NovelToon NovelToon

Mr. Vampire, I Love You!

1. Awal Petaka Bagi Alice

Mr. Vampire, I Love You!

episode 1

Sebuah mobil mercy warna putih melaju tak terkendali.

"Ayah, apa yang terjadi?" Suara sang istri terdengar panik. Dia duduk di samping kursi kemudi.

"A-aku juga bingung, aku sudah menekan pedal rem ini!" Pria itu menatap wajah sang istri dengan nanar.

Dia juga menoleh ke arah kursi belakang tempat dua putrinya berada dan saling berpelukan.

"Maafkan ayah," lirih pria itu yang akhirnya menyerah.

Mobil tersebut meluncur menabrak tebing lalu menikung dan menghantam pembatas jalan di seberangnya. Mercy putih itu terjun bebas menuju jurang yang di bawahnya lautan lepas. Mobil itu meluncur bebas menghantam bebatuan karang di sisi kemudi lalu membaur dengan gelombang laut. Pegangan tangan yang erat antara Alice dan adiknya terlepas.

Tak ada lagi asupan oksigen yang bebas. Pandangan Alice tertampar buih gelombang lautan lepas. Gadis berparas ayu berusia dua puluh tahun itu masih tersadar dan mencoba keluar dari dalam mobil. Dia menatap wajah sang ayah dan ibunya yang sudah bersimbah darah akibat benturan. Sang adik di sampingnya juga tak sadarkan diri.

Suara pecahan kaca jendela mobil terdengar. Seorang pria yang tak Alice kenal menarik tangan gadis itu untuk keluar. Namun, Alice masih berusaha untuk meraih tangan adiknya yang tak tergapai lagi. Pria tampan bertubuh tegap dan kekar itu membawa Alice berenang ke permukaan. Kulit wajah pria itu berpendar terkena sinar matahari. Alice ingin melihatnya lebih saksama tetapi kedua mata lentik itu tak lagi sanggup untuk membuka seiring kesadarannya yang mulai menghilang.

***

Pagi hari sebelum kecelakaan.

Alice, gadis cantik berusia dua puluh tahun itu melangkah ke area dapur rumahnya. Dia menghampiri sang ibu yang sedang menyiapkan bekal.

"Alice, tolong keluarkan cheese cake dari oven itu!” titah sang ibu.

“Okay, Mommy!”

"Terima kasih, putri cantiknya Mommy. Bagaimana kegiatan libur kuliahmu, Nak? Kegiatan apa yang hendak kau lakukan selama liburan ini?" tanya Nyonya Mary.

"Ummm … sebaiknya aku membantu Mommy saja di toko kue kita.”

"Wah, boleh juga. Kau bisa membantu Mommy menggantikan Ella yang memilih ikut ibunya bekerja di istana,” tukasnya.

“Mommy, Al, lihat ini!” Alena si adik perempuan Alice yang berusia dua belas tahun itu datang seraya menyalakan TV di ruang dapur. Ia meraih segelas susu di atas meja yang memang sudah disiapkan untuknya.

Suara ayahnya yang bekerja sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan di Istana Kerajaan New Silk terdengar. Malam tadi ada kabar ******* dari Kerajaan West Bloom yang akan menyerang istana. Kedua kerajaan tersebut memang sedang ramai bertikai pasca perebutan wilayah perairan dan pulau di perbatasan dua kerajaan tersebut.

"Daddy kita keren, ya?” Alice selalu bangga memiliki ayah tampan dan berwibawa.

"Tentu, pastinya! Sayangnya Daddy melarang kita membanggakan dia di sekolah. Padahal aku ingin sekali mengaku sebagai putri dari Menteri kerfajaan,” ucap Alena.

“Sayang… daddy kalian hanya ingin melindungi privasi keluarganya. Dia tak mau kehidupan kita terlalu terekspos bahkan bisa membahayakan keselamatan kita,” ucap Nyonya Mary.

"Apa kalian membicarfakan aku?" Suara berat seorang pria terdengar memasuki area dapur.

Ayah tampan bertubuh tinggi dan tegap itu tertawa seraya melangkah menuju istrinya dan memberi kecupan di pipi lembut wanitanya.

"Yess, Dad! Kau keren!" seru Alice seraya menunjukkan dua ibu jarinya.

"Selamat ulang tahun putri cantiknya Daddy!” Tuan Morgan memberi kecupan di kepala Alice seraya memeluknya dari samping.

