Tanpa kata lagi Jeff yang keras kepala dan gampang marah seketika berdiri dan berjalan ke kamar dengan wajah kesalnya. Kepergiannya diikuti oleh pandangan semua orang yang berada di meja makan.
Hal yang biasa seperti ini terjadi di keluarga Lim. Anak sulung dan ayahnya yang memiliki watak yang benar-benar sama membuat Bu Merlin seringkali merasa sedih dan stres dalam waktu bersamaan.
"Ma, Pa. Aku izin nyusul Mas Jeff dulu."
Rindu beringsut mundur dari meja makan setelah mendapat anggukan dari kedua mertuanya.
"Kamu dari mana, Mas?"
"Bukan urusanmu! Kau bukan siapa-siapa di kehidupanku. Tidak ada hak kau bertanya apalagi mencampuri urusanku. Urus sendiri dirimu dan aku juga akan melakukan hal yang sama."
"Mau kamu terima atau tidak, kita ini sudah suami istri, Mas. Apa yang kamu lakukan ini salah. Terlepas dari alasan kita menikah, status kita suami istri."
"Hanya status, tidak lebih. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menganggapmu istri. Yang menginginkan pernikahan ini bukan aku, tapi orang tuaku. Jadi sadar diri dan posisi. Aku sudah punya wanita lain dalam kehidupan dan hatiku, sampai kapan pun tidak ada yang bisa menggeser posisinya dalam tempatku."
Sungguh sesak dada Rindu mendengar penuturan suaminya yang secara terang-terangan tidak menganggap istri. Memang belum ada cinta di antara mereka, bahkan mereka belum mengenal lebih dalam pribadi masing-masing. Tapi bukankah pernikahan tetaplah pernikahan, siapa pun yang sedang menjalani fase kehidupan setelah pernikahan bukankah tetap harus menjaga ikatannya? Lupakan soal bagaimana dan kenapa mereka menikah, yang namanya pernikahan tetaplah ikatan suci dan sakral yang harus tetap dijaga kesuciannya.
Rindu kembali keluar kamar setelah selesai menyiapkan baju ganti untuk suaminya yang baru saja masuk kamar mandi. Ia sedikit tersentak saat membuka pintu berdiri sosok Jeon di depan kamarnya.
"Kamu di sini? Ada apa?"
"Ah nggak apa-apa, Mbak. Benerin tali sepatu aja. Aku mau ke kamar."
Jeon meninggalkan Rindu setelah mendapat anggukan. Rindu berharap adik iparnya itu tidak mendengar apa pun yang ia ributkan dengan Jeff tadi.
Namun, yang terjdi adalah sebaliknya. Justru Jeon berhenti di depan kamar para kakaknya tadi adalah karena mendengar keributan yang diciptakan oleh Jeff. Suara lantang dari Jeff lah yang membuat Jeon menghentikan langkahnya.
Kasihan Rindu, dia harus menerima keegoisan dari orang-orang yang bahkan belum dia kenal.
Jeon menyambar tas kuliahnya. Di usianya yang dua puluh lima tahun ini, Jeon masih kuliah di Fakultas Kedokteran karena harus melanjutkan studinya yang mengambil spesialis kandungan. Ada sesuatu yang kelam kenapa Jeon memilih profesi itu.
Sebelum keluar kamar Jeon mengecek ponselnya sesaat, barangkali ada pesan yang penting atau hanya sekedar membalas pesan dari para teman-temannya. Sekitar lima menit Jeon berdiri dengan ponselnya, menyadari ia terlalu lama dengan dunianya sendiri, ia pun keluar kamar.
Di saat yang bersamaan, sang Kakak juga keluar kamar dengan jas rapinya dan juga aroma tubuh yang seperti biasa, selalu wangi meski tubuhnya penuh dengan keringat. Mereka saling tatap sejenak sebelum akhirnya Jeff meninggalkan adik angkatnya yang masih mematung di tempat.
"Kakak mau kerja?"
Langkah Jeff terhenti seketika. "Aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu." Jeff menjawab tanpa memutar tubuhnya untuk menatap Jeon. Dua detik setelah itu, Jeff kembali melanjutkan langkahnya.
Sudah biasa bagi Jeon menerima jawaban yang kurang mengenakan seperti itu dari lidah Jeff. Seakan sudah menjadi santapan setiap hari, Jeon tidak pernah ambil pusing apalagi sakit hati dengan perlakuan sang Kakak.
Awal mendapatkan perlakuan seperti itu sudah pasti ia merasakan sakit, namun seiring berjalannya waktu, hatinya sudah mulai terlatih untuk menerima setiap perlakuan atau ucapan yang tidak mengenakkan dari Jeff. Ia sadar bahwa dirinya memang bukan siapa-siapa di keluarga Lim. Ia hanya seorang laki-laki yang beruntung mendapatkan keluarga angkat Bu Merlin dan Pak Jo.
Begitu sampai lantai bawah, ia harus kembali mendengar Jeff dengan istrinya yang adu mulut. Kali ini tidak hanya mendengar, tapi juga menyaksikan ketegangan antara mereka berdua.
"Kamu baru menikah kemarin dan sekarang mau kerja? Mas, ayolah jangan seperti ini."
"Rindu, di usiamu yang sekarang aku merasa bahwa seharusnya kau belum pikun. Baru saja tadi aku katakan kalau kau jangan pernah mencampuri urusanku dan sekarang lihat dirimu."
"Sebanyak dan sesering apa pun kamu bicara seperti itu, aku akan terus mengingatkan kamu bahwa kita ini suami istri dan ada hak untukku atas dirimu."
