NovelToon NovelToon

SANG PEBINOR

Bab 1 - SANG PEBINOR

"Mas, ini tas kerja nya." Ucap Melisa pada suaminya, Dion. Pria tampan dengan wajah datar nan acuh menerima tas kerja dari sang istri tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Mas.."

"Apa?" Tanya nya ketus, namun Melisa sudah terbiasa dengan nada bicara suaminya, seperti inilah caranya bicara pada nya, selalu ketus dan terkesan datar.

"Uang belanja habis." Lirih Melisa.

"Heh, kamu ini boros banget ya. Nyari duit tuh susah, kamu tau nya cuma minta aja." Ucap Dion dengan nada tinggi, membuat Melisa menunduk. Ya, dia memang tidak bekerja. Dia hanya seorang ibu rumah tangga, meskipun dia lulusan terbaik semasa kuliah. 

Tapi, setelah menikah dengan Dion, Melisa ingin mengabdikan dirinya untuk melayani suaminya dan inilah yang dia dapatkan. Cercaan dan hinaan, kata-kata yang tak pantas seorang suami ucapkan pada istrinya.

"Tuh duit, jangan minta lagi seminggu kedepan!" Dion melempar lima lembar uang seratus ribuan ke wajah istrinya, lalu pergi membawa amarah yang menggebu-gebu. 

Pria itu melajukan kendaraan roda dua nya meninggalkan rumah sederhana yang menjadi saksi bisu hampa nya kehidupan rumah tangga nya bersama Melisa, gadis yang dia nikahi dua tahun silam karena perjodohan.

Tak semua perjodohan membawa kebahagiaan, seperti di novel-novel. Nyatanya, itu tak berlaku bagi Melisa dan Dion.

Melisa menahan air mata nya yang hampir menetes, meskipun sudah terbiasa mendapat perlakuan semacam ini, tapi bukan berarti hatinya mati rasa. Melisa tetap merasakan sakit yang teramat di hatinya, membuat nya sesak.

"Kapan kamu akan berubah dan menerima ku, Mas? Sudah dua tahun berlalu, tapi sikap mu masih sama." Gumam Melisa, sambil menggenggam uang yang di lempar suaminya di dada.

Dion Mahessa, pria berwajah pas-pasan berusia 30 tahun bekerja sebagai guru honorer di desa sebelah. Kehidupan di desa, memanglah sederhana tak semua nya harus beli seperti di kota, karena Melisa rajin menanam sayuran di kebun belakang rumah nya.

Melisa Prameswari, wanita cantik nan manis dengan lesung pipit di pipi kanan membuat senyum nya terlihat lebih manis. Di tambah lagi, Melisa memiliki kepribadian yang ramah dan mudah berbaur, membuatnya di sukai banyak orang.

Namun, seperti nya hal itu tak berlaku bagi Dion. Dia menganggap Melisa seperti musuhnya, dia selalu bersikap acuh dan datar pada Melisa. 

Selama dua tahun pernikahan, tak pernah satu kali pun pria itu memperlakukan Melisa dengan baik selayaknya pasangan suami istri. Bahkan selama pernikahan itu, mungkin bisa di hitung jari berapa kali mereka melakukan hubungan intiim.

Melisa mengusap sudut mata nya, lalu menyimpan uang dari suaminya ke dalam dompet. Setelah itu, Melisa pergi ke belakang berniat untuk mencuci baju. Tak ada mesin cuci, jadi Melisa hanya bisa menggunakan papan sebagai alas nya mencuci baju dengan tangan.

"Aduh, lupa kalau sabun nya habis." 

Melisa pun kembali keluar dari kamar mandi, terpaksa lah dia mengambil satu lembar uang yang tadi di berikan suaminya, lalu pergi ke warung yang ada di depan rumahnya.

"Bu, beli sabun cuci nya dua. Sama pewangi nya satu renceng." Ucap Melisa.

"Ini Neng, lima belas ribu."

"Kemarin saya ngutang mie instan dua, sekalian saya bayar ya, Bu." 

"Iya Neng." Ibu itu pun memberikan kembalian nya pada Melisa. 

"Makasih ya, Bu."

"Sama-sama Neng, gak usah sungkan kalau sama ibu ya."

"Iya Bu, kalau begitu saya pergi dulu ya, mau nyuci." Ibu itu pun mengangguk, Melisa kembali pulang ke rumah nya dengan menenteng kresek berisi sabun cuci.