"Terima kasih, Daddy yang paling tampan di dunia!”

“Kau mau kado apa?” tanya Morgan.

“Hadiah berlibur bersama kalian ini saja sudah menjadi hadiah terbaik bagiku karena kita jarang berkumpul seperti ini,” ucap Alice.

“Uuuhhh… kau membuatku merinding karena terharu,” celetuk Alena dengan niat mencibir.

“Awas kau, ya!” Alice lantas mengejar Alena.

“Sudah-sudah, hentikan! Ayo, kita sarapan dulu lalu bantu Ibu menyiapkan bekal. Kita akan mendaki hari ini dan bersenang-senang, bukan begitu Suamiku?" Nyonya Mary mengedipkan satu matanya pada sang suami.

"Tentu saja, Istriku Sayang. Mungkin ini terakhir kalinya kita akan piknik bersama karena minggu depan jadwal kerjaku akan sangat padat dan sibuk," tutur Tuan Morgan Jhonson.

Alena dan Alice lantas duduk di kursinya masing-masing. Mereka langsung menurut karena tak sabar menuju ke Bukit Pelangi lalu mampir di Pantai Pasir Putih yang ada di bawahnya. Momen kebersamaan bersama keluarga itu memang sangat jarang terjadi karena ayahnya merupakan Menteri Pertahanan dan Keamanan di Kerajaan New Silk, sedangkan ibunya merupakan pengusaha toko bakery yang sukses.

“Happy anniversary, Mom and Dad!” seru Alice dan Alena.

Alice menatap keluarganya satu persatu seraya menikmati sarapan pagi bersama yang menyenangkan itu. Gadis itu bersyukur karena lahir dan tumbuh di keluarga sempurna. Hari itu, mereka akan pergi berlibur untuk merayakan ulang tahun Alice yang bertepatan dengan ulang tahun pernikahan orang tuanya.

Alice lahir di keluarga harmonis dan berkecukupan karena sang ayah, Tuan Morgan Jhonson merupakan salah satu orang penting di kerajaan. Namun, Morgan sangat protektif terhadap keluarganya. Pria itu menyembunyikan identitas istri dan kedua putrinya dari sorotan media dan khalayak ramai.

Keluarga Alice sampai di sebuah pantai nan indah. Kebahagiaan terpancar di wajah kedua gadis cantik itu. Alice mendekat pada sang adik yang tengah membaca suatu jurnal.

"Kau baca apa?" tanya Alice.

"Buku tentang vampir. Kak, apa kau percaya kalau zaman sekarang masih ada vampire?" Alena menunjukkan buku yang ia baca.

"Ayolah, Alena! Kau membuatku tertawa saja," sahutnya.

"Tapi, aku percaya. Kau tahu peternakan domba milik ayahnya Suzzy? Para domba mati dan seolah darahnya habis dihisap. Aku juga dengar dari Kak Ella kalau polisi menemukan mayat di dalam hutan yang di bagian lehernya ada gigitan binatang buas tetapi kulit tubuhnya mengering seolah darahnya habis terhisap," jelas Alena.

"Sudahlah, Al. Kau itu terlalu terobsesi dengan cerita seperti itu," tukas Alice.

Nyonya Mary lantas memanggil kedua putri cantiknya untuk datang menyantap makan siang yang sudah ia siapkan. Sementara itu, suaminya sedari tadi asik menangkap gambar keluarganya dan pemandangan alam sekitar. Sang menteri pertahanan itu memang menyukai hobi fotografi akhir-akhir ini.

***

Sementara itu di sebuah bukit, tampak dua orang pria yang hanya mengenakan celana jeans tampak berjemur di bawah terik matahari.

"Tuan Luke, ini rasanya sakit! Aaargghh kulitnya terbakar!" pekik pemuda berusia 23 tahun bernama Arthur.

"Kau harus berlatih lagi menahannya, Arthur!" tukas Luke, pria yang usianya tetap berada di 35 tahun padahal sudah beberapa abad lamanya.

"Kenapa kau menjadikan aku vampir seperti ini, sih?" keluh Arthur.

"Justru kalau tak begini kau akan mati. Aku juga terpaksa melakukannya. Nanti malam kita akan berburu manusia. Sekarang kita cicipi rusa dulu," titah Luke.

"Tak bisakah aku menjadi vampir yang vegetarian saja?"

Tuan Luke menoleh dengan tatapan tajam pada Arthur.