Jeff tersenyum miring. "Aku menikahimu karena mempertahankan hakku. Aku tidak mau kehilangan semua asetku, semua hak yang seharusnya menjadi milikku, hanya karena aku menolak menikahimu. Jadi aku tekankan sekali lagi, kau tidak lebih dari orang asing bagiku."
"Apakah kamu berpikir bahwa aku menikahimu dengan sukarela? Kalau kamu menikahiku karena mempertahankan hartamu, aku juga menikah denganmu karena Papaku."
"Terserah!" sentak Jeff meninggalkan Rindu dengan hati remuk.
Rindu mengatur nafasnya yang sudah mulai menggebu. Nampaknya mulai sekarang ia harus menambah kesabaran dan kekuatan hatinya untuk menghadapi suaminya.
Ya, sebenarnya tidak ada yang mau dengan perjodohan ini. Hanya karena sebuah candaan dari kedua orang tua mereka beberapa tahun yang lalu, siapa sangka rupanya candaan itu berubah menjadi kenyataan saat Pak Jo mengetahui bahwa Jeff memiliki kekasih yang bukan tipe wanita yang diidamkan Pak Jo untuk menjadi menantunya.
Pak Jo sempat memperingatkan Jeff untuk meninggalkan Ratu. Namun peringatan itu tidak pernah digubris oleh anaknya. Sehingga menimbulkan kemurkaan dan membangkitkan amarah di hati Pak Jo. Dan akhirnya terbitlah perjodohannya dengan Rindu.
Bukan Jeff namanya jika ia langsung menerima kehendak sang Ayah. Jangan lupa bawa Ayah dan anak itu sama-sama memiliki watak yang keras kepala. Dengan lantang dan berani Jeff menentang keinginan ayahnya untuk menikah dengan wanita pilihannya.
"Baik kalau kamu tidak mau menikah dengan wanita pilihan Papa. Tinggalkan rumah ini tanpa membawa apa pun. Jangan harap harta seujung kuku pun dari papa jika kamu tidak mau menuruti apa yang Papa bilang."
"Aku masih punya hak atas apa yang Papa punya. Yang membesarkan perusahaan yang baru Papa bangun itu aku. Bagaimana bisa Papa tidak memberikan hakku?"
"Perusahaan itu masih atas nama Papa. Papa punya hak untuk memberikan padamu atau tidak. Bahkan Papa punya hak kalau Papa memberikan itu pada Jeon atau pada pengemis di luar sana sekali pun."
"Jeon Jeon Jeon. Anak itu terus yang selalu Papa bela, selalu Papa agungkan, selalu Papa puja. Sampai Papa lupa sama anak sendiri. Apa istimewanya anak yang Papa pungut dari...."
"CUKUP JEFF! Papa tahu kalimat apa yang akan kamu ucapkan. Papa tidak mau lagi berdebat denganmu, angkat kaki sekarang!"
Bu Merlin hanya bisa menatap anaknya dengan mata yang berkaca-kaca. Hanya melalui tatapan saja Bu Merlin sangat berharap anaknya itu mengerti dengan arti tatapannya.
"Jeff." Bu Merlin berucap dengan lirih.
"Iya, aku akan menuruti apa yang Papa minta demi Mama dan demi hak yang seharusnya aku dapat tanpa aku mengorbankan diri dan nasibku." Jeff melangkah pergi setelah itu.
Itulah singkat cerita asal muasal Jeff menerima pernikahan yang sebenarnya ia lebih takut kehilangan hartanya. Ia sangat tak rela jika apa yang harusnya ia dapat malah jatuh ke tangan Jeon, adik angkat yang sangat ia benci sedari kecil.
Jeon, satu-satunya manusia yang mengetahui bahwa hubungan mereka bak neraka terutama bagi Rindu, hanya bisa merasakan iba tanpa melakukan apa-apa.
Rindu menundukkan kepala di saat air matanya terjatuh dan di saat bersamaan, Jeon sampai di dekat Rindu.
"Mbak Rindu nggak apa-apa?" Jeon sedikit menelengkan kepala untuk melihat wajah Rindu, Kakak ipar yang usianya lebih muda darinya.
Rindu menghapus air matanya dan mendongak. "Ah nggak apa-apa, Je. Memang aku kenapa?" Rindu sangat pandai menyembunyikan perasaannya.
"Aku melihat apa yang baru saja terjadi."
"Jika kamu melihat semuanya, tolong jangan ceritakan ini ke siapa pun. Aku masih bisa mengatasi Mas Jeff. Aku nggak apa-apa."
"Kenapa? Kamu rela hatimu terus menerus disakiti sama Kak Jeff? Sementara semua manusia berhak untuk bahagia."
"Iya, aku tahu. Aku melakukannya untuk Papa. Papa sakit-sakitan dan sering keluar masuk rumah sakit beberapa tahun terakhir. Aku nggak mau kalau aku menolak perjodohan ini malah membuat jantung Papa kumat dan malah terjadi di apa-apa sama Papa. Kalau untuk masalah hatiku yang mungkin sedikit demi sedikit akan digerogoti dengan sikap Mas Jeff, mungkin itu sudah resiko yang harus aku terima. Aku nggak mau orang tua kita tahu kalau sebenarnya hubungan kami ini nggak baik-baik saja. Aku nggak mau menambah pikiran mereka di usia mereka yang sekarang ini. Jadi aku mohon apa pun yang kamu ketahui simpan untuk dirimu sendiri."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!