Suasana di kediaman Devan selalu ramai karena perdebatan Shaka dan kakak perempuannya. Setiap pagi Shaka selalu ribut dengan Acha, kakaknya yang masih menyendiri, meski umurnya sudah kepala tiga. Shaka selalu saja direpotkan dengan Acha untuk mengantar ke rumah sakit sebelum Shaka pergi ke kantor. Acha memang dekat dengan Shaka, daripada dengan Fatih, karena Fatih terlalu pendiam, tapi dia sangat penurut dengan kakak dan mamanya.
“Shaka, Kakak, ribut mulu kalau mau sarapan,” lerai Fatih.
“Kak, kamu punya mobil malah nebeng adikmu terus, mobil kamu lama-lama papa jual nanti!” tukas Devan.
“Biar, biar Shaka gak pacaran mulu, Pa!” jawab Acha.
“Makanya kakak cari pacar dong?” seloroh Fatih.
“Kamu aja kalah sama Shaka, kamu belum punya pacar, kan?” ledek Acha.
“Punya, tapi gak seheboh Shaka,” jawab Fatih.
“Awas kamu sampai pacaran sama cewek itu, aku gak setuju, Kak!” ucap Shaka.
“Cewek yang mana, Shaka? Enggak, gak sama dia lah, kayak gak ada perempuan lain saja!” jawab Fatih.
“Kalian pagi-pagi berdebat masalah pacar. Ini anak mama udah punya pacar rupanya? Siapa pacarmu, Tih? Kenalkan sama mama dong? Masa mau dilangkahin Shaka, dia sudah minta melamar pacarnya tuh,” tanya Nadia.
“Ih mama, gak ah, Fatih gak punya pacar, memang Shaka, bucin mulu sama pacarnya. Gak apa-apa Shaka nikah dulu, daripada nantinya dia pacaran yang gak-gak?” jawab Fatih.
“Ish ... aku pacaran biasa saja, Kak! Yang gak-gak gimana? Kakak kek gak tahu saja aku sama Vania bagaimana? Kan kakak tahu aku pacaran sama Vania dari SMP?” ucap Shaka.
“Dari cinta monyet, sampai cinta kera!” tukas Acha.
“Ih sirik aja nih, makanya sana ih nikah dulu, biar aku segera melamar Vania,” ucap Shaka.
“Shaka, gak ada kata melamar atau menikah, sebelum kedua kakakmu menikah!” tegas Devan.
“Ih papa? Papa kan tahu sendiri mereka berdua gak ada niatan cari pacar?” protes Fatih.
“Kamu kira cari pacar kek nyari makanan di pinggir jalan, Ka?” ujar Acha.
“Gak tau tuh anak, dasar bucin kamu, Ka,” ucap Fatih.
“Sudah sarapan dulu, jangan berdebat lagi,” lerai Nadia.
Nadia mengambilkan sarapan untuk Devan. Semuanya hening, menikmati makanannya masing-masing. Seperti biasa, saat sedang kumpul bersama, baik sarapan, atau makan malam, Nadia selalu teringat Ayleen. Sudah dua puluh tahun, belum ada kabar sedikit pun tentang Ayleen.
Acha sekarang sudah menjadi seorang dokter. Cita-citanya tercapai, ia ingin sekali menjadi Dokter spesialis Bedah. Ia mendapatkan restu dan dorongan dari kedua orang tuanya untuk menjadi seorang dokter. Kariernya sebagai seorang dokter sangat bagus, namun sayangnya di usianya yang sudah 32 tahun, Acha belum tertarik untuk menikah. Ia sudah memiliki teman dekat, tapi ia masih belum mau menikah, belum siap untuk menikah.
Fatih, dia baru saja menyelesaikan S2 nya. Sekarang ia memimpin perusahaan milik papanya, dan ia sangat menuruni papanya, pandai berbisnis, dan menjadi pengusaha muda yang sukses di usianya yang baru menginjak 24 tahun. Fatih menjadi pria yang agak dingin dengan perempuan, dia selalu merasa belum cukup untuk membahagiakan mama dan papanya, jadi Fatih tidak memikirkan untuk menjalin hubungan dengan perempuan meski ia sudah memiliki pandangan perempuan untuk dijadikan kekasihnya.
