NovelToon NovelToon

Dokter Tampan Itu Suamiku

gadis penyimpanan hati

Yogyakarta saat itu sangat panas, saat Afifa sedang duduk menikmati es jeruk tiba-tiba.

"Dok tolong,pasien ini mengalami pendarahan"

Teriak suster yang sedang mendorong brankar menuju UGD.

Afifa yang tadi sedng sangat menikmati es jerukny  ketika kaget  mendengar ucapan suster itu.

Afifa bergegas menuju pintu utama UGD dan melihat pasien yang telah berlumur darah pada bagian perut.

Kata salah satu seseorang saksi yang ikut mengantar korban ke UGD itu.

" Tadi saat saya sedang berjaln, dia pingsan kayak seperti di tikam pada bagian perut dan saya duga lambung korban robek"

Afifah yang mendengar perkataan sang saksi matapun ikut mendorong berangkat sambil menuju ruang penanganan.

Dengan cepat, Afifah langsung melakukan penanganan pertama.

"Hubungi dokter bedah yang berjaga hari ini, kita harus melakukan penanganan secepatnya, perintah Afifah pada salah satu suster yang berada di sampingnya.

Suster itupun mengangguk, lalu ia pergi untuk menghubungi dokter bedah.

"Tolong siapkan ruang operasi" perintah Afifah lagi pada suster yang berada di depannya.

Ad enam orang perawat yang dinas pada pagi itu, dan sangat cukup untuk membantu dalam operasi nanti.

"Dok, dokter Galvyn telah menuju ruang operasi," ucap suster yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

Afifah pun mengangguk.

"Tolong bawa pasien ini!" Perintah Afifah pada keenam perawat itu.

Mereka bergegas menuju ruang operasi, dan di sana telah ada dokter Galvyn, dokter bedah yang dinas pada siang ini.

"Dok Lambung pasien robek karena ditusuk oleh benda tajam, dan Sekarang pasien keritis," lapor Afifah ketika ia berada di depan galvyn.

Galvyn mengangguk mendengar penjelasan Afifah.

" Saya butuh dua orang asisten dan satu dokter anestesi,"  kata galvyn.

"Tadi saya berusaha menghubungi dokter anestesi, tetapi sepertinya tidak ada anestesi yang dinas siang ini, dok".  Suster yang di perintahkan oleh Afifah tadi menjawab.

"Kenapa bisa tidak ada?" Tanya galvyn dengan bingung.

Bagaimanapun juga untuk melakukan operasi di butuhkan dokter anestesi.

Suster tersebut mendadak bungkam lalu menggeleng tanda tidak tau.

"Afifah,kamu yang gantikan!" Kata galvyn llau masuk ke dalam ruangan operasi.

"Tapi dok, saya....."

" Saya tahu kamu bisa", potong galvyn dari dalam ruangan.

Afifah mendadak bungkam, bagaimana pun juga statusnya saat ini masih sebagai dokter umum, meski dia sedang menempuh pendidikan spesialis anestesi, di sela perkerjaanya sebagai dokter di rumah sakit.

Afifah mengembuskan napasnya.

"Ya Allah, bantu Afifah ' doa Afifah dalam hati.

Afifah pun melangkahkan kakinya menuju ke dalam ruangan operasi, disana telah ada dua orang asisten yang akan membantu galvyn.

"Sudah siap?" Tanya galvyn sambil mengarahkan tatapnya pada Afifah.

" Dok, saya...."

" Apa kamu juga ingin orang ini tidak selamat? Karena kelalaianmu?" Tanya galvyn pada Afifah dengan suaranya yang mengeras.

Afifah tersentak. Pandangannya menatap pasien yang terbaring tak berdaya di hadapannya. Seketika Afifah menggeleng.

"Lakukanlah," perintah galvyn.

Di dalam gantinya, Afifah berdoa .

Ya Allah, semoga semuanya berjaln dengan lancar.

  Kemudian Afifah membius total seluruh tubuh pasien.

"Tenangkan dirimu," kata galvyn yang di angguki oleh Afifah.

Bagaimanapun juga ini adalah yang pertama bagi Afifah untuk langsung turun tangan sebagai dokter anestesi di ruang operasi.

Operasi pun berjalan lancar, selam satu jam itu detak jantung Afifah terus berdetak kencang.

Afifah masih terdiam, merasa tidak percaya jika dia ikut dalam menyelamatkan nyawa orang itu.