Beruntung nya, pemilik warung itu sangat baik padanya. Sering kali, dia mengutang dulu kalau suaminya belum memberikan jatah belanja mingguan. 

Melisa mencuci pakaian dengan tangan, itu membuat tangan nya kasar karena busa sabun. Tapi Melisa yang awalnya putri yang di manja oleh kedua orang tua nya, kini harus beradaptasi dengan kehidupan baru nya bersama Dion.

Setelah selesai mencuci nya satu persatu, Melisa pun merendam pakaian suaminya dengan pewangi, sedangkan pakaian miliknya tak menggunakan pewangi. Toh, dia hanya di rumah, tak apa hanya menggunakan sabun saja.

Selesai dengan mencuci pakaian, Melisa lanjut menjemur nya di depan rumah. 

"Duhh, laper. Lupa kalo belum sarapan." Gumam Melisa, dia membuka tudung saji di atas meja. Dia menghela nafas nya saat melihat tak ada lauk yang di sisakan oleh suaminya, padahal tadi dia memasak cukup banyak tapi sekarang tak tersisa apapun.

"Hmmm, lain kali aku harus menyimpan dulu untuk ku." 

Melisa pun pergi ke kebun belakang, lalu memetik cabai dan mengambil beberapa sayur seperti kacang panjang dan terong, dia akan menumis sayur itu. Meskipun cukup bosan, tapi dari pada hanya memakan nasi saja, lebih baik makan dengan sayur seadanya.

Dion selalu meminta di masakan makanan enak, seperti ikan atau daging. Paling sederhana itu tahu atau tempe, itupun dia akan berkomentar pedas jika hanya di masakan makanan itu saja. 

Melisa memasak sayuran yang baru saja dia ambil itu, lalu memakan nya dengan lahap karena hari sudah cukup siang untuk sarapan. 

Sore harinya, Melisa keluar untuk menyapu teras rumahnya. Beberapa tukang jualan berlalu lalang, membuat Melisa harus kuat-kuat menahan keinginan nya. Dia harus hemat, agar uang 500 ribu itu cukup hingga satu minggu kemudian.

Jika tukang sayur di desa lain akan berjualan pagi hari, di sini tukang sayur nya berjualan sore hari. Melisa berjalan sedikit menjauh dari rumahnya untuk membeli daging pesanan suami nya. 

"Bang, daging ayam setengah kilo berapa?" 

"Dua puluh ribu, Neng."

"Yaudah, setengah aja." Jawab Melisa, lalu mengambil uang recehan kembalian dari warung tadi.

"Emang nya kenyang makan daging cuma setengah kilo, Neng?"

"Di kenyang-kenyangin aja, Bang. Masih lama gajian soalnya, buat Mas Dion aja, saya mah sama sayur juga laku." Jawab Melisa sambil tersenyum.

"Yaudah, di bonusin sayap sama ceker ya."

"Wahh, makasih bang." Ucap Melisa tersenyum kegirangan. Kebetulan suaminya tak suka sayap atau ceker, jadi dia bisa makan enak malam nanti.

"Sama-sama, Neng."

"Ini uang nya, saya duluan ya Bu ibu." Pamit Melisa ramah, ibu-ibu itu tersenyum lalu menganggukan kepala mereka.

"Kasian ya Neng Meli, dia tuh lulusan kampus terbaik, ehh malah hidup sederhana sama suaminya yang cuma guru honorer." Celetuk salah satu ibu-ibu, dia merasa iba dengan Melisa.

Sikap kasar Dion pada Melisa bukanlah sebuah rahasia lagi, sepertinya seluruh warga pun tau bagaimana Dion memperlakukan istrinya. Hal itu, tentunya mengundang banyak rasa iba, terutama pada Melisa.

Pernah satu hari, Melisa datang membeli sayur seperti hari ini dengan pipi yang lebam, seperti nya bekas tamparan. Namun, wanita itu sebisa mungkin menyembunyikan sikap kasar suaminya, padahal semua orang pun sudah tau.

"Iya, tapi ya itulah jodoh."

"Kalo gak di jodohin, mungkin Neng Meli gak bakal kayak gini."

"Ganteng sih ganteng, tapi kalo sikap nya kayak preman mah buat apa? Kasian ceweknya." Balas yang lain. 

Biasalah, kaum ibu-ibu kalau sudah ngumpul pasti menggosip.

"Ehh, Mas sudah pulang." Melisa menyambut suaminya yang baru saja pulang dengan wajah kuyu nya.