"Okay, okay." Arthur langsung bergegas memasuki pondok di atas bukit itu.

...*****...

...To be continued...

2. Keluarga Morgan Smith

Episode 2

Arthur sempat melihat ke arah Keluarga Jhonson yang tampak bersenang-senang di pantai tersebut. Dia melihatnya dari atas bukit. Ada rasa iri dan sedih ketika ia mengingat seharusnya keluarganya masih bersama seperti itu. Ketika Tuan Luke memanggilnya lagi, Arthur segera bergegas.

Di tepi pantai itu, Alice sedang menatap keluarga bahagia di hadapannya. Ia sangat bersyukur pada Tuhan karena telah diberikan keluarga yang sempurna dan selalu bahagia. Seolah, dia tak ingin waktu kebersamaan yang indah itu akan berakhir.

Kegiatan liburan keluarga Morgan Jhonson berakhir. Senja di ufuk barat mulai menyapa. Hari mulai petang. Morgan melirik waktu yang berdetak di arloji tangan kirinya itu.

"Ayo, bergegas! Sudah jam lima sore, nih!" serunya pada tiga wanita tersayangnya yang masih asyik berbelanja souvenir.

"Iya, sebentar, Dad Sayang!" Seru sang istri.

Setelah puas memilih souvenir, ketiganya masuk ke dalam mobil jaguar hitam yang dikendarai sang ayah. Sepanjang perjalanan pulang mereka asyik bernyanyi bersama sesuai musik yang diperdengarkan di radio mobil.

Namun, hal yang tak akan pernah Alice duga sebelumnya terjadi. Saat melewati jalan yang menurun, tiba-tiba terdengar letusan dari dua ban mobil bagian depan dan belakang yang dikendarai Tuan Morgan. Pria itu yakin ada yang sengaja menembak ke arah mobilnya dari atas bukit. Dia kesulitan untuk berhenti. Pedal rem yang diinjak tak merespon sehingga membuat pria itu tak bisa mengendalikan laju mobil lalu menabrak pembatas jalan dan jatuh membentur karang dan masuk ke lautan lepas. 

...***...

Alice terbangun di sebuah taman bunga mawar kegemaran ibunya. Ayah, ibu dan Alena sedang menatap ke arahnya sambil mengulas senyum terindah. Lalu, ketiganya bergandengan pergi menjauh.

"Kalian mau ke mana? Tunggu aku!" seru Alice.

Mary menoleh, "Nak, belum saatnya kau ikut dengan kami. Maafkan kami, ya. Kau harus melanjutkan hidupmu sendiri dulu."

"Bahagialah, Nak!" ucap Morgan menimpali.

"Kakak harus berjuang. Kau tahu kan, kalau kami sayang sekali dengamu." Alena melambaikan tangannya seraya tersenyum.

"Tunggu aku! Kenapa kalian tinggalkan aku? Aku benar-benar tak mengerti dengan apa yang kalian katakan. Tunggu aku!" pekik Alice.

Tiba-tiba, seseorang menepuk bahu Alice seraya memanggil namanya.

"Syukurlah, kau akhirnya sadar juga," ucap seorang wanita berusia empat puluh tahun yang menggunakan kacamata itu.

"Tante Tina, aku ada di mana?" tanya Alice.

Tubuh gadis itu terasa sangat sakit apalagi di bagian kepala yang ia coba sentuh. Perban putih sudah melilit di dahinya. Gadis itu juga memakai penyangga leher yang membuatnya sulit untuk menoleh.

"Kau ada di rumah sakit, Al."

"Apa? Aku di rumah sakit?"

"Iya, Al. Apa kau lupa kecelakaan tiga hari yang lalu?" tanya Tina, adik ipar dari orang tuanya.

Gadis itu coba menggali lagi pikirannya yang melayang menuju tiga hari lalu. Kecelakaan maut itu rupanya merenggut nyawa keluarganya. Alice berhasil selamat setelah seorang pria menarik tubuhnya dari dalam mobil sebelum mobil itu meledak menghantam tebing. Ia tak begitu jelas melihat wajah pria itu karena ia langsung tak sadarkan diri.

Paman Andrew masuk ke kamar perawatan Alice. Dia merupakan adik tiri ayahnya dan satu-satunya keluarga yang ia punya saat ini. Keluarga gadis itu bukanlah keluarga besar. Pasca kecelakaan tersebut, Alice sangat sedih karena kehilangan keluarganya. Alice tinggal dengan paman dan bibinya yang ternyata berniat jahat. 