"Afifah?" Panggil galvyn.

"Eh iya dok, kenapa?" Afifah gelagapan.

"Seharusnya saya yang nanyak kamu kenapa?" Tanya galvyn menghentikan langkahnya.

"Saya nggak apa-apa,dok," jawab Afifah sambil menunduk karna tidak berani menatap dokter yang ada di sampingnya itu.

" Ya sudah, kamu istirahat saja dulu, masih ada dokter lain yang dinas siang ini kan?" Tanya galvyn lagi.

Afifah menggeleng, siang ini hanya ada dirinyalah yang mendapatkan jatah dinas.

Galvyn mengerutkan keningnya.

"Kenapa jadwal siang ini kacau sekali? Tidak ada dokter anestesi yang dinas dan kamu sendiri dokter yang dinas di IGD?" Tanya galvyn

"Iya dok," jawab Afifah.

"Saya akan bicara besok kepada kepala bagian agar jadwal dinas di susun ulang lagi," kata galvyn.

Afifah pun mengangguk mengiyakan.

"Kali begitu saya kembali ke ruang IGD dulu dok," pamit Afifah lalu melangkah menuju IGD.

Afifah pun menghembuskan nafasnya, tangannya memegang dadanya untuk merasakan detak jantungnya yang masih berdetak kencang.

Ya Allah, hamba tidak ingin mencintai sesuatu yang belum sepenuhnya menjadi milik saya,ampuni hamba jika hati hamba terbagi darimu hamba mohon, jauhkan jika dia buruk untuk hamba.

" Afifah!" Teriak  intan ketika mereka berpapasan tidak sengaja.

Afifah tersenyum melihat sahabatnya itu, sudah dua hari dia tidak bertemu dengan intan.

"Mau makan siang?" Tanya intan.

"Iya,kamu? Tanya Afifah

"Aku juga, sama-sama yuk" kata intan lalu menarik tangan Afifah menuju kafe di sebelah rumah sakit.

"Kenapa nggak di kantin rumah sakit saja?" Tanya Afifah heran karna sahabatnya itu malah membawanya ke kafe.

"Lagi ngidam makan di sini," kata intan sambil memili makanan di daftar menu.

"Ngidam? Kamu hamil?" Tanya Afifah penasaran

Intan menganggukan kepalanya sambil senyum kepada sahabatnya itu.

"Wahhhj, selamat ya ntan, nggak nyangka aku bakalan tinggal jauh dari kamu. Udah berapa bulan?" Tanya Afifah lagi.

"Udah dua bulan, fah maknya kamu cepat-cepat nikah," kata intan.

"Pantesan hawa-hawa aku berada di dekat kamu agak berbeda, ternyata hawa hamil ya? Aku doain semoga selam kehamilan, kamu sehat ya.

"Fah,buruan gih nyusul," kata  intan.

"Nyusul apaan? Tanya Afifah.

"Nikahlah," jawab intan.

"Sama siapa,ntan, Jan ngadi-ngadi orang aku aja gak punya calon.

"Galvyn," jawab intan.

Afifah mendadak bungkam.

"Ntan, jangan mulai deh," kesal Afifah.

"Fah, kamu gak tau apa? Orang-orang di rumah sakit ngegosipin kamu sama dokter Galvyn. Dua hari yang lalu kamu ngebantu dokter Galvyn operasikan? Dan itu jadi bahan gosipan karna ada yang bilang kamu lagi dekat sama dokter Galvyn.

"Jadi malam itu gak ada dokter anestesi, jadi aku yang gantiin. Lagian aku udah nolak kok.

Tapi dokter Galvyn ngeyakinin aku, kalau aku memang bisa jadi dokter anestesi untuk operasi itu.

"Udahlah fah,kamu itu memang cocok kok sama dokter Galvyn," kata intan.

"Ntan, cocok atau enggaknya,itu Allah  yang berhak nentuin," jelas Afifah.

Intan menghembuskan nafasnya, sangat jelas kalau Afifah memang sedang menaruh perasaan intan sangat tahu bagaimana sifat Afifah.

" Fah, kamu cinta kan sama dokter Galvyn?" Tanya intan

Afifah mengangkat wajahnya dari daftar menu untuk menatap intan.

" Intaaannnn, rengek Afifah agar intan tidak mulai menggodanya lagi.

"Dokter Galvyn juga cinta sama kamu fah"

Seketika perkataan intan berhasil membuat detak jantung Afifah berdebar kencang.