"Kamu ini bisa gak sih dandan sedikit buat nyambut suami pulang kerja? Mana pake baju daster lusuh kayak gini, bau bawang putih. Jaga badan dong, belum juga punya anak tapi udah kucel." Hardik Dion saat melihat istrinya yang nampak kusut. 

"Ta-pi Mas.." 

"Diamlah, aku muak melihat bahkan mendengar suara mu, Mel. Pergilah, buatkan aku kopi." Perintah Dion, Melisa menurut dan pergi dari hadapan suaminya dengan membawa rasa sakit di hatinya. 

......

🌻🌻🌻🌻

Bab 2 - SANG PEBINOR

Melisa membuatkan secangkir kopi untuk sang suami, lalu meletakan nya di dekat suaminya.

"Ini kopi nya, Mas." Lirih Melisa.

"Hmmm, besok berkemaslah." 

"Berkemas? Memang nya kita mau kemana, Mas?" Tanya Melisa heran.

"Aku di pindah tugas ke kota lain, terserah kamu saja kalau mau ikut ya ikut aja, kalau enggak yaudah." Jawab Dion acuh tak acuh, membuat Melisa sedikit merasa kesal pada suami nya ini. 

Kalau mengikuti rasa hati, ingin sekali Melisa tak ikut dan memilih tinggal disini atau pulang saja ke rumah orang tua nya, tapi dia tak bisa melakukan hal itu. Bagaimana pun juga, Dion adalah suaminya dan dia harus mengikuti kemana pun suaminya ini pergi.

Meskipun ajakan nya seolah tak niat, tapi mau bagaimana lagi. Jangankan mengucapkan terimakasih atas kopi yang di buatkan istrinya, menatap nya pun tidak sama sekali.

"Baik, Mas. Besok aku berkemas, jam berapa berangkat nya?" Tanya Melisa.

"Sore, sama mobil dinas." Jawab Dion, sambil menyeruput kopi buatan istrinya dengan perlahan karena masih panas. 

"Masak apa hari ini?" Tanya pria itu lagi. 

"Ayam ungkep sama sambel, Mas." 

"Hmm, siapkan. Aku ingin makan setelah mandi." 

"Iya Mas." Jawab Melisa. Dia pun segera ke dapur menyiapkan makanan untuk suaminya, sedangkan dia akan makan setelah suami nya selesai makan nanti. Karena Dion tak mau kalau mereka harus makan bersama, mungkin wajahnya membuat selera makan pria berwajah standar itu hilang.

Melisa menatap suaminya yang makan dengan lahap dari jauh, pria yang sangat egois. Dia makan sendirian dengan menu enak, sedangkan istrinya hanya dengan sayur atau makanan sisa nya. Untung saja, tadi Abang penjual sayur itu memberikan nya bonus sayap dan ceker ayam. Jadi Melisa bisa makan dengan itu sekarang, kalau tidak seperti biasa dia akan menjadi penonton setia saat suaminya makan.

Dan lebih menyakitkan nya lagi, Dion seperti tak peduli. Dia hanya peduli dengan perutnya saja, tidak dengan perut istrinya. Wanita yang dia nikahi dua tahun lalu, wanita yang rela meninggalkan kehidupan mewah nya demi ikut hidup sederhan bersama nya.

"Aku sudah selesai, kau bisa makan." Ucap Dion setelah menyelesaikan makan malam nya. Barulah, Melisa beranjak dari duduknya lalu memulai makan nya. 

Sudah biasa, Dion selalu makan duluan dan Melisa akan makan terakhir sambil membereskan piring kotor lalu mencuci nya. 

"Jangan lama makan nya, aku menginginkan mu malam ini." Ucap Dion sebelum pria itu pergi dari dapur. Jujur, hati Melisa terasa sakit bak teriris sembilu. Menginginkan nya? Nyatanya, kata itu mampu membuat hatinya sakit. Dari awal, Dion tak pernah menginginkan nya.

Bahkan perawaan nya terenggut setelah mereka menikah delapan bulan. Tak ada malam pertama yang biasa nya di tunggu-tunggu oleh pasangan suami istri yang baru menikah, hari itu Melisa masih bisa berfikir fositif, mungkin saja suaminya belum siap.

Tapi setelah cukup lama, Melisa heran dan mencoba menanyakan nya pada Dion. Bukan jawaban yang dia inginkan yang di dapatkan, namun seperti sebuah hinaan bagi Melisa. 