Mereka menghamburkan harta peninggalan ayahnya. Suatu hari, gadis itu mendengar penuturan Paman Andrew kalau ayahnya Alice yang bekerja sebagai menteri pertahanan dan keamanan di kerajaan, dianggap sebagai penghianat kerajaan dan diduga menjual informasi penting kerajaan ke pihak musuh. Tak ada lagi penghormatan baginya dan keluarga Jhonson. Mereka diasingkan ke Desa Pelangi.  

Alice sangat terpukul dan terpaksa mengikuti paman dan bibinya. Dia bahkan sempat mengalami depresi dan hampir menghabisi nyawanya sendiri. Akan tetapi, sahabatnya yang bernama Mark Adams datang menolongnya. Mark merupakan anak dari Menteri Pertahan dan Keamanan yang baru di kerajaan New Silk. Mereka bersahabat sejak sekolah dasar dan tingkat sekolah menengah pertama. Sayangnya saat tingkat sekolah menengah atas, Mark pindah.

“Mark, kau bekerja di istana, kan?” tanya Alice.

“Aku memang sedang membantu tugas ayahku memimpin para pengawal kerajaan. Memangnya kenapa. Al?” tanyanya.

“Bawa aku pergi dari sini. Aku ingin masuk ke istana dan menguak kebenaran tentang ayahku,” ucap Alice.

“Tapi, Al—”

“Mark, aku mohon … Kau mau ya membantuku?” Alice menatap Mark dengan tatapan memelas.

“Baiklah.” 

Alice mengikuti Mark. Dia bertemu dengan Ella dan Ibu Rose yang akan membantunya mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan istana. Alice akan menyamar sebagai pelayan di kerajaan untuk menyelidiki kasus ayahnya. Alice ingin nama baik ayahnya kembali dan membuktikan pada pihak kerajaan kalau ayahnya tak bersalah dan bukan pengkhianat.

"Ini Pangeran Arthur Smith, calon Raja New Silk yang baru," ucap Mark.

"Pangeran? Raja yang baru?" Alice mengernyit.

"Iya, Al. Setelah aku telusuri, keluarga kalian mengalami sabotase dan menyebabkan kecelakaan karena ayahmu dianggap pengkhianat," ucapnya.

"Pengkhianat? Daddy-ku selalu berjuang demi kerajaan, Mark!" bentak Alice penuh amarah.

"Entahlah, yang aku dengar dari ayahku memang banyak pemberontakan untuk menggulingkan Raja Smith dan bekerja sama dengan Kerajaan West Bloom. Namun, pihak kerajaan tidak tinggal diam. Mereka kirim pembunuh bayaran untuk membunuh para pengkhianat dan salah satu tertuduhnya adalah ayahmu," tukas Andrew.

"Apa mereka punya bukti dengan menuduh daddy pengkhianat? Benar-benar tak masuk di akal dengan hukum kerajaan itu. Sampai sebegitukah ia harus membunuh ayahku dan keluargaku?" Alice tertunduk, bulir bening itu menetes di pipi.

Mark meraih tisu dan memberikannya pada Alice.

...***...

Di istana Kerajaan New Silk.

“Arthur, kau yakin akan pergi pemakaman Tuan Byrne seperti itu?” tanya Ratu Samantha.

“Nenek tau kan kalau aku alergi sinar matahari karena membuatku gatal? Biarkan aku memakai ini,” tutur pria tampan dengan dagu terbelah itu. Ia menaikkan tudung mantelnya sampai menutupi kepala.

“Terserah kau saja, yang penting kau datang.” Sang ratu lantas masuk ke dalam mobil jaguar hitam didampingi dengan Tuan Bernard Adams dan putranya, Mark Adams.

Sementara itu, Arthur memakai mobil kerajaan satunya didampingi pengawal Bernama Tuan Liam. Arthur memanggilnya Paman Liam, orang kepercayaan ayahnya sejak ia kecil.

Setelah menghadiri pemakaman salah satu pejabat istana akibat serangan yang diduga berasal dari West Bloom, Arthur meminta Paman Liam untuk membawanya kembali ke istana lebih dulu tanpa pengawalan. Namun, saat di perjalanan pulang, mobil yang ditumpanginya mengalami pecah ban.

Saat sedang menunggu perbaikan seraya memainkan ponselnya, Arthur tersentak kala ketukan di kaca jendela mobil terdengar berkali-kali dan membuatnya menoleh.