Niat baik yang di tolak

Dokter Galvyn juga cinta sama kamu fah"

Seketika perkataan intan berhasil membuat detak jantung Afifah berdebar kencang.

"Intan,,, please jangn mulai deh, Afifah memohon ketika dirinya mulai tak nyaman membahas masalah ini.

"Dokter Galvyn sebenarnya pernah meminta izin untuk ke jenjang yang lebih serius fah Kepada ayahmu" sontak perkataan intan membuat Afifah terdiam.

Jantungnya berdetak kencang, napasnya mulai sesak mendengar perkataan sahabatnya itu.

"Tan, aku gak suka becanda kayak gini" kata Afifah dengan suaranya yang gemetar.

"Aku serius fah, dokter Galvyn memang pernah meminta untuk seriusin kamu, namun di tolak ayah kamu," pernyataan dari intan membuat hati Afifah sakit.

Afifah bingung, kenapa ayahnya tidak memberitahu kalau dokter Galvyn pernah meminta untuk ke jenjang yang lebih serius.

"Fah, kamu baik-baik saja kan?" Tanya intan sambil menggoyangkan bahu Afifah.

"Dari siapa kami tau Tan?" Tanya Afifah karena masih penasaran.

Tidak   mungkin jika dokter Galvyn sendiri yang memberi tahu intan.

"Suamiku fah, apa kamu lupa jika suamiku teman dekatnya dokter Galvyn?" Tanya intan.

Afifah pun baru sadar, lalu Dumai intan, Rifqi adalah teman akrab dokter Galvyn sejak SMA.

"Kamu tau Tan, kenapa ayahku menolak niat baik itu?" Tanya Afifah.

"Intan menggelengkan kepalanya,dia merasakan penasaran yang di rasakan Afifah sekarang.

Sesaat ia merasa bersalah karena telah memberitahu Afifah.

"Fah, maaf kalau perkataanku tadi membuat hati kamu sakit, setidaknya kamu tahu, kalau dokter Galvyn juga mencintaimu'" jelas intan

"Nggak apa-apa, Tan malah aku berterimakasih, karena kamu telah memberitahu soal itu". Afifah memaksa senyum pada intan.

Sakit yang di rasakan hatinya sekarang,namun mau Gimana? Ini rencana Allah untuk dirinya.

" Ya Allah hamba terima jika memang jalan yang paling baik yang engkau gariskan untuk hamba"

"Sabar fah,kau jodoh gak akan kena kok," kata intan mencoba menghibur Afifah.

Afifah  memaksakan senyumnya.

"Lanjut makan deh Tan, katanya kamu ngidam pengen makan disini, pilih gih yang pingin si dedek bayi makan," kata Afifah mencoba mengembalikan suasana.

Intan tersenyum, lalu kembali menatap menu dan memesan makanan yang ingin dimakannya.

Begitupun dengan Afifah, dia memesan makanan yang dapat mengganjal perutnya yang belum di isi sejak pagi.

----+++++----

Hari ini Afifah tidak bekerja di rumah sakit, karena sekarang adalah jadwalnya untuk kuliah.

Beruntungnya dia masih diperbolehkan Bekerja di rumah sakit itu setelah dia meminta izin untuk la jut pendidikannya.

Setidaknya, gaji yang dia dapat selam bekerja di rumah sakit dapat menutupi biaya kuliah.

Afifah Az-Zahra, dokter muda yang dapat menyelesaikan sarjana dokternya selama empat tahun, betapa pintarnya dia, rata-rata dokter akan menghabiskan waktu tujuh tahun untuk menyelesaikan S1-nya.

Di umurnya yang ke dua puluh tiga tahun ini, dia melanjutkan pendidikannya di bidang spesialisasi anestesi, dan sekarang adalah semester kelima.

Berbeda dengan galvyn Aditama, dokter muda yang tampan dia menyelesaikan S1 dan spesialis bedah di Cairo Mesir saat umurnya yang terbilang cukup muda, yaitu dua puluh empat tahun, tidak heran jika banyak dokter yang kagum pada dirinya.

Kembali pada Afifah, pagi ini dia memakai kecepatan Supernya untuk mandi.

Karena Afifah sedang berhalangan, ia menambah jam tidur paginya itu dan menyebabkan dirinya telat bangun dan terlambat.

Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah sembilan, dia masih memiliki waktu sepermpat jam untuk sampai kampus.