Sedangkan Shaka, anak ketiga Devan. Dia benar-benar titisan Devan, mulai dari wajahnya yang tidak kalah tampan dengan Fatih, pandai berbisnis, menjadi pengusaha yang masih sangat muda, karena baru saja ia lulus S1 dan sedang mengejar S2 nya, dan dia seperti Devan, tempramen, bar-bar, dan satu lagi, dia sangat bucin dengan wanita yang ia cintai. Sejak SMP Shaka sudah berani mengenalkan pacarnya pada mama dan papanya. Padahal kedua kakaknya sama sekali belum memikirkan pacar. Sekarang di usianya yang baru 22 tahun, ia sudah merengek ingin melamar kekasihnya.
“Melihat Acha, Fatih, dan Shaka rame berdebat, kadang terlintas dalam pikiranku, bagaiman Ayleen di luar sana? Sedang apa dia? Di mana dia? Dengan siapa? Masih adakah, atau sudah tidak ada? Dia baik-baik saja atau tidak? Sehat atau tidak? Bertemu orang baik atau jahat? Selalu setiap hari pertanyaan-pertanyaan itu muncul di pikiranku. Mama kangen kamu, Lin. Kamu sekarang seperti apa, Lin?” ucap Nadia dalam hati. Nadia menatap ke segala arah dengan tatapan kosong. Devan tahu istrinya sedang memikirkan Ayleen, seperti itu setiap hari, Nadia tidak lepas tentang Ayleen, pun dengan Devan dan semua kakak-kakaknya Ayleen.
“Ma, makan dong?” ucap Devan.
“Ah iya, Pa,” jawab Nadia.
“Mama ... sudah ya, Lin pasti baik-baik saja, Ma. Acha yakin Lin baik-baik saja,” ucap Acha.
“Iya, Ma. Fatih juga yakin Lin baik-baik saja,” imbuh Fatih.
“Kalau ada Lin pasti tambah rame di rumah ya, Pa, Ma? Kayak apa dia gedennya? Pasti dia kayak mama, dia cantik, pintar, pokonya kayak mama sekali,” ucap Shaka.
“Sudah jangan buat mama tambah sedih, kita semua merindukan Ayleen, semoga dia baik-baik saja. Kita semua memang masih mengharapkan Ayleen kembali, kita akan bertemu Ayleen suatu hari nanti, papa percaya itu,” ucap Devan.
“Ya sudah Pa, Ma, Fatih berangkat dulu, ya?”pamit Fatih pada mama dan papanya.
“Kamu hati-hati. Nanti siang papa tunggu di cafenya Tiara. Anaknya Om Rendi, kamu tahu, kan?” ucap Devan.
“Oke, jadi mau ketemu Kak Zhafran sama Om Arkan?” tanya Fatih.
“Opa kali, Kak? Bukan om?” tukas Shaka.
“Iya Opa Arkan, tapi selalu tidak mau dipanggil opa, karena Opamu itu merasa masih muda,” jawab Nadia.
“Ya mau gimana lagi, Arkan maunya dipanggil kalian om?” ucap Devan.
“Sudah enaknya saja bagaimana, mau manggil om atau opa,” ucap Nadia.
“Oke, nanti setelah makan siang Fatih ke sana. Fatih ada rapat sama karyawan pagi ini. Fatih berangkat,” ucap Fatih, lalu mencium mamanya.
Acha dan Shaka pun pamit untuk berangkat. Shaka mengantar kakaknya lebih dulu ke rumah sakit. Padahal Acha punya mobil sendiri, tapi sudah satu minggu lebih Acha sedang malas nyetir sendiri. Untung saja Shaka adik yang penurut dan sangat menghormati kakak perempuannya, juga menyayanginya.