'Kenapa kau menanyakan hal itu? Apa lubang mu terasa gatal hah? Cihh, memang nya apa yang akan suguhkan padaku, Mel? Aku tak yakin kau masih perawaan!' 

Kata-kata yang masih terngiang dalam ingatan Melisa hingga saat ini. Bahkan setelah melakukan nya untuk pertama kali, Dion melakukan nya dengan brutal hingga membuat miliknya lecet. Melisa kesulitan berjalan beberapa hari, namun apakah Dion peduli? Tidak, sama sekali.

Sakit yang di rasakan Melisa di area miliknya tak sebanding dengan rasa sakit akibat perbuatan pria itu padanya.

"Malah bengong, cepetan makan nya!" Bentak Dion membuat Melisa tersadar dari lamunan nya, wanita itu langsung menyelesaikan makan nya dan segera mencuci piring nya. 

"Sudah bengong nya?" Sinis Dion. 

"Maaf, Mas." 

"Ayo cepetan, udah gak kuat." Dion mendorong istrinya ke kamar, lalu menutup pintu nya dengan keras. 

Dion langsung membuka pakaian nya hingga polos, lagi-lagi dia mendorong Melisa ke atas ranjang, lalu menarik celana bahan istrinya dengan kasar.

"Pelan-pelan, Mas." Pinta Melisa, tapi Dion tak peduli. Dia langsung menarik segitiga bermuda milik istrinya, hingga merobek nya karena menariknya terlalu kencang.

"Mas.."

"Diamlah, berisik." 

Tak ada pemanasan, sekedar berciuman atau menyentuh dada, mencium leher atau semacam nya. Pria itu langsung menekan senjata kecil dan pendek nya ke dalam milik istrinya yang belum basah, tentu saja itu membuat Melisa kesakitan.

"Mas, sakit.." Ringis Melisa, namun lagi-lagi Dion tak peduli. Dia fokus dengan kegiatan nya, terus menekan senjata mungil nya untuk masuk, tak peduli meskipun harus menekan nya dengan keras.

Melisa memejamkan mata nya, dia meremaas seprei sebagai pelampiasan rasa sakit nya, hingga akhirnya senjata mungil suaminya berhasil masuk setelah beberapa menit usaha nya gagal.

Pria itu langsung bergerak maju mundur dengan cepat, membuat Melisa lagi-lagi harus menahan rasa sakit karena gerakan suami nya yang terkesan sangat terburu-buru.

"Mas, pelan-pelan.."

Dion semakin cepat memacu tubuhnya, Melisa juga mulai menikmati permainan suaminya. Tapi, itu hanya berlaku beberapa detik sebelum suaminya muncraat. 

"Aaarrghhhh…" Dion mengerang nikmat sambil terus menekan senjata nya semakin dalam, meskipun begitu senjata nya tetap tak mampu menyentuh titik denyut istrinya, karena faktor ukuran senjata nya yang bisa di bilang kecil.

Melisa menatap suaminya dengan sendu, jujur saja dia belum puas. Bahkan jauh dari kata puas, dia belum merasakan apa yang nama nya klimaaks selama menikah dengan Dion, karena senjata nya tak bertahan lama. Hanya beberapa menit saja, lalu keluar dan selesai.

Dion mencabut senjata nya yang mulai mengkerut, lalu mengelap nya dengan daster yang di pakai Melisa tanpa ekspresi apapun. Setelah selesai, pria itu pun pergi dari kamar meninggalkan istrinya yang masih belum bergerak dari atas ranjang. 

Melisa menatap pintu yang baru saja tertutup itu dengan nanar, baru saja dia merasa keenakan, tapi beberapa detik kemudian dia merasa terhempas karena suami nya malah muncraat duluan.

Melisa bangkit, lalu membuka daster nya yang terdapat bekas cairan suami nya, lalu mengganti pakaian nya dengan piyama tidur. Perempuan itu melempar pakaian itu ke tempat pakaian kotor. 

"Ngapain?" Tanya Dion saat melihat Melisa keluar dari kamar, karena biasanya dia langsung tidur setelah di gagahi. 

"Kebelet." Jawab Melisa singkat, sedangkan Dion dia asik merokok hingga ruang tamu penuh dengan asap rokok. 

Beberapa menit setelahnya, Melisa keluar dari kamar mandi. Namun dia tak melihat suami nya lagi, mungkin sudah tidur. 

"Hmmm, kebiasaan habis ngerokok puntung nya di biarin gini." Gerutu Melisa saat melihat puntung rokok berserakan. 