"Non, nggak sarapan dulu?" Tanya bi yurni selaku pembantu di rumah Afifah. BI yurni melihat Afifah turun tangga dan berjalan dengan tergesa-gesa menuju pintu keluar.

"Enggak bi, Afifah sudah terlambat," katanya lalu memanggil pak Harto, sopir keluarganya.

"Pak,sepermpat jam sampai kampus bisa nggak pak? Afifah sudah terlambat soalnya," tanya Afifah

"Siap non. Bapak yakin non nggka akan terlambat," kata pak Harto mengacungkan jempolnya.

"Hati-hati ya pak," kata Afifah ketika laju mobil pak Harto di luar batas normal.

"Tenang non." Pak Harto terkekeh melihat wajah cemas Afifah.

Dengan kecepatan mobil yang di atas normal. Afifah pun sampai ke kampus tepat pada waktunya.

Setidaknya dia tidak dimarahi oleh dosen killer yang ngajar hari ini.

Kuliah berakhir pukul dua siang, Afifah melangkahkan kakinya menuju kantin, karena perutnya yang sudah bergemuruh .

Dia pun duduk di salah satu kursi sambil melihat menu makanan.

Tiba-tiba ponsel Afifah berdering. Nama Dara saquel tertulis di layar ponsel itu.

Di dalam panggilan

"Assalamualaikum,dar, sapa  Afifah

"Waalaikumussalam, fah, kamu sekarang ada di mana? Hari ini kamu tidak dinas?"

"Hari ini aku ada jadwal kuliah dar, tapi udah selesai sih. Kenapa dar?"

"Oh, kaku kuliahnya udah selesai, kamu sekarang langsung ke rumah sakit aja, ini darurat.

"Darurat? Ada apa dar? Tanya Afifah bingung.

 

"Kamu kesini aja".

 

"Baiklah, aku ke sana sekarang. Aku tutup dulu ya dar, assalamualaikum," kata Afifah lalu mematikan sambungan.

Afifah pun berdiri dari duduknya, selera makannya pun mendadak hilang karena mendengar perkataan dara

Dengan langkah cepat, Afifah menglangkahkan kakinya menuju gerbang, di sana telah ada pak Harto yang menunggunya.

"Ke rumah sakit ya pak!" Perintah Afifah saat baru saja masuk mobil.

Harto mengangguk, lalu mobil pun melaju membelah jalanan menuju rumah sakit.

Afifah kembali mencoba menghubungi dara, menanyakan di mana posisi dara sekarang. Namun, dara tidak mengangkat panggilannya sama sekali.

"Setelah sampai di rumah sakit Afifah melihat dara yang baru saja keluar dari ruangan pasien.

Afifah pun menghampiri dara.

"Ada apa sebenarnya, dar? Jangan buat aku panik kayak gini,coba jelaskan ada apa?" Tanya Afifah

" Fah, kamu di panggil ke ruang staf medik, aku yakin ini ada sangkut pautnya dengan masalah operasi tiga hari yang lalu," kata dara.

" Afifah menautkan alisnya, ini juga di takutkannya.

Sebab secara tidak langsung dia telah melanggar aturan di rumah sakit ini.

" Aku sebenarnya sudah menduga ini sejak awal dar, tapi ya karna aku di paksa saat itu oleh dokter Galvyn, jadinya mau tidak mau aku harus menurutinya"

"Iya memang benar sih kata kamu fah harus menuruti kemauan dokter Galvyn"

"Saat itu siang itu juga, dokter anestesi emang gak ada yang tugas dar makanya aku jadi asisten dokter Galvyn, kalau gitu aku pergi dulu," kata Afifah yang diangguki oleh dara.

Afifah pun melangkahkan kakinya menuju ruangan kepala bidang

Kecemasan menyelimuti hati Afifah, rumah sakit ini memang memiliki aturan yang sangat ketat. Setiap yang melanggar aturan tersebut pasti mendapatkan hukuman

'ya Rabb, bantu hamba menyelesaikan masalah ini ya rab' batin Afifah.

Afifah pun dengan pelan mengetuk pintu itu,lalu membukanya ketika telah dipersilahkan. Di sana sudah ada dokter Alfian yang menatap dirinya dengan tajam.