Shaka melajukan mobilnya sambil mendengarkan musik. Acha masih kepikiran soal Fatih, karena kemarin sore dia melihat adiknya dengan perempuan yang tak lain adalah pelayan di cafe milik Tiara.
“Apa nanti siang aku minta Shaka untuk antar ke cafenya Tiara saja? Penasaran sama cewek itu, cantik sih, tapi masa iya sih, Fatih sekali kenal cewek malah pelayan cafe? Gak banget dia, kariernya masih bagus-bagusnya malah pacaran sama pelayan cafe? Itu cewek bener apa gak kan gak tahu?” gumam Acha.
Acha tidak mau adiknya salah memilih perempuan. Dulu saat Shaka dengan Vania pun, Acha benar-benar mencari tahu siapa Vania. Acha mencari tahu dari keluarga seperti apa Vania berasal, siapa teman-temannya, bagaimana kuliahnya, bagaimana pergaulannya, semua Acha cari tahu, karena ia tidak mau adik-adiknya salah memilih perempuan. Acha benar-benar menjadi kakak yang perfect dalam hal apa pun, karena ia sangat menyayangi adik-adiknya. Sejak kehilangan Ayleen, Acha tidak mau lagi kehilangan adik-adiknya, ia selalu menjaga adik-adiknya dan memastikan adiknya baik-baik saja.
“Ka, kamu siang ini mau makan siang sama Vania gak?” tanya Acha.
“Gak sih, dia kan lagi sibuk di kantor barunya. Makanya aku bisa antar jemput kakakku yang sedang malas-malasan,” jawab Shaka.
“Anterin kakak ke cafenya Kak Tiara yuk?” ajak Acha.
“Ih tahu Kak Zhafran mau ketemu sama Kak Fatih langsung mau ikut ke sana juga,” ucap Shaka.
“Ih apaan sih! Orang dia udah nikah juga? Lagian bukan tipe kakak orang macam Kak Zhafran!” jawab Acha kesal.
Pernah Arkan meminta Acha menjadi menantunya, ia ingin menjodohkan Acha dengan Zhafran, Devan tidak setuju dengan permintaan Arkan, padahal Acha memang berharap dengan Zhafran, karena ketampanan Zhafran begitu memikat hatinya. Namun, ada hal yang membuat Acha ilfeel dengan Zhafran, yang membuat Acha tidak suka lagi dengan sosok Zhafran. Zhafran sok ganteng, dan pilih-pilih wanita, berbeda dengan Ardha, dia humoris, tapi sayangnya dia tidak pernah mau serius dalam hal pendidikan. Dia terlalu santai, kuliah pun dia sangat santai, hal yang Ardha utamakan adalah bermain game. Bagi Acha, pendidikan nomor satu, dia tidak penah main-main dalam menuntut ilmu.
“Terus mau apa ke sana?” tanya Shaka.
“Kemarin kakak lihat, Fatih itu ngobrol sama pelayan di cafe Kak Tiara, akrab banget. Masa iya dia pacaran sama pelayan cafe? Cantik sih, tapi masa iya? Gak beres tuh bocah!” tukas Acha.
“Yaelah kak ... aku juga udah tahu, Kak Fatih dekat dengan itu perempuan, masih kecil kayaknya, masih bocah, kayaknya sih baru lulus SMA, atau anak kuliahan lah. Aku gak setuju sih, makanya tadi pagi aku melarangnya,” ucap Fatih.
“Jadi mau gak antar ke sana? Kakak jadi penasarn sekali, kemarin sih kakak lihatnya dari jauh,” ucap Acha.
“Aku sudah lihat kok, dia cantik, tapi sayangnya Cuma pelayan cafe. Mana boleh sama papa, kalau Kak Fatih sama pelayan cafe?” ucap Shaka.
“Makanya mau ya antar kakak ke sana?”
“Iya deh, mumpung kerjaan aku gak banyak hari ini, Vania juga sedang sibuk, sekalian aku beliin kue kesukaan Vania di toko kue sebelah cafe, toko kue mamanya Kak Tiara,” ucap Shaka.