Melisa menyapu puntung rokok itu dan membiarkan nya di pojokan, besok akan dia sapu keluar karena sekarang sudah malam. Kata orang tua jaman dulu, kalau menyapu keluar rumah itu, sama dengan menyapu rezeki.

......

🌻🌻🌻🌻

Bab 3 - SANG PEBINOR

Keesokan pagi nya, Melisa melakukan kegiatan seperti biasa nya, hanya saja pagi ini dia terlihat lebih sibuk dari biasa nya. Dia menyapu, mengepel, lalu memanen semua sayuran yang dia tanam dan membagikan nya pada tetangga sambil berpamitan sekalian.

Sedangkan Dion, pagi tadi dia sudah pergi ke sekolah untuk mengajar hari terakhir. Meskipu masih berstatus guru honorer, tetap saja Dion harus aktif. 

"Pagi, Bu." Sapa Melisa pada tetangga nya.

"Eehh, Mel. Mau kemana?"

"Ini mau ngasih sayuran, saya mau pindah nanti sore." Jawab Melisa ramah, dengan senyum manis yang selalu terkembang di bibir nya.

"Wah, pindah kemana Mel?"

"Ke luar kota, Mas Dion di pindah tugaskan." 

"Yaahh, lingkungan ini pasti sepi lagi tanpa kamu, Mel." Ucap nya pelan.

"Hehe iya, Bu. Maunya saya juga disini aja, tapi saya harus ngikut suami saya." 

"Ya sudah, hati-hati di jalan ya. Nanti kalau pulang kampung, mampir kesini."

"Iya Bu, kalau begitu saya permisi dulu. Mau lanjut beres-beres lagi, kalau perlu sayuran, di belakang rumah masih ada banyak. Ambil saja ya Bu."

"Iya Mel." Melisa pun pergi dari rumah tetangga nya, dia kembali melanjutkan acara packing nya. Agar nanti sore, semua nya sudah selesai dan tinggal pergi saja.

"Huffttt, capek juga.." Gumam Melisa, masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan hari ini. Andai saja suami nya bisa membantu, mungkin dirinya takkan terlalu kecapean seperti saat ini. 

Tapi, untuk apa guna nya mengeluh? Tak ada yang mau mendengarkan keluh kesah nya. Bahkan telinga suami nya saja tertutup rapat untuk bisa mendengar semua keluh kesahnya. 

Hingga sore hari nya, Melisa akhirnya bisa menyelesaikan semua pekerjaan nya. Semua perabotan yang kira nya penting sudah dia bereskan, dua buah tas besar berisi pakaian. 

"Mas.." sapa Melisa saat melihat suaminya pulang.

"Apaan, mandi dulu napa sebelum nyambut suami pulang kerja? Udah buluk, bau keringet lagi." Ketus Dion. Pria itu melenggang masuk dengan membawa tas yang dia jinjing. 

Melisa mengusap dada nya, menghadapi suami nya yang super duper ketus memerlukan kesabaran seluas samudera.

"Mas, jadi pindahan hari ini?"

"Jadi, nanti mobil nya jemput." Jawab Dion sambil menyeruput kopi yang sudah Melisa siapkan di atas meja beserta sepiring pisang goreng.

"Apa kasur sama televisi akan di bawa ke rumah baru, Mas?"

"Gak usah, disana juga ada." Jawab Dion datar, tanpa menatap sekilas pun pada istrinya. 

"Mau mandi sekarang gak, Mas? Kalau mau mandi, biar aku hangatkan air nya."

"Gak usah, nanti saja. Kau saja duluan mandi sana, dekil gitu malu-maluin tau!" Melisa merasakan nyeri di ulu hatinya, tapi dia tahan dan hanya menuruti perkataan suaminya.

Perempuan itu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi, sedangkan Dion masih bersantai di ruang tamu sambil menonton televisi. 

Cukup lama berselang, Melisa keluar dari kamar mandi dengan handuk pendek yang membelit tubuh mungil nya. Dion yang melihat hal itu, entah kenapa dia sangat bergairaah, apalagi aroma sabun yang menguar memenuhi indra penciuman nya. Hingga dia mengikuti langkah istrinya ke kamar. 

Dengan sekali sentakan saja, Melisa sudah berada dalam dekapan hangat Dion, membuat kedua bola mata perempuan itu membulat seketika.

"M-as.."

"Aku sedang ingin, boleh ya?" 