Dokter Alfian adalah dokter spesialis jantung yang juga merangkup sebagai dosen Afifah saat di kampus. Inilah dosen yang Afifah bilang killer itu.

pembelaan

-cinta tau pemiliknya siapa, sejauh       apapun jika memang di takdirkan berjodoh maka dia akan dekat---

Afifah mengetuk pintu itu, lalu membukanya ketika telah dipersilahkan. Di sana sudah ada dokter Alfian yang menatapnya dengan tatapan tajam.

"Assalamualaikum, dok," Afifah menyapa lalu duduk di kursi depan dokter Alfian.

Dokter itu tidak menjawab salam Afifah, ia tidak peduli bahwa tidak menjawab salam adalah dosa.

"Dokter Alfian hanya menatap Afifah tajam seolah ingin membunuh dengan matanya itu.

"Ehem....ada apa ya dok?" Afifah pun memberanikan dirinya untuk bertanya.

"Kamu masih bertanya? Ada apa? Kamu enggak sadar apa kesalahanmu itu sehingga saya manggil kamu dan dengar dengan baik ya, kamu itu sudah melanggar aturan rumah sakit ini fifah," kata dokter Alfian dengan nada yang tinggi.

Afifah hanya menunduk tidak berani menatap dokter Alfian. Sudah lama dia berharap agar tidak berurusan dengan dokter Alfian sekaligus dosennya yang dia anggap killer di kampus.

Tidak mungkin menang jika telah berdebat dengan dokter Alfian.

"Saya melakukannya karena tidak punya pilihan lain dok" Afifah memberi penjelasan.

"Ha? Tidak punya pilihan katamu? Bagaimana jika pasien meninggal karena ulah kamu? Tanya dokter Alfian.

"Alhamdulillah pasien dapat di selamatkan dok," jawab Afifah.

"Memang pasien selamat, itu karena keberuntungan sedang berpihak padamu. Kamu tidak tahu kalau pasien itu dulunya pasien VIP? Kalau terjadi hal buruk pada pasien itu Karena tindakanmu, maka rumah sakit ini dapat di gugat," terang dokter Alfian sambil menatap tajam Afifah.

"Saya sedang menempuh pendidikan sebagai dokter anestesi, dok. Saya sudah belajar jika mendapatkan pasien seperti itu di kampus. Saya melakukan hal yang benar selama di ruang operasi," kata Afifah mencoba menjelaskan.

"Kamu itu masih dalam kategori mahasiswa spesialis anestesi, akan tetapi bukan dokter anestesi!" Bentak dokter Alfian.

"Dan kamu seenaknya masuk ke ruang operasi sebagai dokter anestesi?" Tanya dokter Alfian.

"Saya bisa masuk ke ruang operasi atas dasar permintaan dari dokter bedah dok, karena dokter anestesi tidak ada yang dinas siang itu," kata Afifah lagi.

"Yang namanya peraturan tetap peraturan, karena kamu telah melanggar kamu tidak diizinkan bekerja di sini selama dua Minggu, dan di hitung mulai besok dan juga hajimu akan di potong"

Entah kenapa Afifah sedikit sangat kesal dengan sikap dokter Alfian.

"Silahkan keluar!" Perintah dokter Alfian.

" Afifah menunduk bungkam. Tidak bekerja selama dua Minggu dan gajinya di potong. Afifah merasa ini sudah keterlaluan.

Lagi pula dia melakukan operasi itu untuk menyelamatkan nyawa pasien.

"Permisi," kata Afifah lalu pergi meninggalkan ruangan dokter Alfian.

Saat tiba di pintu, sesaat Afifah kaget karena yang membuka gagang pintu dari luar dokter Galvyn.

"Dokter Galvyn?" Afifah menyebut nama yang ada di depannya saat ini.

"Ayo ikut saya masuk lagi!" Perintah dokter Galvyn.

Afifah pun mundur, langkahnya kembali memasuki ruangan itu.

"Selamat malam dokter Galvyn. Ada apa gerangan kesi menemui saya?" Tanya dokter Alfian sambil menjabat tangan dokter Galvyn.

"Afifah kenapa kamu masih di sini, bukannya tadi saya suruh kamu keluar dari ruangan saya!" Tanya  dokter Alfian sambil menunjuk pada Afifah.

Afifah pun kaget melihat dirinya di tunjuk begitu di depan dokter Galvyn.

"Afifah, yang membantu saya saat operasi tiga hari yang lalu dok. Disini saya akan meluruskan kesalahpahaman ini," jelas dokter Galvyn.