“Oke kakak tunggu,” ucap Acha.
Acha sampai di rumah sakit. Ia mengurungkan niatnya untuk turun dari mobil. Matanya membeliak melihat seorang perempuan bergandengan mesra di depan mobilnya.
“Shaka lihat itu!” Acha menepuk lengan Shaka dengan keras.
“Aww ... sakit, Kak!”
“Itu lihat buruan!” titah Acha.
“Astaga ... itu Kak Binka, kan? Istrinya Kak Zhafran?” tanya Shaka.
“Iya, itu laki-laki di sebelahnya Dokter Alex,” jawab Acha. “Kecurigaanku benar, Binka ada main sama Dokter Alex, gak mungkin dia gandengan tangan semesra itu kalau gak ada main sama Dokter Alex,” ucap Acha lirih.
“Maksud kakak istrinya Kak Zhafran selingkuh gitu?” tanya Shaka.
“Iya jelas lah, lihat saja mereka mesra sekali!” jawab Acha.
“Kakak sudah sering memergoki Binka dengan Dokter Alex. Binka asisten kepercayaan Alex, makanya ke mana-mana berdua mulu mereka, kakak kira Cuma sebatas rekan kerja, ehh tahunya mereka ada main di belakang. Saat kakak ada operasi malam hari, mereka jaga malam, kakak lihat mereka di ruangan sebelah kakak, sedang seperti itu. Ya hubungan suami istri gitu, ah taulah! Jijik ceritanya!” ungkap Acha. “Tapi kamu jangan bilang-bilang sama siapa pun, hanya kita berdua yang tahu. Biar Kak Zhafran tahu sendiri, ya mungkin karma bagi dia, dia juga sering gonta-ganti perempuan saat dulu kata Kak Ardha,” imbuh Acha.
“Iya lah, masa aku bilang-bilang. Sudah sana turun, gak usah dipikirkan orang macam mereka. Kakak fokus kerjanya, pura-pura gak tahu sajalah,” tutur Shaka.
“Oke, kamu hati-hati, ya?” ucap Acha.
Binka adalah istri Zhafran. Dari pernikahannya, mereka sudah dikaruniai putri cantik yang sekarang berusia lima tahun. Memang agak lama mereka diberi momongan, lima tahun lamanya mereka menunggu kedatangan buah hati, dan doa mereka terjawab, Zhafran dan Binka dikaruniai anak perempuan. Hubungan Binka dan Zhafran memang terlihat romantis, tidak tahu kenapa Binka sampai hati memiliki hubungan khusus dengan rekan kerjanya. Binka berprofesi sebagai perawat, dia bekerja satu rumah sakit dengan Acha. Binka adalah perawat yang sudah bekerja lama di rumah sakit tempat di mana Acha bertugas, Binka terkenal perawat terbaik, dan selalu menjadi kepercayaan para dokter.
^^^
Di cafe Tiara, seorang gadis perawakan mungil berlari tergopoh-gopoh karena ia sudah sangat terlambat masuk kerja. Sudah hampir setengah tiga ia baru berangkat ke cafe, karena menunggu dosen bimbingannya dia jadi terlambat masuk kerja. Ia langsung masuk ke dalam, dan langsung ke toilet untuk berganti seragam kerja. Selesai berganti pakaian dia buru-buru keluar dari toilet.
“Aww ....!” pekik gadis tersebut.
“Aduh, maaf Dik, kamu tidak apa-apa?”
“Ah tidak apa-apa, Pak,” jawabnya.
“Lain kali hati-hati, ya?” ucap Devan sambil membantu gadis itu berdiri.
“Iya, Pak. Sekali lagi saya minta maaf,” jawabnya.
Gadis itu langsung berlalu, melanjutkan pekerjaanya. Ia takut di marahi manajer cafe yang super galak, padahal Tiara pemilik cafe tidak segalak manajernya, Tiara paham dengannya yang memang harus bekerja sambil kuliah. Entah kenapa Devan mengikuti gadis itu sampai ada seseorang yang memanggil gadis tersebut dengan keras.