"Tapi Mas.."

"Tidak ada tapi-tapian, Mel. Kamu harus melayani ku." Tegas Dion, membuat Melisa kesulitan menelan ludahnya sendiri. 

Dion melempar istrinya ke atas ranjang, membuat handuk yang membalut tubuh ramping nya itu terbuka seketika. Dion membuka ikat pinggang nya dan seketika ular kobra mini milik nya mencuat dari balik celana dalaam yang dia kenakan.

"Mas, jangan sekarang. Kita kan mau pindahan, aku juga sudah mandi."

"Ckk, berani sekali kau menolak ajakan suami mu hmm?" Tanya Dion dengan suara berat nya.

Plak…

Tangan nya begitu ringan saat melayangkan tamparan yang cukup keras ke pipi istrinya, dan seolah tanpa rasa bersalah sedikitpun, Dion langsung mencumbu Melisa dengan brutal bahkan dengan paksa menggagahi istrinya. Seperti biasa, tanpa pemanasan hingga membuat kedua mata perempuan itu mengeluarkan cairan bening, menahan rasa sakit karena perbuatan suami nya.

"Sa-kit Mas, pelan-pelan.." pinta Melisa, tapi Dion menulikan telinga nya. Dia tak menghiraukan permintaan istrinya dan tetap melanjutkan permainan nya, hingga dia mengerang puas setelah susu kental manis nya meledak di dalam sana.

"Cihh, begitu saja nangis!" Cibir Dion, lalu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Membiarkan tubuh istrinya yang polos di kamar dengan keadaan tak berdaya setelah dia pakai.

"Sakit sekali astaga, kenapa Mas Dion begitu tega melakukan hal ini?" Gumam Melisa, air mata nya terus mengalir membasahi pipi mulus nya. 

Malam hari nya, saat ini Melisa dan Dion sedang dalam perjalanan dengan menggunakan mobil desa yang cukup luas. Dion dengan acuhnya tidur, tanpa menghiraukan istrinya yang masih merasakan rasa sakit di bagian bawahnya karena perbuatan brutal nya tadi.

"Dia sangat menyebalkan, tak peduli dengan ku sama sekali. Padahal dia yang sudah membuat ku begini." Gumam Melisa. Tadi, dia harus mandi kembali karena ulah suami nya.

Melisa yang merasa kelelahan pun akhirnya tertidur pulas sepanjang perjalanan, hingga tak menyadari kalau pagi tiba dan kini mereka hampir sampai di tujuan.

"Bangun, sudah dekat mau sampai." Ucap Dion, mengguncang tubuh istrinya yang masih terlelap. 

Melisa terbangun dengan mata menyipit, jujur saja dia masih mengantuk, mata nya terasa sangat berat untuk terbuka. 

Jalanan yang cukup berbatu membuat mobil sedikit berguncang, Melisa merasakan rasa sakit di perutnya. 

"Mas, perut aku sakit.." 

"Gak usah alesan, udah bentar lagi sampai gak usah drama!" Ketus Dion. Kalau saja memukul suami tak dosa, pasti Melisa sudah memukul suami tak punya hati nya ini dengan palu.

Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai. Dion turun dari mobil di ikuti Melisa di belakang nya, perempuan itu tersenyum manis. Udara disini masih sangat segar, lingkungan sekitar nya juga masih terlihat asri. Banyak sawah dan kebun warga yang menghiasi sepanjang perjalanan. 

"Udara nya seger banget." Gumam Melisa. Dion hanya memutar mata nya jengah, lalu mengambil tas dan barang-barang lain nya di dalam bagasi. 

Ada beberapa warga juga yang menyaksikan kedatangan pasangan suami istri itu dan membantu nya.

"Terimakasih ya, bapak-bapak.."

"Jadi kalian yang akan tinggal disini?" Tanya salah satu warga dengan ramah.

"Iya pak." Jawab Dion tak kalah ramah nya.

"Wah, baguslah kalau begitu. Dengar-dengar, sodara itu guru ya?"

"Iya pak, saya guru yang akan mengajar di SMP ujung." Jawab Dion lagi.

"Mari mampir pak, sekedar minum teh." Ajak Melisa ramah. Bapak-bapak itu pun mampir lebih dulu untuk sekedra minum teh. 

Namun, tanpa Melisa sadari ada sepasang mata yang menatap nya dengan tatapan penuh arti. Siapakah dia?

.....

🌻🌻🌻🌻

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!