...***** ...

...To be continued....

3. Pertemuan

Episode 3

Brak! Brak! Brak!

"BUKA PINTUNYA!"

Alice berteriak meminta tolong dibukakan pintu nobil karena mengaku dikejar oleh beruang. Arthur memang melihat sosok beruang di atas bukit sedang mengintai, ada seorang pria misterius di samping hewan itu yang mendadak pergi begitu saja. Para pengawal tadinya hendak melarang Alice masuk, tetapi Arthur mempersilakan gadis itu untuk masuk.

“Terima kasih, Tuan. Anda baik sekali. Hampir saja aku mati dimakan beruang,” ucapnya.

“Sedang apa kau di tempat seperti ini?” tanya Arthur, masih dengan kepala yang ditutupi dengan tudung.

“Aku tadi ikut bibiku ke pasar, tapi aku tersesat. Ponselku juga mati. Duh, dia pasti khawatir padaku.” Alice berbohong.

“Kau tak tahu siapa aku?” tanya Arthur.

Alice menelisiknya secara saksama.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya, ya?” tanya Alice.

“Aku rasa tidak. Kau mau ke mana?” tanya Arthur.

“Aku mau ke istana, aku bekerja di sana,” sahut Alice.

Arthur mengernyit. Namun, dia diam saja. Entah Alice yang terlalu bodoh atau emang tak peduli. Pasalnya dia menaiki mobil istana yang jelas-jelas terdapat bendera kecil dengan simbol bergambar kepala singa.

Setelah mobil itu selesai diperbaiki, Arthur meminta Tuan Liam melajukan mobilnya. Mendadak seketika, sang sopir menghentikan laju mobil yang dikendarainya secara tiba-tiba. Alice sampai jatuh dan menabrak kursi di depannya.

"Pangeran, bagaimana ini?" Sang sopir menoleh pada Arthur. Wajahnya terlihat ketakutan.

Mobil Arthur dihadang oleh mobil sedan hitam. Dua orang pria bertopeng turun dari dalam mobil itu. Mereka melayangkan tembakan.

Dor! Dor! Dor!

Serangan peluru menghujani kaca depan mobil jaguar tersebut. Sang sopir terkena tembakan di tangannya dari seorang pria berjaket hitam dan menggunakan topeng itu. Alice berteriak ketakutan, tetapi Arthur langsung menarik gadis itu untuk tetap bersembunyi.

Arthur mengeluarkan revolver dari bagian belakang punggungnya. Dia melesatkan peluru tersebut ke pada siapa pun yang mendekat. Arthur sempat terkena terjangan peluru di bahunya. Alice melihatnya. Gadis itu semakin ketakutan dan merasa hari itu dia akan mati. Namun tak lama kemudian, dua mobil sedan hitam datang mendekat.

Sekumpulan pria turun dari dua mobil tersebut dan menyelamatkan pangeran. Suara senjata api bersahutan di telinga Alice. Arthur menarik gadis itu keluar dari mobil dan menuju ke mobil lain.

“Selamatkan Paman Liam dan bawa gadis ini pergi!” seru Arthur.

Alice lantas dibawa pergi oleh salah satu pengawal kerajaan.

...***...

“Permisi, ada yang bisa saya bantu, Nona?” tanya salah satu penjaga dari balik pagar.

“Iya, Pak, tentu ada. Saya pelayan di sini, kalau tidak percaya tanya saja Bu Rose!” jawab Alice.

“Sebentar saya coba tanya Bu Rose," ucapnya.

Pria itu menghubungi seseorang di dalam rumah melalui intercom di ruang satpam. Tak lama kemudian, ia datang menghampiri Alice. Dia mempersilahkan mereka untuk masuk. Kaki ramping gadis itu mengikuti si penjaga masuk ke dalam istana. Perjalanan yang cukup melelahkan dari depan pagar istana sampai ke dalamnya. Kedua bola mata lentik Alice, menelisik setiap sudut istana dan mempelajarinya agar tak gampang tersesat lagi.

Seorang wanita paruh baya berusia enam puluh tahun melihat Alice saat masuk ke halaman belakang. Wanita itu menghentikan Alice dan meminta pelayannya untuk memanggil Alice.

“Kau pelayan baru di sini?” tanya sang ratu.

Alice mengangguk lalu memberi hormat. Bu Rose dan Ella langsung menghampiri karena takut Alice salah bicara.