“Alana, bisa masuk ke ruangan saya?!”
“I—iya, Pak,” jawab Alana.
“Kamu terlambat lagi, Lan?” tanya teman Alana.
“Iya, aku nunggu dosen bimbingan, lama sekali. Pasti nih aku kena damprat Pak Alka!” ucap Alana.
“Gak mungkin, orang Pak Manajer suka kamu kok?” ucap teman Alana.
“Sembarangan, sudah aku ke ruangan Pak Alka dulu,” pamit Alana.
Devan masih mendengar percakapan gadis yang membuatnya penasaran itu. Gadis yang menurut Devan wajahnya sangat Familiar sekali, dan entah ada dorongan apa, Devan ingin sekali mengetahui siapa gadis itu.
“Alana? Namanya Alana,” ucap Devan lirih.
“Kamu ngapain, Dev? Siapa Alana? Selingkuhan kamu? Awas kamu berani menduakan Nadia!” Arkan menepuk bahu Devan sampai terjingkat.
“Sembarangan! Itu tadi aku nabrak gadis, ya mungkin seusia Shaka, tapi kayaknya masih kuliah, kayaknya dia terlambat dan Alka manggil dia kek marah gitu, namanya Alana,” jawab Devan.
“Aku kira kamu lagi merhatiin siapa,” ucap Arkan.
“Ya penasaran saja, wajah gadis yang namanya Alana itu familiar sekali,” ucap Devan.
“Kenapa, mau kamu jodohin sama Shaka? Atau Fatih? Atau kamu sendiri yang naksir?” ucap Arkan dengan terkekeh.
“Kamu itu ngomongnya!”
“Kali saja puber keempat!” kekeh Arkan.
“Udah kepala enam, naik sekali saja udah sakit pinggang!” ucap Devan.
“Payah kamu, belum punya cucu udah sakit pinggang!”
“Acha disuruh nikah gak mau nikah-nikah, padahal aku sudah pengin punya cucu,” ucap Devan.
“Sabar, Dev. Zhalina saja masih belum mau menikah? Ardha juga dia malah penginnya bebas mulu, ke kantor kalau ada meeting saja, kalau gak ada ya pasti dia di sini, tuh di tempat favoritnya, ngerjain laporan kantor sesantai itu, sambil main game pula. Anak itu gak bisa berubah, masih saja main game. Sekarang sudah tidak ada opa dan omanya, sudah tidak ada lagi yang nasehatin dia, capek aku lihat dia seperti itu,” ucap Arkan.
“Tapi dia handle pekerjaannya, kan?” tanya Devan.
“Iya, dia kerjanya bagus, tapi kebiasaannya itu yang bikin gak mau kenal cewek.” Ucap Arkan.
“Ya sabar, yang penting dia kan kerja beres, kerjanya juga baik,” ucap Devan.
Devan kembali bergabung dengan Fatih dan Zhafran. Mereka membahas urusan kantor. Sudah lama perusahaan Devan yang dipegang Fatih bekerja sama dengan perusahaan Zhafran.
Mata Devan tertuju lagi pada gadis yang bernama Alana, yang mebuatnya penasaran, karena dia sepertinya sering melihat gadis itu.
“Pa, papa lihat Alana?” tanya Fatih.
“A—Alana? Kamu kenal gadis itu?” tunjuk Devan.
“Iya kenal, kemarin sempat ngobrol dengan dia, sebentar sih,” jawab Fatih.
“Dia Alana, kerja part time di sini, sambil kuliah. Dia gadis yang pintar kata Tiara. IPK nya bagus, dia kuliah ambil jurusan desainer. Karyawan kesayangan Tiara dia, sampai kalau sudah lulus dia diminta Tiara untuk kerja di butiknya sebagai desainer. Terlambat pun Tiara tidak mempermasalahkannya, tapi Alka yang kadang heboh dan sok tegas,” jelas Zhafran.
“Kamu kok tahu sekali soal Alana?” tanya Arkan pada putranya.