"Jika tujuan kamu kesini, hanya membelanya lebih baik kamu keluar saja dari ruangan saya," perintah dokter Alfian pada Galvyn.

Afifah merasa tak nyaman ketika perutnya terasa perih. Ia berusaha menahan rasa sakit dan bersikap biasa.

" Saya yang meminta dokter Afifah untuk menjadi dokter anestesi pada siang itu dok," dokter Galvyn menjelaskan.

"Kenapa harus dia, kenapa bukan dokter anestesi yang kamu minta? Kamu tahukan kalau Maslah ini tidak bisa dibawa main-main? Pasien itu adalah pasien VIP sebelumnya. Kalau hal buruk terjadi pada pasien, rumah sakit ini bisa digugat," ucap dokter Alfian.

"Pada siang  itu tidak ada dokter anestesi yang dinas. Saya rasa mungkin ada yang tidak beres dengan jadwal Minggu ini," jelas dokter Galvyn.

"Tidak ada yang dinas?" Dokter Alfian pun terheran.

"Iya dok, dan siang itu juga dokter yang jaga di UGD hanya satu orang," kata dokter Galvyn yang membuat dokter Alfian mendadak bungkam.

Afifah yang berdiri di dekat pintu sudah tidak nyaman untuk berdiri, perutnya sangat sakit. Keringat dingin sudh turun dirinya menahan sakit.

"Baiklah kalau begitu, dia saya maafkan. Hukumannya saya Cabu," kata dokter Alfian sambil menatap Afifah.

"Saya harap, jadwal dinas di rombak kembali, karena nanti malam ini ada satu orang yang dinas di UGD," kata dokter Galvyn.

Afifah mendongakkan wajahnya, malam ini dia yang dinas di UGD.

Sesaat hatinya merasa nyaman dengan perhatian yang diberikan Galvyn.

"Iya, baiklah saya akan menghubungi kepala bagian agar merombak kembali jadwal Minggu ini," jelas dokter Alfian.

Galvyn tersenyum. Masalah ini akhirnya dapat terselesaikan. Betapa paniknya dia ketika mendapatkan kabar dari rekannya bahwa Afifah di panggil kepala bidang karena Masalah operasi tiga hari lalu.

Dengan tidak langsung, Afiah senang kalau hukumnya di cabut.

"Kalau begitu saya permisi dok," Galvyn lalu keluar dari ruangan dokter Alfian dan diikuti oleh Afifah dari belakang.

"Dokter makasih," Afifah mengucapkan terima kasih ketika mereka berjalan beriringan.

"Iya, maafkan saya, yang juga memaksa kamu untuk ikut dalam operasi itu," kata galvyn.

"Tidak apa dok, keselamatan pasien memang harus diutamakan," kata Afifah yang membuat Galvyn tersenyum.

Dia tidak pernah salah ketika menjatuhkan hatinya ada Afifah, Galvyn sudah lama  dia menaruh hati pada gadis berhijab itu.

Langkah dokter Galvyn mendadak terhenti ketika menyadari Afifah tidak jalan di sampingnya lagi.

Dia pun menoleh ke belakang dan terkejut bahwa Afifah sudah jatuh pingsan.

Dokter Galvyn pun bergegas menghampiri gadis itu, lalu menepuk pelan pipi Afifah Agara gadis itu bangun.

"Afifah...Afifah, panggil dokter Galvyn, namun tidak ada reaksi dari Afifah.

Seketika saat itu pun, dokter Galvyn sangat panik, dilihatnya di sekeliling koridor, berharap ada perawat yang lewan. Namun nihil, koridor ini sangat sepi.

Ya Allah, hamba minta ampun padamu

    Jika hamba menyentuh yang bukan mahrom bagi hamba, tolong maafkan hambamu ini ya Allah, batin Galvyn.

 Lalu Galvyn menggendong Afifah ala bradelstyle, dan bergegas menuju lift dan memencet angka dua.

Walaupun sudah berada di lift, dokter Galvyn masih panik melihat Afifah yang belum sadar juga.

Tinggg

Bunyi lift terbuka, perawat yang melihat langsung menghampiri dokter Galvyn yang sedang membaringkan tubuh mungil Afifah di salah satu ranjang kosong.

Dengan segera dia mengeluarkan stetoskop dan memeriksa keadaan Afifah

Jangan Galvyn berdetak tak karuan, berharap kalau gadis yang ada di hadapannya itu baik-baik saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!