“Maaf, Yang Mulia, dia keponakan saya,” kata Bu Rose berbohong.

“Siapa namamu?” tanya sang ratu tak mengindahkan Bu Rose.

“Nama saya, Alice.” Alice langsung mengulurkan tangannya.

“Apa kau pernah bekerja sebelumnya?” tanyanya lagi.

“Ya, Yang Mulia, saya pernah bekerja," jawab Alice berbohong.

Alice mengamati wanita di hadapannya itu dengan pikiran yang masih berkecamuk. Sosok sang ratu itu meski usianya lebih darti setengah abd tetapi masih terlihat sangat cantik dan warna iris biru itu mirip dengan warna mata milik Arthur tempo hari yang pernah Alice lihat.

"Ratu Samantha, lihatlah dia cocok sekali dengan yang Anda cari untuk menjadi pelayan Pangeran Arthur," ucap Bu Rose menunjukkan Alice.

"Kau betul juga, Rose. Aku suka gadis ini. Suruh dia mempelajari aturan menjadi pelayannya Arthur!" titahnya.

"Hah? Tadi Yang Mulia bilang apa?" tanya Alice.

Ratu Samantha hanya tersenyum menanggapi.

Alice lantas diminta mengikuti Ratu Samantha.

Pria yang Alice kenal datang mendekat. Dia berbisik pada sang ratu dan memberitahu kalau Arthur mengalami penyerangan. Alice teringat kalau Arthur tadi terkena tembakan di bahu.

“Bagaimana dengan luka tembak pada pangeran?” tanya Alice.

“Arthur terkena tembak? Mark apa Arthur terluka?” Sang ratu langsung menoleh pada Mark. Raut wajahnya panik kala mendengar penuturan Alice.

“Sepertinya tidak, Yang Mulia. Pangeran Arthur baik-baik saja,” tutur Mark menoleh pada Alice dengan raut wajah tak mengerti.

Alice jadi mengernyit mendengarnya. Padahal ia yakin sekali kalau Arthur terkena tembakan.

Ratu Samantha lantas tersenyum dan berkata pada Alice, “kau pasti salah dapat informasi.”

Alice terdiam cukup lama.

“Ayo, Alice, aku bawa kau mengenal Arthur. Dia adalah cucuku satu-satunya yang paling aku sayang. Sepertinya kau akan cocok jika ku jadikan pelayan pribadi untuk dia,” ucap wanita itu.

Kerutan di sudut kedua matanya terlihat jelas kala ia tertawa.

“Di mana permaisuri, apa sedang menemani Paduka Raja?” tanya Alice.

“Kau belum tahu, ya? Arthur tak punya orang tua sejak satu tahun yang lalu. Adiknya juga meninggal. Tadinya, Arthur sangat manja. Tapi, sejak peristiwa kehilangan itu sikapnya berubah. Dia suka menyendiri dan ketus. Aku masih ragu kalau dia bisa disiapkan sebagai seorang raja," ucapnya.

"Hah? Raja sudah tiada?" tanya Alice, dia menoleh pada Mark yang sepertinya terlupa menceritakan kisah itu.

"Alice, apa kau bisa memasak bubur jagung dengan suiran ayam?” tanya sang ratu.

“Aku belum pernah memasak itu, tapi akan aku coba,” ucap Alice.

“Kau harus bisa memasak itu karena itu adalah makanan kesukaan Arthur, cucu kesayanganku satu-satunya.”

Ratu Samantha lalu memanggil Ibu Rose setelah menunjukkan kamar Arthur pada Alice. Sang pangeran rupanya tengah tertidur.

Ratu Samantha lalu memerintahkan wanita yang berusia lima puluh tahun itu untuk membantu Alice memasak bubur jagung kesukaan Pangeran Arthur. Alice lalu mengikuti wanita yang tubuh lebih pendek darinya menuju dapur. Bu Rose lantas meminta Ella untuk membantu Alice.

“Kau yakin siap bekerja di sini, Al?” tanya Ella saat membantu Alice di dapur.

“Aku yakin, Ella. Cukup rahasiakan saja identitasku,” pinta Alice.

"Eh, apa kau tahu kalau tak ada yang tahan bekerja untuk Pangeran Arthur. Bahkan yang aku dengar salah satu pelayannya menghilang lalu tewas di tepi sungai," bisik Ella.

“Apa?” Alice menghentikan kegiatannya mengupas kulit jagung.

...******...

...To be continued…...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!