“Kata Zhalina, Pi. Papi kan tahu Lina sama Tiara akrab?” jawab Zhafran.
Devan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Tidak tahu kenapa dia sangat penasaran dengan gadis yang bernama Alana itu.
Alana mengantarkan pesanan ke meja Zhafran. Alana sempat kaget saat berjalan ke meja Zhafran, karena ada laki-laki yang tadi ia tabrak saat ia gugup masuk kerja.
“Permisi pesanannya, Pak Zhafran,” ucap Alana.
“Oh iya, terima kasih, Alana. Tadi kamu dimarahin manajer kamu lagi?” tanya Zhafran.
“Biasa Pak Alka, memang saya yang salah, karena saya lama menunggu dosen pembimbing,” jawab Alana.
Zhafran juga sedikit mengenal Alana, apalagi dia sering mampir ke Cafe milik Tiara karena menemui Ardha yang mungkin hampir setiap hari di cafe Tiara. Zhalina juga sering kumpul dengan teman-temannya di cafe Tiara, kalau ada rapat dari yayasan pun ia selalu booking tempat di cafe milik Tiara. Zhalina berbeda sendiri, ia benar-benar membuktikan pada keluarganya, kalau ia ingin menjadi seorang pengajar. Ia sekarang menjadi seorang pengajar, sekaligus pemilik yayasan pendidikan yang ia dirikan. Sekolahan miliknya sudah cukup terkenal, dan menjadi sekolahan favorit, akreditasnya juga baik.
Arkan tidak menyangka Zhalina akan seperti eyang uyutnya. Ya, mendiang kedua orang tua mamanya Thalia adalah seorang pelajar, wajar kalau Zhalina menuruni eyang uyutnya.
“Utamakan dulu skripsinya, Alana. Kalau ditegur lagi jelaskan baik-baik,” ucap Fatih.
“I—iya Mas Fatih,” jawab Alana.
“Kamu manggil saya pak, manggil dia mas? Gak adil namanya,” protes Zhafran.
“Pak Zhafran kan sudah punya anak, masa masih mau dipanggil mas?” jawab Alana.
“Kamu juga manggil Zhalina dengan panggilan Bu, kan?”
“Kan Bu Zhalina guru, Pak?” jawab Alana dengan polosnya.
“Lalu kenapa panggil dia mas?” tanya Zhafran.
“Mas Fatih seusia sepupuku di desa, Pak. Ya panggil mas saja,” jawabnya dengan lugu.
“Kamu memang pantas jadi kesayangan Tiara, kamu bisa menerapkan sopan-santun dalam memanggil orang. Salut masih ada gadis yang seperti kamu. Kamu harus selesaikan lebih cepat skripsimu, biar bisa bantu Tiara di butiknya. Mungkin dia sudah mulai kerepotan, karena sudah memiliki anak,” jelas Zhafran.
“Iya pak, terima kasih. Saya pamit ke belakang lagi, masih banyak pekerjaan di belakang,” ucap Alana.
“Oke,” jawab Zhafran.
Devan dari tadi hanya memandangi Alana, entah kenapa ia begitu ingin tahu lebih dekat dengan Alana. Hatinya sangat ingin mengenal Alana lebih jauh, tapi bukan karena Devan jatuh hati, entah perasaan apa yang ada di dalam hati Devan, hingga ia ingin sekali mengenal Alana lebih dekat lagi.
“Ehm ... Alana.” Panggil Devan, hingga Alana langsung menghentikan langkah kakinya.
“I—iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Alana dengan gugup.
“Saya hanya ingin tahu, berapa usia kamu?” tanya Devan.
“Saya baru mau dua puluh tahun bulan depan, Pak,” jawab Alana.
“Papa mau kasih hadiah buat Alana? Bulan depan ulang tahun lho?” ucap Fatih.
“Hanya tanya saja, terima kasih Alana, kamu seusia anak bungsuku,” ucap Devan dengan menatap lembut Alana, lalu matanya mengembun.
Fatih jadi teringat Ayleen, adik perempuan yang sangat ia sayangi. Betapa senangnya dulu saat tahu mamanya mengandung bayi perempuan. Ia selalu menjaga mamanya, ia tidak mau mamanya sakit, dan setelah adik perempuannya lahir, Fatih sangat menyayanginya, sampai saat kejadian itu, di mana mereka harus kehilangan Ayleen dalam kecelakaan itu, Fatih benar-benar merasa tidak berguna menjadi seorang kakak. Ia kehilangan sosok adik bayi yang sangat ia sayangi.
“Baik, saya kembali ke dalam, Pak,” pamit Alana.
“Iya, Alana seusia Ayleen, Pa. Kalau saja dia ada di sini dengan kita,” ucap Fatih.
“Kalian yang sabar, aku tidak menyangka sampai dua puluh tahun Ayleen juga tidak ditemukan, padahal tidak kurang kami semua meminta bantuan para tim pencarian,” jelas Arkan.
“Ya mungkin, belum saatnya aku bertemu Ayleen lagi. Melihat Alana, aku ingat saat Nadia berusia sama seperti Alana. Model tatanan rambutnya, caranya berbicara, hingga bentuk wajahnya sama dengan Nadia,” jelas Devan.
“Jadi dari tadi kamu penasaran sama Alana, karena mirip Nadia? Aku kira kamu naksir dia?” gurau Arkan.
“Kamu itu kalau bercanda sembarangan sekali, gak mungkin aku menduakan Nadia, aku sangat mencintainya,” ucap Devan.
“Lagian kalau Om Dev suka sama Alana, bakalan saingan sama anaknya dong? Sepertinya Fatih naksir sama Alana?” gurau Zhafran.
“Kak Zahfran itu sukanya begitu, setiap Fatih dekat sama perempuan, selalu dijodoh-jodohkan,” ucap Fatih.
“Lagian gak apa-apa sama Alana, dia cantik, pintar. Memang sih dia dari desa, tapi katanya mendiang ayahnya juragan, sejak ayahnya meninggal saat Alana kelas satu SMP, dia sudah biasa sekolah dengan bekerja. Kuliah di sini pun dia dapat beasiswa, kerja di sini dia untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan kirim uang belanja ke ibunya. Itu kenapa Tiara sangat salut dengan Alana,” jelas Zhafran.
“Memang dia perempuan baik-baik, om juga sudah tahu dan merasa kalau dia perempuan baik, tapi tergantung Fatihnya saja,” ucap Devan.
“Tuh udah dikasih lampu hijau sama papanya,” ucap Zhafran.
“Tapi tetap harus mandang bibit, bebet, bobotnya lho? Jangan asal,” ujar Arkan.
“Iya itu juga paling penting sekali,” imbuh Devan.
“Nanti saja, Fatih belum mau menikah. Biar Kak Acha menikah dulu,” jawab Fatih.
Fatih semakin penasaran dengan Alana. Dia melihat Alana sangat mirip dengan mamanya, dari caranya tersenyum, bahkan saat melihat Alana tertawa lepas dengan teman-temannya. Caranya berbicara pun seperti mamanya.
“Apa dia adikku yang hilang? Apa dia Ayleen? Ah jangan ngaco, Tih! Mana mungkin dia? Kalau Ayleen pasti gak akan ada di sini, dulu kan waktu kecelakaan di daerah puncak, bukan di sini, ini sangat jauh sekali. Tapi, bisa jadi itu Ayleen. Ah, sudah jangan memikirkan Alana. Bukan, Alana bukan Ayleen!” Entah kenapa Fatih memiliki perasaan kuat, kalau Alana itu Ayleen. Tapi, ia menepiskan rasa itu kuat-kuat. Karena ia sebetulnya kagum dengan Alana, dan ingin mengenal Alana lebih dekat.
^^^
Acha tidak menyangka Binka bisa sedekat itu dengan dr. Alex. Padahal yang Acha thu Zhafran sangat mencintai Binka, apa pun yang Binka mau, Zhafran selalu menuruti keinginannya. Sampai hati Binka bermain api di belakang Zhafran. Binka jadi ingat ucapan Zhalina dan Tiara soal Binka, karena Binka adalah teman SMA Zhalina dan Tiara dulu.
“Pantas saja dia seperti itu, bermain api dengan dr. Alex di belakang Zhafran. Dulu saja Kak Tiara sama Kak Lina selalu membicarakan Binka, mereka sebetulnya tidak rela sekali Kak Zhafran dengan Binka,” gumam Acha.
Shaka melihat kakaknya dari tadi melamun seperti sedang memikirkan sesuatu, dari awal dijemput di rumah sakit untuk makan siang Acha melamun di dalam mobil.
“Kak, udah gak usah dipikirin apa yang kakak lihat tadi pagi. Biar saja itu menjadi urusan Binka dan Kak Zhafran. Aku tahu, kakak masih belum bisa move on dari Kak Zhafran, kan? Jujur saja deh,” ucap Shaka dengan senyum yang meledek pada kakak perempuaannya.
“Ih, kamu itu bicaranya! Dulu memang kakak suka sama Kak Zhafran, tapi setelah kakak tahu Kak Zhafran seperti apa, kakak udah gak suka. Dia itu gak sama Binka saja, ya sama Binka pun gak sama Kak Zhafran aja. Memang jodoh itu cerminan, ya?” ucap Acha.
“Ya nanti kakak jodohnya sama laki-laki yang super cuek, dingin, dan judes kek kakak!” ucap Shaka dengan terkekeh.
“Masa seperti itu?”
“Ngaca dong, kakak kan judes sekali! Kakak itu dokter, jangan judes-jedes dong? Tuh kek mama, selalu ramah, senyum, gembira, riang, kalau sedang sama pasien,” ucap Shaka.
“Mama kan dokter anak, wajar dong harus terus gembira di depan pasien, menghibur pasiennya yang masih anak-anak, merayu anak-anak biar mau diperiksa. Sedangkan kakak, kamu tahu sendiri berhadapannya dengan gunting dan lain sebagainya di ruang operasi. Gak ada hiburan, karena benar-benar taruhannya nyawa seseorang pekerjaan kakak,” jelas Acha.
“Tapi jangan jutek kalau sama cowok, biar aku bisa cepet nikahin Vania, Kak,” ucapnya.
“Kamu tu dah kebelet kawin, ya?! Sabar dong, Kak Fatih saja belum punya pacar?” tukas Acha.
“Iya deh aku sabar menanti kalian halal semua. Punya kakak gak mau pacaran semua, kan jadi gini?” ucap Shaka.
“Lagian kamu siapa suruh dari SMP udah pacaran sama Vania? Jadi kebelet kawin, kan? Awas kamu sampai macam-macam duluan, aku pecat kamu jadi adekku!”
“Gak lah, lagian Vania juga sekarang sibuk dengan pekerjaannya, aku pacaran lama dengan Vania juga pacaran biasa saja, kakak tahu sendiri Vania itu seperti apa, kan?”
“Iya, sih?”
Mereka sampai di cafe milik Tiara, Acha masih melihat mobil papanya di depan cafe milik Tiara. Itu artinya mereka masih di dalam. Acha mengajak masuk Shaka.
“Cha, Ka, kalian nyusulin papa kalian?” Tanya Ardha yang baru saja keluar dari dalam cafe.
“Gak sih mau ke sini saja, mereka bukannya sedang ada urusan dengan papi dan kakak kamu, Ar?” jawab Acha.
"Iya, tuh mereka lagi bicara, entah apa yang mereka bicarakan," ucap Ardha.
“Kak Ardha mau pulang?” tanya Shaka.
“Mau ke sana, cari angin, sama menemui klien, udah janjian dari tadi malah orangnya baru ke sini,” jawab Ardha. “Aku tinggal, ya?” pamit Ardha dengan gugup lalu langsung berlari menghampiri gadis yang sedang membawa kardus.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!